• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELANGGARAN HAM DI PAPUA

Saifullah

Academic year: 2024

Membagikan "PELANGGARAN HAM DI PAPUA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HAK ASASI MANUSIA DI PAPUA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Disusun oleh:

Nama : Kelas :

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, yang telah memberikan kemurahan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai harapan.

Didalam makalah ini penulis mengulas “Hak Asasi Manusia di Papua”. Tulisan dalam Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mendalami lebih jauh mengenai Hak Asasi Manusia di Papua itu sendiri utamanya untuk mahasiswa/mahasiswi dan sekaligus melaksanakan hal yang menjadi tugas dan kewajiban mahasiswa.

Meskipun menyadari kekurangan dalam penyusunan bahasa maupun aspek lainnya, penulis dengan tulus menerima saran dan kritik dari para pembaca untuk meningkatkan kualitas tulisan di masa depan. Semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat serta meningkatkan wawasan dan pengetahuan kita semua.

, 2024 Penyusun,

penulis

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...1

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB I...4

PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penulisan...5

BAB II...6

PEMBAHASAN...6

2.1 Pengertian Budaya dan politik Lokal...6

1.1 Budaya...6

1.2 Politik Lokal...7

2.2 Jenis-jenis budaya politik di Indonesia...8

2.21 Budaya Politik Parokial...8

2.22 Budaya Politik Kaula/Subjek...8

2.23 Budaya Politik Partisipan...9

2.3 Pengambilan keputusan politik lokal...9

BAB III...11

PENUTUP...11

3.1 Kesimpulan...11

3.2 Saran...11

DAFTAR PUSTAKA...12

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah meratifikasi delapan instrumen tentang HAM di PBB dan atas hal ini mempunyai tugas dan wewenang untuk bertanggung jawab dalam menghargai (to respect), memenuhi (to fulfill) dan melindungi (to protect) bagi warga negara Indonesia . Sepatutnya Pemerintah memperhatikan dan memenuhi hak dimiliki oleh seluruh waga negara Indonesia khususnya daerah Papua yang masih sering terjadi pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM masih saja menjadi hal yang paling sulit untuk terselesaikan di negara Indonesia. Masa Kepemimpinan Presiden Jokowi dan wakilnya Jusuf Kalla masih belum terlihat adanya peningkatan dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu baik dengan proses pengadilan maupun rekonsiliasi nasional . Sampai saat ini kasus pelanggaran HAM masih saja terjadi di berbagai daerah dan tidak dapat diselesaikan serta masih saja selalu diabaikan oleh pemerintah. Padahal jika diperhatikan telah ada aturan yang mengatur tentang pelanggaran HAM yang ada di Indonesia (Ridwan, 2016).

Pelanggaran HAM telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (UU No. 39 Tahun 1999) tentang HAM. Pelanggaran HAM berat telah diatur proses penyelesaiannya di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 (UU No.26 Tahun 2000) tentang Pengadilan HAM. Tuntutan dari berbagai elemen

4

(5)

masyarakat dalam menyelesaikan pelanggaran HAM datang silih berganti. Tetapi sikap yang diberikan pemerintah masih dianggap kurang tanggap dalam melihat berbagai kasus HAM yang masih terjadi di berbagai daerah. Janji yang telah diberikan oleh Presiden Jokowi dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia sampai sekarang masih belum ada bukti nyata terlihat dengan sulitnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di dalam Kejaksaan Agung (Kejagung).

Penanganan permasalahan HAM di Papua mengalami dinamika yang beragam mulai dari pelaksanaan sidang pelanggaran HAM berat kasus Paniai 2014 di PN Makasar, lahirnya Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 17/2022 tentang penyelesaian pelanggaran HAM Berat Non Yudisial, pembatasan kebebasan berekspresi hingga penetapan tersangka dugaan korupsi terhadap pimpinan daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juga kebijakan pemekaran provinsi/Daerah Otonomi Baru (DOB) di tanah Papua dan manajemen pemerintahan yang sangat sentralistis. Sejalan dengan itu, aksi kekerasan dan konflik bersenjata terus mengorbankan masyarakat sipil dari berbagai profesi, etnis dan usia bahkan telah melumpuhkan pelayanan publik serta aktifitas sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan tersebut maka dapat dikemukakan pada latar belakang makalah ini dapat diformulasikan permasalahan yaitu:

1.2.1 Apa Pengertian Budaya dan politik Lokal ? 1.2.2 Apa Jenis-jenis budaya politik di Indonesia ?

1.2.3 Bagaimana pentingnya Pengambilan keputusan politik lokal ? 1.3 Tujuan Penulisan

(6)

berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1.3.1 Untuk mengetahui Pengertian Budaya dan politik Lokal.

