• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL STUNTING KEMENKES

N/A
N/A
Fauzan Ahmad Nazer

Academic year: 2024

Membagikan " MODUL STUNTING KEMENKES"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

FASILITATOR SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT M O D U L P E L A T I H A N

STBM – STUNTING

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

Kementerian PPN/

Bappenas KEMENTERIAN PERTANIAREPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN

PERUMAHAN RAKYAT KEMENTERIAN

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

KEMKOMINFO

HARI PERTAMA

KEHIDUPAN

(2)

masyarakat (STBM)-Stunting.-Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2018

ISBN 978-602-416-348-8 1. Judul

I. GROWTH DISORDERS II. GENETIC DISEASES III. NUTRITIONAL DISORDERS IV. HEALTH MANPOWER

(3)

KATA PENGANTAR

DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN KESEHATAN

S

pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi kronis ini berlangsung sejak bayi dalam kandungan hingga usia 2 tahun. Dengan demikian periode 1000 Hari Pertama Kehidupan

Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi

kinerja pembangunan Indonesia.

Saat ini Pemerintah Indonesia telah menetapkan 5 (lima) pilar utama aksi

2. Kampanye nasional berfokus pada peningkatan pemahaman, perubahan perilaku, komitmen 3. Konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program nasional, daerah, dan masyarakat

4. Mendorong kebijakan 5. Pemantauan dan evaluasi

Implementasi 5 pilar utama tersebut diperlukan ketersediaan dan kecukupan sumber daya manusia yang terampil serta memahami model pendekatan perubahan perilaku yang tepat melalui peningkatan kapasitas bagi para pelaksana/pelaku program dan mitra terkait.

Program air bersih dan sanitasi dilakukan melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakarat masyarakat. Pendekatan ini cocok untuk diimplementasikan pada penanggulangan khususnya dalam individu maupun komunitas.

terakreditasi sebagai acuan/panduan untuk pelaksanaan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Jakarta, 11 Januari 2018

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat

dr. Anung Sugihantono, M.Kes NIP. 196003201985021002

(4)
(5)

DAFTAR ISI

(6)
(7)

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL KESEHATAN MASYARAKAT KEMENTERIAN

KESEHATAN ...

MODUL DASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN DALAM PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN STBM ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

A. Konsep Pembangunan Kesehatan ...

B. Pendekatan Keluarga dalam Pencapaian Prioritas Pembangunan Kesehatan C. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ...

...

VIII. REFERENSI ...

MODUL MI.1 KONSEP DASAR STBM-STUNTING ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

A. ...

B. ...

C. ...

...

A. ...

B. ...

...

A. ...

B. Tujuan STBM ...

C. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi ...

...

A. Tanpa subsidi. ...

B. Masyarakat sebagai pemimpin ...

C. Tidak menggurui/memaksa ...

D. Totalitas ...

DAFTAR ISI

i 13 34 44 45 55 78 913 14 1517 1717 1818 1823 2323 2326 2727 2729 2929 2931 3232 3333

(8)

STUNTING ...

A. ...

B. ...

C. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif. ...

...

B. C.

D. ...

STUNTING ...

A. Tangga Perubahan Perilaku Sanitasi ...

1. Perilaku BABS ...

2. Perilaku SBS ...

3. Perilaku Higienis dan Saniter ...

4. Perilaku Sanitasi Total ...

B. Tangga perubahan perilaku asupan gizi ...

C. ...

VIII. REFERENSI ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

MODUL MI.2 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM-STUNTING ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

A. ...

B. ...

...

A. ...

B. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat ...

C. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ...

D. ...

VIII. REFERENSI ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

MODUL MI.3 KOMUNIKASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI STBM-STUNTING ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE PEMBELAJARAN ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

...

A. ...

B. ...

C. ...

...

A. ...

1. ...

2. Prinsip Dasar Fasilitasi ...

3434 3434 3535 4545 4545 4646 4747 4848 4950 50 5152 5353 5454 5457 5757 5758 5858 5960 6262 6365 6565 6666 6670 7076 7677 7881 8181 81

(9)

3. Kekuatan Seorang Fasilitator yang baik ...

4. ...

B. ...

1. Teknik Mendengar ...

2. Teknik Bertanya ...

3. Teknik Menghadapi Situasi Sulit ...

4. Dinamika Bertanya ...

5. Curah Pendapat ...

VIII. REFERENSI ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

MODUL MI.4 PEMICUAN STBM-STUNTING DI KOMUNITAS ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE BAHAN BELAJAR ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

A. ...

B. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif Sebelum Pemicuan ...

C. ...

...

A. Pengantar ...

B. ...

C. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan. ...

D. ...

...

A. Cara Membangun Ulang Komitmen ...

B. ...

C. Membangun Jejaring Layanan Penyediaan Sanitasi dan Gizi ...

D. Pendampingan dan Monitoring, ...

E. Menggali media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan ...

VIII. DAFTAR PUSTAKA ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

MODUL PENUNJANG 1 MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR (BLC) ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

...

...

...

...

...

VIII. REFERENSI ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

MODUL PENUNJANG 2 ANTI KORUPSI ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

8384 8686 9094 9595 9696 9799 9999 9999 100102 102102 103103 104104 104109 112113 113113 114114 121121 121 123125 125125 125125 126127 127128 128129 129129 130130 131133 133

(10)

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

A. ...

B. ...

C. Jenis/Bentuk Korupsi ...

D. Tingkatan Korupsi ...

E. Tingkatan Korupsi ...

F. Dasar Hukum Tentang Korupsi ...

...

A. ...

B. ...

C. ...

...

A. Upaya Pencegahan Korupsi ...

B. Upaya Pemberantasan Korupsi ...

C. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK) ...

PIDANA KORUPSI ...

...

...

VIII. REFERENSI ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

MODUL PENUNJANG 3 RENCANA TINDAK LANJUT ...

I. DESKRIPSI SINGKAT ...

II. TUJUAN PEMBELAJARAN ...

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN ...

IV. METODE ...

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ...

VI. ...

VII. URAIAN MATERI ...

...

a. ...

b. Ruang Lingkup Rencana Tindak Lanjut (RTL) ...

...

...

a. Penyusunan RTL ...

b. ...

...

VIII. REFERENSI ...

IX. LAMPIRAN (Terlampir) ...

133134 134134 135135 136136 136137 137139 139139 139142 145145 148149 151153 156158 158 159161 161161 161161 161162 162162 162163 165165 166166 166166

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia ...

...

...

...

Tabel 5. Kiat Menciptakan Pertanyaan yang Indah ...

...

...

...

...

Tabel 10. Faktor Penghambat Pemicuan dan Solusi yang Disarankan ...

pusat ...

Tabel 12. Model Pelaksanaan Monitoring di Masyarakat ...

Tabel 14. Jenis/Bentuk Korupsi ...

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka dan Struktur Kebijakan Pembangunan Kesehatan ...

Gambar 2. Situasi Gizi di Indonesia ...

...

Gambar 5. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Kesehatan Gizi ...

...

...

...

Gambar 9. Kriteria Jamban Sehat ...

...

Gambar 11 Tangga Perubahan Perilaku ...

Gambar 12 Tangga Perubahan perilaku STBM ...

...

...

...

...

...

Gambar 18. Teknik Bertanya ...

...

