10 MODEL PEMBELAJARAN IPA SD DAN 25 MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF IPA SD
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Model-Model Pembelajaran IPA SD
Dosen Pengampuh : Yenni Fitra Surya, M.Pd
Disusun Oleh : Annisa Fitri 2186206019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI BANGKINANG
2024
10 MODEL – MODEL PEMBELAJARAN IPA SD A. Contextual Teaching And Learning
Contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep belajar yang memandang bahwa anak akan belajar lebih baik dan lebih bermakna jika anak
“bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar
“mengetahuinya” (Kadir 2013). Sanjaya (2010) menjelaskan bahwa CTL adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari- hari.
Pendapat lain dikemukakan oleh Johnson (2014) yang mengatakan bahwa CTL merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa dalam melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, meliputi k onteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Ada delapan komponen berikut yang sangat penting di dalamnya, diantaranya: membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa CTL merupakan konsep belajar yang melibatkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan konsep yang dipelajarinya dan mengaitkannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari.
1. Langkah-langkah
Sanjaya (2010) menjelaskan bahwa ada tujuh langkah, diantaranya:
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan berasal dari luar dan di konstruksikan dari dalam diri seseorang, oleh sebab itu pengetahuan terbentuk dari dua faktor penting, yaitu objek yang diamati dan kamampuan untuk menginterpretasi objek tersebut.
b. Inquiri
Inquiri adalah pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, melainkan proses menemukan sendiri.
c. Bertanya (questioning)
Bertanya dipandang sebagai rasa keingintahuan setiap individu dan membangkitkan motivasi belajar siswa. Dalam setiap proses pebelajaran bertanya selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.
d. Masyarakat belajar (learning community)
Melalui penerapan pembelajaran secara kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, membantu siswa untuk saling membelajarkan, bertukar informasi dan bertukar pengalaman. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu permasalahan.
e. Pemodelan (Modeling)
Memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa dan mengindari siswa dari pembelajaran yang teoritis-abstrak. Proses ini tidak terbatas pada guru saja, melainkan guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan.
f. Refleksi (Reflection)
Pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan mengurutkan kembali kejadian-kejadian pembelajaran yang telah dilalui siswa. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu dimasukan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuannya.
g. Penilaian nyata (authentic assessment)
Pengumpulan informasi tentang perkembangan belajar yang dilalui siswa.
Penilaian ini diperlukan untuk mengetahuai apakah siswa benar-benar belajar atau tidak dan dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
B. Problem Based Learning
Wood (2003) menjelaskan bahwa problem based learning (PBL) merupakan penggunaan sebuah kasus atau skenario masalah untuk menentukan tujuan pembelajaran pada siswa. Siswa melakukan studi mandiri sebelum kembali ke
kelompok untuk berdiskusi dan menyempurnakan pengetahuan yang mereka peroleh.
PBL tidak hanya terfokus pada pemecahan masalah saja, melainkan menggunakan masalah yang sesuai untuk menambah pengetahuan dan pemahaman siswa.
Gijselaers (1996) menyatakan bahwa PBL melibatkan siswa dalam mengerjakan masalah dalam kelompok dengan bimbingan dari guru. Masalah yang diberikan dianalisis dan penyelesaiannya menghasilkan pengetahuan serta keterampilan pemecahan masalah. Sedangkan Arends (2008) memaparkan bahwa PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa serta berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan suatu model pembelajaran yang menghadirkan masalah sebagai pembelajaran. Masalah tersebut merupakan masalah nyata yang menyangkut peristiwa kehidupan sehari-hari dalam upaya melatih siswa dapat aktif, mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, memecahkan masalah dan menemukan solusi.
1. Langkah-langkah
Adapun langkah-langkah PBL menurut Arends, (2008) adalah sebagai berikut:
a. Memberikan orientasi
tentang permasalahan kepada siswa Guru menyampaikan maksud pembelajaran kepada siswa. Selain itu, guru menyajikan suatu permasalahan dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan Siswa dalam mengidentifikasi permasalahan tersebut.
b. Mengorganisasikan siswa meneliti
Guru mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Siswa mengidentifikasikan hal-hal yang belum mereka pahami dan perlu dipelajari untuk menyelesaikan masalah.
c. Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Siswa atau kelompok membuat perencanaan untuk investigasi permasalahan yang ada. Anggota kelompok berbagi peran untuk pengumpulan data dan eksperimen, pembuatan hipotesis dan penejalasan dan memberikan solusi.
d. Observasi
Masing-masing siswa melakukan penelusuran informasi atau observasi berdasarkan tugas yang telah ditetapkan dalam diskusi kelompok. Data atau informasi dapat diperoleh melalui perpustakaan, internet, pengamatan,
wawancara, dan sumber lainnya.
e. Mengembangkan dan mempersentasikan produk dari hasil pembelajaran f. Siswa atau kelompok mengembangkan dan mempersentasikan produk dari hasil
pembelajaran. Persentasian produk harus dipersiapkan terlebih dahulu dan sebaiknya menggunakan bantuan media IT.
g. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah Guru melakukan refleksi terhadap proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan. Hal ini untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun keterapilan investigatif dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan.
C. Inquiry Learning
Inquiry learning merupakan rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan percaya diri (Gulo, 2002). Hal senada dijelaskan oleh Sanjaya (2010) yang mengatakan bahwa inquiry learning menekankan kepada kemampuan berpikir kritis, menganalisa suatu masalah dan mencari sendiri jawaban tersebut, sehingga jawaban yang diberikan setiap siswa berbeda.
Saab et al. (2012) menjelaskan bahwa inquiry learning, siswa bekerja sama melakukan percobaan dan menggunakan hasil untuk konstruksi pengetahuan bersama.
Pembelajaran dengan inquiry learning dapat mendukung proses pembelajaran siswa dalam meningkatkan kinerja belajar mereka. Mereka dapat bertukar ide dengan mengajukan pertanyaan, memberi penjelasan, membuat keputusan bersama-sama tentang kegiatan mana yang akan dilaksanakan dan bagaimana memecahkan masalah tersebut.
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa inquiry learning merupakan aktifitas belajar yang mendorong siswa untuk aktif, berpikir kritis, menemukan pengetahuan atau pemahaman untuk menyelidiki sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh pada percaya diri.
1. Langkah-langkah
Eggen & Kauchak (2012) menjelaskan bahwa langkah-langkah inquiry learnimg adalah sebagai berikut.
a. Menyajikan pertanyaan atau masalah.
b. Membuat hipotesis.
c. Merancang percobaan.
d. Melakukan eksperimen untuk mendapatkan informasi.
e. Mengumpulkan dan menganalisis data.
f. Membuat kesimpulan.
