• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Teologis-Normatif

N/A
N/A
wildan fahdika

Academic year: 2023

Membagikan "Pendekatan Teologis-Normatif"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pendekatan Teologis-Normatif dalam Pengkajian Islam

Oleh: Wildan Fahdika Ahmad (21205032023)

A. Pendahuluan

Islam sebagai agama memiliki sejarah yang panjang. Untuk membatasinya, penulis batasi sejak masa Nabi Muhammad. Sejak masa itu, Islam telah dikaji seksama oleh para Sahabat Nabi, di mana Nabi sebagai sumber utama tentang agama ini. Sejak saat itulah Islam dikaji, mulai dari urusan akidah/tauhid, hukum, norma dan sebagainya. Para Sahabat, Tabi’in, dan generasi seterusnya sampai sekarang, tidak henti-hentinya mengkaji Islam guna memahaminya dan mengamalkan ajarannya, dalam aspek-aspek yang terkandung. Berbagai aspek tersebut kemudian melahirkan disiplin-disiplin ilmu keislaman sebagai hasil kajian para ulama dan intelektual Muslim.

Dalam perkembangannya, Islam tidak hanya dikaji oleh kaum Muslim, melainkan juga oleh non-Muslim. Oleh karenanya, muncullah berbagai bentuk atau metode dalam mengkaji Islam (Studi Islam). Sejarah studi Islam melahirkan berbagai macam pendekatan dalam pengkajian Islam, seperti pendekatan teologis-normatif, pendekatan filologi, pendekatan fenomenologi, dan pendekatan-pendekatan lain. Semua itu memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dengan yang lain. Adapun yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah pendekatan teologis-normatif.

Sebelumnya, yang dimaksud studi Islam (islamic studies) adalah usaha untuk mempelajari secara sadar dan sistematis hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, tentang seluk-beluk ajaran, sejarah, kelembagaan, hingga praktik-praktik agama Islam. Studi Islam atau sering juga disebut pengkajian Islam (dirāsah islāmiyyah) mencerminkan suatu transmisi doktrin-doktrin keagamaan dari generasi awal (Rasulullah dan para Sahabatnya) hingga generasi sekarang. Secara kelembagaan, pengkajian Islam dilakukan oleh keluarga, masyarakat, masjid, madrasah, pesantren hingga universitas.1

Adapun yang dimaksud dengan pendekatan (approach) adalah cara pandang atau paradigma terhadap sesuatu. Dalam konteks agama (studi Islam), pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang memiliki metode atau teknik penelitian tertentu, yang selanjutnya digunakan untuk memahami agama.2 Pendapat

1 Faisar Ananda Arfa, Syafruddin Syam, Muhammad Syukri Albani Nasution, Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, cet.1 (Jakarta: Rajawali Press, 2015) 11-12.

2 Ajahari, Studi Islam, cet.1, (Kalimantan Tengah: IAIN Palangkaraya, 2017), 135.

(2)

lain, pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang atau hasil pemikiran seseorang yang kemudian digunakan untuk menganalisis serta memahami sesuatu secara mendalam dan dengan menggunakan teori-teori tertentu.3

Pendekatan dalam Pengkajian Islam dapat disebut sebagai kepanjangan dari Metodologi Studi Islam, di mana ia berfungsi sebagai pendukung bagi studi-studi keislaman, seperti studi Al-Qur’an, studi hadis, studi hukum (fiqh) Islam, dan lain sebagainya. Tujuan akhirnya adalah dapat dipahaminya suatu pendekatan, tentang karakteristiknya, dan relevansinya dengan problematika di kehidupan nyata. Sehingga para pembaca umumnya, dan umat Islam khususnya dapat menilai teori-teori suatu pendekatan dan penerapannya bagi kehidupan sehari-hari, apakah relevan, dalam arti mampu mengatasi permasalahan yang ada, ataukah tidak, sehingga perlu diganti dengan pendekatan lain.