3078 7986 9395 107109 110112 116117 118136

69 1023 2425 2828 3636 4546 4976 8083 8592 106

(12)
(13)

MODUL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

DALAM PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

DENGAN STBM

(14)
(15)

MODUL

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN DALAM PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

DENGAN STBM

I. DESKRIPSI SINGKAT

Materi ini berisi uraian tentang Kebijakan Pembangunan Kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Gerakan nasional percepatan perbaikan gizi, serta Kebijakan dan Strategi Nasional STBM. Kebijakan tersebut diatas salah satunya ditujukan untuk penanganan permasalahan gizi khususnya . merupakan akibat dari kekurangan gizi pada jangka panjang yang menyebabkan gangguan intelektual dan pertumbuhan linier (Waterlow, 1972). Di Indonesia sekitar 37% atau hampir 9 juta anak balita mengalami , (Riskesdas 2013) dan merupakan prevalensi terbesar ke 5 di dunia. Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2016 menemukan bahwa 27,5% anak dibawah lima tahun (balita) dan sebesar 21,7% anak dibawah dua tahun mengalami . Hal ini menyebabkan mereka mudah sakit, memiliki postur tubuh yang lebih pendek dari balita individu tetapi juga merugikan kondisi sosial ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.

Berbagai studi dan analisis yang dilakukan oleh akademisi, Kemenkes, WHO, Bank Dunia, maupun UNICEF menemukan keterkaitan antara ketersediaan akses sanitasi yang layak dan

Riskesdas 2013 menunjukkan daerah yang memiliki akses sanitasi yang rendah cenderung memiliki kasus

termasuk melalui ketersediaan akses air minum dan sanitasi yang layak, dapat mengurangi prevalensi hingga 20%. Diterapkannya pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) oleh Kemenkes sejak 2008 telah meningkatkan akses sanitasi dari 48,56% di tahun 2008 juga telah berkontribusi pada peningkatan akses dari 46,45% tahun 2008 ke 71,14% di tahun 2016.

Masih ada sekitar 80 juta penduduk Indonesia yang belum memiliki akses sanitasi yang layak dan 74 juta yang belum memiliki akses air minum yang layak (BPS, 2017).

tersebut dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Kebijakan tersebut merupakan dasar penyelenggaraan pembangunan kesehatan dan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, khususnya terkait dengan

(SUN). Penanganan perlu koordinasi antar sektor dan melibatkan masyarakat umum dan lainnya. Presiden dan wakil presiden berkomitmen untuk memimpin langsung upaya penanganan agar penurunan prevalensi dapat dipercepat dan dapat terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah berkomitmen melakukan upaya

(16)

penanggulangan di seluruh wilayah kabupaten/kota pada tahun 2021. Saat ini yang

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami Kebijakan Pembangunan Kesehatan untuk percepatan perbaikan gizi dengan STBM.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Menjelaskan kebijakan pembangunan kesehatan;

2. Menjelaskan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi; dan 3. Menjelaskan kebijakan dan strategi nasional STBM.

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1: Kebijakan Pembangunan Kesehatan a. Konsep Pembangunan Kesehatan;

b. Pendekatan keluarga dalam pencapaian prioritas pembangunan kesehatan; dan c. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.

B. Pokok Bahasan 2: Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi C. Pokok Bahasan 3: Kebijakan dan Strategi Nasional STBM IV. METODE

Ceramah Tanya jawab (CTJ).

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Bahan tayang ( ), computer, LCD proyektor, , spidol (ATK),

, modul.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam pelajaran (T=2 jpl, P=0 jpl, dan

Langkah 1. Pengkondisian (10 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.

b. Fasilitator menyampaikan salam serta menyapa peserta dengan ramah dan hangat.

c. Fasilitator memperkenalkan diri.

2. Kegiatan Peserta

a. Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan.

b.

Langkah 2. Pembahasan per materi (70 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Menggali pendapat peserta tentang kebijakan pembangunan kesehatan.

b. Menyampaikan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan metode CTJ.

(17)

c. Menjawab pertanyaan dari peserta.

2. Kegiatan Peserta

a. Memberikan pendapat dari pertanyaan fasilitator.

b.

c. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila masih ada yang belum dipahami.

Langkah 3. Rangkuman (10 Menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Merangkum sesi pembelajaran.

b.

c. Memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun peserta lain.

d.

telah disediakan.

e.

2. Kegiatan Peserta.

a.

b.

VII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1: KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

memperkuat upaya peningkatan kesehatan ( ) dan pencegahan penyakit ( ) dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan upaya percepatan perbaikan gizi masyarakat melalui 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

A. Konsep Pembangunan Kesehatan

Pembanguan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan kesehatan

36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 1, kesehatan adalah keadaan sehat

sosial dan ekonomis. Sedangkan pembangunan pada hakikatnya adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik di masyarakat.

Tujuan pembangunan kesehatan

Kesehatan Pasal 3, untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat derajat kesehatan masyarakat

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya periode sebelumnya.

Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan pelayanan kesehatan. Sasaran tersebut sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak;

2. Meningkatnya pengendalian penyakit;

3. Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah

(18)

4. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui kartu indonesia sehat (KIS) dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kesehatan;

5. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat, dan vaksin, serta 6. Meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yang ditujukan kepada tercapainya kesehatan nasional.

1. Pilar paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan , , dan pemberdayaan masyarakat;

2. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan menggunakan pendekatan dan intervensi berbasis risiko kesehatan;

3. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan manfaat ( serta kendali mutu dan kendali biaya.

Dalam bentuk skema, kerangka, dan struktur kebijakan Pembangunan Kesehatan tersebut

Gambar 1. Skema Kerangka dan Struktur Kebijakan Pembangunan Kesehatan

Dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan telah 1.

2. Perbaikan gizi masyarakat khususnya untuk pengendalian prevalensi balita pendek ( (ditargetkan pada tahun 2019 pada anak dibawah dua tahun (baduta) sebesar 28%);

(19)

3. Pengendalian penyakit menular khususnya

(HIV/AIDS), Tuberkulosis (TB), dan Malaria;

4.

kanker, dan gangguan jiwa.

Salah satu prioritas pembangunan kesehatan yang telah disebutkan diatas adalah upaya penurunan prevalensi balita pendek , sehingga pencegahan dan penanggulangan , periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), mulai dari masa pembuahan, kehamilan, kelahiran, sampai bayi berusia 2 tahun.

B. Pendekatan Keluarga dalam Pencapaian Prioritas Pembangunan Kesehatan

Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara menetapkan strategi operasional pembangunan kesehatan melalui Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan di dalam gedung, melainkan keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya (

acuan bagi arah kebijakan Kementerian Kesehatan adalah melalui pendekatan upaya pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berkesinambungan Hal ini manusia sejak masih dalam kandungan, sampai lahir menjadi bayi, tumbuh menjadi

diperlakukan sebagai bagian dari keluarganya yang selanjutnya dilihat secara keseluruhan menjadi komponen masyarakat.

masalah kesehatan termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dihadapi keluarga

(20)

kesehatan lingkungan yang berkontribusi juga terhadap kejadian

yang selama ini merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan keluarga di wilayah Puskesmas memiliki Tim Pembina Keluarga.

Dalam rangka upaya penurunan , pendekatan keluarga ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya sampai anak berusia 2 (dua) tahun termasuk perubahan perilaku dan perbaikan lingkungan, apabila terdapat komplikasi atau faktor risiko diupayakan dapat dideteksi secara dini dan dilakukan intervensi. Kesehatan janin dalam kandungan dan bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil, sebelum hamil bahkan sebelum menikah. Oleh karena itu, intervensi penanganan

C. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Perbaikan lingkungan dan perubahan perilaku kearah yang lebih sehat perlu dilakukan secara Sehat (GERMAS) menjadi sebuah pilihan dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

GERMAS merupakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang dicanangkan oleh Presiden yang dalam pelaksanaannya melibatkan seluruh instansi dengan tujuan akhirnya adalah pemberdayaan kesehatan masyarakat.

1.

