MODUL
PERATURAN-PERUNDANGAN DI BIDANG IRIGASI
Bimbingan Teknik Pengembangan Tata Guna Air Dalam Rangka Pelatihan Teknis Instruktur PTGA
Tahun 2019
KATA PENGANTAR
Ungkapan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami selaku penyelenggara NSPK untuk Pengembangan Tata Guna Air (PTGA) dapat menyelesaikan penyusunan modul ini dengan baik. Modul ini berisi pentingnya seorang Calon Instruktur PTGA memiliki pemahaman dan kemampuan untuk melakukan bimbingan dalam kegiatan PTGA.
Berbeda dengan Direktorat yang menangani pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi, peran Direktorat Bina Operasi dan Pemeliharaan lebih berperan dalam penyiapan perangkat lunak / NSPK dan pembinaan penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan. Dalam memfasilitasi pembangunan infrastruktur publik dimaksud dilakukan melalui dua hal, pembentukan iklim yang kondusif bagi investasi, dan penyiapan kapasitas dan kompetensi berbagai komponen dalam industri konstruksi untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Hal tersebut telah kita ketahui semua bahwa tuntutan publik atas layanan infrastruktur meningkat lebih cepat dibanding kemampuan pemerintah menyediakan dana, sehingga untuk infrastruktur publik perlu dibiayai melalui investasi swasta dengan pengaturan yang memadai, dimana motivasi swasta berinvestasi sangat dipengaruhi oleh iklim berinvestasi yang kondusif baik dukungan keamanan investasi dan pengembaliannya.
Pembuatan Modul ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap Calon Instruktur Pengembangan Tata Guna Air (PTGA) di bidang pengelolaan irigasi, agar memiliki kompetensi dasar dalam memahami dan mengetahui teknik dan tata melakukan bimbingan teknik dalam rangka pengelolaan irigasi.
Kami menyadari bahwa modul ini masih ada kekurangan dan kelemahannya, baik pada isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat mengharapkan adanya tanggapan berupa kritik dan saran guna penyempurnaan modul ini. Semoga modul ini bermanfaat khususnya bagi peserta Pelatihan untuk calon pelatih PTGA.
Jakarta, …. 2019 Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi
Daftar Informasi Visual Petunjuk Penggunaan Modul PENDAHULUAN
A. Latar Belakang B. Deskripsi Singkat C. Tujuan Pembelajaran D. Pengertian
E. Dasar Hukum
F. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Materi Pokok 1 : Pohon Peraturan-Perundangan di Bidang Irigasi A. Pohon Peraturan-perundangan
B. Undang-undang C. Instruksi Presiden D. Peraturan Menteri
Materi Pokok 2 : Undang-undang A. Undang-undang No.17 tahun 2019
Materi Pokok 2 : Instruksi Presiden A. Inpres No. 2 tahun 1984
Materi Pokok-3 Peraturan Menteri A. Permen PUPR No: 8/PRT/M/2015 B. Permen PUPR No: 11/PRT/M/2015 C. Permen PUPR No: 12/PRT/M/2015 D. Permen PUPR No: 14/PRT/M/2015 E. Permen PUPR No: 16/PRT/M/2015 F. Permen PUPR No: 17/PRT/M/2015 G. Permen PUPR No: 21/PRT/M/2015 H. Permen PUPR No: 23/PRT/M/2015 I. Permen PUPR No: 29/PRT/M/2015 J. Permen PUPR No: 30/PRT/M/2015
PENUTUP A. Latihan B. Rangkuman
C. Evaluasi Kegiatan Belajar
D. Umpan Balik E. Tindak Lanjut
F. Kunci Jawaban Soal DAFTAR PUSTAKA GLOSARI
DAFTAR INFORMASI VISUAL
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. DATA LUASAN DAERAH IRIGASI NASIONAL Tabel-2 : Wilayah Kerja Komisi Irigasi
Tabel-3 : Tugas dan Fungsi Komisi Irigasi Tabel-4 : Keanggotaan Komisi Irigasi
DAFTAR GAMBAR
a) Gambar 4.1. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul b) Gambar 4.2. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul c) Gambar 4.3. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng d) Gambar 4.4. Perubahan Fungsi Jalan Inspeksi
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
A. Petunjuk Bagi Peserta
Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal, dalam menggunakan modul Peraturan Perundang Bidang Irigasi, maka langkah-langkah yang perlu dilaksanakan antara lain:
1) Bacalah dan pahami dengan seksama uraian-uraian materi yang ada pada masing-masing kegiatan belajar. Bila ada materi yang kurang jelas, peserta dapat bertanya pada instruktur yang mengampu kegiatan belajar.
