ARTIKEL PENELITIAN
Open Access: http://ijaam-unud.org 1
Cynthia Sofyanti Sugiharto, I Gusti Made Aman, Ida Sri Iswari (Pemberian oral minyak sawit (elaeis) lebih meningkatkan...)
1Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar
2 Department Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
3Department Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Diterima : 20 Desember 2017 Disetujui : 20 Januari 2018 Diterbitkan : 27 Maret 2018
E-JURNAL Indonesian Journal of Anti Aging Medicine Volume 2, Nomor 1, Januari - Juni 2018 : 1 - 4
Pemberian oral minyak sawit (elaeis) lebih
meningkatkan lemak abdominal daripada pemberian oral minyak kelapa (cocos nucifera)
pada tikus jantan wistar
Cynthia Sofyanti Sugiharto1, I Gusti Made Aman1,2, Ida Sri Iswari1,3
ABSTRAK
Pendahuluan: Minyak kelapa banyak mengandung medium- chained fatty acids (MCFA) yang lebih cepat dioksidasi untuk akhirnya menghasilkan lebih banyak energi daripada long- chained fatty acids (LCFA) dalam minyak sawit yang lebih banyak ditimbun sebagai lemak tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pemberian oral minyak sawit (Elaeis) pada tikus jantan wistar lebih meningkatkan lemak subkutan abdominal dan lemak viseral daripada pemberian minyak kelapa (Cocos nucifera).
Metode: Dilakukan penelitian eksperimental post-test only control group pada 30 ekor tikus jantan Wistar, berumur 2,5- 3 bulan, berat badan 130-135 gram, diberikan perlakuan dengan aquades pada [kelompok Kontrol (P0)], minyak sawit [kelompok Perlakuan 1 (P1)] dan minyak kelapa [kelompok Perlakuan 2 (P2)] dengan dosis 2x0,4 ml sehari selama 45 hari. Setelah perlakuan, tikus didiseksi, dan ditimbang lemak
viseral dan subkutan abdominal. Data dianalisis dengan uji One Way ANOVA.
Hasil: Analisis post-test mendapatkan rerata berat lemak subkutan abdominal sebesar 1,18±0,27 gram, 1,60±0,20 gram, dan 0,90±0,36 gram pada kelompok P0, P1 dan P2 secara berurutan. Rerata berat lemak viseral sebesar 0,88±0,45 gram, 1,46±0,34 gram, dan 0,69±0,35 gram pada kelompok P0, P1 dan P2 secara berurutan. Analisis uji One Way ANOVA mendapatkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna rerata berat lemak viseral dan lemak subkutan abdominal antara ketiga kelompok (p<0,05).
Kesimpulan: Disimpulkan bahwa dengan dosis dan kurun waktu yang sama, pemberian minyak sawit oral pada tikus jantan Wistar cenderung lebih meningkatkan lemak abdominal daripada minyak kelapa.
Kata kunci : minyak sawit, Elaeis, minyak kelapa, Cocos nucifera, laurat, MCFA, LCFA, lemak abdominal, tikus Wistar jantan.
PENDAHULUAN
Kedokteran Anti-Penuaan (KAP) yaitu suatu bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat1. Pasien datang ke klinik-klinik anti-aging terutama untuk masalah penampilan. Pada umumnya orang selalu ingin tampil cantik, langsing dan awet muda, dengan menghabiskan cukup banyak biaya yang seharusnya dibelanjakan untuk healthcare lainnya. Bila kita mengutamakan healthcare maka kita akan berpenampilan baik dengan sendirinya2. Sebenarnya masalah obesitas/ overweight bukanlah hanya masalah penampilan. Lebih dari itu obesitas adalah penyakit kronis dengan segala komorbiditasnya. Grundy menjelaskan bagaimana seseorang dapat mencegah 2 komorbiditas yang berkaitan dengan obesitas, yaitu: metabolic Corresponding Author:
Cynthia Sofyanti Sugiharto;
Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar;
Email: cynthia_sugiharto@
yahoo.com
syndrome (insulin resistance syndrome) dan dislipidemia melalui perubahan cara hidup/lifestyle changes (antara lain kontrol asupan makanan di samping terapi obat-obatan)3,4. Obesitas dan overweight dapat dicegah dengan pengaturan pola dan jenis makanan, antara lain dengan pemilihan jenis lemak/trigliserida yang lebih baik dalam diet sehari-hari. Sifat-sifat lemak ditentukan oleh asam lemaknya, antara lain: panjang pendeknya molekul asam lemak dan derajat kejenuhan (ada tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap) dan posisi ikatan rangkap tersebut. Minyak kelapa telah digunakan selama berabad-abad oleh nenek moyang kita dan masih digunakan oleh sejumlah masyarakat pedesaan hingga kini. Secara umum status kesehatan mereka sangat bagus, fisiknya nampak langsing dan kekar. Kehidupan perkotaan memaksa kita meninggalkan minyak kelapa dan menggunakan minyak sawit buatan pabrik sebagai gantinya, karena minyak ini lebih banyak tersedia dan mudah didapatkan. Weston A. Price memperdebatkan bahwa kelompok-kelompok