Joyce & Weil (2002) berpendapat bahwa langkah inquiry learning terdiri dari 6 langkah, diantaranya:
a. Identifikasi dan penetapan ruang lingkup masalah b. Perumusan hipotesis,
c. Pengumpulan data d. Interpretasi data
e. Pengembangan simpulan, f. Menganalisis proses inkuiri.
Sedangkan Sanjaya (2010) secara umum merinci langkah- langkah inquiry learnimg sebagai berikut:
a. Orientasi
Guru dituntut untuk membuat suasana belajar yang kondusif. Kegiatan yang dilakukakn guru, diantaranya: menjelaskan materi yang akan dipelajari, tujuan yang akan dicapai dan menjelaskan topik dan pentingnya kegiatan belajar sehingga dapat memotivasi siswa dalam belajar. Guru juga harus memiliki kreativitas dalam memberikan stimulus atau rangsangan yang menarik pada siswa terhadap suatu permasalahan. Sehingga siswa mempunyai rasa ingin tahu terhadap permasalahan yang akan dipelajari.
b. Merumuskan masalah
Rangsangan yang diberikan guru berupa pertanyaan- pertanyaan mengenai permasalahan, dapat mendorong siswa untuk memecahkan dan mencari jawaban permasalahan tersebut. Proses ini sangat penting karena mengembangkan kemampuan proses berpikir siswa.
c. Mengajukan hipotesis
Siswa mengumpulkan jawaban sementara dari suatu permasalahan. Jawaban sementara atau hipotesis tersebut perlu dikaji kebenarannya sehingga guru dapat membantu siswa agar tidak takut dalam mengemukakan hipotesisnya dengan cara memberi pertanyaan yang dapat mendorong siswa menemukan jawaban dari permasalahan yang dikaji.
d. Mengumpulkan data
Siswa mengumpulkan data dan informasi sebanyak mungkin untuk menguji hipotesis yang telah mereka kumpulkan. Mengumpulkan data ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan melatih siswa untuk menggunakan seluruh potensi berpikir yang dimilikinya.
e. Menguji hipotesis
Siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan berpikir rasional.
Hipotesis yang ada kemudian dibandingkan dengan data dan informasi yang telah dikumpulkan. Jawaban yang ditemukan harus didukung oleh data dan fakta yang ditemukan.
f. Merumuskan kesimpulan.
Siswa mendeskripsikan temuan yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis. Guru membantu siswa untuk menentukan data yang relevan sehingga mencapai kesimpulan yang akurat.
D. Discovery Learning
Definisi dari discovery learning (belajar penemuan) sendiri banyak dikemukakan oleh para ahli. Menurut Anitah (2009) discovery learning adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pemeccahan masalah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Harapannya, melalui penemuan ini, siswa akan belajar secara intensif dengan mengikuti langkah investigasi atau pendekatan ilmiah.
Sementara itu, Bruner (Schunk, 2012) mendefiniskan discovery learning sebagai penguasaan pengetahuan untuk diri sendiri. Belajar penemuan melibatkan aktivitas siswa seperti mencari, menelusuri, mengolah, dan menyelidiki. Dalam kegiatan ini, siswa mempelajari dan menemukan pengetahuan baru yang relevan dengan materi dan berbagai keterampilan seperti menguji hipotesis, merumuskan masalah, dan mengumpulkan informasi.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa discovery learning merujuk pada proses pembelajaran dimana siswa berusaha sendiri mencari permasalahan dengan modal pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian menghasilkan pengetahuan baru yang benar-benar bermakna melalui serangkaian proses penyelidikan ilmiah. Dalam discovery learning, siswa belajar melalui partisipasi secara aktif di kelas untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen sehingga siswa akan menemukan konsep dan prinsip pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan yang didapat dengan proses ini akan bertahan lama dan lebih mudah diingat karena siswa mencari,
melakukan, dan memperoleh sendiri sehingga lebih mudah diingat. Belajar penemuan i
ni akan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Peran guru dalam pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator memberikan bimbingan dan arahan apabila siswa menemukan kesulitan dalam proses penyelidikan. Dengan begitu, siswa akan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, dan memiliki motivasi untuk bekerja terus hingga menemukan jawaban-jawaban atas permasalahan yang akan dipecahkan.
1. Langkah-langkah
Yerizon et al., (2018) mengemukakan bahwa ada lima langkah dalam discovery learning, yaitu:
a. Stimulation (Stimulasi atau pemberian rangsangan)
Pada tahap ini siswa diahdapkan pada situasi dan sesuatu yang dapat menimbulkan kebingungan. Guru kemudian meanjutkan untuk tidak memberi pencerahan atau generalisasi afar timbul keinginan dalam diri siswa untuk menyelidiki sendiri. Selain itu, guru dapat memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, memberikan anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah kepada lagkah pemecahan masalah.
b. Problem statement (Identifikasi masalah)
Setelah stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan ajar, kemudian ssiwa memilih salah satu untuk kemudian dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
c. Data collection (Pengumpulan data)
Ketika siswa sedang mengeksplorasi, maka guru memberi siswa kesempatan untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan dengan cara mengumpulkan informasi melalui membca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan narasumber, melakukan eksperimen atau ui coba, dan kegiatan lainnya.
d. Data processing (Pengolahan data)
Tahap ini merupakan tahap dimana siswa mengolah data dan informasi yang telah diperoleh melalui penafsiran. Semua informasi dari berbagai sumber kemudian diolah, diklasifikasikan, ditabulasi, atau dihitung dan dianalisis serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu sehingga mendapatkan sebuah hasil.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat dan teliti untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah dirumuskan di awal melalui temuan alternatif kemudian dihubungkan dengan hasil data processing dan verification. Hal ini bertujuan agar siswa dapat menemukan suatu konsep, te ori, dan pemahaman melalui contoh yang dekat dalam keseharian siswa.
f. Generalization (Penarikan kesimpulan)
Tahap terakhir ini adalah proses menarik sebuah simpulan yang dapat dijadikan oleh siswa sebagai prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian dan masalah yang sama.
g. dengan tetap memperhatikan hasil verifikasi. Hasil verifikasi tersebut kemudian menjadi dasar dalam merumuskan prinsip- prinsip yang mendasari generalisasi.
E. Project Based Learning
Definisi project based learning (PjBL) menurut George Lucas Educational Foundation (2011) adalah sebuah model pembelajaran yang menuntut pendidik dan siswa mengembangkan guiding question (pertanyaan penuntun) yang berhubungan dengan sebuah topik di dunia nyata dengan menghubungkan antar subjek materi dalam lintas disiplin ilmu. Mengingat bahwa tiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka PjBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali konten materi pengetahuan secara holistik dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi masing-masing siswa serta melakukan eksperimen secara kolaboratif sehingga pada akhirnya setiap siswa mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan.