Bersamaan dengan itu, muncul pula dua pembagian tentang kedudukan Islam. Yang pertama, Islam diposisikan sebagai agama atau wahyu, dengan pengertian: يهلإ يحو املإسلا ةرآخلا و ايندلا ةداعسل ملإس و هيلع ا ىلص دمحم انيبن ىلإ ىحوي , bahwa Islam adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Adapun ‘bentuk’ wahyu dapat dilihat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi s.a.w. Sedangkan yang kedua, Islam diposisikan sebagai produk sejarah dan budaya, seperti al-Khulafā al- Rāsyidūn, teologi Syiah, Mu’tazilah, dan Sunni.4 Pembagian ini nantinya menjadi pendukung bagi tulisan ini.

B. Kerangka dan Asumsi Dasar Pendekatan Teologis-Normatif

Barangkali perlu dipaparkan terlebih dahulu, meskipun secara sederhana, tentang pengertian teologis dan normatif. Teologis secara leksikal adalah berhubungan dengan teologi; berdasar pada teologi.5 Adapun teologi dalam pandangan Harun Nasution, ialah ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama secara mendalam. Istilah lain dari teologi di antaranya adalah uṣūl al-dīn,‘aqāid, credos, ‘ilm al-tauhīd, dan ‘ilm al-kalām.6 Menurut Fazlur Rahman, teologi adalah prinsip-prinsip agama (uṣūl al-dīn) yang bersanding

3 Suparlan, “Metode dan Pendekatan dalam Kajian Islam”, Fondatia: Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 3, no.1 Maret 2019, 86.

4 Nur Khasanah, “Kombinasi Pendekatan Studi Islam: Ikhtiar Menjawab Tantangan Studi Islam ke Depan”, RELIGIA, vol. 15, no. 1 April 2012, 109-110.

5 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teologis, diakses 18 Februari 2022.

6 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, dan Analisa Perbandingan (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia/UI-Press, 2016), ix.

(3)

dengan Syariah (hukum dan moral).7 Sedangkan normatif adalah berpegang teguh pada norma; menurut norma atau kaidah yang berlaku.8

Pendekatan teologis-normatif berarti menganalisa aspek-aspek keislaman secara mendalam dengan menggunakan teori-teori Teologis-Normatif sebagai cara pandangnya.

Adapaun kerangka dan asumsi dasar dari pendekatan ini antara lain:

1. Terkait dengan Tuhan (transenden), bersifat doktrinal-teologis, dan bertolak dari keimanan dan penafsiran atas keimanan.9

2. Keyakinan bahwa Islam sebagai agama yang paling absah dibandingkan dengan agama lainnya. Islam, ajarannya yang pokok dan asli dari Allah, tidak terdapat campur tangan manusia di dalamnya, adalah mutlak kebenarannya, tidak ada kekurangannya sedikitpun dan sangat ideal.10

3. Memahami agama secara harfiah, dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan, yang bertolak dari keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan adalah yang paling benar dibandingkan lainnya, serta tidak lepas dari kehidupan umat beragama di tengah masyarakat.11

Menurut Amin Abdullah, pendekatan teologis-normatif ini masih bersifat transendental-spekulatif, yang kurang menyinggung masalah-masalah kemanusiaan.

Pendekatan ini juga masih bersifat transmisi, deskriptif, dan bergantung pada teks (Al-Qur’an dan Hadis).12 Lebih lanjut, pada dataran normativitas, pendekatan ini masih terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak dan apologis (pembelaan), sehingga sulit dimasuki oleh analisa yang kritis, metodologis dan empiris.13

Jacques Waardenburg menyebut pendekatan normatif terhadap Islam umumnya hanya dikerjakan oleh umat Islam sendiri (insider) dan untuk mencari kebenaran agama, meliputi tafsir, fikih, hadis, dan kalam. Pendekatan ini vis a vis dengan pendekatan non-normatif yang mencari kebenaran agama maupun agama yang hidup (living Islam), baik oleh seorang Muslim maupun non-Muslim (outsider), serta meliputi kajian yang lebih luas seperti sejarah, sastra, budaya dan sosial Islam.14

7 Fazlur Rahman, Islam, terj. Ahsin Mohammad, cet. 4 (Bandung: Pustaka, 2000), 148.

8 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/normatif, diakses 18 Februari 2022.

