Abstrak— Adanya wabah COVID-19 membawa dampak bagi perekonomian di Indonesia, salah satunya adalah jatuhnya harga-harga saham perusahaan. Kerugian akan terus dialami oleh investor saham jika harga saham terus menerus turun karena Bursa Efek Indonesia akan melakukan pembatasan aktivitas investor saham hingga harga stabil kembali yang tentunya akan merugikan perusahaan dan investor. Dalam statistik, wabah COVID-19 yang membawa dampak yang signifikan terhadap harga saham perusahaan di Indonesia dinyatakan sebagai suatu peristiwa intervensi yang oleh dengan adanya peristiwa tersebut maka suatu kondisi data akan berubah pada periode waktu tertentu. Untuk melakukan pemodelan peramalan dengan adanya pengaruh intervensi pada data maka diperlukan metode intervensi didalamnya dengan tujuan supaya efek intervensi dapat dilihat akan berpengaruh pada saat waktu yang keberapa setelah peristiwa intervensi terjadi, pada penelitian ini dilakukan pemodelan ramalan data saham gabungan LQ45 dan saham BTPN serta didapatkan model peramalan dengan menggunakan analisis intervensi yaitu
1 1
18, 39575 t T 0, 99190
t X t t
Y =− − +a + a− untuk saham LQ45 serta
3,13504 1
1 0, 099029
9 B
T
t t
at
Y X− +
− +
= untuk saham
BTPN.
Kata Kunci—Intervensi, Saham, dan Peramalan.
I. PENDAHULUAN
eberapa bulan terakhir, virus Corona atau yang biasa disebut dengan COVID-19 telah menjadi permasalahan utama pada setiap aspek kehidupan manusia. Tentunya, selain berdampak pada kesehatan, wabah dari virus tersebut juga berdampak pada perekonomian dunia dan berujung pada perekonomian masyarakat
Indonesia. Salah satu hal yang menunjukkan bahwa wabah virus ini berdampak signifikan pada perekonomian adalah adanya kemerosotan harga saham. Dalam pasar perekonomian, saham adalah unit yang digunakan sebagai reksadana, kemitraan terbatas dan kepercayaan investari dari investor saham pada suatu perusahaan. Saham merupakan unit modal yang tidak dapat dibagi dan merupakan kepemilikan antara perusahaan dan masing- masing pemegang saham. Selain mempunyai manfaat dan keuntungan, tentunya saham juga mempunyai resiko dan kekurangan, yaitu kerugian yang berdampak besar jika suatu ketika terjadi harga saham di bursa efek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan harga saat membeli, kemudian jika suatu ketika terjadi harga saham yang terus merosot sehingga bursa efek akan secara otomatis menjatuhkan pemberhatian aktivitas investor sampai harga kembali stabil dan normal.
Wabah COVID-19 ini sangat memberikan dampak bagi harga saham di hampir seluruh jenis, salah satunya adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Bila sebelum pandemic COVID-19 ini IHSG selalu mendapatkan angka diatas 5000 maka pada masa pandemic hingga mencapai 4000 hingga pada saat penutupan perdagangan saham di Rabu 18 Maret 2020, menunjukkan kondisi yang terus terjun bebas hingga sebesar 3,11% sehingga bursa efek terpaksa melakukan suspend terhadap IHSG hingga kondisi kembali stabil dan normal (Istianur, 2020). Hal tersebut menunjukkan bahwa pandemic COVID-19 merupakan suatu peristiwa eksternal atau yang dikenal dengan peristiwa intervensi, diidentifikasi dari pergerakan harga saham yang cenderung tidak tajam fluktuatifnya namun pada saat terjadi wabah terjadi penurunan
Pemodelan Ramalan Harga Saham Gabungan LQ 45 dan Satu Sektor BTPN
Terdampak COVID-19 dengan Metode Intervensi dan ARIMA Box Jenkins
Era Ardhya Pramesti (06211940005010)
Program Studi Sarjana, Departemen Statistika, Fakultas Sains dan Analitika Data (FSAD) Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia Email:eraardhyapramesti@gmail.com
B
