• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Penetapan Gigit Pada Pasien Gigi Tiruan Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Penetapan Gigit Pada Pasien Gigi Tiruan Lengkap"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN GIGIT PADA PASIEN GIGI TIRUAN LENGKAP

Ni Kadek Fiora Rena Pertiwi, M. Biomed

PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas limpahan karunia-Nya Literature Review ini dapat tersusun dengan baik.

Penulis menyadari bahwa Literature Review ini belum sempurna seperti yang diharapkan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keilmuan yang kami miliki. Semoga Literature Review ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Denpasar, 29 November 2018

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ………... i

Kata Pengantar ………... ii

Daftar Isi ………... iii

BAB I PENDAHULUAN ………...

1.1 Latar Belakang ………

1.2 Rumusan Masalah ………

1.3 Tujuan Penulisan ………

1.4 Manfaat Penulisan ………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ………

3.1 Kesimpulan………

3.2 Saran………..

BAB IV DAFTAR PUSTAKA ………

BAB V LAMPIRAN…………...………

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gigi merupakan struktur putih kecil yang ada di dalam mulut manusia dan menjadi salah satu organ yang sangat penting dalam proses pencernaan dalam tubuh. Gigi digunakan untuk mengoyak, mengikis, memotong dan mengunyah makanan. Selain itu gigi juga memiliki fungsi penting sebagai penunjang penampilan. Salah satu gangguan gigi yang paling krusial saat ini adalah terdapatnya kelainan hingga menyebabkan kehilangan gigi.

Kehilangan gigi dapat disebabkan antara lain akibat proses karies, penyakit periodontal, kecelakaan, trauma, ataupun karena gigi tersebut sudah tidak dapat dipertahankan sehingga harus diekstrasi. Menurut data dari American College of Prosthodontic (ACP) pada tahun 2014, lebih dari 35 juta penduduk di Amerika mengalami kehilangan gigi dan sekitar 23 juta penduduk dengan kondisi rahang tidak bergigi lengkap.1 Berdasarkan data penelitian Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) di Indonesia pada tahun 2013, persentase penduduk yang mengalami kehilangan seluruh gigi asli sebesar 1,7% sementara penduduk tidak bergigi berusia 65 tahun ke atas sebesar 17,1%.2

Kehilangan gigi dapat berpengaruh terhadap aktivitas sosial. Hal ini selaras dengan pendapat McGrath bahwa kehilangan gigi dapat mempengaruhi keadaan fisik seperti penampilan estetik, terganggunya sistem mastikasi, dan mempengaruhi kenyamanan bicara.

Hasil penelitian Wong juga menemukan bahwa kehilangan gigi geligi dapat mempengaruhi keadaan fisik dan psikologis, seperti kurangnya percaya diri dan keterbatasan aktifitas sosial.

Apabila kehilangan gigi terus dibiarkan maka dapat pula terjadi gangguan sendi temporomandibular. Maka dari pada itu dibutuhkan suatu perencanaan untuk membuat gigi tiruan lengkap sehingga dapat mengganti seluruh gigi yang hilang tersebut.3

Ketika merencanakan pembuatan gigi tiruan lengkap, dokter gigi harus mempertimbangkan kesehatan, kenyamanan, kepuasan penderita, estetik penderita, serta biomekanik protesa yang dipasangkan pada penderita. Bagi sebagian penderita, kepuasan terhadap gigi tiruan berhubungan dengan kenyamanan saat pemakaian maupun saat proses mengunyah, juga berhubungan dengan estetik dan retensi gigi tiruan. Kepuasan penderita ini menjadi faktor penting dalam menentukan kepedulian penderita terhadap perawatan dan pemakaian gigi tiruan lengkap.4

Oleh karena pertimbangan pasien tersebut maka proses penetapan gigit sangat diperlukan pada saat pembuatan gigi tiruan lengkap. Penetapan gigit merupakan penentuan, pengukuran, dan pencatatan hubungan atau relasi mandibula terhadap maksila dalam dimensi

