• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCEMARAN AIR DAN UDARA

N/A
N/A
Kurniyawan Kurniyawan

Academic year: 2025

Membagikan "PENCEMARAN AIR DAN UDARA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Kelompok 6

Nastiti Dila Puspita 2313451114 Septi Hardiyanti 2313451115 Triana Putri Syahidah 2313451116 Trista Syerylani 2313451117

Widya Sari 2313451118

Sabrina Rahmadaniya 2313451119

POLTEKES KEMENKES TANJUNG KARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI DIII SANITASI TAHUN 2025

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

"Teknik Pengendalian Pencemaran Lingkungan (Air, Udara, dan Tanah)" dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai bentuk kontribusi akademik dalam memahami dan mengkaji permasalahan pencemaran lingkungan yang semakin kompleks serta pentingnya penerapan teknik-teknik pengendalian yang tepat guna mendukung pembangunan berkelanjutan.

Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing, rekan-rekan sejawat, serta pihak-pihak yang telah memberikan referensi ilmiah yang sangat berharga dalam proses penulisan. Penulis juga memanfaatkan berbagai sumber jurnal dan buku ilmiah terbaru untuk menjamin akurasi dan relevansi informasi yang disajikan dalam makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya dalam memperluas wawasan mengenai strategi pengendalian pencemaran lingkungan demi menciptakan kualitas hidup yang lebih baik.

.

Bandar Lampung 16 April 2025

(3)

DAFTA ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTA ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.2 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penulisan...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 Konsep Pencemaran Lingkungan...4

2.2 Pencemaran Air dan Dampaknya...4

2.3 Pencemaran Udara dan Penanganannya...5

2.4 Pencemaran Tanah dan Rehabilitasi Ekologis...6

2.5 Teknologi dan Kebijakan dalam Pengendalian Pencemaran...6

BAB III PEMBAHASAN... 8

3.1 Strategi Pengendalian Pencemaran Air...8

3.2 Strategi Pengendalian Pencemaran Udara...9

3.3 Strategi Pengendalian Pencemaran Tanah...10

3.4 Peran Teknologi Ramah Lingkungan dalam Pengendalian Pencemaran...12

3.5 Kolaborasi Multipihak dalam Upaya Pengendalian Pencemaran...13

BAB IV PENUTUP... 15

4.1 Kesimpulan...15

4.2 Saran...16

DAFTAR PUSTAKA...17

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan telah menjadi isu krusial dalam pembangunan berkelanjutan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Pertumbuhan penduduk dan aktivitas industri yang masif menyebabkan peningkatan limbah yang dibuang ke lingkungan tanpa pengelolaan yang memadai. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya alam, seperti air, udara, dan tanah, yang berperan vital dalam menopang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Arifin, 2022). Tanpa pengendalian yang efektif, pencemaran dapat menciptakan bencana ekologis jangka panjang.

Pencemaran air, misalnya, menjadi salah satu bentuk degradasi lingkungan yang paling nyata. Limbah rumah tangga, industri, dan pertanian yang dibuang langsung ke sungai dan danau mencemari sumber air bersih. Di banyak wilayah, air tanah juga telah terkontaminasi zat kimia berbahaya seperti logam berat dan pestisida (Utami, 2019). Kondisi ini menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat, seperti penyakit kulit, diare, bahkan kanker dalam kasus ekstrem.

Oleh karena itu, teknik pengendalian pencemaran air sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas air.

Sementara itu, pencemaran udara terutama disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor dan pembakaran bahan bakar fosil. Konsentrasi gas berbahaya seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), dan partikel halus (PM2.5) terus meningkat di wilayah urban. Paparan terhadap polutan udara telah terbukti meningkatkan risiko penyakit pernapasan, jantung, dan memicu perubahan iklim global (Rahmawati & Yusuf, 2020). Dalam konteks ini, teknologi penyaring emisi

(5)

dan pengembangan energi bersih menjadi solusi strategis yang perlu diterapkan secara masif.

Pencemaran tanah juga tak kalah serius karena berpotensi mengurangi produktivitas lahan dan mencemari tanaman pangan. Penyebab utamanya adalah penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan serta pembuangan sampah organik dan anorganik yang tidak terkontrol. Tanah yang tercemar dapat menjadi sumber penyebaran penyakit melalui rantai makanan (Setiawan, 2023). Upaya pengendalian seperti bioremediasi dan fitoremediasi terbukti mampu memperbaiki kondisi tanah secara ekologis dan ekonomis.