2. Peningkatan perilaku hidup sehat;

3. Penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi;

4. Peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit;

5. Peningkatan kualitas lingkungan; dan 6. Peningkatan edukasi hidup sehat.

serta memeriksa kesehatan secara berkala.

Tujuan GERMAS adalah agar masyarakat berperilaku sehat dan diharapkan kesehatan masyarakat terjaga, terciptanya lingkungan yang bersih sehingga jika masyarakat sehat maka yang dikeluarkan masyarakat untuk berobat.

Sasaran GERMAS adalah seluruh lapisan masyarakat, mulai dari individu, keluarga serta elemen masyarakat lainnya harus terlibat dengan prinsip dan pendekatan Gerakan Masyarakat Hidup

masyarakat, penguatan sistem kesehatan, pendekatan siklus kehidupan, selaras dengan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan strategi atau rencana kegiatan Untuk mencapai tujuan dan sasaran GERMAS maka perlu diterapkan strategi dalam a.

lintas sektor atau SKPD lainnya dalam menyosialisasikan GERMAS

(21)

b.

maupun sektor BUMN, BUMD, swasta, organisasi masyarakat, dll.

c. Penggerakkan masyarakat melalui pendekatan Keluarga Sehat d. Pendekatan siklus hidup.

POKOK BAHASAN 2: GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI

Saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, di satu pihak mengalami kekurangan gizi tetapi di pihak lain mengalami kelebihan gizi.

6

KEKURANGAN GIZI KELEBIHAN GIZI

KVA GAKI

Gizi Kurang Stunting

Anemia

Gemuk

PTM

SITUASI GIZI DI INDONESIA

controlled

un-finished

1 7 , 8 % (PSG,2016)

2 7 , 5 %

(PSG,2016)

3 7 , 1 % bum il 2 8 , 1 %balit a

(Riskesdas, 2013)

4 , 3 %

(PSG,2016)

Diabetes Melitus 2,1%

Gagal Ginjal 0,2%

Jantung Koroner 1,5%

Stroke 12,1%

Hipertensi 25,8%

Kanker 1,4%

Gambar 2. Situasi Gizi di Indonesia

Terdapat banyak penyebab yang mempengaruhi status gizi, dua faktor penyebab langsung adalah kecukupan konsumsi dan status kesehatan/kejadian infeksi. Keduanya saling mempengaruhi dan berinteraksi, yaitu pada anak kekurangan gizi maka daya tahan tubuh akan turun sehingga akan mudah menderita penyakit infeksi selanjutnya jatuh pada kondisi kekurangan gizi, sebaliknya seorang anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami kekurangan asupan karena nafsu makan yang rendah.

resiko penyakit infeksi yang dapat menyebabkan Hasil Riskedas tahun 2013 menunjukan adanya hubungan antara sanitasi yang buruk dengan terdapat kencenderungan bahwa provinsi yang memiliki proporsi rumah tangga dengan akses sanitasi yang lebih baik memiliki presentase yang lebih rendah.

(22)

Gambar 3. Akses Jamban dan Prevalensi di Indonesia

Menurut 2014, Indonesia termasuk dalam 17 negara diantara 117 negara , dan pada balita. Indonesia juga termasuk didalam 47 Negara dari 112 Negara yang mempunyai masalah pada balita dan anemia pada Wanita Usia Subur (WUS).

mulai dari 1000 HPK, anak balita, remaja, dewasa, sampai dengan usia lanjut. Gerakan perbaikan gizi yang fokus terhadap 1000 HPK pada tataran global disebut (SUN) dan di Indonesia disebut dengan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi dalam rangka 1000 HPK.

Indonesia berkontribusi terhadap pencapaian target global dalam (SUN) movement

1. Menurunkan proporsi anak balita yang sebesar 40 persen;

2. Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus ( ) kurang dari 5 persen;

3. Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 persen;

4. Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih;

5. Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen; dan 6. Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50

persen.

Upaya perbaikan gizi tercantum dalam Bab VIII, Pasal 141, ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, ditujukan untuk peningkatan mutu gizi perorangan dan masyarakat. Selanjutnya di dalam percepatan perbaikan gizi, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang fokus pada 1000 HPK.

Gerakan nasional percepatan perbaikan gizi adalah upaya bersama antar pemerintah dan terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat prioritas pada seribu Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Seribu hari pertama kehidupan adalah fase kehidupan yang dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 (dua) tahun, yang merupakan sebuah fase perkembangan manusia yang terbentuk sejak masa konsepsi (pembuahan) dan tumbuh menjadi

(23)

janin di dalam masa kehamilan (270 hari) sampai dengan usia anak 2 tahun pertama (730 hari).

, terutama dalam pembentukan masa emas (

menentukan kualitas kehidupan, oleh karena itu periode ini disebut sebagai “periode emas” atau

dikenal sebagai .

Gerakan nasional percepatan perbaikan gizi bertujuan untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan gizi masyarakat, meningkatkan kemampuan pengelolaan program gizi khususnya koordinasi antar sektor untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi, dan memperkuat implementasi konsep program gizi yang bersifat langsung dan Gerakan nasional percepatan perbaikan gizi mengedepankan upaya bersama antara pemerintah

dengan prioritas pada 1000 HPK.

Penanganan perlu koordinasi antar sektor dan melibatkan berbagai pemangku

penanggulangan menjadi prioritas di 100 kabupaten/kota tahun 2018.

Pada pilar ini, dibutuhkan komitmen dari Presiden / wakil Presiden untuk mengarahkan diperlukan juga adanya penetapan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun daerah (baik provinsi maupun kabupaten/kota) dan memanfaatkan Sekretariat Sustainable Development

Pilar 2 : Kampanye Nasional Berfokus pada Peningkatan Pemahaman, Perubahan Perilaku,

adalah melalu kampanye secara nasional baik melalui media massa, maupun melalui komunikasi kepada keluarga serta advokasi secara berkelanjutan.

Pilar 3 : Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Nasional, Daerah, dan Masyarakat Pilar ini bertujuan memperkuat korvengensi, koordinasi, dan konsolidasi serta memperluas cakupan program yang dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait. Disamping itu dibutuhkan perbaikan kualitas dari layanan program yang ada (Puskesmas, Posyandu, PAUD, BPSPAM, PKH, dll) terutama dalam memberi dukungan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita 1000

memaksimalkan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa untuk mengarahkan

pupuk yang komprehensif pengurangan kontaminasi pangan; melaksanakan program pemberian makanan tambahan; mengupayakan investasi melalui kemitraan dengan dunia usaha, dana desa,

(24)

Pilar 5 : Pemantauan dan Evaluasi

Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan exposure terhadap kampanye nasional, pemahaman

tahun untuk akuntabilitas. Perencanaan dan pengaggaran berbasis hasil program pusat dan

dalam skala besar (cakupan mencapai 90%) dapat mengurangi prevalensi sebesar 20%.

merupakan upaya yang mempunyai tujuan utama untuk mencegah dan mengurangi penyebab langsung masalah gizi. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, pemberian suplemen vitamin A, bubuk mikronutrien, zat besi, pengobatan malnutrisi, maupun pencegahan penyakit infeksi melalui perilaku hidup bersih dan sehat.

1. Tingkat Nasional

Dibentuk gugus tugas Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi melalui Perpres. Gugus tugas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden serta dipimpin oleh Menkokesra dengan anggota Menteri terkait yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh 2. Tingkat Daerah

untuk menyusun rencana dan program kerja dengan mengacu pada kebijakan nasional. Anggota Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan, Dunia Usaha, dan anggota Masyarakat.