2) Kerjakan setiap tugas formatif (soal latihan) untuk mengetahui seberapa besar pemahaman yang telah dimiliki terhadap materi-materi yang dibahas dalam setiap kegiatan belajar.
3) Untuk kegiatan belajar yang terdiri dari teori dan praktik, perhatikanlah hal-hal berikut ini:
a. Perhatikan petunjuk-petunjuk yang berlaku.
b. Pahami setiap langkah kerja dengan baik.
4) Jika belum menguasai level materi yang diharapkan, ulangi lagi pada kegiatan belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada instruktur atau instruktur yang mengampu kegiatan pembelajaran yang bersangkutan.
B. Petunjuk Bagi Instruktur
Dalam setiap kegiatan belajar instruktur berperan untuk:
1. Membantu peserta dalam merencanakan proses belajar.
2. Membimbing peserta melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap belajar.
3. Membantu peserta dalam memahami konsep, praktik baru, dan menjawab pertanyaan peserta mengenai proses belajar peserta.
4. Membantu peserta untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain yang diperlukan untuk belajar.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas dan tanggung jawab melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan tugas pembangunan dibidang ke-PUPR-an yang meliputi bidang Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya, Pengembangan Wilayah, Perumahan Rakyat, Penelitian dan Pengembangan bidang PUPR dan Bina Konstruksi. Dalam pembangunan infrastruktur bidang PUPR tersebut telah banyak dibangun berbagai macam sarana prasarana fisik diseluruh wilayah Indonesia yang tujuan untuk mendukung sektor-sektor pembangunan lainnya agar dapat berkembang, sehingga perekonomian masyarakat akan meningkat dengan pesat yang pada akhirnya kesejahteraan rakyat akan segera tercapai. Untuk dapat membentuk sosok Pegawai Negeri Sipil/Petugas OP yang handal khususnya dalam penyelenggaraan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi, perlu dibuat modul-modul sebagai materi pembinaan, pelatihan /bimbingan teknis sebgai upaya untuk peningkatan:
1. Sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, Negara dan tanah air;
2. Kompetensi teknik, manajerial, dan atau kepemimpinannya;
3. Efisiensi, efektifitas dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja organisasinya.
Pelatihan ini menguraikan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
B. Deskripsi Singkat
Dalam proses pembelajaran peraturan-perundangan bidang irigasi terdiri dari 3 (tiga) materi pokok, yaitu Undang-undang, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri.
Metode yang dipakai dalam pembelajaran ini ialah ceramah dan diskusi.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mengikuti proses pembelajaran peraturan-perundangan bidang irigasi peserta diharapkan mampu memahami peraturan-peraturan yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi termasuk partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini peserta dapat :
a. memahami dan menjelaskan peraturan-perundangan yang terkait bidang irigasi.
b. memahami dan menjelaskan tata cara penerapan dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
c. menjelaskan secara sederhana tentang peraturan yang terkait dengan partisipasi masyarakat petani dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
D. Pengertian
1) Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
2) Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
3) Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan.
4) Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
5) Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagisadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
6) Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi- sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
7) Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter serta bangunan pelengkapnya.
8) Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan saluran irigasi air tanah termasuk bangunan di dalamnya.
9) Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.
10) Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatan penyediaan jaringan irigasi di wilayah tertentu yang belum ada jaringan irigasinya.
11) Peningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan meningkatkan fungsi dan kondisi jaringan irigasi yang sudah ada atau kegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan irigasi yang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungan daerah irigasi.
12) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi adalah serangkaian upaya pengaturan air irigasi termasuk pembuangannya dan upaya menjaga serta mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik.
13) Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi.
14) Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.
15) Pengaturan air irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian, pemberian, dan penggunaan air irigasi.
16) Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunan bagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder.
17) Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder ke petak tersier.
18) Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan.
19) Pembuangan air irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalah pengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah irigasi tertentu.
20) Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya.
21) Pengamanan jaringan irigasi adalah upaya menjaga kondisi dan fungsi jaringan
irigasi serta mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan terhadap jaringan dan fasilitas jaringan, baik yang diakibatkan oleh ulah manusia, hewan, maupun proses alami.
22) Rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan irigasi seperti semula.
23) Perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi.
24) Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
25) Pemerintah provinsi adalah gubernur dan perangkat daerah provinsi lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
26) Pemerintah kabupaten/kota adalah bupati/walikota dan perangkat daerah kabupten/kota lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
27) Pemerintah desa adalah kepala desa dan perangkat desa lainnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.
28) Komisi irigasi provinsi adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah provinsi, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi pada provinsi, dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.
29) Komisi irigasi kabupaten/kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota.
E. Dasar Hukum
1. UU No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air;
2. Inpres No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan P3A;
3. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi;
4. Permen PUPR No.11/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut;
5. Permen PUPR No. 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Irigasi;
6. Permen PUPR No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi;
7. Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Irigasi Rawa Lebak;
8. Permen PUPR No. 17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi;
9. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang E&P Jaringan Irigasi Tambak;
10. Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset IrigasI;
11. Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa;
12. Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi;
F. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1 Pohon Peraturan-perundangan di Bidang Irigasi 1.1. Undang-undang
1.2. Instruksi Presiden 1.3. Peraturan Menteri 2 Undang-undang
2.1. Undang-undang No. 17 tahun 2019 3 Instruksi Presiden
3.1. Inpres No. 2 tahun 1984 4 Peraturan Menteri
4.1. Permen PUPR No: 8/PRT/M/2015 4.2. Permen PUPR No: 11/PRT/M/2015 4.3. Permen PUPR No: 12/PRT/M/2015 4.4. Permen PUPR No: 14/PRT/M/2015 4.5. Permen PUPR No: 16/PRT/M/2015 4.6. Permen PUPR No: 17/PRT/M/2015 4.7. Permen PUPR No: 21/PRT/M/2015 4.8. Permen PUPR No: 23/PRT/M/2015 4.9. Permen PUPR No: 29/PRT/M/2015 4.10. Permen PUPR No: 30/PRT/M/2015
Materi Pokok 1
Pohon Peraturan-Perundangan Di Bidang Irigasi
A. Undang-undang
Undang-undang No.17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air B. Instruksi Presiden
Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan P3A C. Peraturan Menteri
1. Permen PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Irigasi 2. Permen PUPR No.11/PRT/M/2015 tentang E&P Rawa Irigasi Pasut
3. Permen PUPR No.12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Irigasi 4. Permen PUPR No.14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status
Daerah Irigasi
5. Permen PUPR No. 16/PRT/M/2015 tentang E&P Irigasi Rawa Lebak 6. Permen PUPR No.17/PRT/M/2015 tentang Komisi Irigasi
7. Permen PUPR No. 21/PRT/M/2015 tentang E&P Irigasi Tambak 8. Permen PUPR No. 23/PRT/M/2015 tentang Pengelolaan Aset IrigasI 9. Permen PUPR No. 29/PRT/M/2015 tentang Rawa
10. Permen PUPR No. 30/PRT/M/2015 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi
MATERI POKOK 2 UNDANG-UNDANG
Undang-undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
Undang-undang No. 17 Tahun 2019 ini sebagai pengganti Undang-undang No.
11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang diberlakukan kembali setelah Undang- undang No.7 Tahun 2014 tentang Sumber Daya Air tidak diberlakukan oleh Mahkamah Konstitusi Tahun 2015
Substansi dalam UU N0.17 tahun 2019 antara lain sebagai berikut :
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal-1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Sumber Daya Air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
2) Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
3) Sumber Air adalah tempat atau wadah Air alami dan/ atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.
4) Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam Air dan/atau pada Sumber Air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya
5) Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air.
6) PoIa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air.
7) Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air adalah hasil Perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan Pengelolaan Sumber Daya Air.
8) Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah Pengelolaan Sumber Daya Air dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.
9) Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan Air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
10) Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan Air Tanah berlangsung.
11) Konservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi Sumber Daya Air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
12) Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, dan pengembangan Sumber Daya Air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
13) Daya Rusak Air adalah Daya Air yang merugikan kehidupan.
14) Pengendalian Daya Rusak Air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh Daya Rusak Air.
15) Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air.
16) Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pelaksanaan, perawatan, pemantauan, dan evaluasi untuk menjamin keberadaan dan kelestarian fungsi serta manfaat Sumber Daya Air dan prasarananya
17) Prasarana Sumber Daya Air adalah bangunan Air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Air, baik langsung maupun tidak langsung.