Sejalan dengan hal tersebut, Zubaedah (2016) menyatakan bahwa PjBL adalah model pembelajaran yang ideal untuk memenuhi keterampilan di abad 21 (21st Century Skills) yang meliputi berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas. Adapun karakteristik dari PjBL adalah: 1) siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka k erja; 2) adanya permasalahan yang diajukan kepada siswa; 3) siswa dituntut untuk mendesain proses guna penyelesaian solusi permasalahan yang diajukan; 4) siswa bertanggung jawab untuk mencari dan mengolah informasi untuk memecahakan permasalahan secara kolaboratif; 5) evaluasi yang dijalankan secara kontinyu; 6) siswa melakukan refleksi atau evaluasi atas aktivitas yang telah dilakukan secara berkala; 7) p roduk akhir aktivitas belajar dievaluasi secara kualitatif; dan 8) situasi pembelajaran dapat menoleransi kesalahan dan perubahan
1. Langkah-langkah
Adapun langkah-langkah PjBL menurut George Lucas Educational
Foundation (2011) adalah:
a. Start with the Essential Question
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi petunjuk atau penugasan siswa dalam melaksanakan sebuah aktivitas.
Topik yang diambil adalah yang berkaita dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan penyelidikan mendalam.
b. Design a Plan for the Project
Perencanaan dilaksanakan antara pendidik dan siswa secara kolaboratif. Dengan begitu, diharapkan siswa akan merasa dilibatkan atau “memiliki” proyek tersebut. Perencanaan berisi mengenai aturan main dan pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang diperlukan untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Create a Schedule
Dalam tahap ini, pendidik dan siswa menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek secara kolaboratif. Aktivitas pada tahap ini antara lain: a) membuat timeline; b) membuat deadline penyelesaian proyek; c) membawa siswa merencanakan cara yang baru; d) membimbing siswa ketika siswa melakukan cara yang tidak berhubungan dengan proyek; dan e) meminta siswa untuk membuat alasan mengenai pemilihan suatu cara.
d. Monitor the Students and the Progress of the Project
Dalam tahap ini pendidik bertanggung jawab melakukan monitoring yang dilakukan dengan cara memfasilitasis siswa terhadap aktivitas siswa selama penyelesaian proyek. Dengan begitu, pendidik berperan sebagai mentor bagi aktivitas siswa dengan membuat rubrik yang dapat merekam seluruh aktivitas sis wa yang penting.
e. Assess the Outcome
Asesmen dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar guna mengevaluasi kemajuan masing-masing siswa, memberi feedback tentang tingkat pemahaman yang telah dicapai siswa, serta membantu pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran selanjutnya.
f. Evaluate the Experience
Di akhir proses pembelajaran, pendidik dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang telah dilakukan. Proses refleksi dilakukan baik s ecara kelompok maupun individu. Dalam tahap ini, setiap siswa akan diminta
untuk mengungkapkan pengalaman dan perasaannya selama g. melaksanakan proyek.
Kemudian dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, pendidik dan siswa mengembangkan sebuah diskusi sehingga pada akhirnya ditemukan sebuah temuan baru untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
F. Learning Cycle
Pembelajaran learning cycle (siklus belajar) adalah rangkaian tahapan kegiatan (fase) yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai konpetensi yang diharapkan dalam pembelajaran aktif. Learning cycle ini juga merupakan sebuah cara inkuiri pada pembelajaran sains yang terdiri dari beberapa tahapan yang berurutan (Marek, 2008). Learning cycle merupakan salah satu pembelajaran yang bersumber pada paradigma konstruktivisme dimana siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keteribatan proses belajar yang aktif (student centered) sehingga peran guru adalah sebagai fasilitator. Selain berbasis konstruktivisme, learning cycle juga sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget dimana pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dikaitkan dengan pengetahuan baru yang diperoleh siswa sehingga siswa terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru (Adilah & Budiharti, 2015).
Pada awalnya, learning cycle terdiri atas tiga tahap, yaitu exploration (eksplorasi) , concept introduction (pengenalan konsep), dan concept application (penerapan konsep) (Ngalimun, 2012). Tiga tahap atau fase tersebut biasa dikenal dengan learning cycle E-I-A. Kemudian fase atau tahap pada learning cycle mengalami perkembangan pada pertengahan tahun 1980 dimana Biological Science Curriculum Study (BSCS) mengembangkan model learning cycle menjadi lima fase, yaitu engage, explore, explain, elaborate dan evaluate sehingga dikenal dengan nama learning cycle 5E.
Setelah mengalami perkembangan menjadi 5 tahapan atau fase, kemudian Eisenkraft (Adilah & Budiharti, 2015) pada tahun 2003 mengembangkan learning cycle menjadi 7 tahapan atau fase yang terorganisasi dengan baik, yaitu Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan Extend sehingga dikenal dengan nama learning cycle 7E.
1. Langkah-langkah
Eisenkraft (2003) menjelaskan tahapan - tahapan model learning cycle 7E sebagai berikut:
a. Elicit (Mendatangkan Pengetahuan Awal)
dengan materi agar dapat merangsang timbulnya respon dari pemikiran Pada fase ini guru berusaha mendatangkan pengetahuan awal siswa terhadap materi y ang akan dipelajari dengan cara memberi pertanyaan mendasar yang berhubungan siswa serta menimbulkan rasa ingin tahu tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tesebut.
b. Engage (Menarik Perhatian Siswa)
Fase ini dikhususkan untuk memfokuskan perhatian siswa, merangsang kemampuan berpikir serta menimbulkan motivasi terhadap konsep atau materi y ang akan diajarkan. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, membaca, atau aktivitas lain yang dapat membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa.
c. Explore (Mengeksplorasi)
Pada fase ini siswa mendapat pengatahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari. Fase ini ditandai dengan adanya aktiivitas siswa untuk megamati, merekam data, merencanakan dan merancang percobaan, membuat grafik, menafsirkan hasil serta mengolah hasil temuan dalam kelompok kecil tanpa ceramah langsung dari guru. Peran guru dalam fase ini adalah memberi masukan dan meluruskan pemahaman siswa yang masih kurang sesuai.
d. Explain (Menjelaskan)
Pada fase ini guru mengenalkan kepada siswa konsep, hukum, dan teori yang terkait materi dalam sains. Guru mengenalkan kepada siswa beberapa kosa kata ilmiah dan memberikan pertanyaan untuk menstimulasi siswa untuk dapat menjelaskan hasil eksplorasi.
f. Elaborate (Menerapkan)
Fase ini bertujuan untuk membawa siswa menerapkan simbol, konsep, definisi, dan keterampilan pada permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari materi yang dipelajari.
g. Evaluate (Mengevaluasi)
Evaluasi dalam tahap ini dapat berupa evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif tidak dibatasi pada siklus-siklus tertentu saja. Guru disarankan untuk dapat melakukan evaluasi pada setiap siklus.
h. Extend (Memperluas)
Fase ini bertujuan untuk mengajak siswa berpikir, mencari, menjelaskan, dan menemukan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari serta mencari hubungan satu konsep dengan konsep yang lain baik yang sudah dipelajari maupun yang belum.