Strategi utama

1. Menjadikan perbaikan gizi sebagai arus utama pembangunan sumber daya manusia, sosial budaya, dan perekonomian;

2. Peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia di semua sektor baik pemerintah maupun swasta;

3.

masyarakat; dan 4.

perilaku sadar gizi.

Sasaran

1. Masyarakat khususnya remaja, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dibawah usia dua tahun;

2.

kader masyarakat yang sejenis;

3.

4. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah;

(25)

5. Media massa;

6. Dunia usaha; dan

7. Lembaga swadaya masyarakat dan mitra pembangunan internasional.

Dalam rangka mendukung percepatan program 1000 HPK melalui komitmen lintas sektor, maka pemerintah Indonesia menetapkan arah kebijakan 2015-2019

1. Peningkatan surveillans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan;

2. Peningkatan promosi perilaku masyarakat tentang kesehatan, gizi, dll;

3. Peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi;

4. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perbaikan gizi;

5. Penguatan pelaksanaan dan pengawasan regulasi dan standar gizi; serta 6.

Penanganan perlu koordinasi antar sektor dan melibatkan berbagai pemangku lainnya. Presiden dan wakil presiden berkomitmen untuk memimpin langsung upaya penanganan agar penurunan prevalensi dapat dipercepat dan dapat terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini upaya penanggulangan menjadi prioritas di 100 kabupaten/

dalam skala besar (cakupan mencapai 90%) dapat mengurangi prevalensi sebesar 20%.

merupakan upaya yang mempunyai tujuan utama untuk mencegah dan mengurangi penyebab langsung masalah gizi. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, pemberian suplemen vitamin A, bubuk mikronutrien, zat besi, pengobatan malnutrisi, maupun pencegahan penyakit infeksi melalui perilaku hidup bersih dan sehat.

sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pertanian dan ketahanan pangan, kesehatan, perawatan, pendidikan, keluarga berencana, dan sebagainya.

POKOK BAHASAN 3: KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka Kegiatan STBM dilakukan oleh masyarakat dengan berpedoman pada lima pilar STBM

1. Stop buang air besar sembarangan;

(26)

2. Cuci tangan pakai sabun;

3. Mengelola air minum dan makanan rumah tangga;

4. Mengamankan sampah rumah tangga; dan 5. Mengamankan limbah cair rumah tangga.

Dalam menyelenggarakan STBM, masyarakat dipicu dan difasilitasi oleh tenaga kesehatan, kader,

perubahan perilaku hidup bersih dan sehat yang akan mereka lakukan. Perubahan perilaku yang satu orang tetapi dilakukan oleh semua keluarga. Dengan adanya perubahan perilaku bersama diharapkan masyarakat dapat memutus mata rantai penularan penyakit dan keracunan.

STBM diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, yang dilakukan melalui

a. Penciptaan lingkungan yang kondusif, melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan kemitraaan berbagai pihak;

b. Peningkatan kebutuhan sanitasi, melalui perubahan perilaku masyarakat; dan

c. Peningkatan penyediaan akses sanitasi, melalui peningkatan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau masyarakat.

Sebagai sebuah pendekatan untuk merubah perilaku masyarakat, pendekatan STBM diharapkan dapat menjadi pintu masuk ( ) untuk memicu perubahan perilaku hidup bersih dan sehat untuk dapat membantu tercapainya sasaran prioritas pembangunan kesehatan, khususnya menurunkan adalah perubahan perilaku terkait gizi terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Adapun tata kelola kegiatan perlindungan, pengamanan, dan pengendalian kesehatan lingkungan, standar baku mutu kesehatan lingkungan, dan pembagian peran dan tanggung jawab Pemerintah No. 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan.

VIII. REFERENSI

UU 36/2009 tentang Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan Inpres No. 1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK)

Permenkes 39 tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga.

Permenkes No.3/2014 tentang STBM.

(27)

MODUL MI. 1

KONSEP DASAR STBM-

(28)
(29)

MODUL MI. 1 KONSEP DASAR STBM-

I. DESKRIPSI SINGKAT

ini disusun untuk membekali peserta agar memahami

dan upaya pencegahannya, konsep dan stategi STBM, serta integrasi kedua konsep ke dalam untuk melakukan perubahan perilaku secara berjenjang untuk mencapai kondisi hygiene sanitasi dan pencegahan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Indonesia merupakan negara terbesar kelima dengan jumlah anak di dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat ada sekitar 9 juta anak di Indonesia, meningkat dari 36,8%

tahun 2007 ke 37,2% tahun 2013. Riskesdas juga menunjukkan adanya kecenderungan provinsi yang memiliki akses sanitasi yang kurang baik cenderung lebih banyak memiliki kasus Untuk mencegah pemerintah telah menetapkan 100 kabupaten/kota prioritas untuk intervensi anak Terdapat dua model intervensi untuk mencegah

secara langsung misalnya melalui imunisasi, pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil dan

sanitasi, peningkatan pendidikan, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesetaraan gender.

Di kabupaten Magetan, peningkatan akses sanitasi telah mengurangi prevalensi secara sebesar 7,3% menjadi 27,5%.

Konsep

memahami secara utuh kedua konsep dan integrasinya, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi untuk meningkatkan akses sanitasi dan mencegah serta menurunkan angka di masyarakat.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum

. B. Tujuan Pembelajaran Khusus

1. Menjelaskan

2. Menjelaskan Pencegahan 3. Menjelaskan Konsep STBM;

(30)

4. ;

5. ;

6. ;

7. .

III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

A. Pokok Bahasan 1:

a.

b. Penyebab c. Akibat

C. Pokok Bahasan 2: Pencegahan a.

b.

D. Pokok Bahasan 3: Konsep STBM a.

b. Tujuan STBM

c. Sejarah program pembangunan sanitasi E. Pokok Bahasan 4: Prinsip-Prinsip STBM-

a.

b. Masyarakat sebagai pemimpin c. Tidak menggurui/memaksa d. Totalitas

F. Pokok Bahasan 5: Strategi STBM- a.

b. Peningkatan layanan penyediaan sanitasi dan pencegahan c. Penciptaan lingkungan yang kondusif

G. Pokok Bahasan 6: Delapan Pilar STBM- a.

b.

c.

d.

H. Pokok Bahasan 7: Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM- a. Tangga perubahan perilaku sanitasi

b. Tangga perubahan perilaku asupan gizi c.

IV. METODE

V. MEDIA DAN ALAT BANTU

Bahan tayang slide ppt, Film Dewi dan Putri, Film dan Masa Depan Indonesia, LCD, komputer/laptop, kertas plano/ , spidol, papan tulis, kain tempel, lem semprot kain, meta

(31)

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 6 jam pelajaran (T=3 JPL, P=3 JPL, dan

Langkah 1. Pengkondisian (15 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Fasilitator menyampaikan salam dan menyapa peserta dengan ramah dan hangat.

b. Fasilitator memperkenalkan diri.

c. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.

2. Kegiatan Peserta

a. Mempersiapkan diri dan alat tulis bila diperlukan.

b. Menjawab salam.

c. Melakukan tugas yang diberikan.

Langkah 2. Pembahasan per Materi (255 menit) Pokok Bahasan 1: (65 menit)

1. Kegiatan Fasilitator :

a. .

b.

, 2) Penyebab , 3) Akibat . Diskusi dengan menggunakan LP.1.1 Panduan Diskusi Kelompok Tanda- Tanda, Penyebab, dan Akibat

2. Kegiatan Peserta :

a. Menyampaikan pendapat b.

c. Bertanya bila ada yang kurang jelas d.