secara tajam. Oleh karena hampir seluruh harga saham dari berbagai jenis cenderung tidak stabil pada masa pandemic COVID-19 ini maka perlu dilakukan pemodelan dan peramalan selama beberapa minggu kedepan saat pandemic berlangsung agar penanaman saham dapat dilakukan secara tepat agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Beberapa analisis untuk pemodelan dan peramalan mengenai harga saham pada saat pandemic COVID-19 ini telah dilakukan oleh Rusyida, 2020 berjudul Prediksi Harga Saham Garuda Indonesia di Tengah Pandemi COVID-19 Menggunakan ARIMA, dimana didapatkan hasil bahwa model ARIMA terbaik untuk memprediksi harga saham PT Garuda Indonesia, Tbk saat pandemic COVID-19 adalah ARIMA (3,1,2) dengan prediksi bahwa dari 21 April 2020 hingga 13 Juli 2020 terus mengalami penurunan (Rusyida, 2020). Dapat diketahui bahwa ARIMA merupakan metode yang baik dalam analisis namun tidak dapat mengetahui dampak signifikan dari adanya peristiwa intervensi yaitu wabah COVID-19 ini sendiri, sehingga perlu dilakukan pengembangan metode analisis yang dapat mempertimbangkan efek intervensi kedalam interpretasi model. Salah satu metode analisis tersebut adalah metode intervensi. Suatu data timeseries yang dipengaruhi oleh beberapa kejadian eksternal yang disebut intervensi akan mengakibatkan perubahan pola data pada suatu waktu t (Crystine, 2011) sehingga pada pemodelan dan peramalan harga saham saat pandemic yang dilakukan dalam penelitian ini akan menggunakan metode intervensi dengan 2 jenis saham, yaitu saham gabungan dari 45 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang biasa disebut LQ 45 serta saham sector finansial yaitu PT. BTPN .
II. METODEPENELITIAN
A. Peramalan dengan Metode ARIMA Box Jenkins
Kestasioneran dan ketidakstasioneran adalah hal yang sangat mendasar dalam proses peramalan. Syarat utama peramalan dengan metode Box-Jenkins adalah pola datanya horizontal atau stasioner serta tidak mengandung unsur musiman. Jika serangkaian data deret waktu memiliki rata-rata dan varians yang relative konstan dari suatu periode waktu ke waktu yang berikutnya maka dapat dikatakan bahwa data
tersebut stasioner. Suatu proses stasioner dalam rata-rata jika E X( 1)= 1= adalah konstan untuk setiap t dan suatu proses stasioner dalam varians jika Var(X1)=E X( 1−1)2 =2adalah konstan untuk setiap t (Suyitno, 2011). Pengujian stasioneritas dalam rata-rata dapat menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) dan stasioneritas dalam varians dapat menggunakan uji Bartlett.
Jika data tidak stasioner dalam rata-rata dapat diatasi dengan proses differencing dan untuk menstabilkan nilai varians digunakan transformasi box-cox (Rosadi, 2012).
Pemodelan ARIMA Box-Jenkins dapat dilakukan dengan langkah-langkah membuat time series plot data, pemeriksaan stasioneritas dalam rata-rata maupun varians, membuat plot ACF dan PACF, penaksiran parameter, uji residual model ARIMA dengan Q-Ljung Box, dan evaluasi model. Model ARIMA secara matematis dapat dijabarkan sebagai berikut.
( )(1 B)d ( )
p B Xt q B at
− = (1)
dimana p( ) 1B = − − 1B 2B2 − − ... pBpdan
2
1 2
( ) 1 ... p
p B B B pB
= − − − −
B. Analisis Intervensi
Suatu data time series yang dipengaruhi oleh beberapa kejadian eksternal yang disebut intervensi akan mengakibatkan perubahan pola data pada satu waktu t. Analisis intervensi digunakan untuk mengukur besar dan lamanya efek intervensi yang terjadi pada waktu T. Bentuk umum dari model intervensi adalah sebagai berikut (Wei,1990)
1
( ) ( )
k bj sj
t jt t
j rj
X B B I N
B
=
=
+ (2)Keterangan:
Xt: Variabel respon pada saat t
j : Banyaknya intervensi yang terjadi, j=1,2,…
Ijt: Variabel intervensi
b : Waktu tunda mulai berpengaruhnya intervensi I terhadap X
s: 0− 1B− −... sBs(s menunjukkan lamanya suatu
intervensi berpengaruh pada data setelah b periode)
r : 1−1B− −... rBT(r pola efek intervensi setelah b+s periode sejak kejadian intervensi pada waktu ke T)
Nt: model ARIMA tanpa adanya pengaruh intervensi
( ) ( )(1 B)
q
t d t
p
N B a
B
=
−
Ada dua fungsi intervensi yaitu step dan pulse, fungsi step merepresentasikan sebuah kejadian intervensi yang terjadi pada waktu ke T dan memiliki pengaruh jangka panjang, fungsi dapat dituliskan sebagai berikut.