Pengendalian pencemaran lingkungan tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus dilakukan secara terintegrasi. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus bekerja sama dalam membangun sistem pengelolaan limbah dan menerapkan teknologi yang ramah lingkungan. Selain itu, peningkatan kesadaran publik dan penegakan hukum lingkungan merupakan elemen penting dalam keberhasilan program pengendalian ini (Nugroho, 2021). Pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat luas juga sangat berperan dalam mendorong perubahan perilaku yang lebih pro-lingkungan.

Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang teknik-teknik pengendalian pencemaran air, udara, dan tanah sangat dibutuhkan sebagai dasar untuk membangun strategi yang efektif dan berkelanjutan. Penelitian dan inovasi dalam bidang ini harus terus dikembangkan agar mampu menjawab tantangan pencemaran yang semakin kompleks dari waktu ke waktu. Kajian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi nyata dalam pelestarian lingkungan hidup dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Arifin, 2022; Nugroho, 2021).

(6)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja bentuk pencemaran air, udara, dan tanah?

2. Apa penyebab utama dari masing-masing jenis pencemaran tersebut?

3. Teknik pengendalian apa yang dapat diterapkan untuk mengatasi pencemaran air, udara, dan tanah?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan jenis-jenis pencemaran lingkungan yang meliputi air, udara, dan tanah.

2. Mengidentifikasi sumber penyebab dari masing-masing pencemaran tersebut.

3. Menguraikan berbagai teknik pengendalian yang dapat digunakan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan merupakan masuknya zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan yang menyebabkan perubahan kualitas hingga berada di luar ambang batas yang dapat ditoleransi. Perubahan tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan manusia, makhluk hidup lainnya, dan keberlanjutan ekosistem. Menurut Santoso (2020), pencemaran dapat terjadi secara alami maupun akibat aktivitas manusia, dengan dampak yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Klasifikasi pencemaran mencakup pencemaran air, udara, tanah, suara, dan bahkan pencemaran visual. Setiap jenis pencemaran memiliki karakteristik dan pendekatan penanganan yang berbeda, tergantung pada sumber, intensitas, dan jangkauan dampaknya. Oleh karena itu, pemahaman konseptual yang tepat diperlukan untuk menentukan metode pengendalian yang sesuai.

Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pencemaran lingkungan menjadi hambatan utama dalam mewujudkan kualitas hidup yang layak.

Kerusakan yang disebabkan pencemaran tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga ekonomi dan sosial. Studi oleh Wicaksono dan Pratiwi (2019) menunjukkan bahwa pencemaran dapat menurunkan indeks kualitas lingkungan yang berujung pada penurunan nilai properti dan produktivitas pertanian. Oleh karena itu, berbagai pendekatan multidisipliner mulai dikembangkan untuk mengkaji dan mengelola pencemaran lingkungan secara lebih menyeluruh. Hal ini meliputi pendekatan teknologi, regulasi, dan perubahan perilaku masyarakat. Keseluruhan pendekatan ini menjadi bagian penting dari solusi jangka panjang.

2.2 Pencemaran Air dan Dampaknya

Pencemaran air terjadi ketika zat asing masuk ke badan air dan mengubah komposisi kimia, fisika, atau biologisnya. Sumber pencemaran air umumnya berasal dari limbah industri, pertanian, dan rumah tangga. Menurut Handayani dan Nurhidayat (2021), pencemaran air berdampak langsung terhadap kesehatan

(8)

masyarakat seperti penyakit kolera, hepatitis, dan gangguan pencernaan. Selain itu, pencemaran air juga mengganggu keberlanjutan ekosistem perairan, menyebabkan kematian organisme akuatik, dan mengurangi keanekaragaman hayati. Dalam jangka panjang, pencemaran air dapat menyebabkan akumulasi bahan beracun dalam rantai makanan. Oleh karena itu, pengendalian pencemaran air merupakan hal yang sangat krusial.

Teknologi pengolahan air limbah terus dikembangkan untuk mengurangi beban pencemaran. Salah satu teknologi yang efektif adalah sistem constructed wetland, yaitu penggunaan tanaman tertentu untuk menyaring limbah secara alami. Penelitian oleh Lestari dan Putra (2022) menunjukkan bahwa sistem ini mampu menurunkan kadar BOD dan COD secara signifikan pada limbah domestik. Selain itu, peran pemerintah dalam memberikan sanksi terhadap pembuangan limbah sembarangan juga menjadi faktor penting dalam menekan pencemaran air. Pengawasan kualitas air secara berkala dan sosialisasi kepada masyarakat perlu terus dilakukan. Kombinasi teknologi dan kebijakan publik akan mempercepat perbaikan kualitas air secara menyeluruh.