Pokok Bahasan 2: Pencegahan (30 menit) 1. Kegiatan Fasilitator :

a. Fasilitator menyampaikan pembahasan berikutnya mengenai upaya pencegahan b. Pemutaran “Film Dewi dan Putri” (LP.1.2 Panduan Pemutaran Film Dewi dan Putri).

c.

peserta diminta menuliskan pendapatnya dalam kertas metaplan.

d. Fasilitator merangkum hasil curah pendapat.

2. Kegiatan Peserta a.

b.

c. Bertanya bila ada yang kurang jelas.

d.

Pokok Bahasan 3: Konsep STBM (60 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a.

STBM?”

b.

(32)

c. Kemudian fasilitator menanyakan kembali pada peserta, “apa tujuan STBM?”

d.

STBM.

e. Fasilitator mengajak peserta melakukan diskusi kelompok terkait Sejarah pembangunan sanitasi dengan menggunakan LP.1.3 Panduan Diskusi Kelompok Sejarah Program Pembangunan Sanitasi.

f. Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah sudah paham dan memberikan kesempatan g. Fasilitator menjawab/menjelaskan sesuai yang ditanyakan peserta.

2. Kegiatan Peserta

a. Menyampaikan pendapat.

b. Menjawab pertanyaan.

c.

d. Bertanya bila ada yang kurang jelas.

e.

Pokok Bahasan 4 : Prinsip-Prinsip STBM- (15 menit) 1. Kegiatan Fasilitator :

a. Fasilitator mengajak peserta untuk mengingat kembali hasil diskusi terkait dengan sejarah pembangunan sanitasi.

b. Dengan menggunakan hasil diskusi pada PB.3 (LP 1.3) lakukan pendalaman lebih lanjut a. Apa keberhasilan pencapaian tujuan kegiatan/proyek?

b. Berapa lama waktu yang ditargetkan dengan perubahan yang diharapkan?

c. Bagaimana keberlanjutan penggunaan sarana (apakah masih dipakai, mengapa d. Apakah terjadi pemutusan alur penularan penyakit di komunitas?

e. Apakah ada risiko penularan penyakit di masyarakat?

f. Bagaimana kesimpulan keberhasilan kegiatan/proyek jika dibandingkan dengan tujuan kegiatan untuk memutus alur penularan penyakit di komunitas? Apakah c.

proyek (dana, penyuluhan, yang terlibat/penerima manfaat/proyek, yang memimpin kegiatan/proyek, dan sebagainya).

d.

ciri kegagalan kegiatan/proyek pembangunan sanitasi masa lalu.

e. Tanyakan kepada peserta, “jika kita ingin berhasil, apakah kegagalan tersebut akan dilakukan pada masa yang akan datang?”

f. Tanyakan kepada peserta, “apa yang seharusnya dilakukan/dipegang teguh dan menjadi prinsip agar kegiatan pembangunan sanitasi berhasil?”

g. Fasilitator menegaskan kembali hasil curah pendapat bahwa dalam implementasi mengurui, masyarakat sebagai pemimpin, dan totalitas.

h. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan curah pendapat, dengan menanyakan, i.

(33)

j. Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah sudah paham dan memberikan k. Fasilitator menjawab/menjelaskan sesuai yang ditanyakan peserta.

2. Kegiatan Peserta

a. Menyampaikan pendapat b. Menjawab pertanyaan

c. Bertanya bila ada yang belum jelas d.

Pokok Bahasan 5 : Strategi STBM- (30 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Fasilitator menanyakan kepada peserta, kegiatan yang sudah dilakukan untuk mencegah

? Kemudian peserta diminta menuliskan jawaban pada kertas metaplan dengan menulis lebih dari satu kegiatan.

b. Lakukan hal yang sama untuk implementasi STBM.

c. Sementara peserta menulis pada kertas metaplan, fasilitator menempelkan kertas yang bertuliskan “Demand”, “Supply”, “Enabling” pada kain rekat dengan jarak diatur

ENABLING

DEMAND SUPPLY

d. Kemudian fasilitator menjelaskan maksud 3 tulisan tersebut.

e. Minta kepada peserta untuk menempelkan tulisan tentang kegiatan yang sudah dilakukan terkait upaya pencegahan dan implementasi STBM pada posisi mana, apakah termasuk “Demand”, “Supply”, atau “Enabling”.

f. Tanyakan kepada peserta, “jika ingin mencapai sukses untuk pencegahan

“Demand” , “Supply”, “Enabling” saja?”

g.

“Enabling” saling mempengaruhi?” Setelah dijawab oleh peserta, hubungkan tulisan

h. ingin sukses maka

ada 3 komponen strategi yang harus dilakukan secara terintegrasi yaitu mewujudkan i. Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah sudah paham dan memberikan j. Fasilitator menjawab/menjelaskan sesuai yang ditanyakan peserta

2. Kegiatan Peserta

a. Menyampaikan pendapat b. Menjawab pertanyaan

c. Bertanya bila ada yang kurang jelas d.

(34)

Pokok Bahasan 6 : Delapan Pilar STBM- (30 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Fasilitator menggali pengetahuan peserta tentang 5 pilar STBM dan mengapa harus dengan 5 pilar.

b. Fasilitator menggali pengetahuan peserta tentang sasaran 1000 hari pertama kehidupan (ibu hamil, bayi, baduta) dalam pencegahan , dan mengapa difokuskan pada 1000 hari pertama kehidupan.

c.

pencegahan tersebut (gizi ibu hamil, pemantauan pertumbuhan, dan pemberian makan bayi dan anak)

d. Fasilitator merangkum dan menegaskan hasil curah pendapat bahwa ada 8 pilar dalam .

e. Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah sudah paham dan memberikan f. Fasilitator menjawab/menjelaskan sesuai yang ditanyakan peserta

2. Kegiatan Peserta

a. Menyampaikan pendapat.

b. Menjawab pertanyaan.

c. Bertanya bila ada yang kurang jelas.

d.

Pokok Bahasan 7 : Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM- (15 menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a. Fasilitator menggali pemahaman peserta tentang perubahan perilaku, bagaimana b. Fasilitator menegaskan kembali hasil curah pendapat tentang tangga perubahan perilaku.

memutuskan mencoba perilaku baru. Setelah merasakan manfaat dan dorongan serta dukungan dari lingkungan maka perilaku baru tersebut akan menjadi kebiasaan/perilaku permanen.

c. Fasilitator menanyakan kepada peserta, “apa yang diperlukan agar perilaku baru dapat dengan tangan pakai sabun? Tegaskan bahwa perilaku terjadi karena adanya sarana.

d. dan

menjelaskan bahwa perubahan perilaku perlu dilakukan secara bertahap yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan kelembagaan di masyarakat. Perubahan perilaku

mekasnisme untuk mempertahankan perilaku baru, dan sebagainya. Perubahan perilaku yang didukung dengan sarana/fasilitasi yang semakin meningkat kualitasnya.

e. Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah sudah paham dan memberikan kesempatan f. Fasilitator menjawab/menjelaskan sesuai yang ditanyakan peserta.

2. Kegiatan Peserta

a. Menyampaikan pendapat.

(35)

b. Menjawab pertanyaan.

c. Bertanya bila ada yang belum jelas.

d.

3. Langkah 3. Rangkuman (10 Menit) 1. Kegiatan Fasilitator

a.

pemahaman peserta (3 menit).

b. dan Masa Depan

untuk menyimpulkan sesi MI.1 (4 menit).

c. Fasilitator merangkum hasil pembelajaran (2 menit).

d. Fasilitator menutup pertemuan dengan menyampaikan salam (1 menit).

2. Kegiatan Peserta.

a.

b. Membalas salam.

VII. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1:

A.

lebih pendek dibandingkan balita normal lainnya yang seumur. merupakan akibat dari kekurangan gizi jangka panjang karena kurangnya asupan dan infeksi penyakit berulang. Anak cenderung berisiko lebih besar menderita penyakit atau mudah sakit, mengalami hambatan perkembangan mental, mengalami gangguan kecerdasan, memiliki Tanda-tanda : Bagaimana mengetahui anak ?

rujukan WHO (Permenkes No.1995 Tahun 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status dari anak seusianya.

Gambar 4. Anak

(36)

B. Penyebab

sebagai suatu masalah gizi di Indonesia disebabkan beberapa faktor baik secara a. Penyebab langsung

secara langsung dipengaruhi oleh asupan makan dan penyakit infeksi. Kedua faktor ini saling berpengaruh satu sama lain. Kurangnya asupan makan, baik jumlah maupun kualitas secara terus menerus akan menyebabkan anak mudah terkena penyakit infeksi dan menghambat pertumbuhan anak. Sebaliknya anak yang terus menerus sakit anak dapat menjadi

saluran pernafasan akut (ISPA) dapat mempengaruhi asupan makan anak sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan, yang kemudian dapat menyebabkan anak b.

juga dipengaruhi oleh aksesibilitas pangan, pola asuh, ketersediaan air minum/

sanitasi, dan pelayanan kesehatan. Aksesibilitas pangan yang mudah dan dengan harga yang terjangkau akan memudahkan keluarga mengonsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Selain itu konsumsi makanan juga dipengaruhi oleh pengetahuan keluarga dalam memilih bahan makanan yang dibeli dan mengolahnya secara aman dan sehat. Pola asuh, misalnya pemberian makan bayi dan anak (PMBA) juga mempengaruhi status gizi anak. Ketersediaan air minum dan sanitasi yang aman dan layak juga sangat berpengaruh pada status gizi dan kesehatan ibu hamil dan anak, terutama dalam menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan yang baik, juga turut menentukan status gizi ibu hamil dan anak.

daya, lingkungan, teknologi, dan kependudukan. Oleh karena itu untuk melakukan perbaikan gizi, maka sektor yang terkait dengan akar masalah gizi ini perlu dilibatkan.

(37)

Gambar 5. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Kesehatan Gizi

Bila dikaji lebih dalam dengan berfokus pada sanitasi dan gizi, terdapat keterkaitan yang sangat erat antara kemiskinan, akses air minum dan sanitasi, dan kejadian

Gambar 6. Alur Hubungan Hygiene-Sanitasi dan Gizi

Terdapat enam alur terjadinya dengan berakar pada isu kemiskinan, akses air minum, dan sanitasi. Untuk mencegah terjadinya dapat dilakukan dengan melalui penurunan kejadian diare dengan mengurangi kontaminasi kotoran di lingkungan;

melalui penurunan kejadian infeksi usus dengan mengurangi kontaminasi kotoran di lingkungan;

dengan mengurangi paparan dan infeksi protozoa dan cacing melalui perbaikan higiene dan sanitasi;

melalui penurunan kejadian anemia dengan perbaikan higiene dan sanitasi;

dengan mengurangi pemborosan waktu untuk mencari air bersih dan menjaga anak yang sakit serta waktu dan biaya untuk mencari pengobatan;

).

(38)

Faktor Risiko

Faktor risiko dapat dikategorikan ke dalam beberapa kondisi yakni keadaan ibu/

wanita usia subur, keadaan bayi, dan keadaan lingkungan. Kondisi tersebut secara singkat a. Ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) dan menderita anemia

Ibu hamil kurang energi kronis (KEK) adalah ibu hamil dengan kondisi kekurangan gizi akibat kurangnya asupan makanan sumber energi dalam waktu yang cukup lama.

Ibu hamil dengan kondisi KEK dan atau dengan anemia yang diketahui dari hasil penapisan ( ) ibu hamil, berisiko melahirkan bayi pendek dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kondisi ini berisiko terhadap bayi yang akan dilahirkannya anak yang dapat menyebabkan anak menjadi pendek atau .

b.

infeksi yang diakibatkan oleh pemberian makanan atau minuman lain yang terlalu dini sehingga pertumbuhannya menjadi terganggu. Penyakit yang berulang diderita oleh anak dapat meningkatkan risiko terjadinya .

c.

bagaimana ibu/pengasuh memiliki pengetahuan dan perilaku yang benar sehingga dapat

kebutuhan gizinya sehingga anak lebih mudah terkena penyakit infeksi akibat daya tahan

d.

segera terdeteksi bila terjadi gangguan pertumbuhan untuk segera ditangani.

pertumbuhannya, adakah masalah atau gangguan pertumbuhan yang dialami, sehingga seringkali anak terlanjur jatuh pada masalah gizi yang berat, salah satunya

. e.

Sebuah studi terkini di Indonesia menemukan bahwa kombinasi antara sanitasi yang

kualitas air yang buruk, kondisi sanitasi yang buruk, dan penggunaan bahan bakar padat) memiliki pengaruh terbesar kedua pada kejadian secara global (Andrews, et.al.

2016).

C. Akibat

merupakan salah satu masalah gizi yang bekaitan dengan gangguan pertumbuhan

(39)

anak yang berakibat pada penuruan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia. Secara singkat, akibat

a.

intelektual pada bayi yang dilahirkan.

b. Anak perempuan yang kelak berisiko melahirkan bayi BBLR dan juga . anak.

pada anak

menular (PTM) saat dewasa.

adalah lahirnya generasi penerus bangsa yang berdaya di masyarakat.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, disebakan oleh brbagai faktor. Oleh karena itu, ini salah satunya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan upaya penanggulangan

melalui pendekatan sanitasi dan gizi.

POKOK BAHASAN 2 : PENCEGAHAN

Berdasarkan faktor penyebabnya, pencegahan dapat dilakukan dengan dua pendekatan

A.

a. Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi dalam keadaan sangat kurus atau mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.

Ibu hamil normal harus memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan minimal 4 kali selama kehamilan.

kehamilan.

b. Pada bayi baru lahir

Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

Ibu mendapat 2 kapsul vitamin A merah di masa nifas.

Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja atau ASI Eksklusif.

c. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun.

Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.

B.

(40)

kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, penyediaan lapangan kerja, pendidikan anak usia dini (PAUD), program Keluarga Berencana (KB), Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), perbaikan infrastruktur (perbaikan jalan, pasar), dan penyediaan air bersih serta perbaikan perilaku higienis dan saniter.

Untuk mengatasi dan mencegah

berkontribusi dalam menciptakan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas.

Salah satu cara untuk mencegah penyebab

memutus rantai penularan penyakit atau alur kontaminasi dan melakukan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan dengan pendekatan STBM. Secara sederhana, upaya untuk memutus alur penularan penyakit diare dan

Modul Pelatihan Fasilitator STBM-Stunting

Gambar 7. Diagram Pemutusan Mata Rantai Penularan Diare untuk Mencegah Stunting

Gambar 7. Diagram Pemutusan Mata Rantai Penularan Diare untuk Mencegah

(41)

Modul Pelatihan Fasilitator STBM-Stunting

Gambar 8. Aksi-Aksi Agar Gizi dan Perkembangan Janin dan Anak Optimal Sumber: Black, et.al. Lancet, 2012

.

(42)

POKOK BAHASAN 3: KONSEP STBM A.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.

Penyelenggara STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari individu, rumah tangga,

1. Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan saniter individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan indivudu atau masyarakat.

2. Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan intervensi pendekatan STBM dan dijadikan target antara karena untuk mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan pencapaian kelima pilar STBM. Ada 3 indikator desa/kelurahan yang dusun dalam desa/kelurahan tersebut; (ii) ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk ( ) ataupun bentuk komite; (iii) sebagai respon dari aksi intervensi STBM, kelompok masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai mencapai status ODF ( )/Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS).