(5)

vertikal dan horizontal dari posisi maupun ukuran galangan gigit yang disesuaikan dengan kontur wajah pasien, tinggi gigit, relasi oklusi, serta relasinya dengan alveolar ridge pasien, sehingga pengerjaan penetapan gigit dilakukan setelah lempeng gigit dan galangan gigit dibuat. Penetapan gigit merupakan tahap paling krusial dalam pembuatan gigi tiruan lengkap setelah proses border moulding karena dari penetapan gigit ini dapat dibuat panduan dalam meletakkan model kerja dalam articulator serta yang terpenting adalah panduan dalam menyusun gigi.5 Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis membuat makalah tentang Prosedur Penetapan Gigit.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan penetapan gigit?

2. Apa saja yang harus diperhatikan dalam menentukan penetapan gigit?

3. Bagaimana prosedur penetapan gigit?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui metode pembuatan penetapan gigit.

2. Dapat memperhatikan segala sesuatu yang diperlukan dalam menentukan penetapan gigit 3. Mengetahui prosedur penetapan gigit

3.4 Manfaat Penulisan

1. Sebagai referensi dasar mengenai penetapan gigit 2. Dapat memberikan informasi terkait penetapan gigit.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Penetapan Gigit

Penetapan gigit merupakan salah satu prosedur yang sangat vital dalam proses pembuatan gigi tiruan lengkap. Penetapan gigit juga dapat diartikan sebagai penentuan, pengukuran, dan pencatatan hubungan atau relasi mandibula terhadap maksila dalam dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal (vertical dimension) merupakan salah satu komponen penting dalam perawatan gigi tiruan. Hal ini disebabkan karena fungsi mastikasi, berbicara, maupun estetika wajah, semuanya bergantung pada hubungan vertikal dan horizontal mandibula dengan maksila. Menurut Miller, penentuan dimensi vertikal yang tepat sangatlah penting, tidak hanya untuk membangun oklusi yang harmonis, tetapi juga untuk kenyamanan dan estetika wajah pasien. Apabila dimensi vertikal tidak ditentukan dengan tepat, selain mengakibatkan berkurangnya efisiensi mastikasi juga dapat merusak sisa tulang alveolar (residual ridge), gigi-geligi yang tersisa, serta sendi temporomandibular. Dimensi horizontal atau relasi sentrik secara umum ialah hubungan paling posterior dari mandibula terhadap maksila pada dimensi vertikal yang telah ditentukan di mana dalam posisi ini gerakan lateral dapat dilakukan, serta kondilus berada dalam posisi antero-posterior terhadap fossa gleinoidalis. Apabila posisi mandibula dalam bidang horizontal selain relasi sentrik maka posisi tersebut disebut relasi eksentrik. Prosedur penetapan gigit ini dilakukan untuk mendapatkan posisi paling ideal dari hubungan rahang atas dan bawah dari dalam mulut kemudian diproyeksikan keluar mulut dengan bantuan sarana galangan gigit.6 Penetapan gigit yang baik dan cermat berpengaruh kualitas gigi tiruan.

2.2 Hal-hal yang Harus Diperhatikan 2.2.1 Orientasi Rahang

Orientasi rahang ditentukan dari pemeriksaan sendi temporomandibular dan pemeriksaan relasi rahang (ridge) dalam artikulator.

2.2.1.1. Pemeriksaan Sendi Temporomandibular

Temporomandibular joint (TMJ) adalah persendiaan dari kondilus mandibula dengan fossa gleinodalis dari tulang temporal. Sendi temporomandibula merupakan sendi yang

(7)

bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka-menutup rahang, mengunyah, dan berbicara yang letaknya dibawah depan telinga.7

Pemeriksaan sendi temporomandibular ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap rentang pergerakan, bunyi sendi, rasa nyeri, dan pemeriksaan intra-oral.