1.3.2 Untuk mengetahui Jenis-jenis budaya politik di Indonesia.

1.3.3 Untuk mengetahui Pentingnya Pengambilan keputusan politik lokal.

BAB II PEMBAHASAN

2.1Pengertian Hak Asasi Manusia

Manusia dan HAM adalah dua kata yang sulit untuk dipisahkan. Sejak kelahirannya di bumii manusia lahir dengan membawa hak-hak kodrat yang melekat integral dalam hidupnya. Pada dasarnya manusia adalah makhluk bebas.

Sebagaimana pendapat Jean Jaquas Rousseau bahwa manusia akan semakin berkembang potensinya dan merasakan nilainilai kemanusiaan dalam suasana kebebasan alamiah (Wilujeng, 2013).

Hak Asasi Manusia (HAM) hakikatnya adalah hak kodrati yang secara dasar sudah ada dan melekat pada setiap manusia sejak lahir. HAM memiliki kandungan

6

(7)

yang telah diberikan dan dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap hambanya . Maka dari itu tidak diperkenankan kepada manusia lain untuk mengganggu dan mengambil hak yang sudah dimiliki oleh seseorang. Namun, dalam pengaplikasiannya masih banyak terdapat kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak terselesaikan baik kasus yang telah lampau maupun yang baru terjadi akhir-akhir ini.

1. Mariam Budiardjo

HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam hidup masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan bangsa, ras, agama, golongan, jenis kelamin, karena itu bersifat asasi dan universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus memperoleh kesempatan berkembang sesuai dengan bakat dan citacitanya. (Mariam Budiardjo, 1982, 120)

2. Thomas Jefferson

HAM pada dasarnya adalah kebebasan manusia yang tidak diberikan oleh Negara. Kebebasan ini berasal dari Tuhan yang melekat pada eksistensi manusia individu. Pemerintah diciptakan untuk melindungi pelaksanaaan hak asasi manusia. (Majalah What is Democracy, 8)

3. Universal Declaration of Human Right Dalam pembukuan dari deklarasi ini dinyatakan bahwa HAM adalah hak kodrati yang diperoleh oleh setiap manusia berkat pemberian Tuhan Seru Sekalian Alam, sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari hakekat manusia. Oleh karena itu setiap manusia berhak

(8)

memperoleh kehidupan yang layak, kebebasan, keselamatan dan kebahagiaan pribadi. (Majalah What is Democracy, 20)

4. Filsuf-filsuf jaman Auflarung abad 17 – 18

HAM adalah hak-hak alamiah karunia Tuhan yang dimiliki oleh semua manusia dan tidak dapat dicabut baik oleh masyarakat maupun oleh pemerintah.

5. Ketetapan MPR-RI Nomor XVII/MPR/1998 Hak asasi adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati, universal dan abadi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat yang tidak boleh diganggu gugat dan diabaikan oleh siapapun.

2.2Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Mewujudkan keadilan Di Papua

Indonesia adalah negara hukum yang pada dasarnya mencerminkan cita-cita luhur. Namun, berbagai kebijakan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik masih belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menunjukkan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), terutama di Provinsi Papua dan bagi masyarakat Papua.

Ada banyak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warga sipil di Papua, baik secara diam-diam maupun terang-terangan.

Banyak juga pelanggaran HAM yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh pemerintah dan belum terungkap hingga sekarang. Semua pelanggaran HAM yang

8

(9)

dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya tersebut belum pernah diselesaikan satu pun hingga saat ini. Hingga kini, kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua belum diselesaikan secara optimal, dan hal ini menjadi akar konflik antara masyarakat pribumi dengan pemerintah Indonesia (Widyantara, 2022).