3. Desa/Kelurahan ODF/SBS adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat.

4. Desa STBM, adalah desa yang telah mencapai 5 (lima) pilar STBM atau kondisi sanitasi total.

B. Tujuan STBM

Tujuan penyelenggaraan STBM untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang C. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi

Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Tahun 1930, mantri higiene Belanda, Dr. Heydrick melakukan kampanye untuk BAB di kakus.

Dr. Heydrick sendiri dikenal sebagai mantri kakus. Di tahun 1936, didirikanlah sekolah mantri higiene di Banyumas yaitu yang kemudian dikenal dengan Sekolah Pembantu Penilik Higiene

sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jurusan Kesehatan Lingkungan.

Pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 5 tahun 1974 tentang Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang memerintahkan dibangunnya gedung Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), sarana penyediaan air minum pedesaan, dan tempat pembuangan kotoran (jamban keluarga). Program pembangunan tentang sarana air minum dan jamban keluarga dikenal dengan singkatan “SAMIJAGA”. Tujuan Inpres tersebut adalah memberikan pelayanan kesehatan secara lebih merata dan sedekat mungkin kepada masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dan perkotaan berpenghasilan rendah, serta meningkatkan realisasi derajat kesehatan rakyat terutama dengan mewujudkan keadaan higiene dan sanitasi masyarakat pedesaan yang lebih baik.

(43)

Pada tahap awal disediakan 10.500 unit sarana air minum dan 150.000 unit jamban keluarga. Pembagian per provinsi berdasarkan kejadian wabah kolera dan penyakit perut lainnya, daerah sulir air bersih, tersedianya tenaga higiene sanitasi, dan tersedianya hasil survei pendahuluan. Bantuan sarana air minum dalam bentuk salah satu jenis berikut ini;

penampungan mata air dengan perpipaannya, penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis, dan sumur dengan pompa tangan. Bantuan sarana pembuangan kotoran manusia dalam bentuk jamban keluarga. Semua jenis teknologi sarana air minum dan jamban keluarga sudah ditentukan desain teknisnya. Penentuan lokasi sarana air minum dan jamban

peningkatan akses sanitasi masyarakat.

Hasil studi (ISSDP) mencatat hanya 53%

dari masyarakat Indonesia yang BAB di jamban yang layak pada tahun 2007, sedangkan

Pembangunan sanitasi di Indonesia sebelum lahirnya STBM tahun 2008 pada umumnya dilakukan dengan pendekatan proyek dimana masyarakat sebagai sasaran program kurang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring terhadap kebutuhan mereka.

kurang dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat karena mereka kurang merasa memiliki.

tercapai. Diare tetap menjadi kelompok penyakit terbesar di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan pembangunan sanitasi dengan pendekatan yang lebih baik yaitu mengedepankan

yang ingin dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan pembangunan sanitasi, dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi masa lalu dan saat ini terlihat Tabel 1. Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia

Program-program terdahulu

(biasanya ) Kecenderungan saat ini

Keberhasilan dilihat dari perkembangan jumlah sarana Keberhasilan dilihat dari perubahan perilaku dan kesehatan

Adanya subsidi Munculnya solidaritas sosial

rakat

Sasaran utama adalah kepala keluarga Sasaran utama adalah masyarakat desa secara utuh

(dari atas ke bawah) (dari bawah ke atas)

memelihara sarana yang dibangun

Pendekatannya bersifat Pendekatannya lebih .

(44)

Konsep STBM diadopsi dari konsep (CLTS) yang telah disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai berkembang pada tahun 2001. Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi

dijalankan oleh Water Aid selama 10 tahun. Salah satu rekomendasi dari penilaian tersebut

dimiliki sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan mereka sendiri.

Pendekatan

1.

2.

kunci utama;

3.

pendekatan ini;

4.

muncul “ ”.

POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM-

diambil dari pengalaman implementasi program pembangunan air minum dan sanitasi di masa lalu yang boleh dikatakan 1. Dana yang diberikan oleh pemerintah maupun LSM untuk membantu masyarakat membangun yang menjadi sasaran untuk menerima bantuan tersebut. Hal tersebut menyebabkan keluarga

Pemberian bantuan kepada masyarakat menyebabkan ketergantungan masyarakat kepada

2. Program sanitasi yang lalu merupakan paket yang sudah ditentukan dari pemerintah atau pemberi bantuan (donor), dimana desain proyek dan pilihan teknologi sudah ditetapkan,

budaya, lokasi, lingkungan, ekonomi maupun kemampuan teknis opersional serta pemeliharaan.

3.

untuk menentukan pilihan teknologi, perencanaan, pelaksanaan pembangunan maupun dalam monitoring dan evaluasi. Semua sudah diputuskan dari atas dan masyarakat hanya menerima saja. Kurang terlibatnya masyarakat menyebabkan kurangnya rasa memiliki terhadap sarana

(45)

yang dibangun, sehingga masyarakat merasa itu bangunan milik pemerintah atau pihak lain, akibatnya saat ada kerusakan maka masyarakat menunggu bantuan dari pemiliknya yaitu pemerintah atau pihak donor untuk memperbaikinya.

4. Evaluasi terhadap keberhasilan program sanitasi masa lalu difokuskan pada jumlah sarana yang telah dibangun, jadi bila target jumlah sarana yang telah dibangun telah dicapai maka program

5. Program sanitasi masa lalu sifatnya , apa yang sudah ditetapkan dari atas harus 6.

berikutnya dilaksanakan, ternyata tujuan akhir yang ingin dicapai dari Inpres tersebut yaitu posisi lima besar penyakit di masyarakat dan menjadi kontributor yang cukup besar terhadap Berdasarkan pengalaman pelaksanaan program sanitasi yang gagal dimasa lalu, maka dilakukan kajian untuk menemukan penyebab utama kegagalan tersebut. Hasilnya dijadikan sebagai prinsip dalam pendekatan pembangunan sanitasi berikutnya dan juga digunakan sebagai pendekatan untuk mencegah

A. Tanpa subsidi.

Pada program sanitasi terdahulu ciri khas yang menonjol adalah adanya subsidi bagi masyarakat untuk membangun sarana sanitasinya baik berupa material sanitasi maupun dibangunkan sehingga penerima bantuan hanya keluarga tertentu saja, dan sering terjadi penerimanya dari golongan kerabat keluarga penentu keputusan, yang belum tentu membutuhkan bantuan tersebut.

pemerintah atau pihak lain untuk menyediakan sarana sanitasi dasarnya. Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar yang sesuai dengan standar teknis jamban keluarga yang ditetapkan oleh WHO, maka masyarakat bisa memulai dengan membangun sarana sanitasi yang sederhana namun tetap berfungsi untuk memutus alur penularan penyakit. Setelah masyarakat merasakan manfaatnya dan memiliki dana yang cukup maka akan mendorong untuk meningkatkan kualitas jamban yang dimiliki.

, prinsip ini juga diterapkan. Tidak boleh ada subsidi yang diberikan kepada masyarakat untuk mencegah , baik dalam penyediaan makanan bagi ibu hamil maupun makanan bagi bayi dan anak. Subsidi hanya diberikan pada kondisi khusus, ibu hamil atau anak bayi yang kekurangan nutrient tertentu atau menderita sakit infeksi.

B. Masyarakat sebagai pemimpin

Program sanitasi terdahulu sifatnya , masyarakat kurang diberi kesempatan untuk Masyarakat hanya dijadikan obyek sasaran program tanpa diberi peran yang maksimal, hanya

(46)

pemeliharaan sarana yang dibangun.

