iw.r;
[. i4Ed _i
PEMERIKSAAN KTINIS
NEUROTOGI PRAKTIS Umum
Edisi Pertama
Kolegium Neurologi Indonesia
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
2018
PEMERIKSAAN KLINIS
NEUROLOGI PRAKTIS
Umum
Edisi Pertama
Editor
Riwanti Estiasari
Ramdinal Ayiesena Zairinal
Wardah Rahmatul Islamiyah
Kolegium
Neurologi Indonesia
Perhimpunan Dokter
Spesialis SarafIndonesia
2014
H a
k
Cipta
Dilindungi Undqng -Undqng
'. .
\.niperbonyok, jnencetalt don menerbitkan sebagian otau seluruh isi buku tDt. , .., i
dan ttalam bentuk apapun juga tanpa seizin Kolegium Neuralogi lndanesia-: .
:tan ke(tokterun dan pengalaman klinis senantiasa berkembang dan tnetnperluosr'.::r.;oi!oll
kitd boik dolam hat diognostik muupun terapi. Pora kantributot editar: : :rnefiit
buku ini teloh betupllyo kerus untuk menastikatl bahwo setiap infatmasi.)'.
turd.tpatdahnl
buku ini ber.)sal dari stlmberilnillll
yang terpercavo' dapat.:..iatkdn
dan diterimi datan p raktek kedoktera n pada sast publikasi. Na/r,un dengan:i.i!rid te.€rldtasdn no,rusia atllupun perubahon tlolam
ilnu
kedakteran' kontributo... ...
penerbit maupun pihak tdin yang turut terlibot doldm persiopon don puhlikasi .1,i.1 tnt nttak bertunggung jawob untuk kesaluha dtaupun kelalaianvang diakibutkan:itt
t)erlggunaan informasi ydng terk,lndung dahm buku ini. Penbaco (lianjurkanrreitanjl,nasi
kembali infomasi yans terkanduns .tatatn buku ini densan sumber i.tnn|a. Kritik(tan saran dapat disatnpaikan melalui bukupfneurct@gmail com-PEMERIKSAAN KLINIS NEUROLOGI PRAKTIS Umum
1a
x23
Halaman:i-xii/1-210
Diterbitkan pertama kali oleh:
Kolegium Neurologi Indonesia
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2018
Cetakan pertama : April, 2018 Dicetak pertama kali oleh:
PENERBTT I{EDOKTERAN INDONESIA Em q i l, p e rkis a. i n d o n esi a @ g m ail. c o m
lSBNr 978-979-1 14-5-6 o-
(i o
I o
D
z z
I
z
!z d
EIE
rl1TIM BUKU
Riwanti Estiasari Tiara Aninditha Dyah TunJungsari Ramdinal Aviesena Zairinal
Ade Wijaya
Rima Anindita Primandari Eny
NurhaFti
Dwi Astiny Mirna Marhami Iskandar
Intan Nurul Azni Mumfaridah
ILUSTRATOR Uti Nilam SaIi
FOTOGRAFER Adrian Ridski Harsono
DESAIN SAMPUL Ke\rin Muly'a
Put
Auliy_aTiaraAninditha
l
KONTRIBUTOR
Al Rasyid
Ahmad Yanuar Safri Andika Okpamsta Astri Budikayanti Astuti
Audry Devisanty Wuysang Chairil Amin BatubaE Corry Novita Mahama Darma Imran
Diah Kumia Mirawati
Dewa Putu Gde Pun ,a Samatra Hendra Permana
Henry Riyanto So8/an I Putu Eka Widyadharma Ika Marlia
Kartika Maharani Muhammad Kiki Iqbal Mohammad Kumiawan Masita
Melke Joanne Tumboimbela Mudjiani Basuki
Muhammad Akbar
NurAstini
Paulus Anam Ong Rakhmad Hidayat
Ramdinal Aviesena Zairinal Ratih Vierda octaviani Ria Damayanti
Riwanti Estiasari
Univercitas Indonesia Universitas Indonesia Universitas Sdwijaya Universitas lndonesia Universitas Gadjah Mada Universitas Hasanuddin llniversitas Sumatera Utara Universitas Sam Ratulangi Universitas Indonesia Universitas Sebelas Maret Universitas Udayana Universitas Andalas Universitas Indonesia Universitas Udayana Universitas Syiah Kuala Univercitas Indonesia Universitas Sumatera Utara Universitas Indonesia Universitas Sriwijaya Universitas Sam Ratulangi Universitas Airlangga Universitas Hasanuddin Universitas Syiah Kuala Universitas Padjajaran Universitas Indone-sia Universitas lndonesia Universitas Diponegoro Universitas Blawijaya Universitas Indonesia
iY
(J o
'l o
CN
z z
J
z
E Itl
o"
Salim Harris Subagya Suratno
'lhufik Mesiano Tiam Aninditha
Trianglloro Budisulistyo Uni Gamayani
Wardah Rahmatul lslamiyah Widodo MardiSantoso YuliarniSyafiita
Universitas Indonesia Universitas Gadjah Mada Universilas Scbelas l\4aret UDiversitas Indonesia llniversitas lndonesia Universitas I)iponegor-o Universitas Padjajaran Univcrsitas Airlangga Universrtas [Jrawi j aya Uuiverstas And:rlas
Sambutan
KETUA KOTEGIUM NEUROLOGI INDONESIA
Puji syukurkami panjatkan ke hadiratAllah SWI Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas perkenaan-Nya buku Pemeriksaan Klinis Neurologi Pralitis Umum dan Khusus telah berhasil diterbitkan ke hadapan pembaca.
Pemeriksaan klinis neurologi merupakan pemeriksaan klinis dengan
karakte stik
yang khas dan memerlukan ketrampilan dalam melakukan pemeriksaan maupun interpretasi hasilnya, yang dapat bersumber dari beberapa referensi. Pemeriksaan ini sangat banyak jenisnya yang disesuaikan dengan gejala klinis danteknik
pengedaanyang juga dapatbervariasi.Kolegium Neurologi Indonesia (KNII
mempunyaitugas
menjagabaku
mutu pendidikan dokterspesialis neurologi di lndonesia, antara lain sebagai penyelenggaraujian
kompetensi nasional.Untuk itu diperlukan
panduan persamaan persepsi seluruhstafpendidik
dan pesertadidik
di seluruh Indonesia mengenai pemeriksan klinis neurologi, demi menghindari perbedaan penilaian yang bersifat subjektif dan multiinterpretasi.KNI
telah menugaskan kepadatim
buku pemeriksaan ldinis neurologi pmktis yangterdiri
dari perwakilan empat belas (14) prcgram studi dokter spesialis neurologi di 'seluruhIndonesia, Sekreta s Jenderal KNI dr. Taufik Mesiano, SpS
{l!,
serta Ketua dan Sekretaris Komisi Kurikulum KNI -Dr dr. Purwa Samatra, SpS (K) dandr
Wardah Islamiyah, SpS- bekerja sama dengan Departemen Neurologi FKUI untuk menjrusun buku ini. Dengan kerja sama yang baik, Alhamdulillahtim
buku telah menyelesaikan peny'usunan buku ini.Terimakasihtakterhingga kami haturkan kepada ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraflndonesia (PP-PERDoSSI) Prof. Dr. dr. H. Moh. Hasan Machfoed, SpS [KJ, M.S. yang te]ah mendukung dan membantu sehingga penyusunan buku
ini
dapatterlakana
berjalan lancar, Dr. dr. Riwanti Estisari, SpSIK) selaku ketuatim
buku beserta seluruh anggotanla, danketua Departemen Neurologi FKUI/RSCM yang telah beke4a keras dalam waktu singkat untuk mewujudkan harapan KNI.["'
vi
Oleh karena itu, buku ini wajib digunakan oleh peserta
didik
maupunstaf
pendidik agartcrcapai
kcsamaan persepsi pada pelal€anaanujian
kompetensi orjectlye Sttuctured Clinical Exanlinatian [OSCE) NasioDa]. Namun demikian bLrkuini
juga dibLlat secarapraklis
Lrntuk memudahkanpeserta didik program
pendidikan dokter umum dan dokter umum dalanr mcmahami pemeriksaan neuloloElis sccam keselLlruhan maupun yang bersif:rt khusLts.AkhiI kata saya mengucapkan selamat kepada scluluh kontributor dan tim buku yang telah bekerja sebaik-baiknya. Scmoga hasil kerja ini meniadi amal baik dan ilradah di sisi Allah SWT dan d:rpat meningkatkan mutu pendidikan dokter spesialts neurologl di Indonesia. Aamin yaa Rabbal'aalamiin.
