KAJIAN TEORITIS EFEKTIVITAS TERAPI BICARA BERBASIS AL- QUR'AN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA PADA
ANAK DENGAN SPEECH DELAY TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
Nurma Anggraini Mastiti NIM : 18103241026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2023
KAJIAN TEORITIS EFEKTIVITAS TERAPI BICARA BERBASIS AL- QUR'AN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA PADA
ANAK DENGAN SPEECH DELAY Nurma Anggraini Mastiti
NIM : 18103241026 ABSTRAK
Speech delay atau keterlambatan bicara pada anak merupakan gangguan perkembangan yang dapat memengaruhi kemampuan komunikasi dan interaksi sosial. Berbagai metode terapi dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, salah satunya adalah terapi bicara berbasis Al-Qur’an. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas terapi bicara berbasis Al-Qur’an dalam meningkatkan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay melalui pendekatan teoritis.
Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan menganalisis konsep terapi bicara dalam perspektif psikologi, neurolinguistik, dan nilai-nilai Al-Qur’an. Ayat- ayat tertentu, seperti Surah Thaha ayat 25-28, dianalisis sebagai dasar dalam penerapan terapi ini. Hasil kajian menunjukkan bahwa terapi berbasis Al-Qur’an berkontribusi pada stimulasi fonologis dan auditori melalui pengulangan lafaz, serta memberikan ketenangan emosional yang mendukung proses belajar bicara. Selain itu, terapi ini berpotensi meningkatkan fokus dan respons anak terhadap komunikasi verbal. Penggunaan metode ini juga selaras dengan nilai spiritual yang dapat memberikan efek positif terhadap perkembangan anak. Dengan demikian, terapi bicara berbasis Al-Qur’an dapat menjadi salah satu alternatif intervensi yang efektif dalam meningkatkan kemampuan bicara anak dengan speech delay.
Kata Kunci : Terapi Bicara, Al-Qur'an, Speech Delay, Kemampuan Bicara.
THEORETICAL REVIEW OF THE EFFECTIVENESS OF QURAN- BASED SPEECH THERAPY IN ENHANCING SPEAKING ABILITIES
IN CHILDREN WITH SPEECH DELAY Nurma Anggraini Mastiti
NIM : 18103241026 ABSTRACT
Speech delay in children is a developmental disorder that can affect communication skills and social interactions. Various therapeutic methods have been developed to address this issue, one of which is Quran-based speech therapy.
This study examines the effectiveness of Quran-based speech therapy in improving speech abilities in children with speech delay through a theoretical approach. The method employed is a literature review, analyzing the concept of speech therapy from the perspectives of psychology, neurolinguistics, and Quranic values. Specific verses, such as Surah Taha (25–28), are analyzed as the foundation for implementing this therapy. The findings indicate that Quran-based therapy contributes to phonological and auditory stimulation through repetitive recitation and provides emotional tranquility that supports the speech-learning process.
Additionally, this therapy has the potential to enhance children's focus and responsiveness to verbal communication. The implementation of this method aligns with spiritual values, which may have a positive impact on children's development.
Therefore, Quran-based speech therapy can serve as an effective alternative intervention for improving speech abilities in children with speech delay.
Keywerd : Speech Therapy, Quran, Speech Delay, Speaking Abilities
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nurma Anggraini Mastiti NIM : 18103241026
Program Studi : Pendidikan Luar Biasa
Judul Skripsi : Kajian Teoritis Efektivitas Terapi Bicara Berbasis Al-Qur'an Dalam Meningkatkan Kemampuan Bicara Pada Anak Dengan Speech Delay
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan ilmiah yang telah lazim.
Surakarta, Maret 2024 Yang menyatakan,
Nurma Anggraini Mastiti NIM: 18103241026
LEMBAR PERSETUJUAN
KAJIAN TEORITIS EFEKTIVITAS TERAPI BICARA BERBASIS AL- QUR'AN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA PADA
ANAK DENGAN SPEECH DELAY TUGAS AKHIR SKRIPSI
Nurma Anggraini Mastiti NIM: 18103241026
Telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Skripsi bagi yang bersangkutan.
Ketua Program Studi
Dr. Sukinah, S.Pd., M.Pd.
NIP.197102052005012001
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Hermanto, S.Pd. M.Pd.
NIP.197011152002121008
HALAMAN PENGESAHAN Tugas Akhir Skripsi
KAJIAN TEORITIS EFEKTIVITAS TERAPI BICARA BERBASIS AL- QUR'AN DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA PADA
ANAK DENGAN SPEECH DELAY Disusu Oleh
Nurma Anggraini Mastiti NIM: 18103241026
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Pendidikan Luar Biasa
Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal……. April 2024
TIM PENGUJI
Nama/Jabatan Tanda Tangan Tanggal
Prof. Dr. Hermanto, S.Pd., M.Pd.
Ketua Penguji ... ...
Sekertaris Penguji ... ...
Penguji Utama ... ...
Yogyakarta,
Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta.
Dekan,
Prof. Dr. Nurtanio Agus Purwanto, M.Pd.
NIP: 197608072001121006
MOTTO
Hidup harus mencara Ridho Illahi, kejarlah akhirat, maka dunia akan mengikutimu.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji dan syukur bagi Allah Yang Maha Esa telah memberikan kelancaran sehingga peneliti mampu menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini. Tugas Akhir Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:
1. Bapak, Ibu dan keluarga tercinta.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Nusa, Bangsa, dan Agama
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Kajian Teoritis Efektivitas Terapi Bicara Berbasis Al-Qur'an Dalam Meningkatkan Kemampuan Bicara Pada Anak Dengan Speech Delay “ dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof Dr Sumaryanto, M.Kes. AIFO selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarata yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Nurtanio Agus Purwanto, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
3. Bapak Prof Dr Hermanto, S.Pd. M.Pd. selaku Pebimbing Skripsi saya, yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
4. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan disini atas bantuan dan perhatianya selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir Skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Tugas Akhir Skripsi ini. Semoga Tugas Akhir ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membuthkannya.
Yogyakarta………April 2024 Penulis,
Nurma Anggraini Mastiti NIM: 18103241026
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...i
ABSTRAK... ii
ABSTRACT...iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...iv
LEMBAR PERSETUJUAN... v
HALAMAN PENGESAHAN...vi
MOTTO... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN...viii
KATA PENGANTAR...ix
DAFTAR ISI...x
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...5
C. Batasan Masalah...6
D. Rumusan Masalah...6
E. Tujuan Penelitian...6
F. Manfaat Penelitian...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA...9
A. Kajian Mengenai Terapi Bicara...9
B. Kajian Mengenai Perkembangan Bicara dan Berbahasa...16
C. Kajian Mengenai Terapi Bicara Berbasis Al-Qur’an...23
D. Kajian Mengenai Speech Delay...27
E. Kajian Penelitian yang Relevan...33
F. Kerangka Berpikir...37
BAB III METODE PENELITIAN...38
A. Jenis Penelitian...38
B. Sumber Data...39
C. Prosedur Penelitian...41
D. Teknik Analisa Data... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...47
A. Analisis Terapi Bicara Berbasis Al-Qur'an...47
B. Pengaruh Spiritualitas dalam Terapi Bicara...51
C. Efektivitas Metode Pengulangan dalam Terapi Bicara...57
D. Perbandingan dengan Terapi Bicara Konvensional...63
E. Keterbatasan dan Tantangan dalam Pelaksanaan Terapi Bicara Berbasis Al-Qur'an...69
BAB V PENUTUP...74
A. Kesimpulan... 74
B. Saran... 75
Daftar Pustaka...77
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Speech delay atau keterlambatan bicara merupakan salah satu gangguan perkembangan yang sering ditemukan pada anak-anak (Prasetya
& Najamuddin, 2021). Gangguan ini ditandai dengan keterlambatan dalam mencapai tonggak perkembangan bicara dan bahasa dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Anak-anak yang mengalami speech delay sering kali menunjukkan kesulitan dalam mengartikulasikan kata, memahami bahasa, serta merespons komunikasi verbal dari orang lain. Kondisi ini dapat menghambat kemampuan anak dalam berkomunikasi secara efektif, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional mereka. Menurut berbagai penelitian, anak dengan speech delay berisiko menghadapi tantangan dalam berinteraksi dengan teman sebaya, kesulitan dalam prestasi akademik, serta potensi gangguan emosional di masa depan jika kondisi ini tidak segera ditangani dengan tepat (Liana R. Santosa, 2023).
Dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi anak-anak dengan speech delay terus meningkat, menimbulkan kekhawatiran di kalangan orang tua dan pendidik (Mulyadi & Purwati, 2023). Dampak jangka panjang dari keterlambatan bicara ini dapat sangat signifikan, mempengaruhi kualitas hidup anak secara keseluruhan. Oleh karena itu, penanganan dini menjadi
sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif dari gangguan ini (Anita Wulandari, 2024).
Terapi bicara konvensional yang berfokus pada teknik fonetik, linguistik, dan stimulasi verbal telah banyak digunakan untuk membantu anak-anak dengan speech delay (Budiarti, & Daisiu, 2023). Meskipun demikian, efektivitas dari pendekatan-pendekatan ini terkadang masih terbatas, terutama bagi anak-anak yang mungkin membutuhkan intervensi yang lebih menyeluruh, yang tidak hanya fokus pada aspek kognitif dan linguistik, tetapi juga menyentuh dimensi spiritual dan emosional mereka.
Dalam konteks penelitian ini, terapi bicara berbasis Al-Qur’an merujuk pada metode stimulasi kemampuan bicara anak dengan speech delay yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai instrumen utama.
Metode ini melibatkan pembacaan, pengulangan, dan pendengaran lafaz Al- Qur’an secara terstruktur untuk merangsang perkembangan fonologis, auditori, dan artikulasi anak.
Masalah utama yang dihadapi dalam penanganan speech delay adalah perlunya pendekatan terapi yang dapat memadukan aspek kognitif, emosional, dan spiritual secara integratif (Chamalah, 2021). Dalam konteks ini, terapi berbasis Al-Qur'an menawarkan potensi yang sangat menarik dan inovatif. Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam tidak hanya berfungsi sebagai pedoman hidup, tetapi juga diakui memiliki manfaat terapeutik yang luas, termasuk dalam aspek kesehatan mental dan fisik (Hadi Prabowo, 2022).
Bacaan ayat-ayat Al-Qur'an, ketika dilantunkan dengan tartil dan penghayatan, diyakini dapat memberikan efek menenangkan, menstimulasi aktivitas otak, dan memberikan ketenangan batin. Penggunaan Al-Qur'an sebagai bagian dari terapi telah dikembangkan dalam berbagai kondisi kesehatan, termasuk untuk menangani anak-anak dengan autisme, gangguan kecemasan, serta gangguan lainnya. Namun, kajian ilmiah yang mendalam mengenai efektivitas terapi berbasis Al-Qur'an dalam konteks penanganan speech delay masih sangat terbatas dan belum banyak dijelajahi dalam literatur (Abdul Kadir, 2023).
Dari sisi neuropsikologi, mendengarkan bacaan Al-Qur'an dapat merangsang pusat-pusat bicara di otak, khususnya area Broca yang terkait dengan produksi bicara serta area Wernicke yang berhubungan dengan pemahaman bahasa. Bacaan Al-Qur'an dengan ritme dan intonasi yang tertentu juga diyakini mampu meningkatkan perhatian dan konsentrasi anak, yang merupakan elemen penting dalam proses pembelajaran bahasa.
Dari sisi psikospiritual, terapi berbasis Al-Qur'an memberikan ketenangan emosional yang sangat diperlukan oleh anak-anak dengan speech delay. Anak-anak ini sering kali mengalami kecemasan atau stres karena kesulitan mereka dalam berkomunikasi, dan ketenangan yang diberikan oleh bacaan Al-Qur'an dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk perkembangan kemampuan bicara mereka (Sri Wahyuni, 2022).
Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada pendekatan konvensional dalam terapi bicara tanpa mempertimbangkan integrasi elemen spiritual yang mungkin memberikan dampak positif baik secara psikologis maupun fisiologis. Penelitian ini menawarkan kebaruan dengan mengintegrasikan pendekatan spiritual berbasis Al-Qur'an ke dalam terapi bicara, yang belum banyak dieksplorasi dalam literatur.
Dengan demikian, ada kebutuhan mendesak untuk mengeksplorasi efektivitas terapi bicara berbasis Al-Qur'an dalam meningkatkan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay. Penelitian ini tidak hanya mengisi kekosongan literatur yang ada tetapi juga membuka peluang baru dalam penanganan speech delay dengan pendekatan yang lebih holistik dan sesuai dengan nilai-nilai spiritual Islam.
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi yang signifikan bagi para terapis, orang tua, dan pendidik dalam merancang intervensi yang lebih efektif dan bermakna bagi anak-anak dengan speech delay. Melalui penelitian ini, penulis tertarik untuk mengungkap potensi besar Al-Qur'an sebagai alat terapi yang tidak hanya membantu anak-anak mengatasi keterlambatan bicara mereka, tetapi juga memperkuat spiritualitas mereka.
Kebaruan dari pendekatan ini memberikan dorongan bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut, guna membuka wawasan baru dalam dunia terapi bicara yang tidak hanya fokus pada aspek teknis tetapi juga mencakup dimensi spiritual yang mendalam.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, berikut adalah identifikasi masalah dalam penelitian ini:
1. Tingginya Prevalensi Speech Delay pada Anak-Anak
Teridentifikasi bahwa speech delay merupakan gangguan perkembangan yang semakin sering ditemukan pada anak-anak, dengan dampak yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi, perkembangan sosial, dan emosional mereka.
2. Keterbatasan Efektivitas Terapi Bicara Konvensional
Pendekatan terapi bicara konvensional, meskipun banyak digunakan, terkadang tidak cukup memadai untuk menangani anak- anak dengan speech delay, terutama mereka yang memerlukan intervensi yang lebih holistik yang juga mencakup dimensi spiritual.
3. Kebutuhan Akan Pendekatan Terapi yang Mengintegrasikan Aspek Kognitif, Emosional, dan Spiritual
Ditemukan bahwa terapi yang hanya fokus pada aspek kognitif dan linguistik tidak cukup komprehensif. Terdapat kebutuhan untuk mengembangkan pendekatan terapi yang mengintegrasikan aspek kognitif, emosional, dan spiritual secara holistik.
4. Potensi Al-Qur'an sebagai Alternatif Terapi yang Belum Diterapkan secara Luas
Al-Qur'an memiliki potensi besar sebagai alat terapi yang dapat meningkatkan kemampuan bicara anak dengan speech delay serta memperkuat spiritualitas mereka, namun penerapannya dalam konteks terapi bicara masih sangat terbatas dan belum banyak dijelajahi.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada kajian teoritis mengenai efektivitas terapi bicara berbasis Al-Qur'an dalam meningkatkan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay. Penelitian ini tidak akan mencakup implementasi praktis atau uji coba langsung terapi pada subjek, melainkan fokus pada analisis literatur yang relevan, konsep-konsep terkait, serta potensi manfaat dari pendekatan ini. Selain itu, penelitian ini hanya akan membahas terapi bicara dalam konteks anak-anak yang mengalami speech delay tanpa mengeksplorasi gangguan perkembangan lain yang mungkin bersamaan.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efektivitas terapi bicara berbasis Al-Qur'an dalam meningkatkan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay dibandingkan dengan terapi bicara konvensional?