G. Model Siklus Belajar
Salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivis adalah penggunaan siklus belajar. Siklus belajar merupakan pendekatan pengajaran sains yang dikembangkan oleh Robert Karplus (Carin ,1994 : 64) bagi program perbaikan kurikulum pembelajaran sains (SCIS). Penelitian menunjukkan melalui siklus belajar siswa memahami konsep sains dengan lebih baik dan dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan karena siswa tidak hanya diberi kesempatan dan waktu untuk mengeksplor fenomena alam tetapi secara langsung siswa mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan guru yang berpengalaman dalam melayani pembelajaran dan memberikan umpan balik dari pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Belajar dengan model siklus belajar akan menjadi bermakna bila guru mampu memberikan pengalaman langsung, sehingga
siswa secara aktif akan mengetahui bagaimana belajar 1. Tahap eksplorasi,
Tahap ini merupakan awal dari langkah-langkah siklus belajar. Guru membagikan materi dan benda-benda konkrit agar siswa dapat mencari dan mengumpulkan fakta-fakta dengan melakukan observasi dan percobaan. Pada tahap ini segala keinginan siswa untuk memperlakukan dan mencoba mengutakatik materi atau benda-benda yang disediakan oleh guru terpenuhi dan melihat apa yang terjadi dari hasil uji cobanya itu. Bimbingan dan target guru sangat minim pada tahap ini. Guru berperan sebagai motivator, fasilitator, dan pembimbing pembelajaran dengan mempersiapkan berbagai pertanyaan untuk membantu siswa dalam memanipulasi materi atau benda-benda konkrit sudah ada pada diri siswa. Tahap ini mengarah pada tahap berikut,
2.Tahap invitasi (pengenalan konsep)
Tahap kedua ini guru menciptakan (invent) suatu konsep, prinsip, atau hubungan-hubungan yang secara langsung berkaitan dengan hasil eksplorasi. Struktur mental yang baru ini mengarahkan siswa untuk menggabungkan pengalaman awalnya dalam mengidentifikasi konsep, prinsip, atau hubungan-hubungan setelah memiliki dasar pengalaman konkrit. Pada tahap ini guru memperkenalkan istilah, kalimat, dan penjelasan yang membantu pengkomunikasian dan pemahaman pengalaman konkrit siswa.
3.Tahap discovery (aplikasi konsep)
Pada tahap terakhir ini siswa mengembangkan dan menggunakan struktur mentalnya dengan mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari ke dalam contoh-contoh atau situasi baru tetapi masih berhubungan. Siswa diminta untuk memperlakukan benda atau materi untuk diobservasi, diterka, dilakukan hipotesis, dan diuji. Guru membantu siswa untuk menginterpretasi dan mengeneralisasi hasilnya berdasarkan pengalaman awal.
H. Model pembelajaran kooperatif
Selama ini dalam pembelajaran tidak akan lepas dari persaingan antara siswa.
Persaingan ini berdampak kurang baik siswa menurut Slavin (2005) khususnya
bagi siswa yang memiliki prestasi rendah, persaingan ini akan malah menjadi motivator yang buruk bagi siswa serta ada juga siswa yang merasa menjadi penderitaan psikologis yang menetap. Selama ini siswa yang ada dalam kelas berasal dari lingkungan dan latar belakang yang berbeda. Suatu contoh, misalnya siswa yang tidak pernah belajar pengurangan akan kesulitan bersaing dengan siswa yang berasal dari keluarga yang telah diajarkan teknik pengurangan oleh orang tuanya. Melalui pembelajaran tanpa persaingan inilah diharapkan terjadinya peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Hal inilah yang mendasari pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tentu bukan hal yang baru bagi para guru. Para guru selama ini telah menggunakan kelompok tugas, kelompok diksusi dan sebagainya. Namun berbeda, pada pembelajaran kooperatif metode ini ditujukan untuk digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas. Selama ini kelompok tugas dilaksanakan untuk menempatkan siswa pada kelompok tertentu, namun secara in dividu masih banyak siswa yang masih menggantungkan diri atau tidak bertanggung jawab secara penuh akan tugas yang diberikan oleh guru. Proses seperti ini akan membat siswa pasif dan kurangnya pemahaman pada siswa. Pada pembelajaran kooperatif siswa memiliki tanggung jawab secara individu kepada kelompok untuk mencapai tujuan bersama, sehingga tidak ada siswa yang menggantung diri pada angota kelompok yang lain.
Dapat definisikan pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Enggen dan Kauchak dalam Trianto, 2012).
Pembelajaran kooperatif memiliki tujuan untuk meningkatkan partiisipasi siswa, memfasilitasi siswa untuk melatih kepemimpinan dan keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan berinteraksi dengan perbedaan latar belakang siswa.
Unsur terpenting dalam pembelajaran kooperatif:
a. Saling ketergantungan yang positif (semua siswa harus bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang sama, sehingga semua siswa memiliki perannya masing – masing dalam tugas tersebut).
b. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat (Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa, karena didalam kelompok tersebut setiap siswa akan saling mendukung dan membantu)
c. Tanggung jawab individual (saling membantu siswa yang membutuhkan, bukan untuk melepaskan tanggung jawab dan menggantungkan pada anggota kelompok yang lain).
d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (Belajar dalam kelompok akan menumbuhkan sikap seperti mampu menyampaikan ide, menghargai teman, to leran dll).
e. Proses kelompok (pembelajaran kooperatif dapat terjadi jika ada proses dalam kelompok tersebut). Secara umum sintaks pembelajaran kooperatif secara umum terdiri dari:
Fase Tingkah Laku Guru
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tuuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebt dan memotivasi siswa belajar
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelom[ok belajar agar melakukan transisi secara efisien
Membimbing
kelompok belajar Guru membimbing
kelompok- kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
I. Model pembelajaran CLIS (Children Learning In Science)
Model ini dikembangkan oleh kelompok Children Learning In Science di Inggris. Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan menggunakan LKS. Model pembelajaran CLIS bertujuan membentuk pengetahuan (konsep) ke dalam memori siswa agar konsep tersebut dapat bertahan lama, karena model pembelajaran CLIS memuat sederetan tahap-tahap kegiatan siswa dalam mempelajari konsep yang diajarkan. Menurut Driver (1988) tahapan- tahapan CLIS secara umum seperti gambar di bawah ini Adapun langkah pembelajaran model ini adalah (Samatowa, 2011)
1. Orientasi
kegiatan memusatkan perhatian siswa pada materi yang akan dipelajari dengan dikaitkan dengan kehidupan sehari – hari.