A. Rentang Pergerakan

Pasien diminta untuk mebuka mulut dengan lebar dan kemudian operator mengukur jarak antara bidang insisal dari gigi insisivus rahang atas dengan insisal dari insisivus rahang bawah dengan bantuan sepasang kaliper atau jangka. Nevakari (1960) melaporkan bahwa jarak rata–rata pada pria sebesar 57,5 mm sementara pada wanita sebesar 54 mm. Agerberg (1974) juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu jarak rata–rata pada pria 58,6 mm dan pada wanita 53,3 mm.8

B. Bunyi Sendi B.1. Clicking

Gejala ini paling sering menandakan adanya gangguan pada sendi temporomandibular yaitu dislokasi diskus artikularis. Bunyi clicking muncul saat membuka dan menutup rahang.

Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada beberapa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat didengar oleh orang lain. Bunyi tersebut dideskripsikan penderita sebagai suara yang berbunyi 'click'.8

Diskus artikularis terdapat antara fossa dan kondil dan berfungsi sebagai penyerap tekanan dan mencegah tulang saling bergesekan ketika rahang bergerak. Dislokasi diskus dapat disebabkan oleh trauma, kontak oklusi gigi posterior yang tidak baik atau tidak ada, dan bisa saja karena gangguan tumbuh kembang rahang dan tulang fasial.8

Setiap kali terdapat kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan berlebihan pada sendi dan berlangsung terus menerus, maka hal ini dapat menyebabkan diskus (meniskus) robek dan mengalami dislokasi di depan kondil. Dalam keadaan seperti ini, gerakan membuka mulut menyebabkan kondil bergerak ke depan dan mendesak diskus di depannya.

Jika hal ini dibiarkan, kondil akhirnya dapat melompati diskus dan benturan dengan tulang sehingga menyebabkan bunyi berupa clicking. Seringkali, bunyi ini tidak disertai nyeri sehingga pasien tidak menyadari bahwa bunyi tersebut merupakan gejala suatu kelainan sendi temporomandibular.8

(8)

B.2. Krepitus

Krepitus sangat berbeda dari clicking. Krepitus merupakan bunyi mengerat atau menggesek yang terjadi selama pergerakan mandibula, terutama pergerakan dari sisi yang satu dengan sisi yang lain. Bunyi sering kali dapat lebih terdeteksi dengan perabaan dibandingkan dengan pendengaran.8

2.2.1.2. Rasa Nyeri

Usaha dari pasien atau dokter gigi untuk membuka rahang yang terkunci dapat menimbulkan rasa sakit yang juga terasa pada sendi dan otot yang berhubungan dengan sendi temporomandibular.8

Sendi dan otot diperiksa untuk mengetahui daerah–daerah yang terasa nyeri. Setiap sendi dipalpasi perlahan–lahan ketika mulut digerakkan, dari depan tragus dan pada eksternal auditory meatus. Otot yang deperiksa adalah otot masseter, otot temporalis, serta otot pengungahan superfisial dengan cara palpasi melalui kulit dan juga pemeriksaan pada otot petrigoid yang dipalpasi secara intraoral.8

2.2.1.3. Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan intra-oral dilakukan secara menyeluruh mengenai keadaan patologi yang mungkin merupakan penyebab dari gejala, baik sifat maupun pengaruhnya pada fungsi mandibula. Contoh yang sering ditemukan adalah peradangan gusi (gingivitis).8

2.2.2. Pemeriksaan Relasi Rahang (ridge) dalam Artikulator

Dalam tahapan penetapan gigit hal yang harus diperhatikan adalah relasi vertikal maksilomandibular. Relasi vertikal antara maksila dan mandibula dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Dimensi vertikalistirahat (rest vertical dimension)

Dimensi vertikal istirahat merupakan jarak antara dua titik yang terdapat pada tengah hidung dan dagu yang diukur pada saat posisi istirahat fisiologis dimana otot pembuka dan penutup mulut dalam keadaan tonus seimbang pada waktu penderita dalam keadaan posisi tegak dan condylus pada posisi sentral dan relax di dalam glenoid fossa.

2. Dimensi vertikal oklusi (Occlusal Vertical Dimension)

Dimensi vertikal oklusi merupakan jarak vertical antara rahang atas dan rahang bawah dimana gigi-gigi posterior rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan kontak maksimal pada relasi yang benar (oklusi sentris).