ARTIKEL PENELITIAN
2 Open Access: http://ijaam-unud.org
Cynthia Sofyanti Sugiharto, I Gusti Made Aman, Ida Sri Iswari (Pemberian oral minyak sawit (elaeis) lebih meningkatkan...) non-Barat yang beralih meninggalkan makanan
asli daerahnya/ indigenous diets dan beralih ke pola kehidupan Barat menunjukkan peningkatan penyakit-penyakit Barat yang khas5. Minyak kelapa didapat dari daging buah kelapa (Cocos nucifera), diolah di rumah-rumah atau merupakan industri dengan skala kecil dan menengah dengan mengikuti pola pembuatan minyak kelapa tradisional6,7. Minyak ini merupakan campuran berbagai trigliserida yang mengandung komposisi asam lemak antara lain: laurat C12:0 ±49%, miristat C14:0 ±17%, palmitat C16:0 ±9%, oleat C18:1
±6%, stearat C18:0 ±2%, linoleat C18:2 (omega 6) ±2%, dan lain-lain sebanyak ±9-18%8. Minyak sawit didapat dari pericarp/ mesocarp/ pulpa buah tanaman sawit (Elaeis atau Elaeis guineensis). Buah kelapa sawit terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp/ kulit, mesocarp (yang secara salah kaprah biasanya disebut pericarp) dan endocarp/
cangkang yang membungkus 1-4 endosperm/ inti/
kernel (umumnya hanya 1 kernel)6,9. Komposisi kimia minyak yang berada dalam mesocarp (CPO- crude palm oil) berbeda dengan minyak yang ada dalam endosperm matang (PKO- palm kernel oil).
Minyak sawit dibuat di pabrik dengan rangkaian proses RBD (refining, bleaching, deodorizing) dan kadang-kadang proses partially hydrogenation7,9. Merupakan campuran berbagai trigliserida yang mengandung komposisi asam lemak antara lain:
palmitat C16:0 ±45%, oleat C18:1 ±39%, linoleat C18:2 (omega 6) ±9%, stearat C18:0 ±4%, miristat C14:0 ±2%, lain-lain sebanyak ±2%8. Komposisi terbesar minyak kelapa adalah medium chain fatty acid/ MCFA laurat. Komposisi terbesar minyak sawit adalah long chain fatty acid/ LCFA palmitat dan oleat. Panjang rantai karbon dalam asam lemak menentukan absorbsi, transportasi, dan metabolisme lemak/ trigliserida tersebut. Lemak rantai sedang /medium-chain triglyceride (MCT) dalam pencernaan tidak membutuhkan enzim lipase pankreas dan diabsorbsi lebih cepat, langsung dibawa melalui sistim portal menuju ke hati untuk mengalami proses β-oksidasi. Masuk dengan cepat menembus dinding sel mitokondria di hati tanpa membutuhkan karnitin. Lemak ini merupakan sumber energi yang instan, lebih bersifat sebagai sumber energi daripada sebagai cadangan lemak10,11. Lemak rantai panjang/ long-chain triglyceride (LCT) perlu dihidrolisis oleh enzim lipase pancreas dalam usus halus. 2-monoacylglycerol dan asam lemak akan larut dalam bentuk micelle dan akan diabsorbsi oleh sel-sel mukosa usus halus, disintesis kembali menjadi triacylglycerol/ trigliserida, kemudian membentuk kilomikron. Kilomikron akan dilepas ke dalam sirkulasi melalui pembuluh-pembuluh limfe dan bermuara pada vena cava, bersatu dengan
sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian akan ditransportasi ke hati dan jaringan perifer (kelenjar lemak/ adiposa). Di sini kilomikron segera dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Di hati asam lemak rantai panjang ini memerlukan karnitin untuk membawanya masuk ke dalam mitokondria hati untuk mengalami β-oksidasi menghasilkan energi. Sedangkan di jaringan adiposa asam lemak rantai panjang dan gliserol akan direesterifikasi kembali menjadi trigliserida dan disimpan menjadi deposit lemak10,11,12,13. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki perbedaan timbunan lemak abdominal pada tikus wistar jantan yang diberikan minyak sawit dengan yang diberikan minyak kelapa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan The Posttest Only Control Group Design yang dilakukan pada 30 ekor tikus wistar jantan sehat, berumur 2,5-3 bulan, berat badan 130-135 gram yang dibagi 3 kelompok.
Kelompok Kontrol (P0) diberikan aquades, Kelompok Perlakuan 1(P1) diberikan minyak sawit (dengan merk Bimoli) dan Kelompok Perlakuan 2 (P2) diberikan minyak kelapa (dibuat di rumah) dengan sonde lambung sebanyak 2x0,4 ml per hari selama 45 hari7,9. Selama perlakuan tikus diberikan makanan standar tikus berupa HBS pelet ad libitum. Kemudian tikus dibunuh dengan anestesi inhalasi chloroform, diisolasi masa lemak visceral dan subkutan abdominal tikus, lalu berat lemak viseral dan subkutan abdominal post test ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik yang mempunyai kepekaan sampai 0,0001.
HASIL PENELITIAN
Pada tabel 1 dan tabel 2 disajikan uji One Way Anova dan analisis komparasi pada berat lemak subkutan abdominal sesudah perlakuan antar kelompok menunjukkan bahwa nilai F = 15,40 dan nilai p = 0,001. Ini berarti bahwa tikus yang mendapat perlakuan minyak kelapa menghasilkan lebih sedikit berat massa lemak subkutan abdominal daripada tikus yang mendapat perlakuan minyak sawit. Selanjutnya, tikus yang mendapat perlakuan minyak sawit menunjukkan berat lemak subkutan abdominal yang lebih tinggi daripada tikus yang mendapat perlakuan aquades.
Pada tabel 3 dan tabel 4 disajikan uji One Way Anova dan analisis komparasi pada berat lemak viseral sesudah perlakuan antar kelompok, menunjukkan bahwa nilai F = 10,89 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa tikus yang mendapat perlakuan minyak kelapa menghasilkan lebih
ARTIKEL PENELITIAN
Open Access: http://ijaam-unud.org 3
Cynthia Sofyanti Sugiharto, I Gusti Made Aman, Ida Sri Iswari (Pemberian oral minyak sawit (elaeis) lebih meningkatkan...)
sedikit berat lemak viseral daripada tikus yang mendapat perlakuan minyak sawit. Selanjutnya, tikus yang mendapat perlakuan minyak sawit menunjukkan berat lemak viseral yang lebih tinggi daripada tikus yang mendapat perlakuan aquades.
PEMBAHASAN
Pada tabel 1 didapatkan bahwa rerata berat lemak subkutan abdominal sesudah perlakuan pada kelompok Minyak Kelapa (P2) lebih rendah Tabel 1 Rerata Berat Lemak Subkutan Abdominal antar Kelompok Sesudah
Perlakuan
Kelompok Subjek n Rerata Berat Lemak Subkutan Abdominal
(gram) SB F p
(P0) Aquades (P1) Minyak Sawit (P2) Minyak Kelapa
10 10 10
1,18 1,60 0,90
0,27 0,20 0,36
15,40 0,001
Tabel 2 Analisis Komparasi Berat Lemak Subkutan Abdominal Sesudah Perlakuan Antar Kelompok
Kelompok Beda Rerata
(gram) p Interpretasi (P0) Aquades dan (P1) M. Sawit
(P0) Aquades dan (P2) M.Kelapa (P1) M. Sawit dan (P2) M. Kelapa
0,42 0,28 0,70
0,003 0,036 0,001
Berbeda Bermakna Berbeda Bermakna Berbeda Bermakna Tabel 3. Rerata Berat Lemak Viseral antar Kelompok Sesudah Perlakuan
Kelompok Subjek n Rerata Berat Lemak
Viseral(gram) SB F p
(P0) Aquades (P1) Minyak Sawit (P2) Minyak Kelapa
10 10 10
0,88 1,46 0,69
0,45 0,34 0,35
10,89 0,001
Tabel 4 Analisis Komparasi Berat Lemak Viseral Abdominal Sesudah Perlakuan antar Kelompok
Kelompok Beda Rerata
(gram) p Interpretasi (P0) Aquades dan (P1) M. Sawit
(P0) Aquades dan (P2) M.Kelapa (P1) M. Sawit dan (P2) M. Kelapa
0,58 0,19 0,77
0,002 0,279 0,001
Berbeda Bermakna Tidak Berbeda Berbeda Bermakna
daripada kelompok Kontrol (P0), dan ditunjukkan berbeda bermakna pada tabel 2. Juga pada tabel 3 didapatkan bahwa rerata berat lemak viseral sesudah perlakuan pada kelompok Minyak Kelapa (P2) lebih rendah daripada kelompok Kontrol (P0), walaupun pada tabel 4 hal ini ditunjukkan tidak berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena:
1. Komponen MCT pada minyak kelapa memang mempunyai efek menekan penimbunan lemak tubuh (Takeuchi et al., 2008; Carandang, 2011).