Oleh karena itu prinsip yang kedua yaitu memposisikan masyarakat sebagai pemimpin yang . Jenis pilihan teknologi sanitasi, kualitas material, jenis makanan yang akan dikonsumsi, pendanaannya, serta penggunaan dan pemeliharaannya ditentukan sendiri oleh masyarakat.

material sanitasi dan gizi baik yang diperlukan dan sumber pendanaan yang diperlukan. Dalam di masyarakat yang akan menggerakkan masyarakat lainnya untuk melakukan perubahan memperbaiki kondisi sanitasi dan pencegahan

.

C. Tidak menggurui/memaksa

Program sanitasi terdahulu telah dirancang oleh pemerintah atau pihak donor berdasarkan

yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Pihak luar merasa lebih tahu dan lebih ahli dalam

telah memaksa masyarakat untuk menerima sesuatu yang baru yaitu sarana sanitasi yang telah ditetapkan teknologi maupun modelnya.

bagi masyarakat. Begitu juga dengan upaya pencegahan . Terkadang ada program pemerintah maupun pihak donor yang kurang sesuai dengan kondisi di suatu tempat, misalnya memperkenalkan hanya nasi sebagai karbohidrat di daerah yang mayoritas penduduknya mengkonsumsi singkong atau sagu, atau memperkenalkan makanan tambahan produksi

oleh masyarakat. Pihak luar berperan sebagai fasilitator dan mendorong masyarakat untuk melakukan kajian terhadap kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat yang dapat merugikan dirinya sendiri serta menemukan solusi dari permasalahan yang ditemukan.

D. Totalitas

pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi serta pemanfaatan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang dibangun. Hanya sebagian anggota masyarakat yang terlibat dan menjadi sasaran penerima program bantuan pembangunan sarana air minum dan jamban keluarga.

Akibatnya masyarakat merasa keputusan yang ditetapkan bukan merupakan keputusan

sanitasi tetap buruk, dan transmisi penyakit tetap terjadi dan masyarakat tetap dalam risiko terkena penyakit.

miskin, yang tua atau muda (totalitas) terlibat dalam analisa permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana sanitasi dan perubahan perilaku higiene dan saniter untuk mencegah . Keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara

. untuk mencegah dua pilar saja.

(47)

POKOK BAHASAN 5: STRATEGI STBM-

A. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi-

mendapatkan perubahan perilaku yang higienis, saniter, dan mencegah Pemicuan perubahan perilaku;

Promosi dan kampanye perubahan perilaku hygiene, sanitasi, dan gizi secara langsung;

Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya;

Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku;

) kinerja daerah.

B. Peningkatan Layanan Penyediaan Sanitasi dan Pencegahan

Peningkatan penyediaan sanitasi dan pencegahan yang diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak serta akses dan layanan gizi untuk mencegah dilakukan melalui beberapa Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi dan perbaikian/peningkatan mutu gizi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau;

Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi dan gizi;

Mengembangkan kapasitas pelaku pasar sanitasi dan gizi termasuk wirausaha sanitasi dan gizi lokal;

Mempromosikan pelaku usaha sanitasi dalam rangka memberikan akses pelaku usaha sanitasi lokal ke potensi pasar (permintaan) sanitasi potensial.

C. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif.

Strategi ini mencakup advokasi kepada para pemimpin pemerintah, pemerintah daerah, dan

Komitmen pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk melaksanakan pendekatan Kebijakan dan peraturan daerah mengenai program sanitasi dan pencegahan

Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi dan gizi untuk meningkatkan akses sanitasi dan mencegah , menghasilkan peningkatan anggaran

, dan kegiatan peningkatan kapasitas;

Adanya sistem pemantauan hasil kinerja dan proses pengelolaan pembelajaran.

dapat dilaksanakan terlebih dulu untuk memberikan gambaran kepada masyarakat sasaran tentang resiko hidup di

air terutama air tanah dan sungai, daya belajar anak menurun, dan kemiskinan. Salah satu

mampu membangun sarana sanitasi secara mandiri dan menyediakan sarana untuk mencegah sesuai kemampuan.

(48)

Peningkatan layanan penyediaan sanitasi dan gizi untuk mencegah perlu dilakukan untuk mendekatkan pelayanan jasa pembangunan sarana sanitasi dan memudahkan akses keuangan khususnya skema pembayaran sehingga masyarakat yang kurang mampu memiliki

penyediaan berbagai variasi/opsi jenis sarana yang dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan dan kemampuan segmen pasar. Infomasi yang rinci, akurat, dan mudah dipahami oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung promosi sarana sanitasi yang sehat yang dapat disediakan oleh wirausaha sanitasi dan hal ini dapat disebarluaskan melalui jejaring pemasaran untuk menjaring konsumen. Pengembangan pasar untuk meningkatkan sarana gizi untuk mencegah

Kedua strategi tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran dan pendekatan yang dikembangkan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang kondusif untuk mendukung kedua strategi berinteraksi. Ada beberapa indikator yang

Kebijakan, Kelembagaan,

Metodologi pelaksanaan program, Kapasitas pelaksanaan,

Produk dan perangkat, Keuangan,

Monitoring dan evaluasi.

POKOK BAHASAN 6: DELAPAN PILAR STBM- A.

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) 2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

6. Gizi Ibu Hamil

7. Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) 8. Pemantauan Pertumbuhan.

Berikut penjelasan mengenai delapan pilar tersebut.

1. Pilar 1-Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

a. Membudayakan perilaku BAB sehat yang dapat memutus alur kontaminasi kotoran manusia sebagai sumber penyakit secara berkelanjutan.

b. Menyediakan dan memelihara sarana buang air besar yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan.

Dalam melakukan perilaku BAB yang benar, dibutuhkan sarana jamban yang sehat. Kriteria

(49)

Gambar 9. Kriteria Jamban Sehat

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari:

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

Pada konstruksi sederhana (semi permanen) untuk daerah rawan/sulit air, lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup. Lantai Jamban air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

hanya boleh digunakan di pedesaan dengan kepadatan penduduk rendah dan sulit air.

2. Pilar 2-Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

(50)

a. Membudayakan perilaku cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun secara berkelanjutan

b. Menyediakan dan memelihara sarana cuci tangan yang dilengkapi dengan air mengalir, sabun, dan saluran pembuangan air limbah.

et al (2011) menemukan bahwa mencuci tangan dengan menggunakan sabun lebih

1. Sebelum makan 2. Sesudah BAB

3. Sebelum mempersiapkan makan 4. Sesudah membersihkan kotoran bayi 5. Sebelum menyuapi anak.

3. Pilar 3- Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)

Pengelolaan air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunak

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka dan Struktur Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Gambar 2. Situasi Gizi di Indonesia
Gambar 3. Akses Jamban dan Prevalensi  di Indonesia
Gambar 4. Anak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) merupakan langkah pemerintah untuk mempercepat dan mensinergikan upaya promotif dan preventif hidup sehat yang dilaksanakan oleh

Oleh sebab itu, salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi stunting dilakukan denga n GETANTING (Gerakan Kesehatan Pencegahan Stunting) melalui makanan sehat yang

Dengan menu yang terdiri dari Upaya Penurunan AKI-AKB, Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), Upaya Deteksi Dini, Preventil

Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh Puskesmas untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam rangka pencegahan terhadap penyakit

Guna mengurangi dampak kesehatan seperti contoh di atas, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan Program Indonesia Sehat sebagai upaya mewujudkan

Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh Puskesmas untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam rangka pencegahan terhadap penyakit

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan upaya untuk pencegahan penyakit dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Purwandari et al., 2013) Upaya promotif

Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh Puskesmas untuk menjadikan lingkungan yang sehat dalam rangka pencegahan terhadap penyakit