2. Apa saja mekanisme neuropsikologis yang berperan dalam proses peningkatan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay melalui terapi berbasis Al-Qur'an?
3. Bagaimana peran aspek spiritual dari terapi berbasis Al-Qur'an dalam mendukung perkembangan emosional dan kognitif anak dengan speech delay?
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efektivitas terapi bicara berbasis Al-Qur'an dalam meningkatkan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay dibandingkan dengan terapi bicara konvensional
2. Untuk mengetahui mekanisme neuropsikologis yang berperan dalam proses peningkatan kemampuan bicara pada anak dengan speech delay melalui terapi berbasis Al-Qur'an
3. Untuk mengetahui peran aspek spiritual dari terapi berbasis Al-Qur'an dalam mendukung perkembangan emosional dan kognitif anak dengan speech delay
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Menambah Khazanah Ilmu: Penelitian ini akan menambah wawasan tentang efektivitas terapi bicara berbasis Al-Qur'an dalam konteks speech delay, serta memberikan kontribusi pada literatur yang ada mengenai integrasi terapi spiritual dalam penanganan gangguan perkembangan anak.
b. Mengembangkan Kerangka Teoritis: Hasil penelitian ini dapat membantu mengembangkan kerangka teoritis mengenai mekanisme neuropsikologis dan spiritual dari terapi berbasis Al- Qur'an, yang dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih lanjut di bidang psikologi pendidikan dan terapi bicara.
c. Mengisi Kekosongan Pengetahuan: Penelitian ini akan mengisi kekosongan pengetahuan mengenai penggunaan Al-Qur'an sebagai alat terapi dalam konteks pengembangan bahasa anak, serta memberikan perspektif baru dalam studi tentang intervensi berbasis spiritual.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Terapis dan Pendidik
Memberikan wawasan baru bagi para terapis dan pendidik tentang cara mengintegrasikan terapi berbasis Al-Qur'an ke dalam program terapi bicara, yang dapat meningkatkan efektivitas intervensi dan mendukung perkembangan anak secara holistik.
b. Bagi Orang Tua
Memberikan informasi dan alternatif terapi yang dapat digunakan oleh orang tua untuk mendukung perkembangan bicara anak mereka, dengan mempertimbangkan aspek spiritual sebagai bagian dari intervensi.
c. Bagi Penulis dan Akademisi
Menyediakan dasar bagi penulis dan akademisi untuk penelitian lebih lanjut dan publikasi di bidang terapi bicara dan psikologi pendidikan, serta membuka peluang untuk eksplorasi lebih dalam mengenai pendekatan terapi berbasis spiritual.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Mengenai Terapi Bicara
Terapi bicara (speech therapy) adalah sebuah intervensi yang dirancang untuk membantu individu, terutama anak-anak, yang mengalami kesulitan dalam komunikasi verbal. Kesulitan ini dapat berupa gangguan artikulasi (kesulitan dalam pengucapan suara atau kata tertentu), gangguan kefasihan (seperti gagap), gangguan resonansi atau suara (masalah dengan pitch, volume, atau kualitas suara), serta kesulitan dalam bahasa reseptif dan ekspresif. Terapi ini melibatkan serangkaian latihan, teknik, dan alat bantu untuk meningkatkan kemampuan individu dalam memahami, mengucapkan, dan menggunakan bahasa secara efektif dalam kehidupan sehari-hari (wens & Metz, 2023).
Terapi bicara memiliki akar yang panjang, dengan perkembangan yang pesat dalam beberapa dekade terakhir seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada awalnya, terapi bicara berkembang dari bidang pendidikan dan kedokteran, di mana para pendidik dan dokter mulai menyadari pentingnya intervensi khusus untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara atau masalah komunikasi lainnya. Seiring waktu, terapi bicara menjadi disiplin ilmu yang terpisah dengan metodologi yang lebih sistematis dan ilmiah, mencakup penilaian, diagnosis, dan intervensi yang didasarkan pada penelitian dan bukti empiris (Paul, & Gosse, 2018).
1. Jenis Gangguan yang Ditangani dalam Terapi Bicara
Terapi bicara dirancang untuk mengatasi berbagai jenis gangguan komunikasi yang dapat mempengaruhi kemampuan individu, terutama anak-anak, dalam berbicara, memahami, dan mengekspresikan bahasa.
Berikut adalah beberapa jenis gangguan yang sering ditangani dalam terapi bicara:
a. Gangguan Artikulasi
Gangguan artikulasi merupakan salah satu jenis gangguan yang paling umum ditemui pada anak-anak. Gangguan ini ditandai dengan kesulitan dalam memproduksi bunyi tertentu secara jelas dan benar. Anak-anak dengan gangguan artikulasi mungkin menggantikan satu bunyi dengan bunyi lain, menghilangkan bunyi tertentu dari kata, atau mengucapkan bunyi yang tidak tepat.
Misalnya, seorang anak mungkin mengatakan "tati" untuk "kaki"
atau "wawa" untuk "rara." Gangguan ini dapat mempengaruhi kemampuan anak untuk berkomunikasi secara efektif dan dapat menimbulkan kesulitan dalam memahami percakapan. Terapi bicara untuk gangguan artikulasi biasanya melibatkan latihan untuk meningkatkan kesadaran fonologis dan kemampuan motorik oral anak, serta memperbaiki cara pengucapan bunyi (Bothe &
Guitar, 2022).
b. Gangguan Kefasihan
Gangguan kefasihan, termasuk gagap, adalah gangguan yang ditandai oleh aliran bicara yang tidak lancar. Anak-anak dengan
gangguan kefasihan mungkin mengalami pengulangan kata atau suku kata, pemanjangan bunyi, jeda yang tidak semestinya, atau bahkan ketidakmampuan untuk memulai sebuah kata atau kalimat.
Gagap, yang merupakan bentuk paling umum dari gangguan kefasihan, sering kali diiringi oleh ketegangan fisik atau gerakan tubuh yang tidak terkendali saat mencoba berbicara. Terapi bicara untuk gangguan kefasihan fokus pada pengembangan teknik bicara yang lebih lancar, seperti pengaturan laju bicara, penggunaan strategi pernapasan, dan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan yang terkait dengan gagap.
c. Gangguan Suara dan Resonansi
Gangguan suara dan resonansi melibatkan masalah dengan pitch (nada), volume, atau kualitas suara yang tidak normal.