2. Pemunculan gagasan
upaya untuk memunculkan konsepsi siswa misalnya dnegan cara menuliskan apa yang diketahui oleh siswa. Tahapan ini dapat dikatakan sebagai eksplorasi materi
3. Penyusunan Ulang Gagasan
pada tahap ini merupakan tahap mengkonstruksi pemahaman siswa dan memperjelas penguasaan materi siswa. Misalnya siswa melakukan diskusi, hasil diskusi tidak disalahkan atau dibenarkan. Namun siswa membuktikan konsepsi hasil diskusi mereka dengan konsepsi yang ada di buku. Selanjutnya siswa juga dapat melakukan percobaan dan observasi.
4. Penerapan gagasan.
Tahap ini siswa diminta untuk mengembangkan gagasan yang telah didapatkannya, dengan cara misalnya dengan pemberian masalah pada konteks yang baru. Sehingga siswa mengaitkan konsep yang dimilikinya dengan konteks yang baru.
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil
belajr tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Memberikan
perhargaan Guru mencari cara-cara
untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
5. Pemantapan Gagasan
Tahap ini merupakan tahap pemberian umpan balik bagi siswa untuk memantapkan materi yang didapatkan
K. Model Interaktif
Salah satu bentuk keterbukaan dan rasa percaya diri siswa adalah melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa pada saat tidak memahami sesuatu yang sedang dipelajari, ditemui, dilihat, atau dirasakan oleh siswa. Banyak siswa yang menghadapi berbagai permasalahan saat belajar, tetapi sering tidak dapat mengemukakan pertanyaannya.
Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan belajar yang merujuk pada pandangan konstruktivis. Model belajar ini merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk berani mengungkapkan keingintahuannya dan ketidaktahuannya terhadap konsep yang sedang dipelajarinya. Model ini sering dikenal sebagai pendekatan “pertanyaan siswa”, di mana guru berusaha untuk menggali pertanyaan siswa.
Tahapan pada model pembelajaran interaktif terdiri atas : 1. Tahap Persiapan.
Pada tahap ini guru dan siswa memilih dan mencari informasi tentang latar belakang topik serta mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
2. Tahap Pengetahuan Awal.
Pada tahap ini siswa mengungkapkan apa yang mereka ketahui tentang topik yang akan dipelajari. Guru berusaha menggali apa yang telah diketahui oleh siswa tentang topik yang akan dipelajari.
3. Tahap Kegiatan Eksplorasi
Guru menjelaskan tentang topik yang akan dieksplorasi. Siswa diajak untuk terlibat lebih dalam mengenai topik yang dipelajari dengan melakukan eksplorasi. Dengan demikian siswa dirangsang untuk mengajukan pertanyaan.
4. Tahap pertanyaan siswa
Pada tahap ini seluruh siswa diajak untuk membuat pertanyaan mengenai topik yang dipelajari.
5. Tahap Penyelidikan
Pada tahap ini guru dan siswa memilih pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penyelidikan.
6. Tahap Pengetahuan Akhir
Pada tahap ini pengetahuan masing-masing siswa atau kelompok dikumpulkan dan dibandingkan dengan jawaban awal.
7. Tahap Refleksi
Pada tahap ini ditetapkan apa yang telah diuji atau dibuktikan dan apa yang masih perlu dimantapkan. Bila masih terdapat pertanyaan susulan pada tahap refleksi ini atau konsep belum terlalu dikuasai, maka tahap penyelidikan perlu diulang.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DALAM PEMBELAJARAN IPA SD
A. Debate
1. Pengertian
Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Selain itu debat juga sering disebut sebagai suatu pertukaran pikiran yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai pandangan yang berlawanan.
Model pembelajaran debat merupakan model pembelajaran berbicara yang tidak hanya monoton satu arah. Model pembelajaran debat mengarahkan siswa untuk berbicara dengan beradu argumen dari dua kelompok yang telah diatur untuk selalu beda pendapat, kelompok pertama diminta untuk selalu setuju ( kelompok pro ) terhadap masalah yang diberikan sedangkan kelompok yang kedua diminta untuk selalu tidak setuju ( kelompok kontra ) terhadap masalah yang diberikan. Dalam pelaksanaanya dua kelompok tersebut akan mempertahankan pendapatnya sesuai apa yang telah di setting.
2. Langkah Langkah
a. Guru membagi siswa menjadi dua kelompok debat yang satu pro dan yang lainnya kontra. Siswa duduk saling berhadapan antara yang pro dan kontra (susun meja dan kursi seperti untuk rapat).
b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan di debatkan.
c. Setelah selesai membaca, guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara menyampaikan pendapatnya, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan anggota kelompok yang lainya, sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
C. Rally Coach
1. Pengertian Rally Coach
Rally coach merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran kooperatif yang paling efektif dan bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan berpikir, keterampilan komunikasi dan pemecahan masalah siswa.
Rally Coach" merupakan suatu pendekatan dalam konteks pembelajaran kooperatif. Ini adalah salah satu dari beberapa model kooperatif yang dikembangkan oleh Kagan Structures, yang merupakan suatu sistem yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan siswa, kerja sama, dan komunikasi di dalam kelas.
Dalam model Rally Coach, dua siswa bekerja bersama-sama dalam pasangan. Mereka saling membantu dan mendukung satu sama lain saat mengerjakan tugas atau latihan. Pendekatan ini berfokus pada interaksi sosial dan saling bantu antar siswa untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Rally Coach
Model Pembelajaran Rally Coach adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif di mana siswa bekerja sama dalam pasangan untuk membantu satu sama lain dalam menyelesaikan tugas atau latihan. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam model ini:
1. Pembentukan Pasangan, Langkah awal adalah membentuk pasangan siswa yang akan bekerja sama selama sesi pembelajaran.
2. Penugasan atau Latihan, Guru memberikan tugas atau latihan yang dapat diselesaikan dalam pasangan.
3. Rally (Saling Berdiskusi), Anggota pasangan bergantian menjelaskan, mengajarkan, atau memberikan dukungan satu sama lain saat mengerjakan tugas atau latihan.
4. Pertukaran Peran, Setelah sejumlah waktu tertentu atau setelah menyelesaikan bagian tertentu dari tugas, siswa beralih peran.
5. Dukungan dan Koreksi, Siswa memberikan dukungan dan koreksi satu sama lain, memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik melalui interaksi dan pembelajaran bersama.
d. Diwaktu peserta didik menyampaikan gagasannya atau pendapatnya, maka peserta didik menulis inti/ide-ide dari setiap pendapat sampai mendapat sejumlah ide yang diharapkan.
e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap.
f. Dari ide-ide yang telah disampaikan tersebut, guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang diinginkan.
B. Decision Making
1. Pengertian Decision Making
Decision Making merupakan istilah Inggris untuk Pengambilan Keputusan dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan keputusan mengandung arti segala putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dan sebagainya). Terdapat berbagai pendapat ahli mengenai pengertian Decision Making (Pengambilan Keputusan), di antaranya menurut Baron dan Bryne, Decision Making ialah suatu proses kombinasi individu atau kelompok dan mengintegrasikan informasi yang ada dengan tujuan memilih satu dari berbagai kemungkinan tindaka1. Senada dengan Sweeney dan McFarlin, Decision Making ialah suatu proses mengevaluasi pilihan-pilihan yang ada untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
Menurut Dermawan, Decision Making ialah ilmu dan seni pemilihan alternatif solusi atau alternatif tindakan dari sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang tersedia guna menyelesaikan masalah. Menurut Siagian, Decision Making ialah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat, Menurut Gibson, dkk., Decision
1
Making ialah proses pemikiran dan pertimbangan yang mendalam untuk menghasilkan sebuah keputusan.
2. Langkah-Langkah Decision Making
Adapun penjelasan dari langkah langkah penerapan Decision Making pada kegiatan pembelajaran sebagai berikut :
a. Pendidik menginformasikan tujuan dan perumusan masalah.
b. Secara klasikal tayangan gambar, kasus permasalahan yang sesuai dengan materi pelajaran atau kompetensi yang diharapkan.
c. Buatlah pertanyaan agar peserta didik diminta mengidentifikasi permasalahan dengan gambar.
d. Secara berkelompok peserta didik diminta mengidentifikasi permasalahan dan membuat alternative pemecahannya.
e. Secara kelompok atau individu peserta didik diminta mengemukakan alasan mereka
f. memilih alternatif tersebut. Secara kelompok atau individu peserta didik diminta mencari penyebab terjadinya masalah tersebut.
g. Secara berkelompok atau individu peserta didik diminta mengemukakan tindakan untuk mencegah terjadinya masalah tersebut.
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Bamboo Dancing 1. Pengertian
Lie (2010: 66) mengemukakan bamboo dancing sebagai modifikasi inside outside circle. Di beberapa kelas inside outside circle sering tidak bisa dipenuhi karena kondisi penataan ruang kelas yang tidak menunjang.
Tidak ada cukup ruang di dalam kelas untuk membentuk lingkaran- lingkaran dan tidak selalu memungkinkan untuk membawa siswa keluar dari ruang kelas dan belajar di luar empat dinding ruang kelas. Diberi nama bamboo dancing karena siswa berjajar dan saling berhadapan dengan model yang mirip seperti dua potong bambu yang digunakan dalam tari bamboo Filipina yang juga popular di beberapa daerah Indonesia. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan
pasangannya yang berbeda-beda secara bergantian dengan waktu yang singkat.
2. Langkah-langkah
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe bamboo dancing. Lie (2010: 67) mengelompokkan teknis pelaksanaan model pembelajaran bamboo dancing menjadi dua, yaitu bamboo dancing individu dan bamboo dancing kelompok. Langkah-langkah bamboo dancing individu sebagai berikut:
a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri berjajar. Mereka berjajar di depan kelas.
b. Separuh kelas lainnya berjajar dan menghadap jajaran pertama.
c. Dua siswa yang berpasangan dari kedua jajaran berbagi informasi.
d. Kemudian, satu atau dua siswa yang berdiri di ujung salah satu jajaran pindah ke ujung lainnya. Jajaran ini kemudian bergeser. Dengan cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi. Pergeseran bisa dilakukan terus sesuai dengan bebutuhan.
D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Probing Prompting 1. Pengertian
Model pembelajaran Kooperatif Probing Promting adalah model pembelajaran dengan menyajikan serangkain pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali gagasan siswa, sehingga dapat melejitkan proses berpikir yang mampu mengaitkan pengetahuan dan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari.
Menurut Nurhamiyah (2014 : 243), Probing Prompting merupakan suatu keterampilan dalam memberikan penguatan, dari pengetahuan akan menimbulkan sikap positif dan melibatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Probing Prompting bisa diartikan sebagai proses pembelajaran non konvensional yang efektif berisi sejumlah pertanyaan yang sudah disusun oleh guru. Dalam proses pembelajarannya model Probing Prompting akan membuat siswa tegang, dan ini yang harus guru
lakukan ialah tetap ramah dalam memberikan pertanyaan dan hargai semua jawaban dari siswa itu sendiri.
2. Langkah-langkah
Lestari (2016) mengungkapkan bahwa 7 langkah model pembelajaran kooperatif Probing Prompting yaitu sebagai berikut : a. Guru menghadapkan siswa pada situasi, misalnya dengan
memperhatikan gambar, rumus atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban c. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban.
e. Meminta salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
f. Jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk menyakinkan bahwa semua siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Guru mengajukan pertanyaan akhir kepada siswa yang berbeda untuk lebih memastikan bahwa indikator yang tercapai telah dipahami oleh siswa.
E. Model Pembelajaran Koopetaif Tipe Team Quiz 1. Pengertian
Team quiz merupakan salah satu model pembelajaran aktif yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas. Tujuan penerapan model team quiz adalah untuk meningkatkan kemampuan tanggung jawab peserta didik dalam suasana yang menyenangkan. Team quiz juga untuk meningkatkan kepercayaan diri dan meningkatkan keaktifan dalam proses pembelajaran.
2. Langkah-langkah
Menurut Silbermen (2016), langkah-langkah pelaksanaan metode pembelajaran team quiz adalah sebagai berikut:
a. Pilihlah topik yang bisa disajikan dalam tiga segmen.
b. Bagilah siswa menjadi tiga tim.
c. Jelaskan format pelajaran dan mulailah penyajian materi, batasi hingga 10 menit atau kurang dari itu.
d. Perintahkan tim A untuk menyiapkan kuis jawaban singkat. Kuis tersebut harus sudah siap dalam tidak lebih dari 5 menit. Tim B dan C menggunakan waktu ini untuk memeriksa catatan mereka.
e. Tim A memberi kuis kepada anggota tim B. Jika tim B tidak dapat menjawab satu pertanyaan, tim C segera menjawabnya.
f. Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya kepada anggota tim C, dan mengulang proses tersebut.
g. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan dengan segmen kedua dari pelajaran anda, dan tunjuklah tim B sebagai pemandu kuis.
h. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan dengan segmen ketiga dari pelajaran anda dan tunjuklah tim C sebagai pemandu kuis.
F. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tebak Kata
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tebak Kata
Menurut Said (2015: 68), model pembelajaran tebak kata adalah menebak kata yang dimaksud dengan cara menyebutkan kata-kata tertentu sampai kata yang disebutkan tersebut benar. Menurut Aqib (Ashari, 2014:
24), model pembelajaran tebak kata adalah model pembelajaran penyampaian materi ajar dengan menggunakan kata-kata singkat dalam bentuk permainan sehingga peserta didik dapat menerima pesan pembelajaran melalui kartu.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tebak kata adalah model pembelajaran yang menggunakan media kartu teka-teki yang berpasangan dengan kartu jawaban teka-teki.
Permainan tebak kata dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat.