9 Fathurrahman Muhtar, Metodologi Studi Islam (Mataram: IAIN Mataram, 2015), 34.

10 Nur Khasanah, “Kombinasi Pendekatan”, 109.

11 Ajahari, Studi Islam, 137.

12 Luk Luk Nur Mufidah,”Pendekatan Teologis dalam Kajian Islam”, Misykat, vol. 2, no. 1 Juni 2017, 157.

13 Faisar Ananda Arfa, Metode Studi, 13-14.

14 Fathurrahman Muhtar, Metodologi Studi, 2.

(4)

C. Teori-teori Pokok Pendekatan Teologis-Normatif

1. Teori Wahyu

Sebagaimana disampaikan oleh Schimidt, agama berasal dari Tuhan Pencipta yang diturunkan kepada manusia, ialah Adam sebagai manusia sekaligus nabi pertama, dengan ajaran (wahyu) monoteisme (pengesaan Tuhan). Dalam perkembangannya, sejarah manusia sejak saat itu selalu disertai penyelewengan (politeisme), sehingga diutuslah nabi-nabi (rasul- rasul) untuk mengembalikan sikap politeisme kepada monoteime.15 Tidak terkecuali nabi Muhammad.

Dari situ muncul pula Teori Kebenaran Wahyu, di mana kebenaran adalah datangnya dari Allah, bersifat mutlak, diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya untuk kemudian menjadi sumber ilmu pengetahuan dan petunjuk bagi semua manusia.16

Dalam dunia Islam, dikenal istilah dalīl naqliy dan dalīl ‘aqliy. Yang pertama dapat pula disebut “ilmu wahyu” (revealed knowledge), yaitu ilmu yang bersumber dari Allah, seperti ilmu tentang keimanan, kewahyuan, uṣūl al-dīn, fikih, dan lain-lain. Sedangkan yang kedua, adalah ilmu yang diperoleh oleh manusia (acquired knowledge), baik bersumber dari akal maupun panca indera.17 Dalīl naqliy menjadi pendukung utama dalam Teori Kebenaran Wahyu.

Contoh yang paling relevan bagi teori ini adalah Al-Qur’an (dalīl naqliy). Al-Qur’an secara hakikat adalah dokumen keagamaan dan etika yang bertujuan praktis menciptakan masyarakat yang bermoral baik dan adil, yang terdiri dari orang-orang saleh dan religius dengan kesadaran yang peka dan nyata akan adanya satu Tuhan yang memerintahkan kebaikan dan melarang kejahatan. Penekanan Al-Qur’an ada pada iman dalam tindakan.18

2. Teori Kebenaran Korespondensi

Bahwa suatu pernyataan dinyatakan benar jika materi pengetahuan yang dikandungnya benar adanya (faktual). Menurut Buchler, a belief is called true if it agree with a fact.19 Jika dikaitkan dengan pendekatan teologis-normatif, teori ini boleh dikatakan berbunyi

kebenaran agama Islam hanyalah jika sesuai fakta (dalil) yang ada di dalam Al-Qur’an dan

15 Muniron, Syamsun Ni’am, Ahidul Asror, Studi Islam di Perguruan Tinggi, cet.1 (Jember: STAIN Jember Press, 2010), 23.

16 Darwis A. Soelaiman, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam, cet. 1 (Aceh: Bandar Publishing, 2019), 72.

17 Ibid., 72.

18 Fazlur Rahman, Islam, 116.

19 Abdul Chalik, Filsafat Ilmu: Pendekatan Kajian Keislaman (Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2015), 49.

(5)

Hadis Nabi.” Hal itu karena ‘pegangan’ teologi yang dibarengi dengan pentingnya transmisi (periwayatan) menjadi ciri bagi pendekatan ini. Sebagai contoh, hadis Nabi yang menjadi pedoman umat Islam, mensyaratkan keaslian atau keotentikan hadis (transmisi), sehingga umat Islam dapat meneladani Nabi secara faktual.