Misalnya, anak-anak dengan gangguan ini mungkin memiliki suara yang terlalu serak, sengau, atau terlalu lembut untuk didengar dengan jelas. Masalah ini sering kali disebabkan oleh kelainan pada pita suara, struktur anatomi rongga mulut dan hidung, atau kebiasaan vokal yang buruk. Gangguan resonansi dapat membuat suara terdengar tidak alami, seperti ketika suara anak menjadi terlalu nasal (mengandung suara hidung). Terapi bicara untuk gangguan suara dan resonansi melibatkan latihan pernapasan, teknik vokal, dan kadang-kadang terapi medis untuk memperbaiki kualitas suara dan meningkatkan kemampuan komunikasi anak.
d. Gangguan Bahasa Reseptif
Gangguan bahasa reseptif adalah kesulitan dalam memahami atau memproses informasi yang disampaikan secara verbal. Anak- anak dengan gangguan ini mungkin mengalami kesulitan dalam memahami instruksi sederhana, mengikuti percakapan, atau mengerti makna dari kata atau kalimat tertentu. Mereka mungkin juga kesulitan dalam memproses bahasa yang rumit atau abstrak, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka dalam belajar di sekolah atau berinteraksi dengan teman sebaya. Terapi bicara untuk gangguan bahasa reseptif bertujuan untuk meningkatkan pemahaman bahasa dengan menggunakan berbagai strategi, seperti visual aids, pengulangan, dan pelatihan dalam mengikuti instruksi langkah demi langkah (Hegde, & Maul, 2021).
e. Gangguan Bahasa Ekspresif
Gangguan bahasa ekspresif melibatkan kesulitan dalam mengekspresikan pikiran, ide, atau perasaan dengan menggunakan kata-kata. Anak-anak dengan gangguan ini mungkin memiliki kosakata yang terbatas, kesulitan dalam menyusun kalimat yang benar secara tata bahasa, atau kesulitan dalam menemukan kata- kata yang tepat untuk mengekspresikan diri. Mereka mungkin menggunakan kalimat yang sederhana dan terpotong-potong atau bahkan menghindari berbicara karena merasa frustasi dengan kemampuan mereka untuk berkomunikasi. Terapi bicara untuk
gangguan bahasa ekspresif berfokus pada pengembangan kosakata, penggunaan tata bahasa yang benar, dan peningkatan kemampuan berbicara secara spontan dan percaya diri.
2. Metode dan Teknik dalam Terapi Bicara
Menurut Hegde, & Maul (2021) Terapi bicara mencakup berbagai metode dan teknik yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik individu berdasarkan jenis dan tingkat keparahan gangguan komunikasi yang dialami. Berikut adalah beberapa metode dan teknik utama yang digunakan dalam terapi bicara:
a. Latihan Artikulasi dan Fonologi
Latihan artikulasi adalah metode dasar dalam terapi bicara yang fokus pada memperbaiki pengucapan bunyi-bunyi tertentu yang sulit bagi anak. Terapis bicara bekerja dengan anak untuk meningkatkan keakuratan bunyi dengan mengajarkan posisi lidah, bibir, dan rahang yang benar. Misalnya, jika seorang anak kesulitan mengucapkan bunyi "s," terapis akan mengajarkan bagaimana menempatkan lidah dan meniup udara untuk menghasilkan bunyi tersebut. Latihan fonologi juga penting, terutama untuk anak-anak yang memiliki kesulitan dengan pola suara dalam bahasa mereka, seperti mengucapkan konsonan di akhir kata. Teknik ini melibatkan latihan berulang dan konsisten untuk membentuk kebiasaan bicara yang lebih baik (McLeod & Baker, 2019).
b. Terapi Bahasa Reseptif dan Ekspresif
Terapi bahasa reseptif bertujuan untuk meningkatkan pemahaman anak terhadap bahasa yang mereka dengar. Teknik ini mungkin melibatkan penggunaan gambar, cerita, atau permainan untuk membantu anak memahami konsep-konsep bahasa dasar.
Terapis juga dapat menggunakan strategi pengajaran langkah demi langkah untuk membantu anak mengikuti instruksi yang lebih kompleks. Terapi bahasa ekspresif, di sisi lain, fokus pada membantu anak mengekspresikan diri mereka dengan lebih efektif.
Ini mungkin termasuk latihan membangun kosakata, memperbaiki tata bahasa, dan menggunakan struktur kalimat yang lebih kompleks. Anak juga didorong untuk berbicara secara spontan dalam berbagai konteks untuk meningkatkan keterampilan bicara mereka (Lof, G. L, 2020).
c. Terapi Kefasihan
Terapi kefasihan terutama digunakan untuk anak-anak yang mengalami gagap atau gangguan kefasihan lainnya. Teknik ini mencakup latihan untuk mengendalikan laju bicara, seperti melatih anak untuk berbicara lebih lambat dan lebih ritmis. Terapis juga mengajarkan teknik pernapasan yang tepat, di mana anak diajarkan untuk bernapas dalam-dalam dan berbicara pada saat yang tepat selama siklus pernapasan. Teknik lain melibatkan pengelolaan kecemasan, karena gagap sering kali diperburuk oleh kecemasan atau stres. Anak diajarkan strategi relaksasi dan diberikan
dukungan emosional untuk membantu mereka merasa lebih percaya diri saat berbicara.
d. Terapi Suara dan Resonansi
Untuk anak-anak dengan gangguan suara atau resonansi, terapi bicara melibatkan latihan yang dirancang untuk memperbaiki kualitas suara mereka. Ini mungkin termasuk latihan pernapasan untuk mendukung produksi suara yang lebih kuat dan jelas. Anak juga mungkin diajarkan teknik untuk mengurangi ketegangan pada pita suara dan meningkatkan penggunaan resonansi alami dari rongga mulut dan hidung. Teknik ini sangat penting untuk anak-anak yang mengalami suara serak, nasal, atau suara yang terlalu lembut. Dalam beberapa kasus, terapi suara mungkin memerlukan kerjasama dengan profesional medis untuk menangani masalah fisik yang mendasarinya (Sivakumar &
Nagarajan, 2023).
e. Pendekatan Multisensori
Pendekatan multisensori dalam terapi bicara melibatkan penggunaan berbagai indera untuk membantu anak belajar dan berkomunikasi. Misalnya, visual aids seperti kartu gambar atau video dapat membantu anak memahami kata-kata dan konsep baru.
Teknik ini juga dapat mencakup penggunaan isyarat tangan, gerakan tubuh, atau bahkan teknologi augmentative and alternative communication (AAC) untuk mendukung komunikasi anak.
Pendekatan multisensori sangat efektif karena memungkinkan
anak untuk belajar melalui berbagai saluran sensorik, yang dapat memperkuat keterampilan komunikasi mereka.
f. Model Pembelajaran Sosial
Model pembelajaran sosial dalam terapi bicara melibatkan situasi simulasi atau permainan peran di mana anak-anak diajarkan keterampilan komunikasi sosial. Misalnya, terapis mungkin mengatur situasi bermain pura-pura di mana anak harus berinteraksi dengan orang lain, mengikuti aturan sosial tertentu, atau mengekspresikan kebutuhan mereka dengan cara yang sesuai.
Ini membantu anak mengembangkan keterampilan yang mereka perlukan untuk berinteraksi secara efektif dalam kehidupan nyata (Kamhi & Catts, 2021).
B. Kajian Mengenai Perkembangan Bicara dan Berbahasa
Menurut Roger Brown (dalam Santrock 2002: 186-187), yang memperluas bahwa pengucapan satu dan dua kata mengklarifikasikan perkembangan bahasa anak-anak dalam hal jumlah pengucapan, menunjukkan panjang pengucapan rata-rata (mean length of utterance, MLU), yakni sebuah indeks perkembangan bahasa yang didasarkan atas jumlah kata per kalimat yang dihasilkan oleh seorang anak di dalam suatu sampel yang terdiri dari sekitar 50 hingga 100 kalimat, sebagai suatu indeks kematangan bahasa yang baik. Brown mengidentifikasi lima tahap yang didasarkan atas MLU sebagai berikut:
Tahap MLU
1 1 + hingga 2,0
2 2,5
3 3,0
4 3,5
5 4,0
Penjabaran dari tahapan perkembangan bahasa menurut Brown, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Tahapan-tahapan perkembangan bahasa Brown Tahap Usia rata-
rata (bulan)
Panjang pengucapan rata- rata (jumlah rata- rata per kalimat)
Karakteristik Kalimat yang lazim diucapkan
1 12-26 1,00 – 2,00 Perbendaraan kata utamanya terdiri dari banyak kata benda dan kata kerja dengan sedikit kata sifat dan kata keterangan;
urutan kata diperhatikan
Bayi mandi
2 27-30 2,00 – 2,50 penggunaan kata jamak;
menggunakan past tense, menggunakan be, kata depan, beberapa preposisi.