2. Langkah-langkah
Langkah-langkah Model pembelajaran tebak kata menurut Suprijono (2015: 150) sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
b. Guru meminta siswa berdiri berpasangan di depan kelas.
c. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga, di saku baju atau dikalungkan.
d. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm. Jawaban yang tepat apabila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
e. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu), maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain (memancing) asal jangan langsung memberi tahu jawabannya.
f. Dilanjutkan sampai semua siswa mendapat bagian G. Model Pembelajaran Group Resume
1. Pengertian
Group resume adalah pendekatan pembelajaran yang tidak hanya memberikan materi kepada peserta melainkan juga cara menarik untuk membantu peserta didik lebih mengenal satu sama lain atau melakukan semacam pembetukan tim yang anggotanya sudah saling mengenal.
2. Langkah – Langkah
Adapun langkah langkah nya adalah sebagai berikut:
a. Membagi murid menjadi kelompok-kelompok kecil .
b. Menjelaskan kepada mereka bahwa kelas itu dipernuhi oleh individu- individu yang penuh bakat.
c. Menyarankan kepada siswa bahwa salah satu cara untuk mengidentifikasi dan menunjukan kelebihan yang dimiliki kelas adalah dengan membuat resume kelompok.
d. Membagikan kepada setiap kelompok kertas untuk menuliskan resume.
Resume harus mencakup informasi yang dapat menarik kelompok secara keseluruhan.
H. Diskursus Multy Representation (DMR)
1. Pengertian Diskursus Multy Representation (DMR)
Diskursus multy representation (DMR) adalah model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk belajar dalam kelompok heterogen saling membantu antar teman, bekerjasama menyelesaikan masalah, menyatukan pendapat kelompok untuk memperoleh keberhasilan yang di harapkan secara optimal baik kelompok maupun individual. Model ini berorientasi pada pembentukan, penggunaan, pemanfaatan berbagai representasi seperti buku-buku, artikel, surat kabar, dan sebagainya dengan setting kelas dan kerja kelompok.
Menurut Suyatno model pembelajaran DMR merupakan model pembelajaran yang menggutamakan belajar kelompok di dalam kelas.
Prosedurnya yaitu: persiapan, pendahuluan, penerapan dan penutup.
Pembelajaran dengan model DMR lebih mengutamakan pada proses pemahaman konsep melalui diskusi kelompok. Jika model pembelajaran lain lebih mengutamakan keterampilan pada salah satu peserta didik, model pembelajaran DMR lebih mengutamakan pada kegiatan diskusi dalam menyelesaikan masalah tersebut agar mendapatkan jawaban dan semua kelompok memperoleh hasil diskusi yang disepakati bersama.
2. Langkah-langkah Diskursus Multy Representation (DMR)
Adapun langkah-langkah yang terdapat dalam model pembelajaran DMR adalah sebagai berikut yaitu:
1) Persiapan
a. Guru Menyiapkan lembar materi, media atau alat peraga dan lembar kerja siswa sesuai materi yang akan dipelajari
2) Pendahuluan
a. Guru membuka pembelajaran dengan salam, do’a, motivasi b. Guru menginformasikan tentang pembelajaran DMR
c. Pendidik membagi Peserta didik menjadi 6 kelompok secara heterogen
d. Peserta didik duduk sesuai dengan kelompok masing-masing e. Pendidik membagikan lembar materi dan lembar kerja peserta didik 3) Penerapan
a. Masing-masing kelompok mendiskusikan materi yang dipelajari dan setiap anggota mencatat.
b. Peserta didik ditunjuk secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya kedepan kelas dan setiap peserta didik yang tampil mempertanggung jawabkan kelompoknya.
4) Penutup
a. Pendidik membagikan lembar kerja peserta didik.
b. Peserta didik mengerjakan lembar kerja secara individu.
c. Lembar kerja peserta didik dikumpulkan untuk dinilai.
d. Pendidik dan peserta didik menyimpulkan materi.
I. Problem Posing
1. Pengertian Problem Posing
Problem posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brasil, Paulo Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (1970). Problem Posing Learning (PPL) merujuk pada strategi pembelajaran yang menekankan pemikiran kritis demi tujuan pembebasan. Sebagai model pembelajaran, PPL melibatkan tiga keterampilan dasar, yaitu menyimak (listening), berdialog (dialogue), dan tindakan (action).
2. Langkah-langkah Problem Posing
Langkah-langkah problem posing dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Identifikasi Konsep Matematika, Tentukan konsep matematika atau topik yang ingin diajarkan atau dipelajari.
2. Pahami Konsep Tersebut, Pastikan pemahaman yang mendalam terhadap konsep tersebut.
3. Buat Pertanyaan Terkait, Menciptakan pertanyaan terbuka yang berhubungan dengan konsep matematika tersebut. Pertanyaan ini sebaiknya memungkinkan variasi jawaban dan penyelidikan lebih lanjut.
4. Fokus pada Proses daripada Jawaban, Dorong siswa untuk lebih memikirkan proses pemecahan masalah daripada sekadar mencari jawaban. Ini mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
5. Variasi Pertanyaan, Buat variasi pertanyaan dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Pertanyaan dapat melibatkan konsep yang sama atau memerlukan penerapan konsep matematika yang berbeda.
6. Dorong Diskusi, Ajak siswa untuk berdiskusi tentang pertanyaan yang mereka buat. Diskusi ini dapat memperkaya gagasan dan pandangan mereka.
7. Refleksi, Setelah menjawab pertanyaan, dorong siswa untuk merefleksikan proses pemikiran mereka. Bagaimana mereka mencapai solusi? Apa yang mereka pelajari dari proses ini?
8. Menerapkan Ke Situasi Nyata, Ajak siswa untuk menerapkan pertanyaan dan solusi mereka dalam konteks situasi nyata atau masalah sehari-hari.
9. Bergantian Menjadi Guru,Biarkan siswa bergantian menjadi "guru" yang mempresentasikan pertanyaan mereka kepada teman sekelas dan menjelaskan pemecahan masalah.
J. Tipe Jigsaw II 1. Pengertian
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) didefinisikan sebagai system kerja atau belajar kelompok yang terstruktur, dimana struktur tersebut menurut Johnson (Jati, 2016) ada lima, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual,interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Kelima unsur tersebut saling terkait satu sama lainnya sehingga bila salah satu unsur tersebut hilang atau dihilangkan maka metode pembelajaran tersebut kurang berhasil.
2. Langkah-Langkah Model Kooperatif Tipe Jigsaw II
Adapun Langkah-langkah Model Kooperatif tipe Jigsaw II (Englia et al., n.d.) adalah sebagai berikut:
a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
b. Menyajikan informasi. Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
c. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar atau membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
e. Evaluasi. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresetasikan hasil kerjanya.
f. Memberikan penghargaan. Mencari cara-cara untuk menghargai baik Upaya maupun hasil belajar individua tau kelompok.