Jakal1a, April 201t1
dr
Diatri NariLastri. SpSIK) Ketua Kolegium Neurologi Indonesiao z z o o o
lrl z
E
.-1
i,.I
a
tr
KETUA UMUM PENGURUS PUSAT PERDOSSI
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh, Salam sejahtera bagi kita semua.
Segala
puji
ke hadirat Allah S\lT /
Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya kepada kita semua.Neurologi adalah ilmu kedokteran yang menangani gangguan sistem saraf, baik saraf pusat maupun
pe
fex Sistem saraf adalah sistem yang mengatur seluruh mekanisme biologistubuh
yang amat kompleks. Sistemini diatur oleh
otak yang mencakup berbagai fungsi pentin& antara lain:.
Sistemkesadaran(consciousness').
Sistemlimbik yang mengatur berbagai fungsi penting, seperti
kognitif,psikologis, perilaku, intelektual, memori, dan bahasa,
.
Sistem pengontrol gerakan motoris yangmeliputi:
sistem piramidal, ekstra- piramidal, refl ektoris danlainlain.
. Sistem sensoris yang meliputi persepsi sensoris terhadap
penglihatan,.
pendengaran, sentuhan, rasa (tasrel, bau [st4€{), dan keseimbangan..
Sistem salafotonomyangterdiri
dari simpatis dan parasimpatis..
SistemsaEfkranial
dan perifer.Uraian diatas mengindikasikan bah\,'a
tidak
ada satupun sistem pengaturan tubuh yang beradadi luar kendali
otal(, yang menunjukanvitalnya
tungsiotak
dalam mengatur hidup seseorang.Adapun gangguan (nuisance)
dai/ata[
penyakit [dr'seose] neurologis dapattimbul
apabilasatu atau lebih fungsi otak
terganggu. Gangguanini
bermacam-macam bentuknya, diantamnya stroke dan gangguan pembuluh darah otak, trauma kepal4 infeksi otak, tumor otak, kejang dan epilepsi, gangguan perilaku, gangguan neurologianak
gangguan neurogeriatri, nyeri, gangguan tiduX, serta gangguan samf kranial, medula spinalis, dan sarafltepi.vlu
a<
1 Y
:)
z
Z J
z
:d
r:l E
Ei
o.
Sambutan
Diagnosis penyakit neurologis biasanya
relatif lebih rumit
dibandingkan dengan penyakit lainnya yang umumnya hanyaperlu
satu diagnosis. Sebagai konsekuensjdari berbagai
sistem otak yang terganggu, yangsatu
dengan lainnyamemiliki bentuk klinis, lokasi lesi, dan
penyebabyang
berbeda-beda,maka ada
empat diagnosis khusus neurologis, yaitu: diagnosis klinis, topis, patologis, dan etiologis.Diagnosis neurologis ditegakkan melalui 3 hal penting, yaitu: anamnesis
terstruktur yang
sistematis,pemerikaan
neurologisyang
komprehensif,dan
pemeriksaan penunjangyangrelevan, Dalamhalakurasi diagnosis, ketiga hal ini memiliki kontribusi),'ang sama
pentingnF
satu dengan lainnya dan meningkatkan keberhasilan terapi.Saatini ada 14 (empatbelasJ pusatpendidikan neurologi di lndonesia. Masing-masing
pusat pendidikan
bertangungjawab untuk membe kan pendidikan
neurologis yangbaik
kepadapara
mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis IPPDSJ yang diasuhnya. Materi pendidikan tentu saia menyangkut pemeriksaan neurologis, diagnosis, dan manajemen penyakit-penyakit neurologis.Karena adanya perbedaan pusat pendidikan, perbedaan
mated,
perbedaan staf pengajar dan perbedaan fasilitas pendidikan, tentu saja para mahasiswa PPDS initidak
memiliki pemahaman/
persepsi yang sama tentang pemeriksaan neurologis antam satu pusat pendidikan dengan pusat pendidikan lainnya. Namun para mahasiswaPPDS ini harus mengikuti ujian nasionalyang dinilai oleh parapenguji berbagai pusat pendidikan. Sekalipun berbeda pusat pendidikan, para penguii ini memiliki persepsi yang sama tentang materi yang diujikan termasuk pemeriksaan neurologis.
Kolegium
Neurologi Indonesia (KNI) telah
menangkap permasalahan tersebut dan berupayauntuk
meminimalkan kesenjangan yang ada. Bekerja sama dengan Departemen Neurologi Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia dankontributor
dari semua Prodi Neurologi di Indonesi4 KNI menerbitkan Buku Peme ksaan Klinis NeurologiPrakis
ini. Mengingat sangat bervariasinyapeme
ksaan fisik neurologis, maka buku ini dibuat menjadi dua, yaitu Peme ksaan Klinis Neurologi Praktis Umum dan l(husus.Selain
mempermudah mahasiswa PPDS mempersiapkanujian
nasional, bukuini memiliki tujuan yang lebih
luas,yaitu
mengusahakanadanF standa
sasi pemedksaanfisik /
neurologis berskala Nasional. Upayaini
sesuai dengan salahE
3 ) F
Lll
z
E
satu
misi
PERDOSSI dalam menunjSng proses pengembanganilmu
pengetahuan setiap anggota maupun calon anggotanya,Oleh karena itu, PP PERDOSSI menyambut gembira diterbitkannya Buku Pemerikaan
I(inis
Neurologi Praktis ini, semoga dapat dijadikan acuan olehpusat-pusatpendidikan Neurologi di Indonesia.Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.
Prof. Dr dr. Moh Hasan Machfoed. SD.UI(l-lLtS
.
Ketua Umum PP PERDOSSI? v
c-
o o
J o
f i!
z z
:a z
&
E
!r,1
DAFTAR ISI
Kontributor
Sambutan Ketua I(olegium
Neurologi
IndonesiaSambutan
l{etua Umum PP PERDOSSI1.
PemeriksaanKesadaran2.
PemeriksaanIanda
Rangsang Meningeal3.
Pemeriksaan SarafKranialis
4.
PemeriksaanMotorik
5. PerneriksaanSensorik
6.
Pemeriksaan KeseimbaDgan danKoordinasi
7.
Pemcriksaan OtononlB.
PemeriksaanBruit
9.
Pungsi LumbalDaftar
Tilik
PemeriksaanNcurologi Indcks
IV
vi viii
1
l,r
40
98 128
1,1,1
157
170
t75
18s
20i
xi
&
F
A
PEMERIKSAAN KESADARAN
Rqmdinal Aviesena
Zairinal, Tiqra Aninditha, Nur
Astini, M asita,Astri
B udi kayqnti
Kesadaran merupakan hal pertama yang harus
dinilai
oleh seorang dokter setiap kali memeriksa pasien, bahkan lebih dahuluda
padameme
ksa tanda vital sepertinadi
dan pemapasan. Halini terjadi
karena terdapat perbedaan yang signifikan dalam aspektata laksana dan prognosis antara pasienJ,'ang sadar penuh denganyang mengalami gangguan kesadaran. Sebagai contoh, pasien yang menjaditidak
sadar seteiah mengalami bangkitanepileptik
mempunyaitata
laksana berbeda dengan pasien yang kembali sadar penuh setelahnya. PasienJ,ang koma pascahenti jantung (post cardiac arrest) lentu berbeda prognosisnya dengan yang kembali sadar setelah tindakan resusitasi jantung paru.Pemeriksaan kesadaran
juga beftujuan untuk
mengetahui diagnosistopis
danetiologis,
sehinggaharus
komprehensif dengan pemeriksaanfisik umum
dan neurologis lainnya. Memeriksa pasien dengan penurunan kesadaran membutuhkan teknik khusus yang berbeda dengan pasien yang kooperatif dan sadar penuh. oleh karena itu, babini
tidak hanya akan menjelaskan tentang pemeriksaan kesadaran,tetapi juga
pemeriksaanfisik umum dan
neurologisyang
secara khusus harusdipedka
pada pasien yang tidak sadar.Patofi
siologi
Gangguan KesadaranStruktur anatomi di otak yang berperan dalam mengatur
kesadaranmeliputi
osceniling reticular activating system (AF"4,SI, talamus, dan kofteks hemisfer serebribilateral. Struktur
AR.r{S merupakankumpulan
serabut saraf yang berasal dari formasio retikularis di batang otak, terutama tegmentum paramedian mesensefalon dan pons bagian atas, Serabut-serabutini
menerima input dari jaras-jaras sensorikumum
(raba,nye ,
suhu, posisiJdan
khusus (penginderaan),untuk
selanjutnya berproyeksi keinti-inti
di talamus, kemudian ke seluruhkortek
serebri (cambar 11.z
rl! Elo.
Gambar 1. Struklur otak yang Berperan dalam Kesadaran
Korteks hemisfer serebri yang telah
terakivasi
ini akan memproses semua informasi sensorik termasuk informasi dari lingkungan eksternal, menganalisis satu persatuinput
yang sampai, sehingga pada akhirnya tersusun suatu kesadaran yang penuh Perankorteks sereb
sebagai prosesorinformasi ini berkaitan
dengan fungsi yang diembannya dalam hal fungsiIuhur
manusia, misalnya memori, bahasa, dan visuospasial, serta penginderaan, Oleh karena itu, struktur ARAS dan korteks serebri yang berfungsinormal
akan menghasilkan seseorang yang sadar penuh dengan keterjagaarl siklus banguntidur
yangbail!
dan kewaspadaan terhadap lingkungan eksternal.Berdasarkan penjelasan tersebut, kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan sadar penuh [FuII aworeress) seseorang terhadap
dirinF
dan hubungannya denganlingkungan ekternal.
Seseomng,'ang sadar penuh memiliki
keterjagaandiri
sendiri [arouso0 dan kewaspadaan terhadap rangsangan dari lingkungan ekstemal (olertness) yang baik. Dengan demikian, gangguan kesadaran dapat disebabkan oleh kelainan pada salah satu atau kedua faktor tersebut.(J
3 o
::.2 ln
-..od
,g
.-"9
Faktor
keterjagaan berhubungan denganfungsi AMS,
talamus,dan
iaras-iaras penghubungyang
mengontrol keseluruhanfungsi korteks sereb .
Oleh karena fungsinya mengatur siklus banguntidul
maka gangguan kesadaran akibat faktorini
akan bermanifestasi sebagai penurunan kesadaran tanpa ada siklus banguntidur
sehari-hari dan fidak bisa berespons adekuat terhadap stimulus eksternal.
Di lain pihak faktor kewaspadaan berhubungan dengan hasil koordinasi fungsi dari seluruh bagian korteks serebri yang pada kondisi normal akan menghasilkan fungsi kognitif dan respons afektif seseorang yang sesuai dengan stimulus eksternal. oleh karena
itu,
gangguan kewaspadaan akan menunjukkan manifestasikiinis
berupa disorientasi, gangguan perilaku, agitasi, dan gangguan fungsiluhur
lainnya. Syarat yang harus diingat adalahfakor
keterjagaan merupakanhal
yangmutlak
harusdiperika
sebelum faktor kewaspadaan. Dengan demikian, fungsikognitiftidak
dapat dinilai pada seseorang yang faktor keterjagaannya belum adekuat.Penurunan kesadaran, sebagai salah satu bentuk gangguan kesadamn, dapat
te{adi
bila terdapat gangguan (lesi)
struktuml
atau fungsional padastruktur
di otak yaog menyusun kesadaran,mulai dari
ARAS hinggakorteks
serebri. SecarastruktuEl
menurut letaklesinya, penurunan kesadaran dapatte4adi tidak hanya pada lesi difus dikorteks serebri atau otaksecam keseluruhan, tetapijuga lesifokal
disupmtentorial atau inftatentorial yang
mengenaiAMS,
talamus,dan jams-jalas di
antaranya, misalnya jaras talamokortikal [cambar 2J.Gambar
2.
Lesi Struktural yang MeDycbaLrkan PerLurrnan Kr\dLla.rnr
Lesr .lr BJrJng rrtakyang Mengenai ARAS. b. l.esi Dilirs di Otak.
c
l,csi Ilesak Ruang di Supratcntorial yang Mengenar ARAS dan Iaras Talamoko.tikal.d.
Lesi Desak Ituang di Inf ratento.ial yans Mensenai ARASz
al
o
r
E]z
E]
t4 E
o.
3
Sementam
itu,lesi
fungsional ditandai dengan adanya kelainan aktivitas metabotik neuron ali otak atau ketidakseimbangan kadar neurotransmiter' Kelainanakivitas metabolik
dapat berupa antaralain,
hipoksiadan
iskemia global, hipoglikemia, asidosis,dan
defisiensivitamin B1.
Ketidakselmbangankadar
neurotransmiter bisa diiumpai pada kasus intoksikasi obat, sindrom serotonin, sindrom neuroleptik maligna, atau status epileptikusnonkonvulsif
Diagnosistopis
dan etiologis dari penurunan kesadaran akibat Iesistruktural
maupun fungsional dapat ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaanfisikberikut
ini.Anamnesis
Pada dasamya, anamnesis
ini
bertuiuanuntuk
memastikan apakah pasien benar-benar
mengalamipenurunan
kesadaranatau
gangguanfungsi luhur' Hal ini
dilakukan secara alloanamnesis terhadap keluarga atau orang terdekat pasien
untuk
menyamakan persepsitentang
penurunankesadaEn
Terkadang keluarga barumenyada
bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran saat pasien tidak dapat dibangunkan sama sekali. Atau sebaliknya keluarga hanya meEsa pasienterlihat
lemas, namun sebenarnya sudah termasuk dalam kriteria penurunan kesadaran Setelah
itu
harus dipastikanawitan
(onset),yaifu
lamanya penurunan kesadaran, yang ditentukan sejak pasienterakhir terlihat
sadarpenuh Dari titik te$ebut, peme
ksa perlu menentukan apakah penurunan kesadamnnya teriadi secara drastis ke suatu tingkat kesadaran tertentu atau bertahap progresifmulai dari bicara kacau, disorientasi, hingga akhimya tidak berespons sama sekali. Pada kasus cedera kepala, hal ini akan sangat menentukan diagnosis awal, seperti pada penentuan cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Demikian pula padakecu
gaan hematoma epiduml, jjka didapatkan riwayatinterval
lusid,yaitu
keadaan sadar sesaatdi
antam dua fase penurunan kesadaran pascatrauma kepala, Keluarga yang mengantarkan pasien dapat dimintakan informasi apakah pasien sempat mengalami kontak yang baik dan mampu berespons yangsesuai dengan stimulus.Anamnesis juga meliputi kondisi medis serta manifestasi lain yangbisa bbrhubungan dengan penurunan kesadaEn.