(9)

Perbedaan antara dimensi vertikal istirahat dan dimensi vertikal oklusi disebut Free Way Space (Interoclusal rest space). Perbedaan tersebut idealnya berada pada rentang jarak 2-4 mm dilihat dari regio premolar.

Ada berbagai metode untuk melakukan pengukuran dimensi vertikal mandibula terhadap maksila. Semua pengukuran dimensi vertical mandibula terhadap maksila adalah benar, tetapi sebaiknya dalam pelaksanaannya menggunakan minimal 2 metode untuk mendapatkan dimensi vertikal yang lebihtepat. Adapun metode-metode tersebut sebagai berikut :

1. Metode mekanis a. Relasi alveolar

Didefenisikan sebagai hubungan posisional antara ridge mandibula terhadap ridge maksila

• Jarak insisiva papila ke insisivus rahang bawah

Jarak antara papila dari incisal edge insisivus rahang bawah memiliki rata- rata kurang lebih 4 mm. Sedangkan jarak incisal edge insisivus rahang atas dibawah papilla memiliki rata-rata kurang lebih 6mm. Berdasarkan nilai tersebut kita dapat menghitung dimensi vertikal oklusi. Namun metode ini tidak relevan kepada pasien yang mengalami resopsi parah.

• Kesejajaran alveolar

Sears mengatakan bahwa dimensi vertikal yang benar adalah ketika rahang sejajar dan terbuka 5º pada regio posterior. Namun metode ini tidak relevan jika terdapat resopsi.

b. Pengukuran pada complete denture lama

Pengukuran batas dilakukan dengan menggunakan Boyle Gauge dan dikorelasikan dengan mengobservasi wajah pasien.

c. Catatan pra pencabutan

Data catatan pra pencabutan didapatkan melalui :

• Radiografi profil

Pengukuran ini dilakukan untuk mendapatkan dimensi vertikal oklusi dengan cara membandingkan radiografi lateral tengkorak sebelum dan sesudah pencabutan. Namun pengukuran ini memiliki resiko paparan radiasi sehingga tidak disarankan untuk penggunaan klinis rutin. Dan juga memerlukan waktu yang banyak.

• Potograf profil

Pengukuran ini dilakukan dengan keadaan gigi oklusi maksimal.

Pengukuran ini memperbesar ukuran asli. Pengukuran ini akan membandingkan ukuran anatomical landmark dari potograf dengan anatomical landmark di wajah.

• Model gigi dalam oklusi

Pengukuran ini merupakan metode praktis. Dilakukan dengan mengukur jarak antara insisiv papilla dengan puncak ridge rahang bawah.

• Pengukuran wajah

Pengukuran wajah dapat dilakukan dengan berbagai metode yakni :

(10)

▪ Pengukuran wajah dilakukan dengan mengukur jarak antara hidung dengan dagu mengunakan kaliver atau devider sebelum dilakukan pencabutan.

▪ Pengukuran wajah dilakukan dengan merekam hubungan antara kepala dengan insisivus sentral menggunakan face bow.

▪ Wills Gauge

Berpendapat bahwa jarak vertikal dasar hidung dengan dagu sama dengan jarak vertikal antara sudut mulut dengan pupil mata. Alat pengukurannya disebut Wills Bite Gauge.

▪ Konsep sepertiga

Konsep dimana wajah dibagi menjadi tiga bagian sama besar yaitu dahi, hidung serta bibir dan dagu.

2. Metode fisiologis

a. Posisi istirahat fisiologis

Diindikasikan untuk mengukur vertikal dimensi istirahat. Pengukuran dilakukan dengan cara pasien duduk dengan posisi badan tegak lalu occlusion rim diinseri ke mulut pasien kemudian pasien diminta untuk menelan dan rahang rileks nanti bibir akan menunjukan adanya jarak antara oclusal rim. Jarak interoclusal harus 2- 4 mm dilihat dari regio pemolar.

b. Fonetik

Mendengar suara yang diproduksi dan mengamati hubungan antara gigi saat berbicara.