( ) 0, ,
1, .
T t
t T
S t T
= (3)
Fungsi pulse merepresentasikan sebuah kejadian intervensi yang terjadi pada suatu waktu tertentu.
Secara matematik fungsi dapat dijabarkan sebagai berikut. (Budiarti, 2013)
( ) 1, ,
1, .
T t
t T
P t T
=
=
(4) Menurut Nuvitasari (2009) orde b,s,dan r merupakan hal penting dalam pemodelan intervensi. Orde ini dapat diketahui dengan melihat plot residual ARIMA dari data sebelumnya dengan batas signifikan. Orde b menunjukkan orde dimana dampak intervensi mulai berpengaruh. Orde s menunjukkan respon mulai masuk dalam batas signifikan.
C. Kriteria Kesalahan
Kriteria kesalahan peramalan pada penelitian ini menggunakan MSE yang digunakan untuk mengetahui rata-rata harga mutlak dari persentase kesalahan model intervensi. Rumus MSE sebagai berikut (Arsyad,1999)
2 1
1 ( )
M i l
MSE e
M =
=
(5)dengan
M : banyak data sample
ei : error sample ke-i
III. SUMBERDATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu data saham gabungan LQ 45 dan data saham satu sector yang berasal dari sector finansial yaitu BTPN. Kedua data diperoleh dengan cara mengunduh secara langsung dari website https://finance.yahoo.com. Variabel yang digunakan dari masing-masing data saham adalah variabel close saham dengan data yang mulai dianalisis untuk didapatkan model peramalannya adalah 27 Februari 2019 hingga 8 Mei 2020.
IV. ANALISISDANPEMBAHASAN A. Karakteristik Data
1) Data Saham Gabungan LQ45
Karakteristik data pada saham gabungan LQ 45 dan saham BTPN adalah sebagai berikut.
Gambar 1 Karakteristik Data Saham Gabungan LQ 45
Pergerakan harga saham gabungan LQ45 pada awal tahun 2019 yakni tepatnya tanggal 27 februari 2019 sampai tanggal 28 Februari 2020 masih menunjukkan kumulatif yang tidak terlalu tajam, walaupun terdapat beberapa kali waktu harga saham close yang turun namun tidak setajam pada saat terjadi masa-masa pandemic COVID-19 di mulai di Indonesia yaitu tanggal 2 Maret 2020 yang ditunjukkan dengan hari ke-249 sehingga dapat diidentifikasi adanya kejadian intervensi, untuk meramalkan harga saham gabungan LQ45 jika terdapat kasus intervensi dapat dilakukan dalam dua tahap, yang pertama memodelkan data sebelum terjadi kasus intervensi dan mendapatkan respon function untuk dapat menduga orde intervensi kemudian memodelkan data pada saat intervensi itu sendiri.
2) Data Saham BTPN
Gambar 2 Karakteristik Data Saham BTPN
290 261 232 203 174 145 116 87 58 29 1 1100
1000
900
800
700
600
500
Hari Ke-
Harga Close Saham
249 Saham LQ45
300 270 240 210 180 150 120 90 60 30 1 4000
3500
3000
2500
2000
1500
Hari ke-
Harga Saham BTPN
260
Pergerakan harga saham BTPN juga sama seperti saham gabungan LQ45 pada awal tahun 2019 yakni tepatnya tanggal 27 februari 2019 sampai tanggal 28 Februari 2020 telah menunjukkan penurunan namun tidak terlalu tajam, namun saat terjadi masa-masa pandemic COVID-19 di mulai di Indonesia yaitu tanggal 2 Maret 2020 yang ditunjukkan dengan hari ke-260 mulai menurun secara tajam sehingga dapat diidentifikasi adanya kejadian intervensi, untuk meramalkan harga saham BTPN jika terdapat kasus intervensi dapat dilakukan dalam dua tahap, yang pertama memodelkan data sebelum terjadi kasus intervensi dan mendapatkan respon function untuk dapat menduga orde intervensi kemudian memodelkan data pada saat intervensi itu sendiri.