18) Pengelola Sumber Daya Air adalah institusi yang diberi tugas dan tanggung jawab oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
19) Masyarakat Adat adalah masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat tradisional yang hidup secara turun-temurun di wilayah geogralis tertentu dan diikat oleh identitas budaya, hubungan yang kuat dengan tanah, serta wilayah dan sumber daya alam di wilayah adatnya.
20) Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan Air beserta isinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
21) Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
Pasal 2
Pengelolaan Sumber Daya Air dilakukan berdasarkan asas:
a. kemanfaatan umum;
b. keterjangkauan;
c. keadilan;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kearifan lokal;
g. wawasan lingkungan;
h. kelestarian;
i. keberlanjutan;
j. keterpaduan dan keserasian; dan k. transparansidan akuntabilitas.
Pasal 3 Pengaturan Sumber Daya Air bertujuan:
a. memberikan pelindungan dan menjamin pemenuhan hak rakyat atas Air;
b. menjamin keberlanjutan ketersediaan Air dan Sumber Air agar memberikan manfaat secara adil bagi masyarakat;
c. menjamin pelestarian fungsi Air dan Sumber Air untuk menunjang keberlanjutan pembangunan;
d. menjamin terciptanya kepastian hukum bagi terlaksananya partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pemanfaatan Sumber Daya Air mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pemanfaatan;
e. menjamin pelindungan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk Masyarakat Adat dalam upaya konservasi Air dan Sumber Air; dan
f. mengendalikan Daya Rusak Air secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
BAB II
RUANG LINGKUP PENGATURAN Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan Sumber Daya Air meliputi:
a. penguasaan negara dan hak rakyat atas Air;
b. tugas dan wewenang dalam Pengelolaan Sumber Daya Air;
c. Pengelolaan Sumber Daya Air;
d. perizinan;
e. sistem informasi Sumber Daya Air;
f. pemberdayaan dan pengawasan;
g. pendanaan;
h. hak dan kewajiban;
i. partisipasi masyarakat; dan j. koordinasi.
BAB III
PENGUASAAN NEGARA DAN HAK RAKYAT ATAS AIR Bagian Kesatu
Penguasaan Negara Pasal 5
Sumber Daya Air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 6
Negara menjamin hak rakyat atas Air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungzrnnya, dan terjangkau.
Pasal 7
Sumber Daya Air tidak dapat dirniliki dal/ atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha.
Bagian Kedua Hak Rakyat Atas Air
Pasal 8
(1) Hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan kebutuhan pokok minimal sehari-hari.
(2) Selain hak rakyat atas Air yang dijamin pemenuhannya oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) negara memprioritaskan hak rakyat atas Air sebagai berikut:
a. kebutuhan pokok sehari hari;
b. pertanian ralryat; dan
c. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum.
(3) Dalam hal ketersediaan Air tidak mencukupi untuk prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemenuhan Air untuk kebutuhan pokok sehari-hari lebih diprioritaskan dari yang lainnya.
(4) Dalam hal ketersediaan Air mencukupi, setelah urutan
prioritas pemenuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) urutan prioritas selanjutnya adalah:
a. penggunaan Sumber Daya Air guna memenuhi kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik; dan
b. penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha lainnya yang telah ditetapkan izinnya.
(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan urutan prioritas pemenuhan Air pada Wilayah Sungai sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), dan ayat (4).
(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu memperhitungkan keperluan Air untuk pemeliharaan Sumber Air dan lingkungan hidup.
(7) Hak rakyat atas Air bukan merupakan hak kepemilikan atas Air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota Air sesuai dengan alokasi yang penetapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaErn Sumber Daya Air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta untuk memenuhi kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik dan kebutuhan . usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG Pasal 9
(1) Atas dasar penguasaan negara terhadap Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diberi tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengelola Sumber Daya Air.
(2) Penguasaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui Hak Ulayat Masyarakat Adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Hak Ulayat dari Masyarakat Adat atas Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 10
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) bertugas:
a. menyusun kebijakan nasional Sumber Daya Air;
b. menyusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
d. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional, termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
e. mengelola kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
f. menyelenggarakan proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
g. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum lintas daerah provinsi dan Sistem Penyediaan Air Minum untuk kepentingan strategis nasional;
h. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
i. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat;
j. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
k. memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis dalam Pengelolaan Sumber Daya Air kepada Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
l. mengembangkan teknologi. di bidang Sumber Daya Air;
m. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang
Pengelolaan Sumber Daya Air Pemerintah Daerah provinsi dan/ atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
n. melakukan pengawas€ur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang
pengembangan dan pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum lintas daerah provinsi;
o. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang
pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi kewenangan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan
p. memfasilitasi penyelqsaian sengketa antarprovinsi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air.