D. Contoh Karya Pendekatan Teologis-Normatif dalam Pengkajian Islam

Banyak karya yang dihasilkan dengan pendekatan teologis-normatif, di antaranya:

1. “Al-Islam”, karya Said Hawwa.

Buku ini membahas tentang apa itu Islam, mulai definisinya, rukun Islam, sistem akhlak dan sosialnya, negara menurut Islam, kebijakan-kebijakan umum Islam dan faktor- faktor penguat Islam. Dalam analisisnya, penulis buku merujuk pada Al-Qur’an dan hadis, sehingga kental akan unsur teologi dan norma-norma keislaman.20

2. “Buku Saku Konsep dan Hikmah Akidah Islam”, karya Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag.

Dari judul bukunya, dapat dipahami bahwa buku ini membahas tentang akidah Islam.

Tujuannya, pembaca dapat memahami makna beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Rasul- rasul-Nya, Kitab-Nya, Hari Akhir, dan takdir dalam kehidupan. Tentu, Al-Qur’an dan Hadis menjadi sumber utamanya.21

3. “Kuliah Fiqh Ibadah”, karya Syakir Jamaluddin, M.A.

Dalam buku ini, penulis buku menjabarkan tentang aturan-aturan peibadatan sesuai norma Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis sebagai pedoman praktis ibadah kaum Muslim, mulai dari ṭahārah, shalat, zakat, puasa dan terakhir haji.22

4. “Halal Haram dalam Islam”, karya Yusuf Qardhawy.

Buku ini menjelaskan tentang apa saja yang diharamkan dan yang dihalalkan dalam Islam. Dimulai dengan menjelaskan prinsip-prinsip Islam tentang hukum halal dan haram, kemudian halal dan haram dalam kehidupan Islam, dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga, dan terkahir tentang halal dan haram dalam urusan kepercayaan dan tradisi. Dalam melakukan pengkajian, ia menggunakan pendekatan teologis-normatif, seperti berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadis, serta menjelaskan hikmah-hikmah diharamkan atau dihalalkannya sesuatu oleh agama.23

20 Said Hawwa, Al-Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., cet. 1 (Jakarta: Gema Insani, 2004).

21 Muhammad Chirzin, Buku Saku Konsep dan Hikmah Akidah Islam, cet. 1 (Jakarta: Zaman, 2015).

22 Syakir Jamaluddin, Kuliah Fiqh Ibadah, cet. 6 (Yogyakarta: LPPI UMY & UMY Press, 2019).

23 Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk., cet.3 (Solo: Era Intermedia, 2003).

(6)

E. Implikasi Pendekatan Teologis-Normatif bagi Pengkajian Islam

Jika melihat kerangka, asumsi dasar dan teori-teori pokok Pendekatan Teologis- Normatif di atas, maka pendekatan ini dapat menyebabkan teologi Islam menjadi ahistoris, tidak kontekstual, dan tidak empiris atau kurang menyentuh persoalan-persoalan real manusia.24 Pendekatan Teologis-Normatif sering dipahami dengan pendekatan yang terlalu menitikberatkan pada struktur-struktur logis argumen tekstual (normatif), sehingga membuat agama tidak dipahami secara semestinya. Dengan bahasa kiasan, pendekatan ini terlalu

‘melangit’ dan kurang ‘membumi’, yang mengakibatkan agama kurang bisa diterjemahkan oleh manusia.25

Menurut Amin Abdullah, ketika bentuk keagamaan manusia (mode of thought) telah terpecah dan termanifestasi dalam ‘wadah’ formal teologi, menuntut hanya kebenarannyalah yang paling unggul dan benar (truth claim), sehingga bersifat partikularistik, ekslusif, dan seringkali intoleran.26

Tidak ada yang salah dengan pendekatan teologi, karena memang teologi menjadi ilmu dasar dari suatu agama. Dalam khazanah keilmuan Islam, teologi sering juga disebut ushul al-din, ‘aqaid, ‘ilm al-tauhid, dan ‘ilm al-kalam.27 Namun, kecenderungan normatif (harafiah) itulah yang barangkali kurang bisa diterima oleh masyarakat dewasa ini. Misalnya, hasil-hasil ijtihad para ulama yang kemudian melahirkan suatu disiplin ilmu baru seperti ‘Ulūm al- Qur’ān atau ‘Ulūm al-Tafsīr, hanya memberi pedoman bagaimana cara membaca Al-Qur’an, apa itu Al-Qur’an, bagaimana menafsirkan Al-Qur’an dan sebagainya. Tidak ada unsur mengkritisi di dalamnya. Namun, sifat ini sangat diperlukan dalam rangka menjaga identitas pelembagaannya seperti dengan adanya mazhab-mazhab, juga membuat umat Islam semakin meyakini ajaran Islam, mengekalkan sandaran normatif Islam, dan pada akhirnya membentuk karakter pemeluknya untuk mewujudkan masyarakat ideal menurut Islam.28

Keterlibatan pendekatan teologis-normatif ini juga dapat dilihat dari kasus pesantren- pesantren di Indonesia. Di pesantren, kajian keislaman berkutat pada masalah-masalah yang bersifat normatif, ritualistik dan eskatologis. Literatur-literatur keislaman seperti tafsir-hadis, teologi, tasawuf, fikih, dipelihara dan diajarkan dari generasi ke generasi selama berabad- abad dalam rangka menjaga keberlangsungan tradisi yang benar, tradisi keilmuan warisan

24 Luk Luk Nur Mufidah, “Pendekatan Teologis”, 158.

25 Ibid., 152.

26 Ajahari, Studi Islam, 139.

27 Luk Luk Nur Mufidah, “Pendekatan Teologis”, 153.

28 Nur Khasanah, “Kombinasi Pendekatan”, 112.

(7)

para imam besar masa lalu. Karena itu, proses transmisi itu menimbulkan penumpukkan keilmuan. Dalam hal fikih misalnya, diawali dengan mempelajari kitab Matn al-Taqrīb, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji Syarh (penjelasan)nya dalam kitab Fath al-Qarīb, dan diakhiri dengan mengkaji ḥasyiyah (catatan)nya dalam kitab al-Bājūriy.29

Dari situ, fikih dijadikan sebagai referensi yang dianggap selalu relevan sepanjang waktu dan di segala tempat. Selain itu, fikih menngimplikasikan secara konkret bagi pelaku keseharian individu dan masyarakat. Bahkan, tak jarang pula fikih dianggap sebagai wahyu Tuhan (devine inspiration) yang sejajar dengan Al-Qur’an dan Hadis Nabi, sehingga memunculkan anggapan bahwa fikih itu suci dan tak mungkin dirubah lagi.30

F. Analisa terhadap Problem Sosial

Sebagai contoh, bahwa pendekatan ini dapat dijadikan cara pandang dalam menyikapi permasalahan kekinian, dengan merujuk pada buku karya Yusuf Qardhawi di atas yang berjudul “Halal Haram dalam Islam”. Mengingat perkembangan zaman yang semakin global, modern dan liberal, karya ini dapat dijadikan sebagai ‘alarm’ bahwa ada aturan baku (qaṭ’iy), serta batas-batas hukum yang harus dijaga dalam kehidupan seorang Muslim.

Bahwasanya di era sekarang ini umat Islam cenderung kurang memerhatikan hukum- hukum agama, khususnya perihal halal-haram. Misalnya, sering terlihat baik di dunia maya maupun nyata, seorang atau sekelompok Muslim dengan terang-terangan meminum khamr dan menunjukkan rasa bangganya. Selain itu, perbuatan mendekati zina –atau dikenal dengan sebutan “pacaran” semakin terasa wajar karena banyaknya yang melakukan. Padahal, sebagai seorang Muslim, kedua perbuatan itu haram dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam buku ini (Halal Haram dalam Islam), meminum khamr31 dan berpacaran (mendekati zina)32 adalah haram.

G. Kesimpulan

29 Made Saihu, Mencandra Metodologi Buku Sumber Ajar Mata Kuliah Studi Idlam di Perguruan Tinggi, cet. 1 (Tangerang Selatan: Yapin An-Namiyah, 2019), 123.