Jika
alloanamnesistidak dapat
dilakukan, maka pemeriksa dapat melihatkartu
tanda pengenal [KTP) atau datalair
yang ada ditubuh
pasien yang bergunauntuk
mengetahuikondisi
medis atau kerabat yang4
bisa dihubungi. Pada kasus orang
terlantar
atau bclum teridentifikasi, diperlukan anamnesis tel hadap pcngantar pnsien, misirlnya polisiat.u
dinas sosial.Beberapa
hal yang perlu ditanyakan untuk
memastjkaDbahwa benar
pasien mengalami penurunan l(esadaranantrra lain,
apakah pasien cenderung banyaktiduI] tidak
ada siklus banguntidur sepcrti
biasanya, bagaimana kontak dengarr orangsekitat
dan apakahnasih
menjalani aktivitas sehari-hari [bekerja, melayani keluarga, mandi, makan). Pada penurunan kesadaran yang belumterlalu
dalam, pasien biasanya hanya mengalami pcrubahan kebiasaan dan aktivitas harian, bicara tidak sesuai, atau kurang kontak dengan orang seldtarnya. Selanjutnya, penLlrunaD kcsadaranyang cukup dalan
biasanya cenderungtidur terus
menerus,tidak
berespons ketika dipanggil, dan tidak bisa mal(an minum iagiAdapun pasien yang mengalami gangguan lungsi
luhur
biasanya salah mengenali waktu dan tempat [disorientasi], perubahanpeljlaku
agitasi atau cendening diam,sulit
berkomunikasi, dan daya inflatnya menurun. Namun, pasicn masih memiliki siklus bangun tidur dan intcnsttas keluhannya berfluktuasi dalam satu hari.Pemeriksa juga
perlu
mcnanyaknn kondisi nledis pasien, termasuk obat-obat yang dikonsumsi pasien, sebelum penurunan kesadaran. Adanya keluhansakit
kepala hebatdan delisit
ncurologis lmisalnya, bicara pelo,mulut
mencong, pandangaD dobel, kclcmahan sesisi tubuh, dan kejang) yang menyertai pcnurunan kesadaran, menunjukkan kemungkinan besar penyebab penurunan kesadaran adalah suatulesi intrakranial.
Pasien denganriwayat
diabetes, gagalginj:ll,
penyakjt jantung, atau penyakit kronik lainnya yang membuat pasien cenclerung imobilisasi dan natsLl makan menurun perlu dicurigai mengalami gangguan n]ctabolik yang menyebabkan penurunan kesaclaran, Di samping itu, adanya riwayat depresi, konsumsi narkoba, alkohol, atau gan8guan psikatrik sebclumnya dnpat mengarahkan kepada penurunan kesadaran akibat intol(sikasi ataupun gejala putus obat.Pemeriksaan
Mengingat pcnurunan kesadaran termr\uk keadaatr gJ\\rt dr|urat,
tnaka pemcriksaaniisik
harus dilakukan secara cepat, tepat, danetektil
Haljri
meliputipemeriksaan
tinBkat
kesadarandiikuti pcmeriksaan tanda vital, fisik
secara umum,dan
neurologis yangperlu dilakukan untuk
mengetahui penyebab dan pemantauannya.5
Pemeriksaan kesadaran
Secam garis bcsar, pemerikaan kcsadamn dapat dibagi dalaln 3 tahap, yaitu obselwasr, stin1ulasi, dan dokumenrasi. Tahap awal adalah melakukan obscrvasi atalr inspeksi terhadap pasien mengenai kelcrjagaan dan kewaspadaannya terhadap lingkungan.
Pasicn yang sa.lar penuh akan terlihat mcmbuka matr spontan, memperhatikan objek
di
sekitarnya, scmua indera bekcrja menerimainput
sensorikdari
eksternal, b \.r melakulGn gerakan volunter yang sesuai, dall bisa berkomunikasi dengan orang lain Jika pasren tidak tampak seperti ini, maka masuk dalam tahaP kcdua, yaitu stimulasi Pacla tahapini,
pemeriksa memberikan rangsangan secara bertahap dengan suar:rfverbal]
dan kemLldjan rargsan[lal1 nyeri. Pemel-il$awaiih unluk
memperhati]Qn semualespons te rbajk pasien ya ng muncul secam bersa maan saat d iberi rangsangan.Jikx pasien tidak menunjLrkkan respons apapun setelah diberikan kedua rangsangan tersebut secara maksimal, maka pasien berada di tingkat kesadaran yang paling rendah. Langkah selanjLltnya adalah mendokunentasikan hasil pcmeriksaan dengan baik untukdijadihn
patokaD [b.xe]irel atau pantauan tindaklaniut penanganan pasien IGambar 3).
Gambar 3. Skelna Tahapan l'cmeil$.ran Kesadaran
Penilaian gangguan kcsadamn dapat dilakukan secam
kllalitatif
nlaupun kuantitatif, yairu:l.
Penilaian Kesadaran secaraKualitatif
Skala
ku.litatif sebailoya
digunakanoleh triase untuk
menentukan tingkat kegawatdaruratan pasien karena sangat mudah dilakLlkan. Selainitu,
skalairj
dapat diajarkan pada masyarakat awam sebagai penolong pcrtama padaF
EZ
(J o
I o
!! z z
'l
z
:<
&
t!
Observasi
6
Stimulasi
kegawatdaruratan [/rrst responder).
0leh
karcDa bersifat kualitatif, maka hasi]pcnrcriksaannya berupa
kategoli
yaug memilikrkar:lkteristik
masitrg-masing.Salah satu pembagran hategori tingkat kesadaran yang sudah lama berkernbang di bidang neurologi adalah koma, stupor/sopor, sonrnolen/letargi, dan kompos mentis [Tabel 1].
Selain
itu, tcrdapat pula bentuk
sederhanadirri
skalakoma
Clasgow yangtelah
diadopsi dalam pengajamn Advanced Troumtr Lile Suppart IAI LSI atau kursus bantuan hidup dasar [BHD], yaitu olert-voice-pain-unrespatisiye IAVPll).Keunggulan
dari
penilaiankualitalil
adalah kcmudahan dalam aplikasinya dan bisa digunakan secara luas,bahkan oleh
orang awam yangtcrlatih. Di
lain pih:rk, kekurangannya adalah hasil penilaiannya tjdak terukur dan tidak sensitif terhadap sedikir perubahan tingkat kesadaran.Secara
garis
besaf, pemeriksaan kcsadaran secarakualitatif dimulai
dengan melakukan obselvasiuntuk melihnt
adanya gerakanatau
rcspons spontandari
pasien.Jika
pasientampak membule mata spontan .lan sadar
akaD lingkungannya Ibisa belkomunikasi dengan orrng Iain, berperi]aku pantas, bisa menuruti pcrintah orang lain), maka pasien tcrgolong kompos mentis atau dler"t.Jika pasien memberikan rcspons terhadap suara, maka dinjlai yoice. Lebih jauh lagi, pasien yang menlberikan respons terhadap rangsangan nyeritergolongpdin Jikatidak berespon telhadap suara dan rangsangan nyeri, maka pasicn Lergolong
7
: l::g\at
Kesadaran secara Kualitatifterhadap di.l drn lingkungannya Tid.k memilikisikhs bangun ridu.
Tidak ada gerakan moto.ik volunter Hilangnya sebagian kesadaran Sulit untuk dibanguDkan
Respons vang diberikan bersifat lahbat dan inadekMt
Sesaatsetelah respons diberika., pasien segera kembali tidaksadar Tidak te.lalu $rllt dibangunkan
Pasien dapatwaspada penuh bila dibanEunkan dengan rangsangan suaF atau nye.i, tetapi kembali tidak sadar saat raDgsaD8aDnya tidak ada lagiatau
Kondisi sadarpenuh terhadap diri sendiridan lingkungan eksternal
ll.
Penilaian Kesadaran secaraKuantitatif
Penilaian kesadaran secaE
kualitatifmemiliki
kelemahan berupa hasil penilaian yang kasar, dantidak
sensitifmendeteki
adana
perburukanklinis,
sehingga pasiense
ng jatuh dalam kondisi buruk dan terlambat mendapat penanganan.0lehkarena itu, penelitian dilakukanuntukmenemukan skalakesadaranyangbisa mendeteksi secara dini perubahan tingkat kesadaran pasien. Skala ini harus valid, dapat
diukur
fmeasureoble), mudah digunakan (bedside assessnent), dan dapat diandalkan Grood reliabiliql). Saat ini ada dua skala kesadaran secaEkuantitatif
yang digunakan secara luas, yaitu skala koma clasgow [SKG) danfull
outlineof
unrespoNive (FoUR) scole. Keduanya
memiliki karakteristik
masing-masing.Namun, pada keadaan tanpa penyulit, penilaian SKG merupakan pemeriksaan baku emas pada penurunan kesadaran dibandingkan dengan penilaian klinis, metabolisme, gambaran radiologi, dan luaran
Pada
tahun
2005,terdapat publikasi
penelitian yang menerangkan tentang skala kesadaranbaru, yaitu
FoUR.score. FOUR scorememiliki
keunggulan dalam mendeteksi sindrom locked-in dan keadaan vegetatif. FOUR score juga dapatmenilai tingkat
kesadaranlebih baik
daripada SKG pada pasien yangHilangnya seluruh kesrdarrn yarg ditandai tidak ad!.ya respons pasien
= Y
I
5-(, o
J o
b:
z z
,l l4
z
cI
Ti.:hl&6ad.re!
rbrakt€ristikIE
terintubasi
karenatidak
ada penilaian respons verbal. Skalaini juga
dapat menilai proses herniasi otak yang terjadi, misalnya herniasi unkal yang ditandai olehpupil
anisokor. Pada skala SKG yang terendah [koma), FoUR score dapat mendeskripsikanlebih lanjut tingkat keparahannF
denganmenilai
usaha bernapas (resplratory drlue) pasien.A.
Skala Koma clasgow (SKG)SKG
terdi
dari tiga komponen penilaian, yaitu membuka mata (t).,e) atau E,respons motorik (Motoric) atau M, dan respors verbal (Verbafl atau V Setiap komponen memiliki rentang nilai yang be$eda-beda. Komponen E memiliki 4 tingkat penilaian [1-4), dan M sebanyak 6 tingkat penilaian [1-6], sedangkan komponen V terdapat 5 tingkat penilaian [1-5), Dengan demikia& nilai minimal adalah 3 (tidak ada respons) dan maksimal 15 [normal). Nilai SKG kumng dari 15 sudah dianggap sebagai penurunan kesadaran. Skala
ini
sudah digunakan sejak tahun 1974, hanla terdapat sedikit perubahan pada tahun 2 014 fTabel 2).Suara yang tidak berbentuk kata-kata
Terhadap tek.hah kuku ja.i
Kata-kata inkoheren
Suara yang tidak berbentuk kata-kata
Nlematuhi pe ntah Melokalisasi nyeri
Flcksi abnorhal [dekortikasi) Ekstensi (deserebrasrJ
Tabel 2. Skala Koma Glasgow [SKG)
Pemeriksaan SKG dilakukan segeE setelah penilaian suruei
primer
(jalan napas, pernafasan, dan sirkulasiJ. Namun,nilai
SKG akan Iebihvalid jika
pasien telah diatasi keadaan emergensi dan kelainan metabolisme sistemik seperti hipoksia, hipovolemia, hipoglikemla" serta penghentian obat-obatan yang berefek sedasi, Selanjutnya, pemeriksa melakukan pengecekan awal adakahfaktor-faktor atau kondisi medis tertentu yang
mempengaruhi kemampuan pasien dalam memberikan respons membuka mata, gerakanmotorik atau
berkomunikasi. Sebagai contoh,pasien
dengan riwayat gangguan pendengaran, gangguan fungsiluhul
dan kelumpuhan keempateksfemitas tentu memiliki
keterbatasandalam membe kan
respons.Jika ditemukan keadaan-keadaan tersebut, maka dapat dituliskan sebagai ketemngan tambahan. Pada pasien yang tidak menunjukkan respons
terbaik
untuk ketiga komponen, maka perlu diberikan mngsangan bertahap, mulai dari suam hingga fisik/nyeri, baru dilakukan penilaian SKG,Untuk komponen E,
nilai
E4 diberikan pada pasien yang dapat membukamata
secara spontan.]ika tidak
dapat membuka spontan, maka harusdiberikan
rangsangan suara dengan menyebutkanidentitas
pasien dan meminta pasienuntuk
membuka matanya,jika perlu
dengan suara yang keras. Jika pasien membukamata
dengan rangsangantersebut,
makanilainya E3. Namun jika pasien masih belum
berespons, selanjutnyadiberikan
rangsangannyeri pada kuku (nail ,ipJ iari tangan
selamamaksimal 10 detik (cambar 41. Rangsang
nye
tercebut diberikan dengan intensitas bertahap mulai dari rendah hingga tinggi. Jika pasien membuka mata dalamdumsi
10 detik pemberian rangsangan nyeri tersebut, makanilainya
E2.Adapun
pasienyang tetap tidak
membukamata
setelahdiberi
rangsangan nyeri selama 10 detikdinilai
E1. Pasien yangmemiliki
keterbatasanuntuk
membuka mata, misalnya karena edema palpebra atau cedera maksilofasial,tidak
dapat diperiksa secara akurat dandinilai
sebagai NT fnot restdrle].Pemerikaan komponen M diperiksa dengan meminta pasien melakukan dua gerakan berurutan (two-step action),
Wi
menggenggam dan melepaskan tangan pemeriksa. Contoh lain yang bisa dilakukan, terutama pada pasien de[gan kelumpuhan ekshemitas, adalah meminta pasien membuka mulut10
= d
o-o .l
o z z
"l
2
lJ,
&
Et
E
Gambar 4. ltan8sangan Nyeri pada Kuku Pasien
dan mcnjulLrrkan lidahnya. Nilai M6 diberikan
jika
pasien dapat menuruti perintah tersebut.Namun
jika
pasicn tidak merespons per-intah, maka diberikan rangsangan nyeri dengan mencubit otot lrapezius (Ganlbar 5aJ. Tangankiri
pemeriksa diletakkan pada bahu kanan pasien.Ibu jali
beradadi
sistantcrior
dan keempatjari lainnya di posterior bahu, kerrudian drberikan
tekanan pada otot trapeziusdi
atas tulang klavikula. Pemberian rangsangan nyeridjlakukan
selama nraksimal10 dctik
dengan intensitas nyer-i bertahap dari rendah ke tjnggi, hingga muncul respons motorik terbaik. Jika pasien bclum berespons terhadap rangsang nyeri pada otot trapeziLls, rangsangannyeri dapat dibcrikan pada tnkik supraorbrta [Gambar 5bJ. Ha] jni
diiakukan rlengan meletakkan tangan pemeIiksa di dahi pasien dan ibu
jari
pemeriksa menel<antakik
supraorbita. Rangsangan nyeri juga dilakul(an sclama maksimnl 10detik
den8an intensitasnyeri
bertahapdari
rendah ke tiDggi, hingga muncul responsmotorik
tcrbaik. Apabila pasren masih belum mcmberikan responsterbajk
pascarangsangannyeri di
trapezius atautakik
supraorbital, makapeme
ksa dapat memberikan rangsangan nyeri pada sternum.17
Gambar s. Ranssangan Nlreri pada lal Otot Tr]pezius dan [b) supraorhita
Pasicn yang bisa menggerakkan tangannya hingga melewari klavikula untuk melokalisasi nyefi diberi nilai M5. Jika pasien melalorkan fleksi siku, tetapi trdak sampai mele$/ati klavikula, maka hal ilri bisa merupakan fleksi normal [M4] atau abnormal (M3). Pada tleksi normal IM4J,lcngan pasien melakukan fleksi siku secara cepat
untuk
menjauhkan lengandari
tubuh. Selain itu, bentuk gcrakan fleksinya dapat hervariasi jika pcmcriksaan diulang ulang.Pada fleksi
abnorrral [M3],
atau disebut jugn dekortikasi, gerakan fleksi sikulerjadi
dengan lambat. Bentuk gerakannya jLlga akan tetap sama iika pemeriksaan diulang ulang[stcrcolipil(].
Gerakan fleksiini
disertai rorasi lengan bawah, ibu jan mengepal, dan ekstensi dorsum pedis.Pasien
yang
beresponsdengan gerakan ekstensi lengan saat diberi
ranElsangannyeri memiliki nilai M2 Adapun pasien yang tidak menunjukkan
responsmotorik
sama sekalidiberi nilai
M1. Jika pasienmemihki
keterbatasandalam memberilGn rcspons otorik,
nlisalnya dalam pengaruh pcluDpuh otot, maka komponen (Ml dinilaiNT [rotrestdDle].Komponen V diperiksa dengan mengobservasi kemampuan pasien berbicara dengan orang
di
sekitarnya. Jika pasien tampak sedangtidak
bcrbicara, maka pemeriksa menanyakan tiga hal, yailu nama pasien, tempat saat pasien berada, dan waktu dilakukannya peme|iksaan. ]ika pasien tidak memberikane\t,,,ns IerhJlk .c\J.ri o.ngan
pcrlHnyodr). makad.oerikdn
rdnp..rne.r'r nycripadaujunEJjari, otottrapezius, atau takik supraorbita dengan lama dan intensitas seperti pada pcnilaian komponen M.NilaiV5 diberikan apabila pasien dapat menjawab namaDya scrta
menliliki
o
enrasiwaktu, tempat
dan orang yangbenar iika
dalam percakapan1_2
F
&
a.
(J
o
'l o
&
,rl z z J
z
E]
E
pasien dapat
mengeluarkan beberapakalimat atau
frase,tetapi tidak
menjawab sesuai pertanyaan pemeriksa dengan benar; maka nilainya V4.Nilal V4 juga diberikan apabila pasien dapat menjawab pertanyaan dengan benar namun orientasi terhadap tempat,
waku
atau orang terganggu. Iika pasientidak
berbicara secarawajar
dan hanya mengeluarkan satukata
maka diberikan nilai V3.Iika
pasien hanya mengerang dan tidak ada kata yang bisakita
pahami, maka pasiendinilai
V2. Adapun pasien yang sama sekali tidak menunjukkan respons verbal diberi nilai V1, Jika pasientidak
dapat memberikan respons verbal perlu diperhatikan apakah terdapat suatu kondisi yang menyebabkan keterbatasan, misalnya pasien yang terpasang trakeostomi atau pipa endotrakea. Pada kondisi tersebut, komponenVdiberi
nilai NT [not tesfable).Terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan salah satu komponen
SKG tidak dapat diperiksa (NT), yaitu pengaruh obat anestetik dan sedatif, intoksikasi obat atau alkohol, disfasia, demensia, gangguan
kognitif
atau gangguanpsikiatrilL faktor
perbedaan bahasadan
budaya,dan
paresis ekstremitas. Padakondisi tersebut, walaupun tidak terdapat
respons te.baikdali
pasien, tidak boleh diberi nilai terendah (11 karena perbedaan konsekuensinyayang signifikan.
SebagaicontolL pasien stroke
yang memiliki afasia global tidak dapatmengefti perintah pemedksa (komponenMl
dan berbicara dengan orientasi yang benar (komponen Vl, tetapi masih dapat membuka mata spontan. Ketika diberikan rangsangannye
, pasien masih bisa melokalisasi nyeri. Halini
tidak bolehdinilai
sebagai E4M5V1, melainkan EaMNTVNT[afasia global). Begitupun pasien yang terintubasi atau dengan trakestomi, komponen V dapat ditulis sebagai V,,b",FuIl Outline of Unresporsive (FOUR) Score
Skala ini digunakan pada pasien
Fng
tidak memungkinkan untuk dilakukanpeme kaan
SKG, seperti pada keadaan sulit membuka mata (contoh pada trauma fasial] atau kesulitan berkomunikasi akibat gangguan fungsikognitif
[afasia], selta pada pasien dengan intubasi atau trauma fasial yang berat.z
o
!!
z
:l
E]
tll
.;
:0Ljli
-i.orelerdili
darienpar
komponen, yaitu respons mata [E],motorik
[\l]
rrileks batang otak IB), dan pernapasan IRJ. Seliap komponen memiliki skala 0 hingga 4, sehin[Jga jumlah skor minimal 0 [EoM0B0R0) dan maksimal 20 [ErM.B,Ri], seperti pada tabel 3. Berbeda dengan SKG, skala 1Di tjdal<menilai komponen respons verbal pasien,
Tabel 3. FoUR Scor"€
.
l(ei.prk nrat,terb,Lkad!n mengikuti obtebataumengedipkanmataterhadappcrintah.
Kclo pak mata tcrbuka, tctapi ndak mcngikuh obick.
Kelopik rh.t.r tertrLhr|, t-"tapi membuka dengan suam kcrasr
l(Etot,.kJ,'.-r.r,p ,,"1 ,"l'.,"d rSir dr3. gd
,le..
I{lop"
'.i' .,"
't
'p ' ,r' f.s
.'u Je,'lRespons hotorik (M)
.
Mcmp€raCakan gerakan mengangkat ibu jari [thuhbs u p), tangan, atau pe@ce srgn.
ltlelokalisasi ranssangan nyeri.
Respons fleksi terhadap rangsangan nyeri.
RespoDs ekstensi terhadap rangsangan nyeri.
Tidakada responsterhadap rangsa.gan nyeriATAU status miollonik umum Rcflcks batang ot.tk (tsJ.
Tcrda!.t refleks pupildan refleks kom.a.
Salah satu pupildilaLrsi din terliksasi.
Iidak terdrpat,elleks pupilATAU r.fleks kornea.
Tidakterdapatrefleks puprlDAN r€neks ko.iea.
T'dak ada refleks fupil, kohe:, dan batuk.
Tidak tc.intubasi, pola napas teratur.
Tidak terintubasi, pola napas Cheyne-Stokes.
Tidak terintubasi, pernapasan ireguler.
Terintubasi, pasien bernapas di atas laju napasventilator.
Teirrtubasi, pasie. bernapas sesuai laju napas ventilatorATAU apnea14
=
= (, o
-l o
3 t!
z z J
z
E]
rl]o-
4 3 2
1,
0
4 3 2 1 0
4 3 2 1 0
3 2 1 0
Komponen respons mata diperiksa dengan menilai respons terbaik setelah minimal
3 kali
percobaan membangunkan pasien. Skor E4 diberikanjika
terdapatminimal salah satu dari kondisi di bawah ini:.
Pasienmembuka mata spontan dan bisa mengikuti gerakan jad
pemeriksa atau objek tertentu
.
Pasien dengan kelopak matatertutup
(misalnya akibat edema palpebra atau trauma maksilofasial) yang ketika dibuka kelopak matanya oleh pemeriksa, masih dapatmengikuti jari pemeriksa atau objektertentu.
Pasien bisa mengedipkan matanya saat diperintah oleh pemeriksaIika
pasientidak dapat mengikuti
gerakanjari
pemeriksaatau
objektertentu,
maka skornya83.
Pasienyang baru
membukamata
dengan rangsangan suara kerasdiberi nilai skor
E2. Jika pasienbaru
membuka mata dengan rangsangan nyeri, maka diberi nilai E1. Adapun skor E0bemrti
tidak ada respons membuka mata saatdibe
rangsangan nyeri (Gambar 6).Rangsangan
nye
dapat diberikan pada sendi temporomandibular [TMJ) atau nervus supraorbital.Komponen respons motorik (M] dipe ksa dengan menilai
responsmoto k terbaik pada eksfemitas
atas.Skor M4 berarti
pasien dapat memperagakan gerakan mengangkat ibuja
, tangan mengepal, dan peace slgn. Ilka pasien tidak dapat melakukan gerakan tersebut, maka pemeriksa memberikan rangsangannye di
sendi temporomandibular [TMJ] atau neruus supmorbital. Pasien yang bisa menyentuh tangan pemeriksa saat diberi rangsangan nyeritersebut diberi skorM3. Jika respons motorikhanya berupa gerakan fleksi ekstremitas atas, maka skor r?ng diberikan M2. SkorM1 dibe kan
pada pasien yang menunjukkan respons berupa gerakanektensi
ekstremitas atas. Pasien yang tidak menunjukkan respons apapun memiliki skor M0 (Gambar 6).E]
V
z
&
lrl
E].j
EO
E3
El a.i
ti
R3
M3
-'';@
i t
R1
Camlrar 6. lleskripsi l0UR.t.or"e
Konponen refleks batang otak IBJ dilakukan dengan menilai refleks pupil,
kornea
dan batuk. i(husus untuk refleks komea,di
samping pemeriksaan y.rng biasa clilalQkan de[gan kaPas, pemeriksaan iuga dianiurkan dengan.., .' mrrrer-.;krr 2-l telr. \aLl 0.q' .l.ril
p,,1 '1161n1,r'rarti.r'r\4_o.r 'i
[10-15cm). Skor 84 arlinya pasien memi]iki Ielleks pupil dan komea yang norinal. Skor B3 diberikan pada pasien dengan salah satu pupilyang dilatasl dan
terfiksasi.lika
salah satudali
reflekspllpil
atau relleks korneanegatil
naka skoryang diberikan B2. Jika kcdua refleks tersebut Degatil maka dibcriMO
a I
D RO
16
ffi
,t- M4.
4.
B3
skor 81. Adapun skor B0 berarti ttdak ada semLla reileks baik pupil, kornea, maupun batuk (Gambar 6).
Konlponen pernapasan
[R] dinilai
dengan menentukan pola napas pasten dan apakah pasien terintubasi atau tidak. Pada pasien yang tidak terintubasl, pola napasnya daparteratur
IR4), Cheyne-Stokcs [R3), atau ireguler IR2J.Pada pasren yang terintubasi, langkah selanjutnya adalah mehhar rampilan
pola respirasi pada monitor ventilator. lika pasicn masib ada
usaha bernapas yang.litan.lai
denganirckucnsi
napas pasiendi
atas liekucusi napas ventilator, makil skornya R1. Adapun skor R0 diberikanjika
pasren tidak mempcrlihatkan Lrsaha bernapas atau dalam kondisi apnea. Sebailoya penilaian ini dilakukan pada keadarn PaCO, dalam batas normal [Gambar 6].Pemeriksaan Tanda
Vital
Pemeriksaan
tanda vital pada penuntnan
kcsadaranmerupakan bagian d.rr
kegawatdarurarandan dapat menentukan letak lesi dan tingkat
keparahan gangguan kesadaran. Adanyatanda vital yang abnormal harus
segera diatasiterlebih
dahulusebeiummelakllkan
pcmeriksaanlisik
lengkapatau
pcnunjrng.Peningkatan tekanan darah biasanya mencerminkan l(emungkinan etiologi stroke atau peningkatan tekanan
intrakranial.
Irola napas abnormal juga dapat menjadipetunjuk
gangguandi
daerahbatang otak, seperti pernapisrn
Cheyne,Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, apneusis, klaster dan ataksik, sefta apnea [Tabel 4).Pemeriksaan sLlhu pasien jLlga dapat membantu menentukan
etiologi
penurunan kcsadaran. Pasien dengan inleksi rntrakranial atau sepsis memilikiklinis
demam/hipertermia, scdangkan
hipoter
ia dapat diakibatkan oleh hipoglikemia, dehidrasi, ren)atan,serta
intoksilGsi etanol atau zat sedarif. Kerusakan talamus juga dapat menyebabkan perubahan suhu tubuh.E
ffi ffi
ffi ffi
@ffiB
rye ffi ffi
#
t/
'l'abel 4. Pola Pernapasan Abnormal pada Pasien Penurunan Kesadaran
Diiumpai pada enrrabp*i od,bolikd:n
hsi pada/oruril, aL drNdaror
b*ans dbk k,ena bebempa keadaa
pHGepsis,bn,hepadkum,ahumidoshmebbLlk)ahulesj inbahanial (inreksr tneakanhl aeu padamhan subaftknotdl Hrpewenril ite$dierurDend*,hahkinsa ddur
j,l#il{N&--
-,{rulillr,rh*--"J/lllll},Lihilirtr,ffi*fi{
rgft
rifi{tir]w$i{Pen,apa$n EEn gah.enga h k6?,"!) dfrg,n pob $p erh m da sigi be*erohpok/kra$o.,?Drrdrerinsi d
Npt*idrr *hrekjptri! t.nn m
Pri,3+, u d,i'qn, pdiearfubpri
obl.trg a (!,i.,,nedr/brynadh,,
L*l dl veitur Espir,&,/srorpwRcl ya,s
F cl
(J
o
'.l o
&
Z
z
J
2
,<
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksann
tisik
umum bcrtujuanuntuk
mencarietiologi
penurllnan kcs:rdaran [Tabel 5). Halini
di]akukan setelah tanda vital stabil, secam menyeluruh dari kepala hingga cl(stremitas balvah.Tabel 5. Temuan Klinis yang Bermakna pada Penurur)ar) KesaLlaran
l(ulit
Iantung
Abdomen d!n saluran
Ruam mah'lopapular
Hematemesis helena
Anirria, oliguria
Bekas suntikan [reedle ..u.kJ
BeMarna merah ce.ah f.he,7r, /e.0
0verdosis ob.rl, lllV h-"fatiti5 C
Hrpoksia, kcracunan sInida, penyakit Inloksikasi ka.bon monokrda
!Dselelof ati hepirrikum, hemolisis ADenia, perda.ahan hebat, renjrlan,
D i sson i n at e d i nnava scu I o
r
.od.q(1ra,dr.tI lD IC ), intcksi tncningokokus, alcrgi obat, trombositopenia, enboli lemak Lupus e.itematosus sistcmrk, roxi.
Dernam, hipogl'kemia
Polisiremi:, demam, lnroksikasi
Cagrl i.rrtunjt, edenrr raru n-Au(rrenik, ersctalopatl anoksrk Stroke rk.mik karen. emboli
I'.rdIehir
srlu,nD.enrr, ensei:rloFrri ir-"prtl kunl K.langdenS.rr kr)nrr prs.. iktal Enseh lo pati u..niikumljnsel:rL)f rti hef ntlkum, cDsclalopati Status cpilcprikus ru.korlu sii
Jejas, hk4 bengkak, randa
Battle,
Cede.akepala19
2
&
o
El
z
:z
&
BI
t! o.
j
Pemeriksaan Neurologis
Semua pemeriksaan yang membutuhkan atensi pasien
tidak
dapat dilakukan pada kasus penurunan kesadaran, antara lainpeme
ksaan sensodk, keseimbangan, dan koordinasi. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal, bebempa samfkranial,
dan motorik masih dapat dikerjakan untuk mengetahui letak lesi penurunan kesadaran.Pemeriksaan
tanda
rangsang meningealbertujuan mencari
adanyakaku
kuduk yang dapat menjadi tanda adanyairitasi
meningen di daerah subamknoid, misalnya pada penyakit meningitis, perdarahan subaraknoid atautumor
di daerah meningen, Selanjumya, pemedksaan saraf kranial meliputl pupil,dze,
dan refleks batang otak.Adapun
peme
ksaanmotorik
dilakukanuntuk melihat
responsmotodk
pasienterhadap rangsangan nyeri.
A.
Pemeriksaan SarafKranial
. pupil
Peme
kaan reflek
pupil dapat menentukan letak lesiintrakmnialyang
menyebabkan penurunan kesadaran (Gambar7).
Refleksini memiliki
komponen aferen N.ll dan eferen N.lll. Hasil pemeriksaan pupil dikatakan anisokor bila terdapat perbedaan diameterpupil
>2mm antaraki
dan kanan. Selain gambaran berikut, terdapat pula gambaran pupil bereaksilafibat
(sluggish pupils') yang bisa tedadi akibat pengaruh obat penyekat neuromuskulal tetes mata midriatik, atau penggunaan albuterol.- .