• CH, J dan S

Biarkan gigi bersentuhan secara bersamaan. Insisivus bawah harus maju ke depan dengan posisi tepat hampir dibawah insisivus atas. Jika gigi anterior saling bersentuhan dan menutup secara bersamaan saat suara dikeluarkan maka dimensi vertikal itu benar.

• “Emma” or “Om”

Minta pasien untuk mengulang mengucapkan kata emma atau om sampai pasien sadar mengontakkan bibir saat suku kata “m” diucapkan. Minta pasien untuk berhenti saat bibir berkontak lalu disinilah waktu yang tepat untuk mengukur 2 titik reference.

• Close speaking space oleh Silverman

Berpendapat bahwa vertikal dimensi oklusi yang benar adalah ketika pasien mengucapkan “S” yang berdekatan misalnya “MISISIPI” terdapat jarak interoclusal sebesar 2-4 mm.

c. Estetik

Permukaan labial dari oclusal rim harus dikontur untuk menggantikan jaringan pendukung sebelumnya.

d. Perabaan pada pasien dan persepsi kenyamanan pasien

Perabaan pada pasien digunakan untuk penentuan dimensi vertikal yang benar.

Instruksikan pasien untuk berdiri tegak dan membuka mulut dengan lebar sampai terasa bahwa otot menegang.

(11)

e. Power point oleh Boos Bimetris

Berpendapat bahwa pada dimensi vertikal oklusi yang benar terdapat kekuatan gigit yang maksimal. Alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan gigitan adalah Bimetric Boos.

f. Ekspresi wajah

Pada relasi rahang yang normal, bibir berada pada posisi anterosuperior dan sedikit kontak. Kulit disekitar dagu dan mata akan rileks.

2.2.3. Relasi Horizontal Maksilomandibular

Relasi horizontal maksilomandibular behubungan dengan letak gigit. Relasi horizontal maksilomandibular bekaitan langsung dengan oklusi sentris dan relasi sentris. Oklusi sentrik adalah oklusi yang terjadi ketika mandibula dalam keadaan relasi sentris. Relasi sentris adalah hubungan antara rahang atas dan rahang bawah pada saat kondilus dalam posisi anterosuperior. Posisi ini independen dari kontak gigit dan secara secara klinis dapat dilihat saat mandibula diarahkan secara anterior dan superior. Gerakan hanya tebatas pada asix transversal. 9 Oklusi yang ideal terjadi pada saat relasi sentris sama dengan relasi sentris.10

Cara menentukan relasi sentris dibagi dalam beberapa metode yang dapat dilakukan dengan metode statis, metode fungsional ataupun dengan kombinasi antara metode statis dan fungsional tersebut.11

Metode statis adalah metode dimana operator yang aktif dalam menentukan relasi sentris.

Metode statis terdiri dari metode gysi, metode rhem, dan metode gravitasi. Metode gysi berpedoman pada ventral otot masseter. Ibu jari dan telunjuk operator akan diletakan dibagian ventral otot masseter. Pasien dalam keadaan relaks, kemudian operator mendorong mandibula ke posterior dan pasien disuruh mengigit. Metode Rhem dilakukan dengan ibu jari dan telunjuk diletakkan didaerah vestibulum menekan bite rim, jari tengah dibengkokan menekan dagu. Metode gravitasi dilakukan dengan cara pasien duduk di kursi sedemikian rupa sehingga kepala menengadah keatas dengan gaya gravitasi mandibula akan terdorong kebelakang dan pasien disuruh mengigit.11

Metode Fungsional adalah metode dimana pasien yang aktif menentukan relasi sentrik dengan cara nucleus walkhoff. Metode fungsional dilakukan dengan memakai wax bulat kecil yang ditempelkan ditengah-tengah posterior bite rim RA. Kemudian pasien melakukan

(12)

gerakan buka tutup mulut berulang dalam keadaan relax dan pasien disuruh melakukan gerakan menelan sambil lidah menyentuh walkhoff.11

Metode kombinasi merupakan gabungan dari metode statis yaitu metode gravitasi dengan metode fungsional nucleus walkhoff. 11