Mobil maju cepat
3 31-34 2,50 – 3,00 Menggunakan pertanyaan ya- tidak, menggunakan wh (who, what, where); menggunakan kalimat sanggahan dan kalimat berita.
Letakkan bayi itu
4 35-40 3,00 – 3,75 Melekatkan kalimat yang satu di dalam kalimat yang lain.
Itu mobil yang ibu beli untukku 5 41-46 3,75 – 4,50 Koordinasi antara kalimat-
kalimat sederhana dan hubungan-hubungan
proposional.
Jenny dan Cindy itu saudara
Sedangkan dalam Papalia (2004: 172-173) menyebutkan bahwa pertumbuhan bahasa mengilustrasikan bagaimana semua aspek perkembangan berinteraksi. Seiring dengan struktur fisik untuk menghasilkan suara menjadi sempurna, dan koneksi naural yang dibutuhkan untuk menghubungkan suara dengan makna menjadi aktif, interaksi sosial dengan orang dewasa memperkenalkan bayi kepada karakteristik komunikasi bahasa.
“The growth of language illustrates how all aspects of development interact. As the physical structures needed to produce sounds mature, and the neuronal connections necessary to associate sounds and meaning become activated, social interaction with adults introduces babies to the communicative nature of speech”
Tabel 2. Language Milestone from Birth to 3 Years
Age in months Development
Birth Can perceive speech, cry, make some response to sound.
1,5 to 3 Coos and laughs.
3 Plays with speech sounds.
5 to 6 Makes consonant sounds, trying to match what she or he hears.
6 to 10 Babbles in strings of consonants and vowels.
9 Uses gestures to communicate and plays gesture games.
9 to 10 Begins to understand words (usually “no” and baby’s own name); imitates sounds.
10 to 12 No longer can discriminates souds not in own language.
9 to 12 Uses a view social gestures.
10 to 14 Says first word (ususally a label for something).
10 to 18 Says single words.
13 Understands symbolic function of naming.
13 Uses more elaborate gestures.
14 Uses symbolic gesturing.
16 to 24 Learns many new words, expanding vocabulary rapidly, going from about 50 words to up to 400; uses verbs and adjectives.
18 to 24 Says first sentence (2 words).
20 Uses fewer gestures; names more things.
20 to 22 Has comprehension spurt.
24 Uses many two-word pharases; no longer babbles; wants to talk.
30 Learns new words or most every day; speaks in combinations of three or more words; understands very well; makes grammatical mistakes.
36 Says up to 1.000 words, 80 percent intelligible; makes some mistakes in syntax.
Dijelaskan di atas tentang bahasan rangkaian pondasi perkembangan bahasa, pada beberapa karakteristik bahasa awal, pada bagaimana bayi menguasai bahasa dan membuat kemajuan dalam menggunakannya dan pada bagaimana orang tua dan para pengasuh lain membantu balita siap untuk literasi (melek huruf), yaitu kemampuan untuk membaca dan menulis.
“the tipical sequence of milestones in language development, at some characteristics of early speech, at how babies acquire language and make progress in using it, and at how parents and other caregivers help toddlers prepare for literacy, the ability to read and write”
Papalia (2004: 250-251) juga menjelaskan bahwa antara usia 4-5 tahun, panjang rata-rata kalimat yang mereka buat adalah 4-5 kata dan mungkin berupa kalimat pernyataan, kalimat negatif, kalimat tanya, atau kalimat perintah. “Between ages 4 and 5, sentences average four to five
wors and may be declarative, negative (“I’m not hungry”), interrogative (“Why can’t I go out side?”), or imperatif (“Catch the ball!”)”
Chaer (dalam psikolingustik, 2003) mengungkapkan kemampuan mengucapkan kata, mengucapkan kalimat sederhana, dan kalimat lebih sempurna dikuasai secara berjenjang dan dalam jangka waktu tertentu.
1. Kata pertama
Kemampuan mengucapkan kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan artikulasi; dan oleh kemampuan mengaitkan kata dengan benda yang dirujukkannya. Pengaitan ada hubungan antara kaitan yang bersangkutan dengan benda tertentu secara konsisten dapat membantu anak dalam mengucapkan kata itu. Tanpa adanya pengaitan ini, tampaknya menjadi kendala bagi anak untuk mengucapkan kata itu.
Monks dkk (2002: 160) menyebutkan bahwa kata-kata pertama yang dibuat oleh anak kecil merupakan kata-kata ocehan atau huruf- huruf yang diulang, misalnya ma-ma, ba-ba, da-da. Sedangkan Hurlock (1978: 181) menambahkan bahwa celoteh adalah bentuk senam suara, yang timbul secara spontan, tetapi tidak ada arti atau asosiasi yang sesungguhnya bagi bayi. Sebagian bayi mulai berceloteh seawal bulan kedua kehidupan. Setelah itu, terjadi peningkatan yang cepat dan memuncak antara bulan keenam dan kedelapan.
2. Kalimat satu kata
Kata pertama yang berhasil diucapkan anak akan disusul oleh kata kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Keistemawaan kata-kata yang diucapkan oleh anak biasanya dapat ditafsirkan sebagai sebuah kalimat
yang bermakna. Jadi, bicara anak yang pertamanya mengandung makna adalah terdiri atas kalimat satu kata. Yang pertama kali muncul adalah ujaran yang sering diucapkan oleh orang dewasa dan yang didengarnya atau yang sudah diakrabinya seperti mainan, orang, binatang piaraan, makanan, dan pakaian. Hurlock (1978: 189) menambahkan bahwa anak menggunakan satu kata yakni kata benda atau kata kerja, yang digabungkan dengan isyarat untuk mengungkapkan suatu pikiran utuh.
Anak yang kira-kira berusia 12 sampai 18 bulan menggunakan bentuk kalimat kata tunggal. Sebagai contoh, dengan mengatakan “beri”
sambil mengacu pada salah satu mainan berarti “berikan saya mainan itu”.
3. Kalimat dua kata
Kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata. Kemampuan untuk menggabungkan dua kata ini dalam bentuk sebuah kalimat dikuasai anak menjelang usia 18 bulan. Hal tersebut didukung oleh apa yang dikatakan Monks dkk (2002: 160) bahwa di antara bulan ke-18 dan ke- 20 (dengan kemungkinan penyimpangan yang banyak) datanglah kalimat dua kata yang pertama. Anak mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk menyatakan maksudnya dan untuk mengadakan komunikasi. Misalnya, “Gi susu” dapat berarti bahwa anak tidak mau minum susu lagi, “Gi mama” berarti anak ingin bepergian dengan mamanya, sedangkan “Gi oto” berarti otonya baru saja pergi. Jadi yang penting di sini adalah intensitas semantiknya, yaitu arti daripada apa
yang dimaksunya. Hal ini berarti bahwa anak dalam kalimat dua kata sudah mampu untuk menyatakan berbagai maksudnya meskipun dengan alat sintaksis yang masih terbatas. Anak sudah dapat menyatakan bentuk hubungan yang bermacam-macam.
4. Kalimat lebih lanjut
Setelah penguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat yang terdiri tiga buah kata.