B. Pemodelan Saham Sebelum Intervensi 1) Data Saham Gabungan LQ45
Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan pemodelan intervensi adalah mendapatkan model ARIMA terbaik pada data sebelum terjadinya kejadian intervensi dengan melakukan identifikasi, estimasi parameter, cek diagnosa, dan peramalan. Identifikasi awal yaitu dengan melakukan pengecekan stationer data investasi terhadap varians dan mean.
Gambar 3 Time Series Plot Data Saham Gabungan LQ 45
Secara visual data harga saham tidak stasioner baik dalam mean maupun varians, kemudian ketika dilakukan pemeriksaan data harga saham menggunakan box cox transformation didapatkan nilai rounded value sebesar 5 sehingga data harga saham tersebut tidak di transformasi melainkan secara langsung dilakukan differencing, didapatkan pada differencing kedua, data telah stasioner baik dalam mean maupun varians seperti yang tertera pada plot time series berikut.
Gambar 4 Time Series Plot Data Saham Gabungan LQ 45 Setelah Differencing
ACF dan PACF yang terbentuk dari differencing kedua pada data Saham LQ45 juga ditunjukkan sebagai berikut.
Gambar 5 ACF dan PACF Data Saham Gabungan LQ 45 Setelah Differencing
Karena PACF diesdown dan ACF signifikan pada lag 1 maka dapat diidentifikasi model yang terbentuk adalah ARIMA(0,2,1) kemudian diuji parameter yang terbentuk signifikan atau tidak, pengujian dapat dilakukan sebagai berikut.
Pengujian Model
a. Signifikansi Parameter Hipotesis :
H0 : =0(parameter MA tidak signifikan) H1 : 0(parameter MA signifikan)
225 200 175 150 125 100 75 50 25 1 1050
1000
950
900
850
Hari ke-
Harga Close Saham
Saham LQ45
225 200 175 150 125 100 75 50 25 1 40 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
Hari ke-
Harga Saham Differencing
Saham LQ45
60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
Lag
Autocorrelation
60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
Lag
Partial Autocorrelation
Menggunakan taraf signifikan α = 0,05, H0 di tolak jika Pvalue kurang dari α = 0,05. Kemudian dilakukan pengujian parameter dengan hasil yang disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Hasil Pengujian Parameter Model
ARIMA Parameter Lag Estimasi Pvalue
(0,2,1) 1 1 0,9827 0,000
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa model memiliki parameter yang signifikan sehingga model ARIMA (0,2,1) dapat dilakukan pengujian asumsi residual white noise.
b. White Noise
Asumsi yang harus terpenuhi pada model ARIMA yaitu asumsi residual white noise dan berdistribusi normal. Pengujian untuk melihat residual telah white noise dapat dilakukan dengan menggunakan hipotesis dan statistic uji Ljung- Box sebagai berikut.
Hipotesis :
H0 : Residual white noise H1 : Residual tidak white noise
Menggunakan taraf signifkan α = 0,05 dan H0
ditolak jika Pvalue kurang dari taraf signifikan maka hasil uji Ljung-Box pada model yang telah signifikan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut
Tabel 2 Hasil Uji Residual White Noise Model ARIMA Lag Q Pvalue
(0,2,1)
12 13.8 0.245 24 25.3 0.334 36 46.4 0.093 48 64.9 0.043
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa model ARIMA (0,2,1) telah white noise dikarenakan seluruh lag pada model gagal tolak H0 yang artinya lag-lag tersebut sesuai asumsi white noise.
c. Distribusi Normal Hipotesis :
H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Pada pengujian ini digunakan taraf signifikan sebesar α = 0.05 dengan daerah keputusan H0
ditolak jika nilai Pvalue kurang dari taraf signifikan α = 0.05. Hasil pengujian asumsi residual berdistribusi normal dengan menggunakan uji Kolomogorov Smirnov dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3 Hasil Uji Distribusi Normal Model ARIMA Pvalue
(0,2,1) >0.15
Model ARIMA (0,2,1) memiliki nilai Pvalue yang melebihi nilai α sebesar 0.05 sehingga diputuskan
gagal tolak H0 yang berarti model ARIMA (0,2,1) berdistribusi normal.
Model intervensi menggunakan fungsi step, dimana efek intervensi terjadi saat pandemic atau wabah COVID-19 berlangsung dan setelahnya.
Tahap pemodelan intervensi setelah didapatkan model ARIMA yaitu penentuan orde b,s,r dari diagram standar residual. Residual dicari dengan menggunakan pengurangan antara data harga saham LQ45 gabungan sebelum intervensi dan saat intervensi dengan hasil fits yang bersama hasil forecast. Penentuan orde b,s r untuk menjelaskan besarnya kenaikan harga saham LQ45 akibat adanya pandemic COVID-19 pada awal Maret tahun 2020 dengan menggunakan batas 3dapat dijabarkan sebagai berikut.
Gambar 6 Plot Standar Residual
Orde intervensi yang didapatkan jika melalui visual diagram standar residual adalah b = 1, s = 0, dan r = 0, hal tersebut dikarenakan b adalah residual yang pertama kali keluar dari batas setelah T, kemudian s adalah residual yang pertama kali masuk setelah beberapa diantaranya keluar dari batas.
2) Data Saham BTPN
Tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan pemodelan intervensi adalah mendapatkan model ARIMA terbaik pada data sebelum terjadinya kejadian intervensi dengan melakukan identifikasi, estimasi parameter, cek diagnosa, dan peramalan. Identifikasi awal yaitu dengan melakukan pengecekan stationer data investasi terhadap varians dan mean.
T+45 T+40 T+35 T+30 T+25 T+20 T+15 T+10 T+5 T T-5 T-10 40
30
20
10
0
Waktu ke-T
Standar Residual
-3 3
Gambar 7 Time Series Plot Data Saham BTPN
Secara visual data harga saham tidak stasioner baik dalam mean maupun varians, kemudian ketika dilakukan pemeriksaan data harga saham menggunakan box cox transformation didapatkan nilai rounded value sebesar 3 sehingga data harga saham tersebut tidak di transformasi melainkan secara langsung dilakukan differencing, didapatkan pada differencing pertama, data telah stasioner baik dalam mean maupun varians seperti yang tertera pada plot time series berikut.
Gambar 8 Time Series Plot Data Saham BTPN Setelah Differencing
ACF dan PACF yang terbentuk dari differencing pada data Saham BTPN juga ditunjukkan sebagai berikut.
Gambar 9 ACF dan PACF Data Saham BTPN Setelah Differencing
Karena PACF dan ACF signifikan pada lag 1 maka dapat diidentifikasi model yang terbentuk adalah ARIMA(1,1,0) dan ARIMA(0,1,1) kemudian diuji parameter yang terbentuk signifikan atau tidak, pengujian dapat dilakukan sebagai berikut.
Pengujian Model
a. Signifikansi Parameter Hipotesis :
H0 : =0(parameter AR tidak signifikan) H1 : 0(parameter AR signifikan) Hipotesis :
H0 : =0(parameter MA tidak signifikan) H1 : 0(parameter MA signifikan)
Menggunakan taraf signifikan α = 0,05, H0 di tolak jika Pvalue kurang dari α = 0,05. Kemudian dilakukan pengujian parameter dengan hasil yang disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Hasil Pengujian Parameter Model
ARIMA Parameter Lag Estimasi Pvalue
(1,1,0) 1 1 -0,2456 0,000
(0,1,1) 1 1 0,3230 0,000 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa semua model memiliki parameter yang signifikan sehingga model ARIMA (1,1,0) dan ARIMA (0,1,1) dapat dilakukan pengujian asumsi residual white noise.
b. White Noise
Asumsi yang harus terpenuhi pada model ARIMA yaitu asumsi residual white noise dan berdistribusi normal. Pengujian untuk melihat residual telah white noise dapat dilakukan dengan menggunakan hipotesis dan statistic uji Ljung- Box sebagai berikut.