2.3 Alat, Bahan dan Tahapan Penetapan Gigit 2.3.1 Alat dan Bahan

1. 1 Electrically heated record rim trimmer

2. Mould dan Shade guides untuk anasir gigi tiruan 3. Alcohol torch

4. Proprietary paste remover 5. Bunsen burner dan korek api

6. Denture bowl, mouthwash, bib dan chain 7. Paint scraper

8. Laboratory prescription card dan plastic denture bag 9. Record rim on acrylic bases

10. Master casts

11. Straight handpiece dan burs 12. Face bow

13. Penggaris flexible dalam mm dan pensil tinta 14. Staples dan Adams pattern pliers

15. Jangka

16. Pisau model dan pisau malam 17. Willis gauge

18. Occlusion registration paste 19. Mixing pad dan spatula 20. Occlusal plane guide 2.3.2 Prosedur

(13)

1. Galangan gigit yang terbuat dari malam diletakkan diatas temporary acrylic basis digunakan untuk pencatatan relasi rahang. Tahap ini dilakukan didalam rongga mulut pasien, setiap ada perbedaan lakukan identifikasi dan perbaikan.

2. Bagian permukaan oklusal, bukal, dan labial dari galangan gigit dapat dengan mudah disesuaikan dengan electrically heated trimmer atau kapi yang dipanaskan.

3. Galangan gigit rahang atas diletakkan dalam rongga mulut pasien, dan dilakukan trimming sehingga dapat mendukung support bibir. Jika terdapat ketidaksesuaian,

(14)

maka wajah pasien dan nasolabial angle akan terlihat datar. Jika sudut bagian labial sudah adekuat, maka hasilnya bentuk wajah tidak datar.

4. Papila insisif terletak diatas foramen insisif, yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk meletakkan anasir gigi anterior rahang atas bagian labial, yang diletakkan 10 mm di depan papilla insisif bagian tengah.

(15)

5. Perhatikan resorpsi alveolar, foramen insisif terletak diatas ridge crest seperti halnya pada palatal gingival margin. Anasir gigi diletakkan pada bukal dan labial ke residual alveolar ridge. Galangan gigit harus dilakukan trimming untuk menunjukkan posisi antara anasir gigi bagian anterior dan posterior.

6. Sepasang eight calipers memberikan metode yang sangat berfungsi untuk membandingkan bagian dari occlusal plane di galangan gigit pada gigi tiruan pasien yang ada.

(16)

7. Bagian atas dari occlusal plane biasanya harus 1-2 mm dibawah lower margin dari bibir bagian atas ketika pasien dalam posisi istirahat. Pada pasien yang memiliki bibir yang pendek, posisi occlusal plane bagian atas sedikit lebih bawah, sedangkan apabila

(17)

pasien memiliki bibir yang panjang, maka posisi occlusal plane bagian atas sedikit lebih atas.

8. Setelah memutuskan ketinggian dari anasir gigi anterior bagian atas, galangan gigit harus diperbaiki agar occlusal plane parallel dengan ala-tragal line, dan dengan tingkat gigi yang terlihat dari samping. Biasanya ini berarti meletakkan galangan gigit sejajar dengan inter-pupillary line.

9. Occlusal plane memberikan petunjuk untuk memberikan penilaian dalam posisi occlusal plane dalam kaitannya dengan wajah.

(18)

10. Setelah melakukan trimming pada galangan gigit rahang atas, lakukan trimming pada galangan gigit rahang bawah sehingga akan bertemu pada galangan gigi rahang atas secara merata pada OVD ( Occlusal Vertical Dimension ) yang diinginkan. Willis gauge membantu sebagai petunjuk pengukuran relasi dimensi vertikal maksilomandibular. Ini digunakan pada pasien dengan pasien dalam posisi tegak dan dengan kepala sejajar dengan tenggorokan. Jika kepala pasien direbahkan dalam maka pembacaan yang salah akan diperoleh. Kesalahan juga akan terjadi jika kepala dimiringkan ke depan secara berlebihan.