Gqzeda\
GerakanEkstraokular
Pemeriksaan goze diawali dengan memegang kedua kelopak mata pasien agar tetap terbuka, kemudian diamati posisi kedua bolamata pada keadaan
netral. Adanya
kelail].al].gaze berupa deviasi konjugat
menandakan kemungkinan lesi di/ro ntal eye field (FEF) lobus frontal atau pons.20
F
d,
o (,
..]o &
= z z J
z
d t!
tl A
CambarT.
PerubahanPupil
Pasjen BerLlasarkanLetak Lesi Intrakranial
yaog Menyebabkan Penurunan KesadaranLesi pada salah satu FEF lobus
frontal
dapat berupalesi destruktif
atauiritatif.
Lesl destruksi, misalnya karena stroke atau neoplasma, akan mentmbulkan Lleviasl konjugat
ke
arahipsilateral lesi
atau koDrralatemlsisi
hemiparesis. Lesijritatit,
misalnya kejang yang bersumberdari
salah satu lobusfiontal,
akan ntcnimbulkan deviasi konjugat ke arah kontralateml lesi. Adapun lesipr.la
salah satu sjsi pons akan menimbulkan deviasi konjugat ke arah kontralateral lesi atauipsilaterrl
sisi henliparcsis [Gambar B].Pemeriksaan gerakan
bola mata dilakukan untuk
mengevaluasii.ianya
fiksasr,trackino pada suatu objek, raving
eye movement, atau nistagmusyang
dapat menunjukkanlokasilesi
[Tabel 6).21 a
z
o
z
&
L!
!E
o.
Kiri
G.mbar
B.
Deviasl l(onjugat Akib.t bel)erapa lhlycbab, seperti [a] Lesi Desrnrksi dr Lobus Irontal Kanau luenimbulkarr Deviasi Ko.ju8!t ke AInh Kanan{bl
Kejang )'angljersumber di l.obus
fronti
Kanan Nlenimbulknn l)cvrasi Konjugat kc Arah Kid, dan [c) l,esr Destruksjdi ]'ons Sisi Kanan Nlcntrnbulkin l)cviasi(onjugatke Arah KiriRaving eye marenent
Dawn+edt hystagmus
Mxh melihrt kc sranr .btek dan tidak bery-"r .k darr posisi teN-"but
Mata melihat ke suatu objek di sekitamya, dan ken,udian inataDya nelirik Dcngikuti geraken oblck to sehul
cei rkrn konlugat kedur boh mrta y.fg fel,n dan bol.k b.lik (t.,
,rdl.ol
Dapat dire.n,ktrn pa.1a lcsi
di
0okulus screbeluh atau croniocetvicalDrfrtdit.nrulian pa(h lesi
v!
nN screbelunr diri h.dult oblon8a!iGcrakan kedLa bola mata menyentrk ke &ah bawah dengan diikttrgcral<an k. arah atas yan,tlanrbat. Halini bis, disebabkan ol.h lesiakut di pons
Refleks
Okulosefalik
Sebelum
pcnleriks.an, harus dipastik.rn dulu lidal( terd:rpat
ccdera vertcbraservikrl.
Pcmeriksn melrahan kedtla kelopak mata pasien tetap terbuka, lalLl nlenggerakkan kepal.r pasien sccirra cepat berotasi I(e arah horizontal dan vcrlil(al. Hasil posirifdiland.i
dengan gcrakan kedua bola rnat:r ke arah herlawauan dari r-otrsi kepala.l{isalnya, jika pasien menoleh Tabel6. Deskripsi Temuan Klinis pada Pemeriksaan Gerak Bola Mata22
Temuan
Klinis
Keterangatrke l(anan, maka kedlla mata normal akan ber[lcrak ke :rrah
kiri.
Adapun hasilnegatifapabila tidak ada gerakal) bola mata snatkepala digcrakkan.Refl eks
Okulovestibular
](omponen ateren lefleks
ini
adalah N.VIII dcDgan clerenN.ill
dan N.VL Refleksinj
dilakukan dengan sebclumnya menr:rstikan patensi membran limpani. lika tidak ada ruptur memhran, pemeriksa dapat mengalirkanair
dingin pada salah satu telinga. Posisi pasicn saat tes kalori adalah elcvasi kepala 30'. Setiap telinga diirigasi dengan sekitar 50mL ajr dingrn selama 1nrenit. TindalGn dilakLrkan pula pada telinga sisi yang lain dengan interval
sclana
5 menit dari telinga sebclumnya. Hasil positif berupa nistagmus l:tse cepatke amh
bcrlawanan dengan telinga yangdiirigasi,
disertai deviasi konjugat lambat ke sisi tclinga yang diirigasi. Hal ini meounjukkan lingkar refleks yang melalui mesensefalon dan pons dalam keadaall intak.Adapun
hasil
negatif ditandai dcngantidak
adanya gcrakan bola mata sclama 1 menit observasi pascairigasiRefleks Ancam
Refleks
ini memiliki komponen nferen N.ll dan eferen N.VIL
Cara pemeriksaannya adalah dengan mcmegang kedua kelopak mata pasienaBar rctap terhuka, kenludian tangan
pemeriksirdigerakkan
secara cepatke
dalam lapang prndang pasicn hingga tampak seperti hampir mengancam mata pasien. Hasilpositif
yang ditandai dengan kedipan mata menunjukkan lingkar |etleks mclalui jaras penglihatan, area visualdi
lobus oksipital hingga pons nlasih dalanr keadaanintak
Adapun hasil ncgatil berupa tidak adanya kedrpan mata saat tangan pemel-jksa berperak cep.t ke arah mata pasien.FuIrduskopi
Pada pasien penurunan kesadaran, pemeriksaan
ini dilakukan untuk
mengevaluasi diskus optikus danN.'ll.
Dengan pemeriksaan ini,klinisi dapat
mengetahui adanyapapil
edemayang sering menjadi
tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, komplikasi retinopati pada hipertensidan
diabetesmellitus
juga bisa terdeteksi pada penurunan kesadaran yang dicudgai diakibatkan oleh stroke. Pada kasus perdarahan23
subaraknoid,
gambaEn yang ditemukan dapat berupa
perdarahansubhialoid.
Refleks
Komea
Komponen
aferen reflek kornea adalah N.V1 dan
eferennya N.VII Pemeriksaanreflek
kornea dilakukan dengan menyentuh kornea dengan kapas (cottonswolil
atau tetesanaix
Hasil positif bila terdapat kedipan mata saat kornea disentuh. Halini terjadi
karenalingkar
refleks yang melalui pons masihintak. Hasil negatifmenunjukkan tidak adanya gemkan kelopak mata saat kornea disentuh.Refleks
Muntah
Komponen aferen refleks
ini
adalah N.lX dan eferennya N X. Pemeriksaanrefleks muntah dilakukan
denganmembe kan
rangsangan sentuhan ke dindingfa
ngposte or
dengan spatula Iidah atau kateter penghisap [suction]. Refleks ini akanpositifbila
lingkar refleks yang melalui medula oblongata masih intak. Hasil positifditandai dengan adanya reaksi muntah pasien, begitupun sebaliknya.Refleks
Batuk
Komponen aferen
dan
eferenrcfleks ini
adalah N.X, Pemeriksaanini dilakukan pada
pasienterintubasi
dengan cara memasukkan kateter penghisapke
dalam trakea melaluipipa
endotrakeal atau trakeostomi hingga setinggi karina, dan dilakukan penghisapan sebanyak 1 atau 2 kali.Refleks ini akan
positifbila
lingkar refleks }?ng melalui medula oblongata.masih dalam keadaan intak. Hasil positif ditandai dengan adanya reaksi batuk pasien, begitupun sebaliknya.
B.
PemeriksaanMotorik
Apabila pasien tidak dapat mengikuti perintah, pemeriksa dapat