Pasal 11
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional Sumber Daya Air;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
e. menetapkan zona konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah di Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
f. menetapkan status daerah irigasi;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
h. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah
Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional;
i. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Pengelolaan Sumber Daya Air;
j. membentuk pengelola sumber daya air
k. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait;
l. menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum; dan
m. memungut, menerima, dan menggunakan BJPSDA pada Wilayah Sungai lintas negara, Wilayah Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai strategis nasional.
……..
Pasal 12
Tugas dan wewenang Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah provinsi dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/ kota.
Pasal 13
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:
Pasal 14
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:
a. menetapkan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional Sumber Daya Air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas kabupaten/ kota;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas kabupaten / kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai lintas kabupaten/
kota;
e. menetapkan zona konservasi Air Tanah'pada Cekungan Air Tanah di Wilayah Sungai lintas kabupaten;/kota;
f. menetapkan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air' Minum;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai lintas kabupaten/kota;
h. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas daerah kabupaten/kota;
i. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait; dan
j. memungut, menerima dan menggunakan BJPSDA pada Wilayah Sungai lintas kabupaten/ kota.
Pasal 15
Dalam mengatur dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas:
a. menyusun kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air kabupaten,/ kota berdasarkan kebijakan nasional Sumber Daya Air dan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/ kota sekitarnya;
b. men5rusun Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten / kota;
c. menyusun Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota;
d. mengembangkan dan mengelola sistem irigasi sebagai satu kesatuan sistem pada daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota;
e. mengelola kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
f. proses perizinan penggunaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota;
g. menjamin penyediaan Air baku yang memenuhi kualitas untuk pemenuhan kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota;
h. penyediaan air untuk pertanian ralryat, kegiatan bukan usaha, dan/ atau kegiatan usaha pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
i. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi masyarakat di wilayah kabupaten / kota;
j. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota, termasuk Cekungan Air Tanah pada Wilayah Sungai tersebut;
k. mengembangkan dan mengelola Sistem Penyediaan Air Minum di daerah kabupaten/ kota;
l. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
m. memberikan bantuan teknis dan bimbingan teknis dalam Pengelolaan Sumber Daya Air kepada pemerintah desa; dan
n. memfasilitasi penyelesaian sengketa dalam .satu kabupaten/kota dalam Pengelolaan Sumber Daya'Air.
Pasal 16
Dalam mengatur.dan mengelola Sumber Daya Air, Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 berwenang:
a. menetapkan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional Sumber Daya Air dan kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
b. menetapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/ kota sekitarnya;
c. menetapkan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
d. menetapkan kawasan lindung Sumber Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
e. mengatur, menetapkan, dan rnemberi izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan bukan usaha dan izin penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha pada lokasi tertentu di Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota;
f. membentuk wadah koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/ kota;
g. menetapkan nilai satuan BJPSDA dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait;
h. memungut, menerima, dan menggunakan BJPSDA pada Wilayah Sungai dalam satu kabupaten/kota; dan
i. menetapkan kebllakan dan strategi kabupaten / kota dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum.
Pasal 17
Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain memiliki tugas meliputi:
a. membantu Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah dalam mengelola Sumber Daya Air di wilayah desa berdasarkan asas kemanfaatan umum dan dengan memperhatikan kepentingan desa lain;
b. mendorong prakarsa dan.. partisipasi masyarakat desa dalam Pengelolaan Sumber Daya Air di wilayahnya;
c ikut serta dalam menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air; darr
d membantu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas Air bagi warga desa.
Pasal 18
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Pemerintah Pusat menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada perangkat Pemerintah Pusat atau wakil Pemerirrtah Pusat di daerah, atau dapat menugaskannya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Bagian Ketiga
Pendayagunaan Sumber Daya Air Pasal 28
(1) Pendayagunaan Sumber Daya Air ditujukan untuk memanfaatkan Sumber Daya Air secara berkelanjutan dengan prioritas utama untuk pemenuhan Air bagi kebutuhan pokok sehari-hari masyaralat.
l2l Dalam hal masih terdapat ketersediaan Sumber Daya Air yang mencukupi untuk kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), prioritas pemenuhan kebutuhan Air selanjutnya dilakukan untuk pemenuhan Air bagi kebutuhan irigasi untuk pertanian rakyat.