2.3 Pencemaran Udara dan Penanganannya

Pencemaran udara merupakan kondisi di mana udara mengandung zat pencemar dalam jumlah yang melebihi ambang batas normal. Zat pencemar ini antara lain karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO₂), dan partikel debu halus. Menurut Susanti dan Ramadhan (2020), pencemaran udara di kota besar cenderung meningkat akibat transportasi dan industri. Pencemaran ini memberikan efek langsung terhadap kesehatan, seperti ISPA, asma, dan gangguan jantung. Di sisi lain, dampak jangka panjangnya meliputi pemanasan global dan kerusakan ozon. Karena itu, penting untuk merancang sistem pengendalian yang mampu menekan laju emisi gas berbahaya.

Upaya pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, seperti filter gas, energi terbarukan, dan transportasi listrik. Studi oleh Maulana dan Dewi (2021) menunjukkan bahwa kendaraan listrik dapat menurunkan emisi karbon hingga 40% dibandingkan

(9)

kendaraan berbahan bakar fosil. Selain itu, penerapan regulasi seperti standar emisi kendaraan dan zona rendah emisi menjadi langkah nyata dalam mitigasi polusi. Edukasi publik tentang pentingnya pengurangan jejak karbon juga merupakan strategi efektif. Semua ini harus didukung dengan sistem pemantauan kualitas udara yang akurat dan real-time. Langkah-langkah tersebut dapat menciptakan lingkungan udara yang lebih sehat dan berkelanjutan.

2.4 Pencemaran Tanah dan Rehabilitasi Ekologis

Pencemaran tanah terjadi ketika senyawa kimia berbahaya meresap ke dalam tanah dan merusak struktur, kesuburan, serta kualitas biologis tanah tersebut. Limbah industri, logam berat, pestisida, dan sampah domestik menjadi penyumbang utama pencemaran tanah. Menurut Badariah dan Zulfikar (2020), tanah yang tercemar dapat menimbulkan risiko kesehatan melalui kontaminasi air tanah dan tanaman. Hal ini akan berdampak pada rantai makanan manusia dan menyebabkan penyakit kronis. Selain itu, pencemaran tanah juga mengganggu siklus nutrisi dan menurunkan produktivitas lahan pertanian. Oleh sebab itu, tindakan restoratif sangat dibutuhkan.

Salah satu teknik yang berkembang untuk rehabilitasi tanah adalah fitoremediasi, yaitu penggunaan tanaman untuk menyerap atau menetralkan zat pencemar. Penelitian oleh Hartono et al. (2021) menunjukkan bahwa tanaman vetiver dan bunga matahari memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap logam berat dari tanah. Selain itu, pendekatan lain seperti penambahan bahan organik, penggunaan mikroba, dan teknologi soil washing juga digunakan dalam pemulihan lahan tercemar. Pendekatan rehabilitatif ini tidak hanya bersifat ekologis tetapi juga ekonomis karena menggunakan sumber daya alami. Penting pula dilakukan monitoring secara berkala untuk memastikan keberhasilan rehabilitasi. Program restorasi lingkungan harus didukung oleh kebijakan yang konsisten.

2.5 Teknologi dan Kebijakan dalam Pengendalian Pencemaran

Perkembangan teknologi modern memberikan banyak alternatif untuk pengendalian pencemaran lingkungan. Teknologi berbasis sensor, otomatisasi

(10)

pengolahan limbah, serta sistem internet of things (IoT) telah diterapkan di berbagai negara maju. Menurut Andini dan Kusuma (2022), penerapan teknologi berbasis digital dalam sistem pengelolaan limbah meningkatkan efisiensi dan transparansi. Di samping itu, penggunaan teknologi ramah lingkungan pada proses produksi juga mampu menekan emisi sejak tahap awal. Namun, teknologi saja tidak cukup tanpa regulasi dan kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, sinergi antara teknologi dan kebijakan menjadi kunci.

Pemerintah memiliki peran strategis dalam membentuk kebijakan yang mendukung pengendalian pencemaran. Regulasi tentang baku mutu lingkungan, pengelolaan limbah, serta sanksi terhadap pelanggaran lingkungan harus ditegakkan secara konsisten. Studi oleh Farhan dan Silviana (2023) menekankan pentingnya penguatan hukum lingkungan melalui perizinan dan audit lingkungan secara berkala. Kolaborasi dengan sektor swasta dan masyarakat sipil juga harus diperluas. Dengan adanya kerangka hukum dan insentif, industri akan lebih terdorong untuk menerapkan teknologi hijau. Pada akhirnya, pengendalian pencemaran memerlukan pendekatan integratif yang mencakup aspek teknis, hukum, dan sosial.

.

(11)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Strategi Pengendalian Pencemaran Air

Pengendalian pencemaran air membutuhkan pendekatan terpadu antara teknologi pengolahan, regulasi, dan kesadaran masyarakat. Salah satu strategi utama adalah penerapan sistem pengolahan air limbah (IPAL) yang sesuai dengan karakteristik limbah. Menurut Hidayat dan Sulistyorini (2021), teknologi seperti aerasi, filtrasi, dan sedimentasi sangat efektif untuk limbah domestik. Selain itu, penerapan sistem re-use dan re-cycle air limbah juga semakin populer di berbagai negara. Langkah ini tidak hanya mengurangi pencemaran, tetapi juga meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Pemerintah juga memainkan peran penting melalui pengawasan dan penerapan standar baku mutu air. Baku mutu ini berfungsi sebagai acuan dalam pengendalian dan penilaian kualitas air yang dibuang ke lingkungan. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, 2020), banyak perusahaan belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan, sehingga perlu sanksi yang lebih tegas.

Sosialisasi mengenai pentingnya menjaga kualitas air juga perlu dilakukan secara berkala. Dengan adanya pengawasan yang ketat, pencemaran air dapat dikendalikan secara signifikan.

Masyarakat berperan besar dalam pencegahan pencemaran air melalui perilaku sadar lingkungan. Penggunaan deterjen ramah lingkungan, pengelolaan sampah rumah tangga, serta pelaporan pencemaran menjadi bagian penting dalam strategi ini. Studi oleh Nursyam dan Arifin (2021) menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam menjaga sungai dapat meningkatkan kualitas air secara signifikan. Oleh karena itu, gerakan sosial seperti "Bank Sampah" atau

"Komunitas Peduli Sungai" perlu diperluas. Perubahan gaya hidup ini berdampak besar terhadap ekosistem perairan.

(12)

Integrasi pendekatan berbasis komunitas dan teknologi menciptakan pengelolaan air berkelanjutan. Misalnya, desa wisata berbasis ekowisata kini banyak menerapkan sistem pengelolaan limbah terpadu berbasis teknologi tepat guna. Hal ini mendorong keberlanjutan pariwisata sekaligus meningkatkan kesadaran warga. Menurut Wulandari dan Rachman (2022), keberhasilan program tersebut bergantung pada pelatihan dan insentif ekonomi yang diberikan kepada masyarakat. Kolaborasi antar pihak sangat menentukan keberhasilan strategi pengendalian.

Dengan demikian, strategi pengendalian pencemaran air harus melibatkan semua elemen mulai dari pemerintah, industri, hingga masyarakat. Ketiga unsur ini harus bersinergi dalam sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kombinasi teknologi, regulasi, dan edukasi publik menjadi kunci keberhasilan. Pengawasan berkala serta evaluasi dampak kebijakan harus dilakukan secara rutin. Ke depan, adaptasi terhadap perubahan iklim juga perlu dimasukkan dalam strategi pengelolaan air.

3.2 Strategi Pengendalian Pencemaran Udara

Pencemaran udara terutama disebabkan oleh aktivitas industri, transportasi, dan pembakaran bahan bakar fosil. Untuk mengendalikannya, pemerintah perlu menetapkan zona rendah emisi dan memperbanyak ruang terbuka hijau. Menurut Prasetya dan Nugraha (2020), penghijauan kota dapat menurunkan suhu dan menyerap gas pencemar seperti CO₂ dan NOx. Selain itu, penggunaan transportasi publik berbasis listrik menjadi solusi jangka panjang. Hal ini perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai dan kebijakan insentif.

Industri juga diwajibkan memasang sistem pengendali emisi seperti electrostatic precipitator dan scrubber. Alat ini berfungsi menyaring partikel berbahaya sebelum dibuang ke atmosfer. Studi oleh Tjahjono dan Nabila (2021) menemukan bahwa efisiensi alat tersebut dapat mencapai 90% dalam mengurangi emisi debu industri. Penggunaan bahan bakar rendah sulfur dan peningkatan

(13)

efisiensi energi juga menjadi bagian dari upaya mitigasi. Pemerintah harus memastikan bahwa industri patuh terhadap ketentuan tersebut melalui audit berkala.

Kesadaran publik tentang bahaya polusi udara juga penting untuk ditingkatkan. Kampanye publik seperti “Car Free Day” dan “Bike to Work”

merupakan contoh upaya peningkatan partisipasi masyarakat. Menurut data BAPPENAS (2021), kota yang rutin mengadakan kegiatan ini mengalami penurunan konsentrasi PM2.5 sebesar 15%. Edukasi di sekolah tentang pentingnya udara bersih juga harus dimasukkan dalam kurikulum. Semakin tinggi literasi lingkungan masyarakat, semakin besar peluang keberhasilan strategi ini.

Teknologi digital dapat digunakan untuk memantau kualitas udara secara real-time. Aplikasi pemantau udara seperti IQAir memungkinkan masyarakat mengetahui kondisi udara di sekitar mereka. Menurut Simanjuntak dan Pratiwi (2022), aplikasi ini meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap aktivitas di luar ruangan saat kualitas udara memburuk. Pemerintah juga dapat menggunakan data ini untuk membuat keputusan cepat terkait pembatasan aktivitas tertentu.

Transparansi data menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan publik.

Secara keseluruhan, pengendalian pencemaran udara memerlukan upaya holistik dari berbagai pihak. Kolaborasi antara teknologi, kebijakan, dan perilaku masyarakat menjadi landasan strategi yang efektif. Regulasi yang kuat, penerapan teknologi tepat guna, serta pendidikan publik menjadi kunci utama. Dalam jangka panjang, transisi menuju energi bersih dan transportasi ramah lingkungan harus menjadi prioritas nasional. Pengendalian pencemaran udara adalah investasi bagi kesehatan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

3.3 Strategi Pengendalian Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah terjadi akibat limbah padat, bahan kimia berbahaya, dan aktivitas pertanian berlebihan. Salah satu strategi pengendaliannya adalah

(14)

pengelolaan limbah yang tepat, termasuk pemilahan dan daur ulang. Menurut Ramadhan dan Prasetyo (2021), landfill modern dengan sistem pelapisan geo- membran mampu mencegah perembesan zat beracun ke dalam tanah. Hal ini penting untuk menjaga kualitas tanah dan air tanah dari kontaminasi logam berat.

Selain itu, pengurangan sampah plastik melalui kebijakan kantong plastik berbayar turut berkontribusi mengurangi beban pencemaran tanah.

Pertanian intensif juga menyebabkan pencemaran tanah akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Solusi yang diterapkan adalah pertanian organik dan penggunaan pupuk hayati ramah lingkungan. Menurut studi Wahyuni dan Nugroho (2020), penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kapasitas serap air. Edukasi kepada petani mengenai rotasi tanaman dan penggunaan bahan alami juga penting. Pendekatan ini menyeimbangkan produktivitas dan kelestarian lingkungan.

Rehabilitasi lahan tercemar menjadi bagian penting dari strategi jangka panjang. Salah satu metode yang digunakan adalah bioremediasi, yaitu pemanfaatan mikroorganisme untuk menguraikan polutan. Studi oleh Astuti dan Hidayat (2022) menunjukkan bahwa bioremediasi efektif untuk tanah yang terkontaminasi hidrokarbon dan logam berat. Metode ini relatif murah dan ramah lingkungan, sehingga cocok untuk skala besar. Namun, keberhasilannya sangat tergantung pada kondisi tanah dan jenis polutan.

Pemerintah juga berperan dalam mengatur izin pembuangan limbah industri agar tidak mencemari tanah. Penegakan hukum terhadap pelanggaran pembuangan limbah menjadi sangat penting. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021), hanya 60% perusahaan di kawasan industri yang mematuhi izin lingkungan terkait pengelolaan limbah padat.

Diperlukan pengawasan ketat dan transparansi data lingkungan. Ketegasan hukum ini mendorong perusahaan untuk lebih bertanggung jawab.

Secara keseluruhan, strategi pengendalian pencemaran tanah mencakup teknologi pengolahan, peraturan ketat, dan partisipasi masyarakat. Kombinasi metode rekayasa dan pendekatan berbasis alam terbukti paling efektif. Kesadaran

(15)

masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya juga sangat krusial. Di samping itu, pemulihan tanah yang sudah tercemar harus dilakukan secara konsisten. Tanah yang bersih adalah fondasi bagi ketahanan pangan dan keberlanjutan ekosistem.

3.4 Peran Teknologi Ramah Lingkungan dalam Pengendalian Pencemaran Perkembangan teknologi ramah lingkungan menjadi solusi penting dalam pengendalian pencemaran. Teknologi seperti sistem daur ulang air, kendaraan listrik, dan biofilter telah terbukti mengurangi dampak pencemaran. Menurut Siregar dan Hartono (2022), penggunaan biofilter dalam sistem IPAL mampu menurunkan konsentrasi amonia hingga 80%. Teknologi ini memanfaatkan tanaman dan mikroorganisme dalam proses penyaringan alami. Efisiensi ini membuat teknologi tersebut banyak digunakan di permukiman dan kawasan wisata.