Kasus pelanggaran HAM di Papua lainnya terjadi di Wamena, terkait dengan tanggapan aparat militer atas insiden massa tak dikenal yang membobol gudang senjata markas Kodim 1702/Wamena pada 4 April 2003. Pembobolan ini mengakibatkan dua anggota Kodim tewas dan satu terluka parah. Diduga kelompok penyerang melarikan sejumlah senjata dan amunisi. Pelanggaran HAM di Provinsi Papua sejak tahun 1962 hingga kini mencatat 19 kasus yang direkomendasikan untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah Pusat. Tiga kasus prioritas utama adalah Pelanggaran HAM di Wasior tahun 2001, Pelanggaran HAM di Wamena tahun 2003, dan Penembakan Warga Sipil di Kabupaten Paniai tahun 2014.

Karena berbagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh KKB, Presiden Jokowi memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menangkap serta mengambil tindakan tegas terhadap seluruh anggota KKB. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. UU ini menyatakan bahwa

"terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau

(10)

kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan". Aksi teror yang dilakukan oleh KKB dianggap telah memenuhi unsur- unsur tersebut, yaitu menimbulkan korban jiwa yang meluas, merusak fasilitas publik, dan menyebabkan kecemasan serta mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat di Papua dan Papua Barat.

Pergerakan yang dilakukan oleh KKB dianggap sebagai sebuah aksi pemberontakan terhadap pemerintah yang sah (makar) dengan cara menyebarkan teror. Oleh karena itu, penegakan hukum adalah sah dan dapat segera dilaksanakan.

Tokoh masyarakat Papua yang saat ini menjabat sebagai Kabaintelkam Polri, Komjen Paulus Waterpauw, menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga penegakan hukum dapat diterapkan terhadap anggota KKB di Papua. Hal ini disebabkan oleh tindakan kekerasan yang telah dilakukan kelompok tersebut terhadap masyarakat, serta kepemilikan senjata tajam (Widyantara, 2022).

Di Indonesia, tindakan pemberontakan oleh kelompok separatis dianggap sebagai pelanggaran hukum berat, yaitu makar, dan para pelakunya akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 108 dan 110. Ketiga gerakan separatis tersebut telah menimbulkan berbagai akibat hukum di Indonesia, seperti pemberian otonomi khusus di Papua dan Aceh, yang berakibat pada berkurangnya kedaulatan negara.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia harus mengambil langkah- langkah preventif dan lebih cepat tanggap terhadap pergerakan kelompok separatis

10

(11)

di dunia internasional guna mencari dukungan sehingga pemerintah Indonesia tidak terpojokkan.

2.3Pengambilan keputusan politik lokal

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan

3.2Saran

DAFTAR PUSTAKA

Wilujeng, S. R. (2013). Hak Asasi Manusia: Tinjauan dari aspek historis dan yuridis. Humanika, 18(2).

Ridwan, M. S. F. (2016). Penyelesaian HAM di Paniai Papua, 11(1), 1–23.

Widyantara, I. G. H. (2022). Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dalam Mewujudkan Keadilan Di Papua. Jurnal Ilmu Sosial, 1(7), 585–

600.

Referensi

Dokumen terkait

Kasus pelanggaran HAM pada pembantaian dukun santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 adalah salah satu dari bukti nyata terjadinya pelanggaran berat Hak Asasi

26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang tidak hanya pelanggaran HAM berat saja dapat diadili di pengadilan HAM, akan tetapi perkara-perkara pelanggaran HAM

Tiruan Skandal Pelanggaran HAM dalam Indonesia & Dunia|Pelanggaran HAM (Hak dasar Manusia) pada Indonesia & dunia, contohnya di Indonesia banyak kasus-kasus pelanggaram HAM

Dalam kasus ini terdapat dua pelanggaran Hak asasi manusia, pertama pelanggaran HAM oleh presiden Mesir sendiri yang kedua pelanggaran HAM yang dilakukan rakat mesir karena

"Quo Vadis Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Melalui Jalur Non Yudisial", Jurnal Jurisprudence,

Kondisi HAM Serta Pelanggaran HAM yang Terjadi Di Papua Papua adalah daerah di ujung timur Indonesia yang selama ini masih menjadi perhatian publik nasional dan internasional

26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran HAM yang dapat diadili di Pengadilan HAM adalah pelanggaran HAM berat yaitu kejahatan genosida

Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja