LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS BIOMEDIK
PERCOBAAN 2
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA
Disusun oleh:
Hawa Agreeable (10060321179)
Rohmayati (10060321180)
Zaihan Nur Fitri (10060321181) Choirunissa (10060321183)
Shift/Kelompok : F/4
Tanggal Pecobaan : Kamis, 29 Februari 2024 Tanggal laporan : Kamis, 7 Maret 2024
Nama asisten : Difani Armandita K, S.Farm
LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2024 M / 1445 H
PERCOBAAN 2
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA
I. Tujuan pengamatan
1. Dapat menentukan kadar glukosa dalam sampel serum darah
2. Dapat menentukan metode untuk mengukur kadar glukosa dalam sampel serum darah
3. Dapat memahami peranan pemeriksaan kadar glukosa serta mampu menginterpretasikan hasil yang didapat dari pemeriksaan kadar glukosa II. Prinsip
1. Kolorimetri adalah tercapainya kesamaan warna larutan contoh dan standar dengan menggunakan sumber cahaya sinar putih / polikromatis dan detektor mata.
2. Glukosa dioksidasi secara enzimatik menggunakan enzim GOD (glukosa oksidase), membentuk asam glukonoat dan H2O2 kemudian bereaksi dengan fenol dan 4-aminoantipirin dengan enzim peroksidase (POD) sebagai katalisator membentuk quinonimina
III. Teori Dasar 3.1 Glukosa
Glukosa adalah gula monosakarida yang dapat langsung diserap oleh tubuh dan dikonversi menjadi energi. Kadar glukosa dalam bahan pangan sumber karbohidrat meliputi: monosakarida yang sudah tersedia atau berasal dari pemecahan polisakarida (pati/amilum) dalam bahan tersebut. Proses pemecahan polisakarida menjadi monosakarida dapat terjadi selama proses pengolahan pangan atau melalui hidrolisis selama polisakarida yang dikatalisis oleh asam dan enzim dalam saluran cerna (Wang & Copeland, 2015).
Glukosa adalah salah satu karbohidrat yang digunakan sebagai sumber tenaga. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Dalam bentuk glukosa, maka karbohidrat diabsorbsi melalui dinding usus dan dikonversi didalam hati.
Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan.
Glukosa tidak bisa dimetabolisme lebih lanjut sampai ia telah dikonversikan ke glukosa -6- fosfat oleh reaksi ATP; reaksi ini dikatalis oleh enzim heksokinase yang tak spesifik dan juga oleh glukokinase yang spesifik didalam hati. Sekali glukosa menjadi glukosa-6-fosfat, ia dapat dikonversi menjadi glikogen untuk disimpan dan tak dapat difusi ke luar dari sel ini.
Glukosa yang tidak dikonversi menjadi glikogen melintasi hepar melalui sirkulasi sistemik kejaringan, disimpan sebagai glikogen otot atau dikonversi menjadi lemak dan disimpan dalam lemak. Glikogen otot dikonversi menjadi asam laktat oleh glikolisi anaerobik, ia tak dapat menghasilkan glukosa karena otot tak mempunyai glukosa-6-fosfat. Glikogen didalam hepar berlaku sebagai cadangan karbohidrat dan merupakan sumber energi cadangan yang akan dikonversikan kembali menjadi glukosa saat dibutuhkan lebih banyak energi (Baron, 1990)
3.2 Metode enzimatik
Metode enzimatik yaitu GOD-PAP (Glucose Peroxydase Aminoantipyrin) memiliki prinsip glukosa dalam sampel dioksidasi membentuk asam glukonat dan dihirogen peroksida. Hidrogen peroksida 4- aminoantipirin dengan indicator fenol dikatalis dengan POD membentuk quinonimine dan air.
Glukosa + O2 → Asam glukonoat + H2O2
2H2O2 + 4-Aminoantipirin + fenol → 4H2O
3.3 Panyakit dan pengobatan
Diabetes mellitus merupakan jenis penaykit yang disebabkan menurunnya hormon yang diproduk oleh kelenjar pankreas yang menyebabkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi oleh tubuh tidak dapat diproduksi dengan sempurna, terjadilah glukosa di dalam tubuh meningkat.
Kecurigaan terhadap DM perlu dipikirkan bila pasien memiliki keluhan sebagai berikut:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, mata kabur, gatal, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada Wanita
Tatalaksana terapi pasien DM mencakup edukasi, terapi nutrisi medis, latihan fisik, dan terapi farmakologis. Terapi farmakologis mencakup obat antihiperglikemik oral dan obat antihiperglikemik suntik. Obat antihiperglikemik oral terdiri dari golongan:
1. Pemacu sekresi insulin (Insulin secretagogue):
a. Sulfonilurea: glibenclamide, glipizide, glimepiride, gliquidone, gliclazide.
b. Glinid: repaglinid, nateglinide (sudah tidak tersedia di Indonesia) 2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitisizers):
a. Biguanida: metformin
b. Tiazolidinedion (TZD): pioglitazone 3. Penghambat alfa glucosidase: Acarbose
4. Penghambat DPP-4: vildagliptine, sitagliptine, linagliptine 5. Penghambat SGLT-2: empagliflozin (Perkeni, 2021)
3.4 Faktor yang mempengaruhi glukosa
Kadar glukosa dapat menyebabkan terjadinya berbagai penyakit, antara lain:
1. Banyak mengkonsumi makanan bergula 2. Kurang aktivitas fisik atau olahraga 3. Stress
4. Kurang tidur
3.5 Perbedaan serum dan plasma
Perbedaan antara serum dan plasma adalah plasma mencegah proses penggumpalan darah sedangkan serum membiarkan terjadinya proses penggumpalan darah. Plasma mengandung senyawa fibrinogen yaitu suatu protein darah yang berubah menjadi jaring dari serat-serat fibrin pada peristiwa penggumpalan, dimana senyawa tersebut sudah tidak ada lagi dalam serum. Di dalam plasma fibrinogen tidak dapat berubah menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan (Sadikin, 2014).
3.6 Spektrofotometer UV
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi (Gandjar, 2007).
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur transmitan atau absorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna terbentuk. Nilai absorbansi dari cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi larutan didalam kuvet (Sastrohamidjojo, 2007).
Keuntungan dari metode spektrofotometri adalah hasil yang diperoleh cukup akurat, angka yang terbaca langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital.
Bagian-bagian spektrofotometer:
1. Sumber cahaya 2. Monokromator 3. Kuvet
4. Detektor
Prinsip dari spektrofotometer adalah cahaya yang berasal dari lampu diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator, kemudian cahaya akan diubah cahaya yang awalnya polikromatis menjadi cahaya monokromatis
(tunggal). Berkas cahaya dilewatkan pada sampel yang mengandung zat konsentrasi dengan tertentu. Cahaya yang terbentuk ada yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan kemudian diterima oleh detektor. Cahaya yang diterima dihitung dan untuk mengetahui cahaya yang diserap sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel, sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif (Triyati, 1985)
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang kecil.
Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Yahya S, 2013)
IV. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum percobaan kali ini adalah mikropipet 10 μL dan 1000 μL, spektrofotometer dengan panjang gelombang 500nm dan tabung reaksi.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah reagen (glory diagnostic) yang terdiri dari monoreagen yaitu dapar fosfat, glukosa oksidase, peroksidase, 4-aminoantipirin, fenol dan larutan glukosa standar (glukosa 100mg/dL) dan sampel berupa serum.
V. Prosedur
Dikeluarkan sampel yaitu serum darah dan reagen dari kulkas dan dibiarkan pada suhu ruangan. Kemudian pada saat akan digunakan suhu dari sampel dan reagen dipastikan sudah sama dengan suhu ruangan. Selanjutnya disiapkan tiga tabung reaksi dan diberi label, pada tabung 1 yaitu blanko dimasukkan 1 ml reagen, pada tabung 2 yaitu tabung standar dimasukkan 1 mL larutan reagen dan 10 μL larutan standar, dan pada tabung 3 yaitu tabung sampel dimasukkan 1 ml larutan reagen dan 10 μL larutan sampel.
Setelah itu campuran dihomogenkan dan dihangatkan pada suhu 37°C selama 5 menit pada suhu kamar. Kemudian dilakukan pembacaan nilai absorbansi pada setiap tabung yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 500 nm. Pengukuran absorbansi pada sampel dan standar dilakukan secara triplo.
VI. Data Pengamatan 6.1 Absorbansi
Kelompo k
Rata – Rata Nilai Absorbansi Uji
Rata – Rata Nilai Absorbansi Standar
F 1 0,366 0,195
F 2 0,436 0,434
F 3 0,404 0,455
F 4 0,273 0,192
F 5 0,321 0,279
F 6 1,275 1,283
6.2 Perhitungan Kadar Glukosa Kadar = absorbansi uji
absorbansi standar x kadar glukosa
= 0,273
0,192 x 100 mg/dL = 142,19 mg/dL
6.3 Perhitungan SD
Kelompok Nilai Glukosa (mg/dL)
F 1 187,69 mg/dL
F 2 100,46 mg/dL
F 3 88,79 mg/dL
F 4 142,19 mg/dL
F 5 115,05 mg/dL
F 6 122,60 mg/dL
x̄ 126,13 mg/dL
SD =
√ ∑(Xn−π)²
n−1
SD =
(187,69−126,13)2+(100,46−126,13)2+(88,79−¿126,13)²
√¿+(142,19−126,13)²+(115,05−126,13)²+(122,60−126,13)² 6−1
SD =
√
6236,010 = 35,32 mg/dL 6.4 Perhitungan SBRSBR = SD
Rata−Rata nilai uji x 100%
SBR = 35,32
126,13 x 100%
SBR = 28,00 %
VII. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengujian kadar glukosa yang ada di dalam darah.
Glukosa darah adalah kadar glukosa dalam darah yang konsentrasinya diatur ketat oleh tubuh. Glukosa yang dialirkan dalam darah merupakan sumber energi utama untuk sel-sel tubuh. Umumnya taraf glukosa pada darah bertahan pada rentang 70- 150 mg/dL, terjadi peningkatan kadar glukosa darah sehabis makan dan umumnya berada pada tataran terendah di pagi hari sebelum mengonsumsi makanan.
Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum akan memacu pankreas untuk menghasilkan insulin yang mencegah kenaikan kadar glukosa darah lebih lanjut dan mengakibatkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Gesang & Abdullah, 2019).
Pengukuran kadar glukosa pada percobaan ini dilakukan dengan metode kolorimetri dan enzimatik menggunakan panjang gelombang 500 nm yang akan
menghasilkan absorbansi yang tinggi sehingga akan terbenruk intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel.
(Subiyono et al., 2016).
Kelebihan metode enzimatik ini yaitu memberikan hasil dengan spesifitas yang tinggikarena yang terukur hanyalah glukosa dengan peresisi yang tinggi, relative bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan suhu). Tetapi, kekurangan metode enzimatik ini yaitu adanya efek steroid namun sangan minim karena kadarnya sangat kecil (Sacher, 2004).
Metode enzmatik yang dapat digunakan pada pengukuran kadar glukosa dibagi menjadi 2 macam, yaitu metode glukosa oksidase dan metode heksokinase.
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah glukosa oksidase dengan prinsip enzim glukosa oksidase mengkatalis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukanoat dan hidrogen peroksida.
Selanjutnya, hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan phenobenzen dengan bantuan enzim peroksidase sehingga menghasilkan quinoneimina yang berwarna merah muda dan bisa diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm, tetapi pada percobaan ini panjang gelombang yang digunakan adalah 500 nm. Intensitas warna yang terbentuk setara denga kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel.
Glukosa oksidase berfungsi sebagai enzim dalam reaksi enzimatik di atas, karena reaksi tersebut tidak termasuk senyawa berwarna sehingga hasilnya adalah asam glukanoat dan hidrogen peroksida. Serta hasilnya tidak dapat diukur, akibatnya hidrogen peroksida melanjutkan reaksinya dengan aminoantipirin dan fenol, yang masing-masing berfungsi sebagai kromogen dan pengkopling.
Dihasilkan senyawa quinoneimina yang merupakan senyawa berwarna sehingga dapat dideteksi dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500 nm pada daerah sinar tampak. Quinoneimina memiliki struktur kimia yang terdiri dari gugus kromofor dan ausokrom. Senyawa yang
menunjukkan kadar glukosa dalam darah adalah quinoneimina (Subiyono &
Martsiningsih, & Gabrella, 2016).