Hipotesis :
H0 : Residual white noise H1 : Residual tidak white noise
234 208 182 156 130 104 78 52 26 1 3800
3600
3400
3200
3000
2800
2600
Hari Ke-
Harga Saham BTPN
234 208 182 156 130 104 78 52 26 1 200
100
0
-100
-200
Hari ke-
Harga Saham BTPN Differencing
60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
Lag
Autocorrelation
60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
Lag
Partial Autocorrelation
Menggunakan taraf signifkan α = 0,05 dan H0
ditolak jika Pvalue kurang dari taraf signifikan maka hasil uji Ljung-Box pada model yang telah signifikan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut
Tabel 5 Hasil Uji Residual White Noise Model ARIMA Lag Q Pvalue
(1,1,0)
12 14,3 0,218 24 31,7 0,106 36 48,4 0,066 48 73,7 0,008
(0,1,1)
12 10,8 0,461 24 26 0,299 36 43,4 0,155 48 67,2 0,028
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa model ARIMA (1,1,0) dan ARIMA (0,1,1) telah white noise dikarenakan seluruh lag pada masing- masing model gagal tolak H0 yang artinya lag-lag tersebut sesuai asumsi white noise.
c. Distribusi Normal Hipotesis :
H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Pada pengujian ini digunakan taraf signifikan sebesar α = 0.05 dengan daerah keputusan H0
ditolak jika nilai Pvalue kurang dari taraf signifikan α = 0.05. Hasil pengujian asumsi residual berdistribusi normal dengan menggunakan uji Kolomogorov Smirnov dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Hasil Uji Distribusi Normal Model ARIMA Pvalue
(1,1,0) <0.010 (0,0,1) <0.010
Model ARIMA (1,1,0) dan ARIMA (0,0,1) memiliki nilai Pvalue yang kurang dari nilai α sebesar 0.05 sehingga diputuskan tolak H0 yang berarti model tersebut tidak berdistribusi normal.
Model intervensi menggunakan fungsi step, dimana efek intervensi terjadi saat pandemic atau wabah COVID-19 berlangsung dan setelahnya.
Tahap pemodelan intervensi setelah didapatkan model ARIMA yaitu penentuan orde b,s,r dari diagram standar residual. Residual dicari dengan menggunakan pengurangan antara data harga saham BTPN gabungan sebelum intervensi dan saat intervensi dengan hasil fits yang bersama hasil forecast. Penentuan orde b,s,r untuk menjelaskan besarnya kenaikan harga saham BTPN akibat adanya pandemic COVID-19 pada
awal Maret tahun 2020 dengan menggunakan batas 3dapat dijabarkan sebagai berikut.
Gambar 10 Plot Standar Residual ARIMA (1,1,0) (atas) dan ARIMA (0,1,1) (bawah)
Orde intervensi yang didapatkan dari kedua model ARIMA jika melalui visual diagram standar residual adalah b = 1, s = 0, dan r = 0, hal tersebut dikarenakan b adalah residual yang pertama kali keluar dari batas setelah T, kemudian s adalah residual yang pertama kali masuk setelah beberapa diantaranya keluar dari batas.
C. Pemodelan Saham Sesudah Intervensi 1) Data Saham Gabungan LQ45
Analisis selanjutnya adalah memodelkan data training pada saham gabungan LQ45 dengan menyertakan nilai b, s, dan r serta penambahan dummy outlier untuk menanggulangi residual tidak berdistribusi normal. Hasil estimasi parameter dan pengujian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Hasil Estimasi dan Pengujian Parameter Parameter Estimate SE t-value p-value
1 -0,99190 0,01499 -66,1724 <2,2e-16
0 -18,39575 14,75809 -1,2465 0,2126
Nilai parameter pada model intervensi orde b = 1, s = 0, r = 0 dengan komponen dummy outlier dan noise yang mengikuti model ARIMA (0,2,1)
T+45 T+40 T+35 T+30 T+25 T+20 T+15 T+10 T+5 T T-5 T-10 0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
Hari Ke
Standar Residual
-3 3 T
T+45 T+40 T+35 T+30 T+25 T+20 T+15 T+10 T+5 T T-5 T-10 0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
Hari ke-
Standar Residual
T
-3 3
berdasarkan Tabel 7 telah signifikan dengan menggunakan taraf signifikan α = 0.05 pada parameter1, dari model tersebut juga didapatkan kesalahan nilai ramalan MSE sebesar 214,9 dan AIC sebesar 2404,9 dengan plot antara data actual dan fits adalah sebagai berikut.
Gambar 11 Plot antara Fits dan Data Aktual
Pemeriksaan diagnostik pada residual telah memenuhi asumsi white noise namun tidak berdistribusi normal jika menggunakan taraf signifikan α = 0.05.
Tabel 8 Pengujian Distribusi Normal dan White Noise
Pengujian Pvalue
Distribusi Normal (Kolmogorov Smirnov) <2,2e-16 White Noise (Box L Jung Test) 0,1465
Model dari saham gabungan LQ45 dengan adanya intervensi adalah sebagai berikut.