Dalam pengendalian udara, teknologi scrubber dan catalytic converter sangat penting digunakan di industri dan kendaraan. Alat ini mampu menyaring gas berbahaya seperti SO₂, NOx, dan CO. Penelitian oleh Utomo dan Fadillah (2023) menunjukkan bahwa penerapan teknologi ini di pabrik semen mampu menurunkan emisi sebesar 60%. Namun, biaya investasi awal menjadi kendala utama bagi industri kecil dan menengah. Maka diperlukan subsidi atau insentif untuk memperluas penerapannya.

Penggunaan teknologi sensor dan pemantauan kualitas lingkungan juga semakin umum. Internet of Things (IoT) memungkinkan pemantauan kualitas udara, air, dan tanah secara real time. Menurut Rizky dan Salsabila (2021), penerapan sistem ini memungkinkan pemerintah mengambil tindakan lebih cepat terhadap potensi pencemaran. Data yang dihasilkan juga meningkatkan transparansi dan partisipasi publik. Teknologi ini mendukung pengambilan keputusan berbasis data.

(16)

Selain itu, teknologi pengolahan limbah berbasis energi terbarukan semakin berkembang. Misalnya, teknologi waste to energy mengubah sampah menjadi listrik atau bahan bakar alternatif. Menurut Juwita dan Rahman (2022), pabrik WTE di Indonesia mampu mengurangi volume sampah hingga 85%

sekaligus menghasilkan energi. Teknologi ini cocok diterapkan di kota besar dengan produksi sampah tinggi. Namun, perlu dukungan regulasi dan infrastruktur pendukung yang memadai.

Penggunaan teknologi ramah lingkungan secara luas membutuhkan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Edukasi publik tentang manfaat dan cara kerja teknologi ini sangat penting. Penerapan teknologi yang adaptif dan ekonomis juga perlu dikembangkan untuk skala rumah tangga. Dengan demikian, pengendalian pencemaran akan lebih efisien dan berkelanjutan. Teknologi adalah alat, namun kesadaran manusialah yang menentukan keberhasilannya.

3.5 Kolaborasi Multipihak dalam Upaya Pengendalian Pencemaran

Pengendalian pencemaran lingkungan tidak dapat dilakukan hanya oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, LSM, dan masyarakat sipil. Menurut Nurhasanah dan Wijaya (2022), kemitraan multipihak menciptakan sinergi dalam perumusan kebijakan, implementasi program, dan evaluasi dampak lingkungan. Setiap pihak memiliki peran unik dan saling melengkapi. Kolaborasi ini memperkuat efektivitas kebijakan dan mengurangi konflik kepentingan.

Pemerintah berperan sebagai regulator sekaligus fasilitator. Fungsi pengawasan dan penindakan hukum harus diimbangi dengan dukungan teknis dan finansial kepada pelaku usaha dan masyarakat. Misalnya, insentif fiskal untuk industri yang menerapkan teknologi bersih atau program kemitraan lingkungan.

Sementara itu, LSM dapat berfungsi sebagai pengawas independen dan pendamping masyarakat. Menurut data WALHI (2021), kehadiran LSM memperkuat pengawasan terhadap pencemaran yang tidak terpantau oleh pemerintah.

(17)

Dunia usaha memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). CSR lingkungan yang ideal tidak hanya bersifat simbolik, tetapi berdampak nyata terhadap kualitas lingkungan.

Studi oleh Oktaviani dan Fauzi (2020) menunjukkan bahwa perusahaan yang konsisten melakukan CSR lingkungan cenderung memiliki hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar. Hal ini juga meningkatkan citra perusahaan secara jangka panjang. Oleh karena itu, keberlanjutan harus menjadi bagian dari strategi bisnis.

Peran masyarakat sangat penting dalam pengawasan dan pelaporan pencemaran. Sistem aduan publik dan partisipasi dalam pengawasan lingkungan mendorong transparansi dan akuntabilitas. Menurut Susilo dan Rini (2023), inisiatif warga seperti komunitas pemantau kualitas sungai terbukti menurunkan angka pelanggaran lingkungan oleh industri lokal. Edukasi dan pemberdayaan menjadi kunci dalam membangun kesadaran dan kepedulian lingkungan. Semakin aktif masyarakat, semakin efektif pengendalian pencemaran.