Bagian darah yang dianalisis pada penentuan kadar glukosa ini adalah serum. Serum merupakan bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein yang tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan kadar serupa dalam plasma.
Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal, serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen atau protrombin yang belum di konevensi. Serum berfungsi sebagai pemeriksaan awal yang dilakukan di laboratorium untuk mendeteksi kesehatan secara dini apakah ada virus atau mikroorganisme yang lain untuk membuat diagnosis dan untuk membandingkan kadar albumin, glukusa, dan kolesterol dengan kadar normal.
Pemeriksaan serum ini menunjukkan seberapa berpotensi seseorang terkena penyakit dengan gejala dan tanda-tandanya. Untuk menghasilkan serum, spesimen darah dari seorang praktikan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuga dan dipisahkan menjadi dua bagian melalui proses sentrifugasi.
Setelah itu, darah didiamkan hingga membeku selama sekitar lima belas menit sebelum ditambahkan antikoagulan. Setelah disentrifugasi, gumpalan darah yang tidak beraturan dan bagian cair dari darah akan terlihat. Bagian cair akan berwarna kuning jernih setelah terpisah dari gumpalan darah dan dengan mudah dilepaskan dari dinding tabung (Sacher & McPherson, 2013; Nugraha, 2015).
Adapun prosedur pada percobaan ini adalah. Dilaukan pemisahan serum terlebih dahulu dengan cara, pemisakan serum dilaukan dengan menggunakan alat sentrifugasi, sentrifugasi adalah teknik yang dilakukan setelah pengambilan darah vena, bagian darah tersebut dibiarkan membeku (± 15 menit) kemudian dipisahkan. Serum diperoleh dari spesimen darah yang tidak ditambahkan antikoagulan dengan cara memisahkan darah menjadi 2 bagian, setelah darah didiamkan hingga membeku kurang lebih 15 menit (Nugraha, 2015).
Setelah disentrifugasi akan tampak gumpalan darah yang bentuknya tidak beraturan dan bila penggumpalan berlangsung sempurna, gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dengan mudah dapat dilepaskan dari dinding tabung. Pada percobaan ini alasan penggunaan serum sebagai sampel pemeriksaaan asam urat adalah karena serum tidak terdapat fibrinogen, protrombin, faktor VIII ,V, dan XIII dan untuk mencegah pencemaran antikoagulant terhadap specimen.
Selanjutnya disiapkan 3 tabung yaitu blanko, standar dan sampel, pada setiap tabung diberi reagen sebanyak 1 mL. Larutan blanko atau reagen berfungsi untuk mengkalibrasi dan berfungai untuk menyandingkan hasil agar hasil yang terukur benar-benar hanya senyawa yang dituju saja. Kemudian pada tabung standar ditambahkan larutan standar sebanyak 10 µL. Larutan standar berfungsi sebagai perbandingan terhadap sampel uji karena kadar dan konsentrasi yang sudah diketahui. Selanjutnya pada tabung sampel ditambahkan lrutan uji yaitu serum sebanyak 10 µL. pada larutan sampel yang digunakan serum dikarenakan serum sudah tidak memiliki fibrinogen, sehingga tidak akan mengganggu hasil pada analisis kadar. Pengambilan larutan reagen, standar, dan sampel dilakukan dengan menggunakan alat mikropipet. Alasan penggunaan mikropipet adalah karena bisa memindahkan cairan/reagen tertentu dalam skala kecil atau memiliki akurasi yang jauh tinggi. pada saat pengambilan larutan dan sampel diusahakan untuk tidak adanya gelembung, dikarenakan gelembung dapat mempengaruhi volume dan hasil. Kemudian sampel dihomogenkan dengan cara di kocok dengan santai dan diinkubasi dengan cara digenggam agar suhu sediaan menyerupai suhu tubuh yaitu 37℃, harus sesuai dengan suhu tubuh untuk mengoptimalkan kerja enzim pada suhu tersebut. Lalu sampel didiamkan selama 5 menit. Dilakukan inkubasi agar reaksi enzimnya berlangsung. apabila suhunya terlalu tinggi maka enzim dapat terdenaturasi sehingga tidak dapat digunakan, namun jika didiamkan kurang dari 5 menit, enzim dan substrat akan kurang bisa bereaksi.
Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi pada sediaan dengan menggunakan spektrofotometri Uv-Vis dengan panjang gelombang 500 nm.
Panjang gelombang quinoneimina di 500 nm untuk glukosa karena itu merupakan
panjang gelombang dimana glukosa menyerap cahaya dengan intensitas maksimum. Pada pengukuran menggunakan alat spektrofotometri UV-vis karena spektrofotometri UV-Vis merupakan metode analisis yang menggunakan panjang gelombang UV dan Visible sebagai area serapan untuk mendeteksi senyawa. Pada umumnya senyawa yang dapat diidentivikasi menggunakan Spektrofotometri UV- Vis adalah senyawa yang memilki gugus gugus kromofor dan gugus auksokrom.
Pengujian dengan Spektrofotometri UV-Vis tergolong dan cepat cepat jika dibandingkan dengan metode lain. Pada proses ini pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali (triplo), hal ini disebabkan agar mendapatkan hasil yang tepat, spesifik, sesuai dan akurat, sehingga akan mendapatkan nilai rata-rata yang sesuai.
Dari hasil yang pengukuran diperoleh kadar glukosa sewaktu dengan 6 kali pengukuran 142,19 md/dL. pengambilan darah dilakukan terhadap sesorang berjenis kelamin perempuan, nilai batas normal kadar glukosa sewaktu yaitu <
180 mg/dL. Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), menyatakan prevalensi glukosa darah sewaktu (GDS) yang normal 2 jam setelah makan berkisar antara 80-180 mg/dl. kondisi yang ideal yaitu 80-144 mg/dl. Glukosa darah sewaktu (GDS) pada kondisi cukup 145-179 mg/dl. Glukosa darah sewaktu (GDS) pada kondisi buruk angka 180 mg/dl (masih dalam katagori aman). Data tersebut menandakan bahwa hasil yang diperoleh dari sampel menunjukan bahwa glukosa sewaktu sampel tergolong baik karena masuk kedalam rentang.
Adapun faktor-faktro yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar glukosa adalah sebagai berikut:
1. Usia
2. Aktifitas fisik 3. Faktor genitas 4. Asupan makanan 5. Jenis kelamin 6. Konsumsi alkohol
VIII. Kesimpulan
1. Kadar glukosa sewaktu yang diperoleh dari sampel yaitu 145-179 mg/dl dimana kdar yang normal adalah 80-180 mg/dl, maka dengan hasil tersebut dapat dipastika bahwa sampel masuk kedalam rentang normal
2. Metode yang digunakan adalah metode enzimatik menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 500 nm. Metode enzimatik yang dapat digunakan adalah metode glukosa oksidase yang mengkatalis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukanoat dan hidrogen peroksida.
3. Pada pengukuran ini kadar gula darah atau glukosa dinyatakan normal karena berada kurang dari 180
DAFTAR PUSTAKA
Cairns. D, (2009), Intisari Kimia Farmasi, Ed. 2, EGC, Jakarta
Gandjar, I. G. dan Rohman, A., (2007), Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Gesang, K, Abdullah, A. (2019). Biokimia Karbohidrat Dalam Perspektif Ilmu Keolahragaan (1st ed.). Penerbit Wineka Media.
Nugraha, Gilang (2015). Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.
Jakarta: CV Trans Info Medika
Sacher, R. A. and McPherson, R. A. (2015) Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Alih Bahasa: H. Hartanto. Jakarta: EGC.
Sadikin, M. (2014). Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika
Sastrohamidjojo H, (2007.) Spektroskopi. Gadjah Mada University. Yogyakarta Subiyono, S., Martsiningsih MA., & Gabrela D. (2016). Gambaran Kadar
Glukosa Darah Metode GOD-PAP (Glucose Oxsidase– Peroxidase Aminoantypirin) Sampel Serum dan Plasma EDTA (Ethylen Diamin Terta Acetat). Jurnal Teknologi Laboratorium, 5(1),45-8
Triyati, Etty. (1985). Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya dalam Oseanologi. Jakarta
Wang, S. & Copeland L. (2015). Effect of Acid Hydrolysis on Starch Structure and Functionality: A Review. J Critical Rev in Food Sci and Nutr; 55(8);
1081–97
Yahya, S. (2013). Spektrofotometri UV-VIS. Jakarta : Erlangga