1 1
18, 39575 t T 0, 99190
t X t t
Y =− − +a + a−
2) Data Saham BTPN
Analisis selanjutnya adalah memodelkan data training pada saham BTPN dengan menyertakan nilai b, s, dan r serta penambahan dummy outlier untuk menanggulangi residual tidak berdistribusi normal. Hasil estimasi parameter dan pengujian dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Hasil Estimasi dan Pengujian Parameter Model Parame
ter
Estim
ate SE t-
value p- value
ARIMA (1,1,0)
1 0,0990-
29
0,057110 - 1,734 0
0,0829 1
0 3,1350- 49
56,53818 1
- 0,055 5
0,9557 8
ARIMA (0,1,1)
1 0,0861-
83
0,052689 - 1,635 7
0,1019
0 5,1321- 84
56,54862 4
- 0,090 8
0,9277
Nilai parameter pada model intervensi orde b = 1, s = 0, r = 0 dengan komponen dummy outlier dan noise yang mengikuti model ARIMA (1,1,0) berdasarkan Tabel 9 telah signifikan dengan menggunakan taraf signifikan α = 0.10 pada
parameter1 sedangkan pada orde b = 1, s = 0, r = 0 dengan komponen dummy outlier dan noise yang mengikuti model ARIMA (0,1,1) berdasarkan Tabel 9 tidak signifikan dengan menggunakan taraf signifikan α = 0.10, dari kedua model tersebut juga didapatkan kesalahan nilai ramalan MSE dan AIC sebagai berikut
Tabel 10 Pengujian Distribusi Normal dan White Noise
Model MSE AIC
ARIMA
(1,1,0) 3213 3321,48 ARIMA
(0,1,1) 3217 3321,86
Oleh karena MSE dan AIC dari model ARIMA (1,1,0) lebih kecil dari ARIMA (0,1,1) maka yang digunakan adalah model b = 1, s = 0, r = 0 dengan komponen dummy outlier dan noise yang mengikuti model ARIMA (1,1,0) dengan plot antara data actual dan fits adalah sebagai berikut.
Gambar 12 Plot antara Fits dan Data Aktual
Pemeriksaan diagnostik pada residual model telah memenuhi asumsi white noise namun tidak berdistribusi normal jika menggunakan taraf signifikan α = 0.05.
Tabel 11 Pengujian Distribusi Normal dan White Noise
Pengujian Pvalue
Distribusi Normal (Kolmogorov Smirnov) <2,2e-16 White Noise (Box L Jung Test) 0,2194
Model dari saham gabungan LQ45 dengan adanya intervensi adalah sebagai berikut.
3,13504 1
1 0, 099029
9 B
T
t t
at
Y X− +
− +
=
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa pemodelan peramalan pada data saham gabungan LQ45 adalah menggunakan persamaan
1 1
18, 39575 t T 0, 99190
t X t t
Y =− − +a + a− sedangkan untuk pemodelan peramalan pada data BTPN adalah
menggunakan persamaan
3,13504 1
1 3,135049
9 B
T
t t
at
Y X− +
− +
=
DAFTARPUSTAKA
[1] Istianur, Ilyas. (2020). HEADLINE:Bursa Saham dan Rupiah Terempas Virus Corona, Apa Skenario Indonesia untuk Bangkit?. Diakses pada tanggal 20 Mei 2020, yang berasal dari website https://www.liputan6.com/bisnis/read/4205445/headlin e-bursa-saham-dan-rupiah-terempas-virus-corona-apa- skenario-indonesia-untuk-bangkit
[2] Rusyida, Wilda Yulia & Versiandika Yudha Pratama.
(2020). Prediksi Harga Saham Garuda Indonesia di Tengah Pandemi COVID-19 Menggunakan Metode ARIMA. Journal of Mathematics and Mathematics Education. Vol 2, No 1, Hal : 73-81.
[3] Crystine, Amelia, Abdul Hoyi, & Dian Safitri. (2014).
Analisis Intervensi Fungsi Step (Studi Kasus Pada Jumlah Pengiriman Benda Pos ke Semarang Pada Tahun 2006-2011. Jurnal Gaussian. Vol 3, No 3, Hal : 293-302
[4] Suyitno. (2011). Pengestimasian Parameter Model Autoregresif Pada Analisis Deret Waktu Univariat.