(19)

11. Metode alternatif untuk menentukan hubungan relasi dimensi vertikal maksilomandibular. adalah menggunakan sepasang pembagi untuk mengukur jarak antara titik yang ditandai pada hidung dan dagu.

(20)

12. Galangan gigit rahang bawah yang lebih rendah kemudian dipotong untuk memastikan bahwa galangan gigit tersebut menyentuh bagian atas secara merata, pada OVD yang diinginkan. Ketika melakukan pengecekan ini, ibu jari kanan operator digunakan untuk meretraksi bibir bawah.

13. Ibu jari dan jai lainnya pada tangan kiri operator digunakan untuk menstabilkan galangan gigit rahang bawah. Pada saat yang sama, operator menginstruksikan pasiennya untuk meletakkan lidahnya ke belakang sehingga membantu mandibular dan maksila dalam posisi retrusi.

(21)

14. Pusat garis dari busur atas, ditandai pada aspek labial dari galangan gigit rahang atas sampai pada rahang bawah. Tandai juga pada persimpangan di sisi lain galangan gigit saat berkontak dan saat mandibular pada posisi retrusi maksimal. Pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan galangan gigit secara bersamaan beberapa kali untuk memeriksa posisi retrusi yang dilakukan.

15. Galangan gigit difiksasi menggunakan enam staples, yang harus dihitung jumlah staplesnya agar terhindar dari tertelannya staples pada pasien. Celah vertikal dipotong

(22)

pada permukaan oklusal di galangan gigit rahang bawah bagian molar menggunakan pisau malam yang telah dipanaskan.

16. Staples diletakkan secara vertical pada tiap slot, dan wax harus benar benar dingin untuk menghindari perpindahan staples. Kedua galangan gigit diletakkan dalam mulut pasien dan disatukan dengan posisi maksila dan mandibular retrusi.

17. Melakukan pengukuran dengan face-bow untuk mengukur hubungan antara maksila dengan Frankfort plane dan Retruded Condylar Axis (RCA). ‘Bite’ fork diletakkan

(23)

pada galangan gigit rahang atas dan orbital pointer diletakkan pada border bagian bawah dari orbit ulang.

18. Jika fork sudah digunakan untuk trial, maka dilanjutkan dengan pemberian softened compound dan di press pada gigi. Tandai titik 12 mm di depan bagian paling posterior tragus pada garis dari tragus ke bagian luar mata dengan pensil tinta.

19. Condylar pointers kemudian ditempatkan pada tanda dan face-bow disesuaikan sampai simetris di kepala, seperti yang ditunjukkan oleh scala pada pointer.

(24)

20. Sementara asisten memegang condylar pointers pada RCA, face-bow difiksasi pada bite fork.

21. Tentukan bentuk, ukuran, dan warna dari anasir gigi.

(25)
(26)

BAB III

Kesimpulan dan Saran 3.1 Kesimpulan

Masalah kehilangan gigi adalah hal yang serius karena dapat mengganggu fungsi mastikasi, fonetik, dan estetik dari si penderita. Salah satu cara penanggulangan kehilangan seluruh gigi pada kedua rahang adalah dengan membuat gigi tiruan penuh lepasan. Pembuatan gigi tiruan penuh lepasan membutuhkan proses yang panjang. Salah satu proses terpenting adalah penetapan gigit (relasi maksilomandibular). Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pembuatan penetapan gigit meliputi orientasi rahang (mencakup pemeriksaan sendi temporomandibula, ada tidaknya bunyi &/ rasa nyeri saat membuka-menutup rahang, serta pemeriksaan intraoral), pencocokan model kerja pada articulator (dilihat dari arah sagittal dan transversal), relasi vertikal kedua rahang (dipengaruhi oleh otot-otot mastikasi dan faktor oklusi maksimal dari geligi) serta relasi horizontal rahang (berhubungan dengan relasi sentris). Ada berbagai metode untuk menentukan relasi vertikal rahang, antara lain metode Nieswonger, Willis, Boos, dst. Semua metode tersebut benar, namun agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal maka operator dianjurkan untuk mengombinasi beberapa metode.