30 Ibid., h. 124.

31 Yusuf Qardhawi, Halal Haram dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk., cet.3 (Solo: Era Intermedia, 2003), 111-112.

32Ibid., 215.

(8)

Pendekatan Teologis-Normatif akan selalu dibutuhkan sebagai dasar beragama.

Sedangkan agama menjadi pedoman bagi kehidupan seorang Muslim. Oleh karenanya, pendekatan ini menjadi syarat wajib untuk memahami Islam secara mendasar dan substansial, yang kemudian menjadi acuan dalam praktis sehari-hari. Minimal, seorang Muslim yang berpedoman dengan pendekatan ini, akan terjaga dari melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya s.a.w..

(9)

Daftar Pustaka

Ajahari. Studi Islam, cet.1. Kalimantan Tengah: IAIN Palangkaraya, 2017.

Arfa, Faisar Ananda, Syafruddin Syam, Muhammad Syukri Albani Nasution. Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, cet. 1. Jakarta: Rajawali Press, 2015.

Chalik, Abdul. Filsafat Ilmu: Pendekatan Kajian Keislaman. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran, 2015.

Chirzin, Muhammad. Buku Saku Konsep dan Hikmah Akidah Islam, cet. 1. Jakarta: Zaman, 2015.

Hawwa, Said. Al-Islam, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., cet. 1. Jakarta: Gema Insani, 2004.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/normatif https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/teologis

Jamaluddin, Syakir. Kuliah Fiqh Ibadah, cet. 6. Yogyakarta: LPPI UMY & UMY Press, 2019.

Khasanah, Nur. “Kombinasi Pendekatan Studi Islam: Ikhtiar Menjawab Tantangan Studi Islam ke Depan”, RELIGIA, vol. 15, no. 1 April 2012, 107-124.

Mufidah, Luk Luk Nur. ”Pendekatan Teologis dalam Kajian Islam”, Misykat, vol. 2, no. 1 Juni 2017, 151-162.

Muhtar, Fathurrahman. Metodologi Studi Islam. Mataram: IAIN Mataram, 2015.

Muniron, Syamsun Ni’am, Ahidul Asror. Studi Islam di Perguruan Tinggi, cet.1. Jember:

STAIN Jember Press, 2010.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah, dan Analisa Perbandingan, Cet. 5.

Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia/UI-Press, 2016.

Qardhawi, Yusuf. Halal Haram dalam Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk., cet.3. Solo: Era Intermedia, 2003.

Rahman, Fazlur. Islam. terj. Ahsin Mohammad, cet. 4. Bandung: Pustaka, 2000.

Saihu, Made. Mencandra Metodologi Buku Sumber Ajar Mata Kuliah Studi Idlam di Perguruan Tinggi, cet. 1. Tangerang Selatan: Yapin An-Namiyah, 2019.

Soelaiman, Darwis A.. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam, cet. 1. Aceh:

Bandar Publishing, 2019.

Suparlan. “Metode dan Pendekatan dalam Kajian Islam”, Fondatia: Jurnal Pendidikan Dasar, vol. 3, no.1 Maret 2019, 83-91.

Referensi

Dokumen terkait

Semua metode tersebut digunakan untuk mengumpulkan data terkait dengan perencanaan pendekatan saintifik dan normatif dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah

Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari

studi Islam yang mana dalam memandang agama menggunakan ajaran yang benar-benar asli dan.. pokok dari Tuhan, sehingganya dalam pendekatan ini belum terdapat campur

juga dengan pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang melihat agama dari. sudut pandang ajarannya yang center dan langsung dari Tuhan yang

Pertama, pendekatan teologis normatif dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang dapat memahami agama dengan menggunakan ilmu keyuhanan yang bertolak belakang dari

normatif adalah studi Islam yang memandang masalah dari sudut legal formal dan.

Secara harfiah, pendekatan teologis normatif dalam memahami agama dapat diartikan sebagai upayamemahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari

Arif Shaifudin 4 El-Wasathiya: Jurnal Studi Agama ajaran Islam dari sumbernya adalah termasuk pendekatan normatif.4 Dengan memahami pengertian pendekatan normatif ini, Islam seperti