Jurnal Eksponensial, Vol. 2, No. 1.
[5] Rosadi, D. (2012). Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews (Aplikasi untuk bidang ekonomi, bisnis, dan keuangan). Yogyakarta. Andi.
[6] Wei, W.W.S. 1990. Time Series Analysis, Univariate and Multivariate Methods. Canada. Addison Wesley Publishing Company.
[7] Budiarti, L., Tarno., Warsito, B. 2013. Analisis Intervensi dan Deteksi Outlier pada Data Wisatawan Domestik (Studi Kasus di Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Gaussian, Vol. 2, No. 1
[8] Nuvitasari, E., Suhartono., Wibowo, H.S. 2009.
Analisis Intervensi Multi Input Fungsi Step dan Pulse untuk Peramalan Kunjungan Wisatawan ke Indonesia.
Thesis. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
[9] Arsyad, L. 1999. Peramalan Bisnis. Thesis.
Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.
LAMPIRAN
I) Syntax R ARIMA Intervensi Data Saham Gabungan LQ45 library(TSA)
library(tseries) library(lmtest) library(forecast)
###PEMODELAN INTERVENSI###
data=read.csv("D:/dataihq.csv", header=T, sep=";") y=data$y
plot(y)
p <- c(rep(0, 248), rep(1, 46)) p <- as.ts(p)
# Step Function
model.s <- arimax(y, order=c(0,2,1), xtransf=p, method = 'ML', transfer=list(c(0,0)), include.mean = FALSE)
#S=1,2,3,6,8,9, model.s
coeftest(model.s)
resi.s=as.ts(model.s$residuals) #define the residual value fits.s=as.ts(fitted(model.s))
par(mfrow=c(1,1)) plot(resi.s)
acf(resi.s)
ks.test(resi.s,"pnorm")
Box.test(resi.s,lag=round(length(y)/5,0),type="Ljung-Box",fitdf=1) library(nortest)
ad.test(resi.s)
forecast(model.s,h=5) shapiro.test(resi.s) par(mfrow=c(1,1)) plot(y)
lines(fits.s, col="red") forecast(10,model.s)
II) Syntax R ARIMA Intervensi Data Saham BTPN library(TSA)
library(tseries) library(lmtest) library(forecast)
###PEMODELAN INTERVENSI###
data=read.csv("D:/databtpn.csv", header=T, sep=";") y=data$y
plot(y)
p <- c(rep(0, 260), rep(1, 45)) p <- as.ts(p)
# Step Function
model.s <- arimax(y, order=c(1,1,0), xtransf=p, method = 'ML',
transfer=list(c(0,0)), include.mean = FALSE)
#S=1,2,3,6,8,9, model.s
coeftest(model.s)
resi.s=as.ts(model.s$residuals) #define the residual value fits.s=as.ts(fitted(model.s))
par(mfrow=c(1,1)) plot(resi.s)
acf(resi.s)
ks.test(resi.s,"pnorm")
Box.test(resi.s,lag=round(length(y)/5,0),type="Ljung-Box",fitdf=1) library(nortest)
ad.test(resi.s)
forecast(model.s,h=5) shapiro.test(resi.s) par(mfrow=c(1,1)) plot(y)
lines(fits.s, col="red") forecast(10,model.s)
library(TSA) library(tseries) library(lmtest) library(forecast)
###PEMODELAN INTERVENSI###
data=read.csv("D:/databtpn.csv", header=T, sep=";") y=data$y
plot(y)
p <- c(rep(0, 260), rep(1, 45)) p <- as.ts(p)
# Step Function
model.s <- arimax(y, order=c(0,1,1), xtransf=p, method = 'ML', transfer=list(c(0,0)), include.mean = FALSE)
#S=1,2,3,6,8,9, model.s
coeftest(model.s)
resi.s=as.ts(model.s$residuals) #define the residual value fits.s=as.ts(fitted(model.s))
par(mfrow=c(1,1)) plot(resi.s)
acf(resi.s)
ks.test(resi.s,"pnorm")
Box.test(resi.s,lag=round(length(y)/5,0),type="Ljung-Box",fitdf=1) library(nortest)
ad.test(resi.s)
forecast(model.s,h=5) shapiro.test(resi.s) par(mfrow=c(1,1)) plot(y)
lines(fits.s, col="red") forecast(10,model.s)