2. Kemungkinan lain karena MCT mempunyai efek kenyang (satiety) yang lebih besar dari LCT (St-Onge dan Jones, 2007). Sehingga tikus pada Kelompok (P2) tidak mau lagi atau sedikit saja mengkonsumsi HBS pelet yang disajikan secara ad libitum, sedangkan tikus pada kelompok (P0) tetap mengkonsumsi HBS pelet secara ad libitum.
KESIMPULAN
Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pemberian oral aquades, minyak sawit dan minyak kelapa dengan dosis 2x0,4 ml per hari selama 45 hari pada tikus jantan Wistar (Rattus norvegicus) menghasilkan penemuan sebagai berikut:
1. Minyak sawit cenderung menyebabkan penimbunan lemak subkutan abdominal lebih banyak daripada minyak kelapa.
2. Minyak sawit cenderung menyebabkan penimbunan lemak viseral lebih banyak daripada minyak kelapa.
Hal tersebut membuktikan bahwa LCFA lebih meningkatkan penimbunan lemak viseral dan subkutan abdominal daripada MCFA pada tikus jantan wistar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pangkahila, W. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2007. Hal : 9, 13-23, 40-41.
2. Pangkahila, W. Executive Committee Welcome Speech from Chairman of National Symposium and Workshop on Anti-Aging Medicine (Naswaam). Bali. March 16-18, 2012
3. Grundy, S.M. Handbook of Obesity: Clinical Applications, Third Edition. University of Texas Southwestern Medical Center at Dallas. Dallas:
2004 p. 460-475.
4. Bray, G.A., Bouchard, C. Handbook of Obesity- Clinical Applications. Second Edition. New York: Marcel Dekker, Inc. 2004. p. 794-795.
5. Price, W.A. Nutrition an Physical Degeneration.
2003. p.110,111. Available from: www. Amazon.
ARTIKEL PENELITIAN
4 Open Access: http://ijaam-unud.org
Cynthia Sofyanti Sugiharto, I Gusti Made Aman, Ida Sri Iswari (Pemberian oral minyak sawit (elaeis) lebih meningkatkan...) com/Nutrition-Physical-Degeneration-
Weston-Andrew/dp/0879838167. Accessed:
November 27, 2012. 4. Jakarta: Penerbit:
Sagung Seto.
6. Wawan, P. Kelapa Sawit. 2011. Available from: www.puputwawan.wordpress.
com/2011/06/25/botani-kelapa-sawit/
7. Carandang, V. E. Health Benefits of Virgin Coconut Oil Explained. 2008. Available at: www.pcrdf.org/artimages%5CVCO.doc.
Accessed January 12, 2012
8. LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
Tabel Persentase Asam Lemak. 2012. Available at: www.elib.pdif.lipi.go.id/katalog/index.php.
Accessed: July 26, 2012.
9. Fadhilla, R.A. A. IPB Repository Home.
Analisis Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen Minyak Goreng Kemasan Merk Bimoli (Kasus:
Rumah Tangga di Kota Bogor). 2008. Available from: www.repository.ipb.ac.id/bitstream/
handle/12456789/A08raf.pdf. Hal: 12, 14-16.
Accessed December 3, 2012.
10. Takeuchi, H., Sekine, S., Kojima, K., Aoyama, T. The Application of Medium-Chain Fatty Acids: Edible Oil With A Suppressing Effect on Body Fat Accumulation. Asia Pacific Journal of Clinical Nurtrition. 2008; 17 (S1): 320-323.
Available from: www.apjn.nhri.org.tw/server/
apjn/volume17/1/320-32519-5.pdf. Accessed October 6, 2011.
11. Murray, R. K., Granner, D. K., Mayes, P. A., Rodwell, V. W. Biokimia Harper. Edisi 27.
Jakarta. 2009.
12. St-Onge, Marie-Pierre, Jones, P.J.H. Recent Advances in Nutritional Sciences. Physiological Effects of Medium-Chain Triglycerides:
Potential Agents in the Prevention of Obesity.
2007. Available from: www.nutrition.org/
content/132/3/329.full.pdf. Accessed: July 25, 2012.
13. Bowden, J. The 150 Healthiest Foods on Earth, First Edition. New York: Fair Winds Press.
2007. p.9-11, 298.