K. Model Kooperatif Non Examples
1. Pengertian Model Pembelajaran Non Examples
Tipe Kooperatif Non Examples Menurut Primari tabs merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk deskribsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar.
Model pembelajaran non examples merupakan tipe pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik dengan cara menempelkan gambar yang sesusai dengan pembelajaran,kemudian peserta didik disuruh menganalisisnya dan mendidkusikan hasil analisisnya sehingga peserta didik dapat membuat konsep yang esensial(Rochyandi,2004:11).
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Non Examples
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
b. Guru menempelkam gambar dipapan atau ditayangkan melalui media proyeksi
c. Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 2-3 orang siswa
d. Guru memberikan petunjuk dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan dan menganalisis gambar bersama-sama dalam diskusi kelompok
e. Siswa mencatat pada kertas konsep yang telah dikonrtuksi dari hasil analisis gambar
f. Tiap kelompok diberi kesempatan mempresentasikan hasil diskusinya g. Guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai dengan
memperhatikan hasil analisis gambar yang telah dilakukan kelompok L. Model Kooperatif Pair Checks ( Memeriksa Berpasangan )
1. Pengertian Model Pair Checks
Pair Checks adalah model pembelajaran berkelompok atau berpasangan yang dipopulerkan olen spencer kagen tahun 1993.Model ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan.
2. Langkah-langkah Dalam Model Pair Checks
Menurut Soinim,(2014) model pembelajaran kooperatif tipe pair checks mempumyai beberapa langkah-langkah yaitu:
a. Bagilah siswa dikelas kedalam beberapa kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 siswa.
b. Bagi lagi kelompok-kelompok tersebut menjadi berpasangan,jadi akan ada patrner A dan partner B pada kedua pasangan.
c. Berilah setiap pasangan sebuah LKS untuk dikerjakan.LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan ( jumlahnya genap)
d. Berikutnya,berikan kesempatan pada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1,sementara partner B mengamati,memberikan
motivasi,membimbing(bila diperlukan)partner A selama mengerjakan soal nomor 1.
e. Selanjutnya,bertukaran peran,partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati ,memberikan motivasi membimbing ( bila diperlukan)partner B selama mengerjakan soal nomor 2.
f. Setelah diselesaikan,pasangan tersebut mengecek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan mereka.
g. Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (kesamaan pendekatan/cara memecahkan masalah atau menyelesaikan soal),maka akan memperoleh poin yang diberikan oleh guru.Akan tetapi jika ada kelompok yang tidak menemukan bimbingan kepada kelompok tersebut M. Model Kooperatif Student Team Achievement
1. Pengertian Student Team Achievement
Student Team Achievement adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan camuran menurut tingkat kinerjanya,jenis kelamin,dan suku.Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memeastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.akhirnya seluruh siswa dikenai kuiz tentang materi itu dengan catatan,saaat kuis mereka tidak boleh saling ,membantu.
Tipe kooperatif ini menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam mmenguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.Guru yang menggunakn model ini mengajukan informasi akasdemik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal atau teks.
2. Langkah-langkah model pembelajaran student team achievement a. Penyampaian tujuan dan memotivasi siswa
b. Pembagian tugas
c. Guru melakukan presentasi
d. Siswa melakukan kegiatan belajar dalam bentuk tim(kerja tim) e. Kuis(Evaluasi)
f. Penghargaan presstasi tim
N. Model Pembelajaran Kooperatif Related Work
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Related Work
Model Pembelajaran Kooperatif Related Work adalah bentuk model pembelajaran yang menciptakan pengalaman belajar secara autentik yang memungkinkan mahasiswa untuk mengeksplorasi tujuan karir masa depan, kemampuan dan minat. Pembelajaran berbasis kerja adalah strategi pendidikan yang memberikan siswa pengalaman kerja kehidupan nyata di mana mereka dapat menerapkan keterampilan akademik dan teknis dan mengembangkan kemampuan kerja mereka.
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Related Work a. Mengidentifikasi masalah
Pada tahap ini, guru bersama peserta didik mendiskusikan tujuan dan mencari masalah yang terjadi pada lingkungan terdekat. Dalam mencari masalah ini tentunya tidak boleh lepas dari tema atau pokok bahasan yang dikaji.
b. Memilih Masalah.
Berdasarkan perolehan hasil wawancara dan temuan informasi tersebut, kelompok kecil supaya membuat daftar maslah, yang selanjutnya secara demokratis kelompok ini menentukan maslah yang dikaji.
c. Mengumpulkan informasi tentang masalah.
Pada tahap ini, masing-masing kelompok kecil bermusyawarah dan berdiskusi serta mengidentifikasi sumber sumber informasi sesuai dengan masalah yang akan dikaji.
O. Model Pembelajaran Kooperatif Quantum Teaching
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Quantum Teaching
Model pembelajaran Quantum Teaching dilandasi oleh berbagai teori seperti Accelerated Learning, Multiple Intelligences, Neuro-Linguistic Programing, Experiental Learning, Cooperative Learning dan Element Effective of Instruction (Deporter, 2010) Quantum Teaching adalah model pembelajaran yang dapat membagi unsur-unsur pembelajaran menjadi dua kategori seperti konteks dan isi (Rachmawati, 2012).
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Quantum Teaching
a. Memberikan materi kepada siswa dengan cara yang menyenangkan b. Mengajak siswa melakukan aktivitas yang berhubungan dengan
materi
c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menamai kegiatan yang sedang dilakukan
d. Siswa menampilkan hasil karyanya e. Siswa merevisi hasil kerjanya
f. Siswa menulis kembali hasil karyanya g. Siswa memajang hasil karyanya P. The Power Of Two
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power Of Two Model pembelajaran the power of two artinya menggabung kekuatan dua orang. Menggabungkan kekuatan dua orang dalam hal ini adalah membentuk kelompok kecil, masing-masing kelompok terdiri dari dua orang. Model pembelajaran the power of two ini diketahui sebagai model yang efektif diterapkan, karena menekankan pada proses mencari dan menemukan secara interaktif.
2. Langkah – Langkah Model Pembelajaran The Power Of Two a. Ajukan satu atau lebih pertanyaan yang menurut perenungan dan
pemikiran.
b. Siswa diminta menjawab pertanyaan tersebut secara individu.
c. Setelah siswa menjawab dengan lengkap semua pertanyaan, mintalah mereka secara berpasangan dan saling bertukar jawaban satu sama lain dan membaginya.
d. Mintalah pasangan-pasangan tersebut membuat jawaban baru untuk setiap pertanyaan, sekaligus memperbaiki jawaban individual mereka.
e. Ketika semua pasangan telah menulis jawaban-jawaban baru, bandingkan dengan jawaban setiap pasangan didalam kelas. Mintalah kepada siswa secara keseluruhan untuk memilih jawaban terbaik.