(3) Urutan prioritas pemenuhan kebutuhan Air ditetapkan dalam Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air yang mencakup prioritas pemenuhan Air bagi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21dan urutan pemenuhan Air bagi kebutuhan kegiatan bukan usaha dan kegiatan usaha.
Pasal 29
(1) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 meliputi:
a. Air Permukaan pada mata Air, sungai, danau, waduk, rawa, dan Sumber Air Permukaan lainnya;
b. Air Tanah pada Cekungan Air Tanah;
c. Air hujan; dan
d. Air laut yang berada di darat.
(2) Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
a. penatagunaan Sumber Daya Air;
b. penyediaan Sumber Daya Air;
c. penggunaari Sumber Daya Air; dan d. pengembangan Sumber Daya Air.
(3) Kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air dengan memperh-atikan keseimbangan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Pasal 30
(l) Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) yang dilakukan dalam suatu Wilayah Sungai dengan membangun dan/atau menggunakan saluran transmisi hanya dapat dilakukan untuk Wilayah Sungai lainnya jika ketersediaan Air melebihi keperluan penduduk pada Wilayah Sungai yang bersangkutan"
(2) Pendayagunaan Sumber Daya Air untuk kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Pola Pengelolaan Sumber Daya Air dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang bersangkutan dengan melibatkan para pemangku kepentingan terkait.
Pasal 31
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan menetapkan penggunaan Sumber Daya Air s6lagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayal (2) huruf c untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan Sumber Daya Air.
Pasal 32
Setiap Orang yang menggunakan Sumber Daya Air sebagaimana dimalsud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c dilarang melakukan pencemaran dan/atau pemsakan pada Sumber Air, lingkungan, dan Prasarana Sumber Daya Air di sekitarnya.
Pasal 33
(1) Setiap Orang dilarang melakukan Sumber Daya Air di kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
(2) Larangan Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang perseorangan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang tidak dimanfaatkan sebagai bentuk usaha.
Pasal 34
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pendayagunaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 33 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BABXVI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 76
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tenrang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b. semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Sumber Daya Air dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 77
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan
mengenai pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota, Angka I Matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota:
a. huruf C Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Nomor 1 Sub- Urusan Sumber Daya Air (SDA) kolom 3 huruf b, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 huruf b;
b. huruf CC Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor I Sub-Urusan Geologi kolom 3 huruf a, kolom 4 huruf b, dan kolom 5 yang tertuang dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang- Undang Nomor, 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangk-an.
Pasal 79
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar Setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2019 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Oktober 2O19
PLT. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd TJAHJO KUMOLO
MATERI POKOK 3 INSTRUKSI PRESIDEN
Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
MENGINSTRUKSIKAN:
Kepada:
a. Menteri Dalam Negeri;
b. Menteri Pekerjaan Umum;
c. Menteri Pertanian.
Untuk:
PERTAMA:
Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk-petunjuk kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam usaha untuk membina dan mendorong terbentuknya Perkumpulan Petani Pemakai Air di Daerah masing-masing.
KEDUA:
Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di tingkat petak tersier, guna terselenggaranya pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna
KETIGA:
Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan tepat dan di tingkat petak kwarter dengan memperhatikan faktor tersedianya air sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat.
KEEMPAT:
Pelaksanaan pembinaan terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum pada Lampiran Instruksi Presiden ini sebagai Pedoman Pelaksanaannya.
KELIMA:
Ketentuan-ketentuan mengenai perkumpulan petani pemakai air yang sudah ada sebelumnya, disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Presiden ini.
MATERI POKOK 4 PERATURAN MENTERI
1. Peraturan Menteri PUPR No. 8/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Irigasi
a. Maksud :
Sebagai acuan bagi Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menyusun peraturan tentang penetapan garis sempadan jaringan irigasi guna pengamanan jaringan irigasi.
b. Tujuan :
Untuk memberikan arahan kepada Pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, perseorangan, badan usaha dan/atau badan sosial dalam menetapkan garis sempadan jaringan irigasi dan tertib penatausahaan administrasi barang milik negara/barang milik daerah, atau pemilik barang lainnya guna menjaga kelangsungan fungsi jaringan irigasi.
c. Lingkup Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi (GSJI)
(1) Untuk menjaga agar fungsi jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya.