3.2 Saran

Kurangnya literatur terkait topik ini sungguh menyulitkan penulis. Hal ini dapat disebabkan karena penetapan gigit hanyalah salah satu bagian dari proses pembuatan gigi tiruang lengkap sehingga tidak dibahas secara terlalu mendalam. Penulis sungguh mengharapkan agar lebih banyak penelitian terkait topik ini dapat segera dilakukan sehingga memperkaya pengetahuan dan referansi terkait aspek penetapan gigit.

(27)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Prosthodontics. 2014. Facts and Figures. Available online at:

http://www.gotoapro.org/news/facts--figures/(diakses 24 September 2014).

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar: Kementrian Kesehatan RI. Available onlineat: www.litbang.depkes.go.id (diakses 20September 2014).

3. Emini. Gigi tiruan dan perilaku ibadah, jurnal health quality. 2013:4(1):28-31.

4. Knezovic-Zlataric, Dubravka, 2001, The Influence of Kennedy’s Classification, Partial Denture Material and Construction on Patients’ Satisfaction. ActaStomatol Croat; 35: 77- 81

5. Hayu, Aditya. 2011. Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap. Surabaya :Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga. Diakses pada

https://justanothersupergirl.files.wordpress.com/2011/01/penetapan-gigit-gtl1.pdf 6. Cahyono Yudianto 2015. Penetapan Gigit. Universitas Jember. April 2015.

7. Conti, ACFC, Oltramari, PVP., Navarro, RL., Almeida, MR. Examination of Temporomandibular Disorders in The Orthodontics Patient: A Clinical Guide. J Appl Oral Sci. 2007; 15(1): 77-82.

8. Ogus, H.D dan P.A. Toller. Gangguan Sendi Temporomandibula. Hipokrates. 1990.

Jakarta.

9. Bhalajhi SI. Orthodontics The Art and Science, 6th Ed., New Delhi: Arya Publushing House; 2015.

10.Soeprapto A. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi, Yogayakarta: Jembatan Merah; 2017.

11.Rahman F. Gigi Tiruan Lengkap. Padang: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturahman; 2016.

12.W.H. Itjiningsih. 1993. Geligi Tiruan Lengkap Lepas. Jakarta: EGC. Pp : 62-73

13.Zarb, George A. 2002. Buku Ajar Prostodonti untuk Pasien Tak Bergigi Menurut Boucher. Jakarta: EGC. Pp : 261-263

14.Watt, David M dan MacGregor, A. Roy. 1992. Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap.

Jakarta: Hipokrates. Pp : 187-197

(28)

Referensi

Dokumen terkait

a) Dihitung rerata dan standard deviasi sudut MP-SN dan tinggi dentoalveolar regio molar. b) Dihitung rerata dan standard deviasi lebar lengkung gigi rahang atas dan rahang

Hubungan Antara Lebar Intermolar dan Panjang Lengkung Gigi Rahang Atas pada Pasien Usia 8 sampai Dengan 10 tahun di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan

Abstrak. Seringkali pasien menginginkan benruk dan ukuan sigi depan yang sama sepeni gigi aslinya pada pembuaran suatu gigi tiruan. baik gigi tiruan yang dilakukan dengan

kesehatan dan kebersihan gigi mulut, pasta gigi ditambahkan bahan yang bersifat.. antiseptik, agar daya bersih dari pasta gigi ini terhadap kuman pada

Gigi dengan rasio mahkota akar lebih besar dari 1:1 tidak adekuat jika dijadikan sebagai gigi abutment pada GTSL dalam kasus tersebut gigi yang berdekatan harus dievaluasi.. Jika

Hasil penelitian tentang pengaruh status kebersihan gigi dan mulut (OHI) pada pasien pra-pengguna gigi tiruan cekat berdasarkan jenis kelamin dilakukan dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menge- tahui gambaran kemampuan mastikasi pasien pengguna gigi tiruan penuh di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi..

Terjadinya resesi gingiva yang lebih sedikit pada bagian rahang atas terkait dengan karakteristik mukosa keratin yang lebih luas dan tebal pada rahang atas daripada rahang bawah yang