Kolaborasi multipihak adalah pendekatan strategis dalam pengelolaan lingkungan yang kompleks. Tanpa koordinasi dan sinergi, kebijakan pengendalian pencemaran akan berjalan parsial dan tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, forum koordinasi lingkungan lintas sektor perlu diperkuat di tingkat lokal dan nasional.

Transparansi data, komunikasi terbuka, dan akuntabilitas bersama adalah fondasi kolaborasi yang efektif. Hanya dengan kerja sama semua pihak, kelestarian lingkungan dapat terwujud.

(18)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pengendalian pencemaran lingkungan merupakan tantangan yang kompleks namun sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran air, udara, dan tanah memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan, ekosistem, serta perekonomian. Oleh karena itu, berbagai teknik dan strategi telah dikembangkan guna menekan laju pencemaran tersebut.

Pengelolaan limbah cair, penggunaan filter emisi udara, dan penerapan bioremediasi untuk tanah tercemar merupakan beberapa contoh teknologi yang terbukti efektif.

Setiap jenis pencemaran membutuhkan pendekatan yang berbeda namun saling terintegrasi. Dalam kasus pencemaran air, sistem pengolahan limbah dan konservasi sumber daya air menjadi kunci utama. Sementara untuk pencemaran udara, pengendalian emisi dari kendaraan dan industri sangat menentukan kualitas udara yang sehat. Pencemaran tanah memerlukan strategi jangka panjang berupa pemulihan lahan dan pengurangan limbah padat secara berkelanjutan. Penggunaan teknologi ramah lingkungan menjadi faktor penting dalam meningkatkan efektivitas pengendalian.

Namun, keberhasilan strategi tersebut tidak hanya bergantung pada aspek teknis semata. Kolaborasi multipihak antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat sangat dibutuhkan. Kebijakan yang berpihak pada lingkungan, pengawasan yang ketat, serta edukasi publik harus berjalan seiring. Kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat menjadi penentu utama keberhasilan upaya pengendalian pencemaran.

(19)

Teknologi modern memberikan berbagai alternatif solusi, namun tetap membutuhkan regulasi dan insentif agar dapat diimplementasikan secara luas. Di sisi lain, pendekatan berbasis alam dan tradisional juga memiliki kontribusi penting yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, sinergi antara modernitas dan kearifan lokal menjadi modal penting dalam mewujudkan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Dengan pendekatan yang holistik, pencemaran lingkungan dapat ditekan secara signifikan. Keberhasilan dalam pengendalian pencemaran merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan. Hanya dengan lingkungan yang sehat dan lestari, kesejahteraan masyarakat dapat terjamin dalam jangka panjang.

4.2 Saran

Diperlukan peningkatan komitmen dari semua pihak, terutama pemerintah, dalam menetapkan regulasi lingkungan yang lebih tegas dan adaptif. Penguatan sistem pengawasan serta penerapan sanksi yang konsisten terhadap pelanggar lingkungan harus menjadi prioritas utama. Selain itu, pemberian insentif bagi pelaku usaha yang menerapkan teknologi ramah lingkungan dapat mempercepat transisi ke arah industri yang berkelanjutan.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Andini, R., & Kusuma, M. (2022). Inovasi Teknologi Digital dalam Pengelolaan Limbah Industri. Jurnal Teknologi Terapan, 8(2), 99–109.

https://doi.org/10.25077/jtt.v8i2.2022.99-109

Arifin, B. (2022). Teknologi Pengolahan Limbah untuk Lingkungan Berkelanjutan. Jakarta: Penerbit Lingkungan Hidup.

https://perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=176328

Astuti, M., & Hidayat, A. (2022). Bioremediasi sebagai Solusi Pemulihan Lahan Tercemar. Jurnal Teknologi Lingkungan, 13(2), 45–52.

https://doi.org/10.14710/jtl.13.2.45-52

Badariah, R., & Zulfikar, A. (2020). Dampak Pencemaran Tanah terhadap Kesehatan Masyarakat. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 19(1), 12–20. https://doi.org/10.14710/jkli.19.1.12-20

Farhan, A., & Silviana, E. (2023). Kebijakan Hukum Lingkungan dalam

Pengendalian Pencemaran di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum Lingkungan, 5(1), 45–59. https://ejournal.unair.ac.id/jihl/article/view/40321

Handayani, S., & Nurhidayat, M. (2021). Efektivitas Sistem Wetland Buatan dalam Menurunkan Pencemaran Air. Jurnal Teknik Lingkungan, 27(2), 133–142. https://doi.org/10.5614/jtl.2021.27.2.4