(2) Berlaku untuk jaringan irigasi yang akan dibangun maupun yang telah dibangun.
(3) Untuk jaringan irigasi yang dibangun oleh pemerintah maupun jaringan irigasi yang dibangun oleh pihak lain (Perseorangan, Badan Usaha, Badan Sosial).
BAB II
GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI Bagian Kesatu
Umum Pasal 4
(1) Garis sempadan jaringan irigasi meliputi garis sempadan saluran irigasi yang terdiri atas saluran suplesi/penghubung, saluran primer, saluran sekunder, garis sempadan saluran pembuang dan/atau garis sempadan bangunan irigasi.
(2) Penetapan garis sempadan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1), paling sedikit harus mempertimbangkan:
(1) ruang gerak untuk mendukung pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi;
(2) kepadatan penduduk dengan memperhatikan daerah kawasan industri, kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, dan rencana rinci tata ruang yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan
(3) rencana pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, dan/atau perubahan wilayah/lingkungan yang mengakibatkan berubahnya dimensi jaringan irigasi.
Bagian Kedua
Garis Sempadan Saluran Irigasi Pasal 5
(1) Dalam menetapkan garis sempadan saluran irigasi harus
mempertimbangkan ketinggian tanggul, kedalaman saluran, dan/atau penggunaan tanggul.
(2) Garis sempadan saluran irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a. garis sempadan saluran irigasi tidak bertanggul;
b. garis sempadan saluran irigasi bertanggul; dan
c. garis sempadan saluran irigasi yang terletak pada lereng/tebing.
Yang perlu diperhatikan dlm penetapkan jarak garis sempadan saluran irigasi (GSSI) :
(1) Ketinggian tanggul,
(2) Kedalaman saluran, dan atau (3) Penggunaan tanggul.
d. Gambar Sempadan Saluran Irigasi
Gambar 4.1. Sempadan Saluran Irigasi Tak Bertanggul
Gambar 4.2. Sempadan Saluran Irigasi Bertanggul
Jalan Inspeksi Kedalaman Saluran = H Sempadan
≥ H
Sempadan
≥ H
Sisi Terluar Jaringan
Irigasi Sisi Terluar
Jaringan Irigasi
Ruang Jaringan Irigasi
Ruang Sempadan Jaringan Irigasi
Sempadan
≥ T2 Tinggi Tanggul
= T2
Sempadan
≥ T1
Jalan Inspeksi Tinggi Tanggul
= T1
Gambar 4.3. Sempadan Saluran Irigasi di Lereng
Gambar 4.4. Perubahan Fungsi Jalan Inspeksi
Sempadan
≥ H
Jalan Inspeksi
Sempadan
≥ T Kedalaman Galian = H
Tinggi Tanggul = T
Perkuatan Tanggul
Perkuatan Saluran Jalan Inspeksi
Semula Jalan Inspeksi
Pelebaran Pelebaran 4 m (Bebas)
e. Tanggung jawab
BAB III
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Umum
Pasal 14
i. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lebih kecil dari 1.000 ha dalam satu kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.
ii. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota, daerah irigasi dengan luasan 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi bupati/walikota.
iii. Garis sempadan jaringan irigasi pada daerah irigasi lintas negara, lintas provinsi, strategis nasional, dan daerah irigasi dengan luasan lebih dari 3.000 ha ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dikoordinasikan dengan gubernur terkait dengan memperhatikan rekomendasi bupati/walikota.
iv. Penetapan garis sempadan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun sekali.
2. Peraturan Menteri PUPR No. 11/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Irigasi Rawa Pasang Surut
Permen PUPR ini mengatur Penyelenggaraan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi Rawa Pasang Surut
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pengelola jaringan reklamasi rawa pasang surut, dan perorangan dalam menyusun : 1. pedoman rinci eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang
surut di masing-masing daerah rawa untuk pejabat yang menangani eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut;
2. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut untuk petugas pengamat pengairan; dan
3. manual eksploitasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut untuk juru pengairan
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pelaksanaan kegiatan:
(1) operasi jaringan reklamasi rawa pasang surut;
(2) pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut;
(3) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut;
(4) kelembagaan dan sumberdaya manusia pelaksana operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut; dan
pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan reklamasi rawa pasang surut.