Menurut Brown (dalam Chaer 2003: 236) konstruksi kalimat tiga kata ini sebenarnya merupakan hasil dari penggabungan atau perluasan dari konstruksi dua kata sebelumnya yang digabungkan. Misalnya, konstruksi agen + aksi digabungkan dengan aksi + objek, sehingga menjadi struktur agen + aksi + objek. Jadi:
agen + aksi = Daddy throw
aksi + objek = Throw ball
agen + aksi + objek = Daddy throw ball
Monks dkk (2002: 161) menyatakan bahwa perubahan kalimat dua kata menjadi kalimat tiga kata terjadi kurang lebih antara bulan ke-24 dan bulan ke-30. Meskipun mula-mula masih mirip dengan bentuk kalimat-dua-kata secara struktural, namun segera terjadi suatu differensiasi dalam keompok kata-kata, suatu kecakapan verbal anak yang menyebabkan banyak kata-kata dimasukkan dalam klasifikasi baru.
C. Kajian Mengenai Terapi Bicara Berbasis Al-Qur’an
Terapi bicara berbasis Al-Qur’an merupakan metode yang menggabungkan unsur spiritual dalam intervensi gangguan keterlambatan bicara atau speech delay pada anak. Pendekatan ini menitikberatkan pada manfaat mendengarkan, membaca, dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an untuk membantu anak mengembangkan kemampuan berbicaranya. Berikut adalah kajian lengkap mengenai konsep ini, dari teori hingga manfaat dan aplikasi praktisnya (Muhammad Ma’ruf, 2019).
Terapi bicara berbasis Al-Qur’an didasari oleh keyakinan bahwa Al- Qur’an sebagai wahyu ilahi tidak hanya memberikan petunjuk dalam kehidupan rohani, tetapi juga memiliki kekuatan penyembuhan yang mencakup fisik dan mental (Yulia Sari, 2020). Dalam perspektif Islam, Al- Qur’an memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai sumber rahmat dan kesembuhan bagi umat manusia. Hal ini dijelaskan dalam Surah Al-Isra ayat 82, di mana Allah berfirman:
لَاوَ نَينِمِؤْ مُلْلِ ةٌمُحْرَوَ ءٌافَشِ وَهُ امِ نِآرْقُلِا نَمِ لُ!زِّنِنُوَ ۙ
ا$رَاسَخَ 'لَاإِ نَيمُلِا'ظَّلِا دُيزِّي
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Ayat ini menjadi landasan teologis yang penting dalam penggunaan Al-Qur’an sebagai metode terapi, termasuk dalam terapi bicara.
Pemahaman ini juga sejalan dengan pandangan holistik Islam terhadap
kesehatan yang mencakup kesejahteraan fisik, mental, dan spiritual. Dalam konteks terapi bicara, Al-Qur’an dianggap mampu membantu meningkatkan kemampuan berbicara melalui pengaruhnya terhadap kesehatan mental dan keseimbangan emosional anak.
1. Pengaruh Bacaan Al-Qur’an terhadap Fungsi Kognitif dan Auditori
Beberapa studi ilmiah telah menunjukkan bahwa pendengaran terhadap bacaan Al-Qur’an dapat memberikan efek positif pada aktivitas otak. Proses mendengarkan Al-Qur’an dipercaya merangsang fungsi auditori yang berkaitan dengan persepsi bahasa dan pengolahan suara. Suara yang ritmis, penuh intonasi, dan harmoni dalam bacaan Al- Qur'an dapat mempercepat proses pengenalan dan pemahaman bahasa pada anak (Nurul Hasanah, 2021). Neuropsikologi mendukung bahwa bunyi yang harmonis dan terstruktur, seperti bacaan Al-Qur'an, merangsang aktivitas otak pada bagian yang bertanggung jawab atas pemrosesan bahasa. Bacaan Al-Qur'an, yang penuh dengan variasi intonasi, panjang pendek kata, dan pola suara yang teratur, membantu anak mengidentifikasi pola-pola suara yang diperlukan untuk perkembangan kemampuan bicara. Dalam konteks terapi bicara, ritme suara Al-Qur’an dapat memberikan stimulasi tambahan yang mempercepat respons kognitif anak dalam hal mendengar dan memproduksi kata-kata (Nurul Hasanah, 2021).
2. Nilai Terapi dari Ayat-Ayat Spesifik dalam Al-Qur’an
Selain mendengarkan, pengucapan dan pengulangan ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur'an juga dianggap memiliki efek terapi. Misalnya, dalam Surah Taha ayat 25-28, Nabi Musa AS memohon kepada Allah untuk melapangkan dadanya, memudahkan urusannya, dan melancarkan bicaranya:
"Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku." (QS. Taha: 25-28).
Ayat ini sering dibacakan oleh orang tua atau terapis kepada anak-anak yang mengalami gangguan bicara sebagai bentuk doa dan ikhtiar spiritual. Pengulangan ayat ini memiliki dua aspek penting dalam terapi bicara. Pertama, Fungsi spiritual, Membaca ayat-ayat Al- Qur'an dengan penuh keyakinan diharapkan mampu membuka hambatan-hambatan dalam kemampuan bicara yang mungkin disebabkan oleh faktor psikologis atau spiritual. Kedua, Fungsi linguistik, Pengulangan frasa dan kata-kata dalam ayat tersebut membantu anak melatih artikulasi dan pengucapan, sehingga mereka terbiasa dengan pola bahasa yang benar (Nurul Hidayat, 2020).
3. Pendekatan Holistik dalam Penyembuhan
Al-Qur’an juga dipandang sebagai alat penyembuhan yang holistik. Konsep penyembuhan dalam Islam tidak hanya mencakup fisik tetapi juga spiritual. Al-Qur’an memberikan ketenangan hati dan jiwa, yang sangat penting bagi anak-anak dengan gangguan bicara.
Anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara sering kali juga
mengalami kecemasan atau tekanan emosional karena ketidakmampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif (Ahmad Rohim, 2021). Suara bacaan Al-Qur'an dapat berfungsi sebagai terapi penenang mental, yang memberikan perasaan aman dan nyaman bagi anak sehingga mereka lebih mudah menerima proses pembelajaran bicara. Dalam teori terapi bicara ini, keseimbangan emosional memainkan peran penting. Ketika anak merasa tenang dan aman, mereka akan lebih mudah fokus dan responsif terhadap stimulasi verbal yang diberikan. Dengan mendengarkan bacaan Al-Qur'an secara rutin, anak-anak dengan speech delay dapat terbantu dalam mengatasi hambatan psikologis yang mempengaruhi kemampuan bicara mereka (Ahmad Rohim, 2021).
4. Pendekatan Neurobiologis
Beberapa ahli juga menghubungkan terapi bicara berbasis Al- Qur’an dengan pendekatan neurobiologi modern. Mendengarkan bacaan Al-Qur'an diyakini memicu aktivitas pada bagian otak yang berkaitan dengan memori, konsentrasi, dan pengolahan informasi auditori. Suara yang harmonis dari bacaan Al-Qur'an dipercaya dapat menyeimbangkan gelombang otak, yang berperan penting dalam meningkatkan fungsi korteks prefrontal yang mengatur kemampuan bicara dan komunikasi (Syarifuddin Yusuf, 2020). Penelitian juga menunjukkan bahwa ritme suara yang konsisten dari Al-Qur'an dapat menstimulasi frekuensi alfa di otak, yang dikenal sebagai gelombang yang berhubungan dengan keadaan tenang dan fokus. Gelombang alfa
membantu anak-anak dalam menerima dan mengolah informasi auditori, yang merupakan langkah penting dalam pengembangan kemampuan bicara.
5. Ruqyah Syar'iyyah dan Aspek Psikospiritual
Selain pengaruh neurologis dan auditori, terapi bicara berbasis Al-Qur'an juga mengintegrasikan ruqyah syar'iyyah sebagai salah satu pendekatan. Ruqyah adalah praktik membacakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk kesembuhan, dan dalam konteks ini, ruqyah digunakan untuk menangani hambatan berbicara yang mungkin disebabkan oleh gangguan spiritual atau psikologis.