Hartono, Y., Sari, L., & Prabowo, H. (2021). Fitoremediasi Tanah Tercemar Logam Berat dengan Vetiver dan Helianthus. Jurnal Bioteknologi Lingkungan, 11(1), 60–67. https://doi.org/10.22146/jbl.2021.11.1.60-67 Juwita, A., & Rahman, M. (2022). Pemanfaatan Teknologi Waste to Energy di

Indonesia. Jurnal Energi dan Lingkungan, 6(1), 33–41.

https://doi.org/10.22146/jel.6.1.33

Lestari, P., & Putra, D. (2022). Pemanfaatan Tanaman Air dalam Pengolahan Limbah Domestik. Jurnal Lingkungan Tropis, 16(3), 202–210.

https://doi.org/10.29303/jlt.16.3.2022.202-210

Maulana, R., & Dewi, F. (2021). Perbandingan Emisi Kendaraan Listrik dan Konvensional. Jurnal Energi dan Transportasi, 5(1), 55–63.

https://doi.org/10.29303/jet.5.1.2021.55-63

(21)

Nugroho, R. (2021). Manajemen Pencemaran Lingkungan. Bandung: Pustaka Sains. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=172103

Nurhasanah, L., & Wijaya, D. (2022). Kemitraan Multipihak dalam Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. Jurnal Kebijakan Publik, 10(3), 76–85.

https://doi.org/10.20473/jkp.10.3.76

Oktaviani, R., & Fauzi, M. (2020). Pengaruh CSR terhadap Citra Perusahaan dan Lingkungan. Jurnal Manajemen Lingkungan, 5(2), 28–35.N

https://doi.org/10.15294/jml.5.2.28

Rahmawati, D., & Yusuf, A. (2020). Analisis Efektivitas Pengendalian Polusi Udara di Kawasan Industri. Jurnal Teknologi Lingkungan, 21(1), 45–56.

https://doi.org/10.14710/jtl.21.1.45-56

Santoso, B. (2020). Pencemaran dan Pengelolaan Lingkungan. Surabaya: Pustaka Abadi. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=173456

Setiawan, H. (2023). Pengendalian Pencemaran Tanah melalui Bioremediasi.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

https://opac.ugm.ac.id/perpus/detail/bioremediasi-pencemaran-tanah Susanti, A., & Ramadhan, M. (2020). Polusi Udara dan Dampaknya terhadap

Kesehatan Masyarakat Urban. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 18(2), 145–

154. https://doi.org/10.15294/jkm.v18i2.145-154

Susilo, H., & Rini, T. (2023). Peran Masyarakat dalam Pengawasan Lingkungan di Kawasan Industri. Jurnal Sosial dan Ekologi, 9(1), 14–22.

https://doi.org/10.20473/jse.9.1.14

Utami, S. (2019). Peran IPAL dalam Menurunkan Beban Pencemaran Air Limbah. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(3), 120–130.

https://doi.org/10.21009/jil.17.3.120

Wicaksono, D., & Pratiwi, S. (2019). Indeks Kualitas Lingkungan dan

Dampaknya terhadap Nilai Ekonomi. Jurnal Ekologi dan Pembangunan, 4(1), 22–30. https://doi.org/10.30596/jeep.v4i1.22-30

Referensi

Dokumen terkait

jika Pemerintah menganggap pemda secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (psl

Prinsip teknologi ramah lingkungan di bidang lingkungan adalah dengan mengolah limbah agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan limbah dapat menghasilkan produk atau

Prinsip teknologi ramah lingkungan di bidang lingkungan adalah dengan mengolah limbah agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan limbah dapat menghasilkan produk atau sumber energi

vi Institut Teknologi Nasional ABSTRAK Nama : Yulia Anggraini Program Studi : Teknik Lingkungan Judul : Pemilihan Jenis Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Berdasarakan

Projek ini bertujuan membentuk kesadaran siswa tentang pentingnya gaya hidup ramah lingkungan dan kontribusi mereka dalam mengurangi limbah plastik di lingkungan

Grafik Prosentase Minat Petani dalam Menerapkan Teknologi Budidaya Padi Ramah Lingkungan SIMPULAN Kegiatan pengabdian kepada masyarakat terkait budidaya padi ramah lingkungan yang

Peningkatan permintaan konsumen untuk produk yang ramah lingkungan, bersama dengan perhatian yang semakin meningkat terhadap isu-isu lingkungan, mendorong perlunya peningkatan kesadaran

Makalah ini membahas tentang dampak pencemaran air dan udara terhadap