3. Peraturan Menteri PUPR No. 12/PRT/M/2015 tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan agar pengelola irigasi mampu
melaksanakan kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi secara efektif dan efisien.
Pasal 3
(1) Eksploitasi dan pemeliharaan sumber air dan bangunan pengairan berupa:
a. operasi jaringan irigasi; dan b. pemeliharaan jaringan irigasi.
(2) Operasi jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan :
a. membuka menutup pintu bangunan irigasi, b. menyusun rencana tata tanam,
c. menyusun sistem golongan,
d. menyusun rencana pembagian air, e. melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, f. mengumpulkan data,
g. memantau, dan mengevaluasi
(3). Pemeliharaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi jaringan irigasi dan mempertahankan kelestariannya
(4). Pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi mengacu pada:
a. pedoman penyelenggaraan operasi jaringan irigasi; dan b. pedoman pemeliharaan jaringan irigasi
sebagaimana tercantum dalam lampiran Menteri ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini :
1. Lampiran I : Pedoman Penyelenggaraan Operasi Jaringan Irigasi.
2.
Lampiran II : Pedoman Penyelenggaraan Pemeliharaan Jaringan Irigasi3. Lampiran : 12 Blangko Operasi, Blangko IKSI
Kerangka Manual OP 4. Lampiran : 10 Blangko Pemeliharaan
Blangko Inventarisasi Blangko BCP
4. Peraturan Menteri PUPR No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi.
Penetapan status daerah irigasi
dimaksudkan untuk menegaskan daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota sebagai dasar melaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan serta Rehabilitasi jaringan irigasi.
(1) Maksud
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan bagi Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.
(2) Tujuan
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang berfungsi untuk mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.
Pasal-8
(1) Kriteria pembagian tanggung jawab pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi didasarkan pada:
a. keberadaan jaringan irigasi terhadap wilayah administrasi; dan b. strata luasan jaringan irigasi.
(1) Kriteria pembagian tanggungjawab pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang didasarkan pada keberadaan jaringan irigasi terhadap wilayah administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
(7) daerah irigasi strategis nasional berupa daerah irigasi yang luasnya lebih dari 10.000 ha yang mempunyai fungsi dan manfaat penting bagi pemenuhan;
(8) daerah irigasi lintas negara berupa daerah irigasi yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya berada di lebih dari satu negara;
(9) daerah irigasi lintas daerah provinsi berupa daerah irigasi yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah provinsi, tetapi masih dalam satu negara;
(10) daerah irigasi lintas daerah kabupaten/kota berupa daerah irigasi yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang bangunan dan saluran serta luasannya berada di lebih dari satu wilayah kabupaten/kota, tetapi masih dalam satu wilayah provinsi; dan
(11) daerah irigasi yang terletak utuh pada satu kabupaten/kota berupa daerah irigasi yang mendapatkan air irigasi dari jaringan irigasi yang seluruh bangunan dan saluran serta luasannya berada dalam satu wilayah kabupaten/kota
Kriteria pembagian tanggungjawab pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang didasarkan pada keberadaan jaringan irigasi terhadap strata luasan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
1) daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha; keberadaan jaringan irigasi terhadap wilayah administrasi; dan
2) daerah irigasi yang luasnya 1000 ha-3000 ha; dan
3)
daerah irigasi yang luasnya kurang dari 1000 ha..
Pasal-9
Pemerintah Pusat mempunyai wewenang dan tanggungjawab melakukan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnya lebih dari 3000 ha, daerah irigasi lintas daerah provinsi, daerah irigasi lintas negara, dan daerah irigasi strategis nasional.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri
Pasal-10
Pemerintah daerah provinsi mempunyai wewenang dan tanggungjawab melakukan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnnya 1000 ha-3000 ha, dan daerah irigasi lintas daerah kabupaten/kota.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernurPasal-11
b. Pemerintah daerah kabupaten/kota mempunyai wewenang dan tanggunjawab melakukan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi yang luasnnya kurang dari 1000 ha dalam 1 (satu) daerah kabupaten/kota.
c.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh bupati/walikota.Pasal-12
Daerah irigasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini berupa daerah irigasi yang sudah dibangun oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang jenisnya meliputi:
irigasi permukaan;
irigasi rawa;
irigasi air bawah tanah;
irigasi pompa; dan
irigasi tambak.