Terapi ini dilakukan dengan keyakinan bahwa bacaan Al-Qur'an bisa menghilangkan gangguan-gangguan non-fisik yang mungkin menghambat kemampuan bicara anak. Dalam perspektif Islam, ada pemahaman bahwa beberapa gangguan bicara, seperti gagap atau kesulitan berbicara, bisa memiliki komponen psikospiritual yang memerlukan pendekatan berbasis ruqyah untuk menyembuhkannya.
Bacaan ayat-ayat tertentu yang berkaitan dengan ketenangan dan kelancaran berbicara diharapkan mampu mengatasi gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis, seperti ketakutan, trauma, atau tekanan emosional (Rina Fitriana, 2019).
D. Kajian Mengenai Speech Delay
Speech delay adalah salah satu ganguan berbicara yang terjadi dalam proses pemerolehan bahasa, sehingga seorang anak mengalami keterlambatan dalam berbicara. Berbeda dengan gangguan ujaran, Yulianti
& Unsiah (2018:8) menyebutkan bahwa gangguan pengucapan atau gangguan ujaran ini sering disebut dengan istilah language disorder atau language disabilities. Gangguan ujaran merupakan kegagalan, kesalahan, atau kekurangmampuan seseorang untuk berkomunikasi menggunakan bahasa lisan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, orang dengan gangguan ujaran akan mengalami gagap bicara, cedal, pengucapan kurang jelas, dan lain-lain.
Seorang anak dikatakan memiliki speech delay ketika kemampuan bicaranya jauh di bawah rata-rata anak sebayanya. Ketika berbicara mengenai speech delay sebaiknya disinggung juga mengenai speech disorder. Harus dibedakan antara speech delay dengan speech disorder.
Speech disorder merajuk kepada kemampuan bicara anak yang tidak berkembang seperti berkembangnya kemampuan bicara anak pada umumnya, sedangkan pada speech delay kemampuan bicara anak masih dapat berkembang seperti anak pada umumnya hanya saja waktunya lebih lambat dari pada anak pada umumnya. (Center for Community Child Health, 2006 dan Early Support for Children, Young People and Families, 2011, dalam (Fauzia, Meiliawati, & Ramanda, 2020)
1. Perkembangan Normal
Keterlambatan bicara telah lama menjadi perhatian dokter yang merawat anak. Kekhawatiran itu beralasan, karena sejumlah masalah perkembangan menyertai keterlambatan bicara. Selain itu, keterlambatan bicara mungkin memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan pribadi, sosial, akademik, dan di kemudian hari. Identifikasi
dini dan intervensi yang tepat dapat mengurangi defisit emosional, sosial dan kognitif dari kecacatan ini dan dapat meningkatkan hasilnya.
(Leung & Kao, 1999).
Menurut McLaughlin (2011) menyebutkan bahwa, bicara yang normal berkembang melalui tahap-tahap meraban, mengoceh, berkata- kata, dan mengkombinasikan kata, sedangkan bahasa normal berkembang melalui tahap-tahap pemahaman dan pengungkapan konsep-konsep yang lebih kompleks.
Leung & Kao (1999) menggambarkan pola perkembangan bicara yang normal terlihat pada:
Usia Capaian
1-6 bulan Meraban dalam menanggapi suara
6-9 bulan Mengoceh
10-11 bulan Membeo; mengatakan “mama/dada” tanpa arti 12 bulan Mengatakan “mama/dada” dengan arti; sering
meniru dua atau tiga suku kata
13-15 bulan Empat sampai tujuh kosa kata selain jargon; <
20% ucapan dipahami orang lain
16-18 bulan 10 kosa kata; beberapa echolalia dan jargon yang luas; 20%-25% ucapan dipahami orang lain 19-21 bulan 20 kosa kata; 50% ucapan dipahami orang lain 22-24 bulan > 50 kosa kata; dua kata frasa; keluar dari jargon;
60%-70% ucapan dipahami orang lain
2-2,5 tahun 400 kosa kata, termasuk nama; dua sampai tiga kata frasa; penggunaan kata ganti; mengurangi echolalia; 75% ucapan dipahami orang lain 2,5-3 tahun Mulai menggunakan bentuk jamak dan lampau;
mengetahui usia dan jenis kelamin; menghitung tiga objek dengan benar; tiga sampai lima kata per kalimat; 80%-90% ucapan dipahami orang lain.
3-4 tahun Tiga sampai enam kata per kalimat ; mengajukan pertanyaan, bercakap-cakap, menceritakan pengalaman, bercerita; hampir semua ucapan dipahami orang lain.
4-5 tahun Enam sampai delapan kata per kalimat;
menyebutkan empat warna; menghitung 10 koin
dengan benar.
Unsiah & Yuliati (2018:109-110) menyebutkan bahwa pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural ketika dia memperoleh bahasa pertama (bahasa ibunya). Ada beberapa teori pemerolehan bahasa yaitu:
a. Teori behaviorisme: perkembangan bahasa berasal dari pengaruh lingkungan (imitasi/modelling/reinforcement ibu/ayah/dll).
b. Teori nativisme: bahasa bersifat alamiah karena sudah ada dalam diri anak sejak lahir.
c. Teori kognitivisme: perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh perkembangan kognitif (otak), pengolahan informasi dan motivasi.
d. Teori interaksionisme: pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran (LAD language acquisition device sejak lahir) dan lingkungan bahasa.
2. Jenis-Jenis Speech Delay
Jenis-jenis keterlambatan dalam berbicara pada anak usia dini tersebut menurut Van Tiel (Tsuraya 2013:25) (dalam Hidayat, 2022), antara lain:
a. Specific Language Impairment yaitu gangguan bahasa merupakan gangguan primer yang disebabkan karena gangguan perkembangannya sendiri, tidak disebabkan karena gangguan sensoris, gangguan neurologis dan gangguan kognitif, seperti anak
kecenderungan untuk berbicara dalam kalimat yang pendek dan disederhanakan, dengan menghilangkan beberapa fitur tata bahasa.
b. Speech and Language Expressive Disorder yaitu anak mengalami gangguan pada ekspresi bahasa.
c. Centrum Auditory Processing Disorder yaitu gangguan bicara tidak disebabkan karena masalah pada organ pendengarannya.
Pendengarannya sendiri berada dalam kondisi baik, namun mengalami kesulitan dalam pemprosesan informasi yang tempatnya di dalam otak.
d. Pure Dysphatic Development yaitu gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif yang mempunyai kelemahan pada sistem fonetik.
e. Gifted Visual Spatial Learner yaitu karakteristik gifted visual spatial learner ini baik pada tumbuh kembangnya, kepribadiannya, maupun karakteristik giftednessnya sendiri.
f. Disynchronous Developmental yaitu perkembangan seorang anak Gifted pada dasarnya terdapat penyimpangan perkembangan dari pola normal. Ada ketidaksinkronan perkembangan internal dan ketidaksinkronan perkembangan eksternal.
3. Ciri-Ciri Anak Dengan Speech Delay
Terlambat atau tidaknya kemampuan berbicara pada anak dapat dilihat dari beberapa ciri-ciri khusus yang muncul. Early Support for Children, Young People and Families (2011) dalam (Saputra &
Kuntarto, 2020) menjelaskan bahwa apabila tanda- tanda di bawah ini
mulai muncul atau terlihat pada anak, orang tua sebaiknya mulai waspada. Berikut ini adalah tanda-tanda dari Speech Delay :
a. Tidak merespon terhadap suara
b. Adanya kemunduran dalam perkembangan c. Tidak memiliki ketertarikan untuk berkomunikasi d. Kesulitan dalam memahami perintah yang diberikan
e. Mengeluarkan kata- kata atau kalimat yang tidak biasa seperti anak- anak pada umumnya
f. Berbicara lebih lambat dari pada anak seumurannya
g. Perkataanya sulit dimengerti bahkan oleh keluarganya sendiri h. Kesulitan memahami perkataan orang dewasa.
i. Kesulitan berteman, bersosialisasi dang mengikuti permainan.
j. Kesulitan dalam belajar mengeja, bahasa bahkan matematika
4. Faktor Penyebab Speech Delay
McLaughlin (2011) menyatakan bahwa, faktor risiko yang paling konsisten dilaporkan adalah riwayat keluarga keterlambatan bicara dan bahasa, jenis kelamin laki-laki, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Faktor risiko lain yang dilaporkan kurang konsisten termasuk tingkat pendidikan orang tua, penyakit masa kanak-kanak, urutan kelahiran terlambat, dan ukuran keluarga yang lebih besar.
Adapun menurut Saputra & Kuntarto (2020), faktor-faktor penyebab keterlambatan bicara banyak penyebab keterlambatan bicara, yang paling umum adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang membuat
anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman sebaya mereka yang kecerdasannya normal atau tinggi; kurang motivasi karena anak mengetahui bahwa mereka dapat berkomunikasi secara memadai dengan bentuk prabicara dorongan orang tua untuk terus menggunakan “bicara bayi” karena mereka mengira yang demikian
“manis”; terbatasnya kesempatan praktek berbicara karena ketatnya batasan tentang seberapa banyak mereka diperkenankan bicara di rumah; terus menerus bergaul dengan saudara kembar yang dapat memahami ucapan khusus mereka dan penggunaan bahasa asing di rumah yang memperlambat memperlajari bahasa ibu.
E. Kajian Penelitian yang Relevan No
.
Penulis dan Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Fadila Rahmah (2023) Penanganan Speech Delay Pada Anak Usia Dini Melalui Terapi Wicara aṣ-ṣibyān Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Vol. 8, No. 1, Juni 2023, 99-110 (P)ISSN:
2541-5549 (E)ISSN: 2685- 1326
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif
melalui metode
penelitian library
research. Studi
kepustakaan (Library Research) dimana studi kepustakaan adalah kegiatan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari beberapa jurnal ilmiah, literatur, dan sumber lainnya
Hasil dari penelitian ini terapi wicara yang biasa digunakan adalah melatih berbicara dengan artikulasi yang benar dan melatih pelafalan kata secara pelan dan berulang-ulang. Hal tersebut sangat efektif untuk dilakukan, karena pada proses pengulangan kata ini anak akan mengingat dan mengunci setiap kata yang terus diulang. Penulis merekomendasikan agar penelitian selanjutnya menggunakan jenis penelitian observasi langsung ke lapangan, sehingga data yang ditemukan sebelumnya dapat dibuktikan secara akurat dengan fakta di lapangan.
2. Evi Chamalah and Meilan Arsanti (2017)
This study used a qualitative approach. It is an approach that
Based on the research, the result can be concluded that there is a positive effect of giving children suffering
Al-Qur’an Speech Therapy for Children with Autism Jurnal Pendidikan Humaniora Volume 5, Number 2, June 2017, pp. 58–63.
emphasizes more on
advantages and
information collection by
studying deeply
phenomenon researched.
from autism speech therapy with Quran recitation. They can be calm and happy in learning process.
3. Ayu Prasetya (2021)
Penerapan Audio murottal
Al-Qur’an dalam
Pembelajaran untuk Meningkatkan Komunikasi Verbal pada Anak Usia 3-5 Tahun Di Taud Sahabat Qurani
Bina Generasi ; Jurnal Kesehatan Edisi 12 Volume (2) 2021 p- ISSN : 1979- 150X; e- ISSN: 2621-2919
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Quasi
Eksperimental dengan desain penelitian pre dan post tanpa kontrol.
Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dengan memperoleh 10 responden sesuai dengan kriteria inklusi.
Observasi dilakukan sebelum dan sesudah terapi Murottal Al-Qur'an.
Data yang terkumpul kemudian diproses menggunakan Uji Homogenitas Marginal. Nilai P yang diperoleh pada lembar DDST (Denver Development Screening Test) setelah terapi Murottal Al- Qur'an adalah 0,001. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terapi Murottal Al-Qur'an berpengaruh terhadap komunikasi verbal anak usia 3-5 tahun di TAUD Sahabat Qur'ani (SaQu) Kabupaten Polewali Mandar.
4. Siti Aminah dan Ratnawati (2022)
Mengenal Speech Delay
Sebagai Gangguan
Keterlambatan Berbicara Pada Anak (Kajian Psikolinguistik)
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, (Vol. 8 No 2) (2022)
Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif studi kepustakaan Library research
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pananganan anak yang memiliki speech delay, ada beberapa intervensi yang dapat diikuti prosedurnya. Setelah terlihat adanya tanda-tanda anak memiliki speech delay, hal pertama yang dilakukan adalah screening dengan beberapa instrument yang sudah tersedia.
Dimulai dengan pemeriksaan otologis dan audiometris anak.
Pemeriksaan otolgis dapat dilakukan menggungan BERA atau Brainstem Evoked Response Audiometry.
Selain itu, anak juga akan diperiksa perkembangan mental, kognitif, sosial, emosional dengan menggunakan HOME atau Home Observation fo for Measurement of the Environment. Seluruh Seluruh instrument ini diperuntukan untuk anak prasekolah.
5. Athena Sahadatunnisa (2023) Meningkatkan
Kemampuan Bahasa Anak Melalui Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Volume 5, Nomor 1, Januari 2023; 262-273
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk
penelitian yang
dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu mengelola pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM).
Berdasarkan hasil analisis data siklus I dan siklus II, dapat disimpulkan pada asesmen awal dalam pra penelitian diperoleh persentase rata- rata kelas sebesar 27%. Kemudian pada siklus I meningkat menjadi 36%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, mengalami peningkatan dengan persentase ratarata kelas sebesar 75%.
Sebagaimana telah disampaikan pada interpretasi hasil analisis bahwa penelitian ini dikatakan berhasil jika penguasaan indikator meningkat minimal 75%, dilihat dari ratarata kelas. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan bahasa pada anak kelompok B di PAUD Tanjung 1 meningkat setelah diberikan tindakan melalui metode bercerita.
6. Erna Budiarti (2023)
Penanganan Anak
Keterlambatan Berbicara (Speech Delay) Usia 5 - 6 Menggunakan Metode Bercerita Di Indonesia Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 4 No. 02 Februari 2023.
p-ISSN : 2745-7141 e-ISSN : 2746-1920
Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Adapun sumber data penelitian adalah siswa speech delay, guru, orang tua siswa serta ahli terapis wicara.
Penelitian menunjukkan bahwa di PAUD Aditya Karawang terdapat siswa yang memiliki gangguan keterlambatan bicara jenis Speech Delay. Siswa tersebut berusia 4-6 tahun. Faktor yang mempengaruhi keterlambatan berbicara antara lain kecerdasan, penggunaan bahasa kedua, gaya berbicara yang ditirukan oleh anak, kesehatan serta keharmonisan didalam keluarga.
Semua faktor tersebut saling berkaitan dan berpengaruh kepada perkembangan bahasa anak. Kami berharap dengan memberikan atau menggunakan metode bercerita kepada anak, anak dapat terlatih untuk menggunakan bahasa yang benar saat berkomunikasi secara lisan.
7. Siti Rahma Anissa Salsabila metode penelitian yang Hasil yang diperoleh dari penelitian