• Tidak ada hasil yang ditemukan

(1)USULAN PENELITIAN MANDIRI PERAN DAN FUNGSI KELUARGA INTI DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP LANSIA TIM PENELITI KETUA NAMA/NIDN : Emmy Solina, S.Pd, M.Si PROGRAM STUDI : Sosiologi ANGGOTA 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "(1)USULAN PENELITIAN MANDIRI PERAN DAN FUNGSI KELUARGA INTI DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP LANSIA TIM PENELITI KETUA NAMA/NIDN : Emmy Solina, S.Pd, M.Si PROGRAM STUDI : Sosiologi ANGGOTA 1"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN PENELITIAN MANDIRI

PERAN DAN FUNGSI KELUARGA INTI DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP LANSIA

TIM PENELITI KETUA

NAMA/NIDN : Emmy Solina, S.Pd, M.Si/1020118401 PROGRAM STUDI : Sosiologi

ANGGOTA

1. NAMA/NIDN : Nanik Rahmawati, S.Sos., M.Si/ 1013048002 PROGRAM STUDI : Sosiologi

2. NAMA/NIDN : Taufiqqurrachman, S.Sos., M.Soc.Sc/ 1003017901

PROGRAM STUDI : Sosiologi

3. NAMA/NIDN : Rahma Syafitri, S.Sos., M.Sos/0020088502 PROGRAM STUDI : Sosiologi

4. NAMA/NIDN : Casiavera, S.Sos., M.Si PROGRAM STUDI : Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

JUNI 2022

PM

(2)

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANDIRI

Judul Penelitian : Peran dan Fungsi Keluarga Inti Dalam Peningkatan Kualitas Hidup Lansia

Bidang Ilmu : Sosiologi

Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Emmy Solina, S.Pd, M.Si

b. NIDN : 1020118401

c. Jabatan Fungsional : Lektor d. Program Studi : Sosiologi e. No.Hp/Surel : 081345451233 Anggota 1

a. Nama Lengkap : Nanik Rahmawati, S.Sos., M.Si

b. NIDN : 1013048002

c. Program Studi : Sosiologi Anggota 2

a. Nama Lengkap : Taufiqqurrachman, S. Sos., M.Soc.

b. NIDN : 1003017901

c. Program Studi : Sosiologi Anggota 3

a. Nama Lengkap : Rahma Syafitri, S.Sos, M.Sos

b. NIDN : 0020088502

c. Program Studi : Sosiologi Anggota 4

a. Nama Lengkap : Casiavera, S.Sos, M.Si

b. NIDN : -

c. Program Studi : Sosiologi

d. Anggota Mahasiswa : Titin Marliani / 190569201011 Lasnawati / 190569201012

Muhamad Khairul Anuar / 190569201013 M. Firdaus / 190569201014

Sarmila / 190569201015 Masyitah / 190569201018 e. Dana Penelitian : Rp. 6.000.000

(3)

Tanjungpinang, 20 Juni 2022 Merekomendasikan

Ketua Program Studi Sosiologi Ketua Peneliti

Marisa Elsera, S.Sos, M.Si Emmy Solina, S.Pd, M.Si

NIDN. 0019108701 NIDN. 1020118401

Mengetahui Menyetujui

Kepala LP3M UMRAH Dekan FISIP UMRAH

Henky Irawan, S.Pi., MP., M.Sc Dr. Oksep Adhayanto,SH.,MH

NIP.19830404 201504 1 001 NIP. 19810929 201504 1 002

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...i DAFTAR ISI...ii RINGKASAN...iv BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...

1

1.2. Rumusan Masalah...

4...

1.3. Tujuan...

5

1.4. Manfaat...

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga...

6

2.1.1. Pengertian Keluarga

...

6...

2.1.2. Bentuk Keluarga

...

6

2.1.3. Fungsi Keluarga

...

7

2.2. Lanjut Usia...

9

2.2.1.Pengertian Lansia

...

9

2.2.2. Pelayanan Lansia Dalam Keluarga

...

10

2.2.3. Kualitas Hidup Lansia

...

11

BAB III METODE

3.1. Waktu dan Tempat...

13

3.2. Bahan dan Alat...

13

3.3. Pendekatan dan Metode Penelitian...

13

3.4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data...

14

(5)

3.5. Informan Penelitian...

15

3.6. Pengujian Keabsahan Data...

15

3.7. Teknik Analisis Data...

16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Lansia...

18

4.2. Peran Keluarga Inti Dalam Peningkatan Kualitas Hidup Lansia...

19

4.3. Fungsi Keluarga Inti Dalam Peningkatan Kualitas Hidup Lansia...

22

4.3.1. Fungsi Ekonomi

...

23

4.3.2. Fungsi Kesehatan

...

25

4.3.3. Fungsi Melindungi

...

26

4.3.4. Fungsi Sosial Budaya

...

26

4.3.5. Fungsi Psikologi

...

27

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan...

29

5.2. Rekomendasi...

29

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

RINGKASAN

Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing untuk memastikan setiap tahap dari siklus keluarga dapat berlangsung dengan sebagai mestinya, salah satunya siklus keluarga pada kehidupan usia lanjut. Persentase lansia yang semakin meningkat yang disertai dengan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh lansia memberikan implikasi terhadap pembangunan. Oleh karena itu perlunya perhatian khusus terhadap lansia dengan memberikan pelayanan-pelayanan terutama dari keluarga

(6)

inti sebagai anggota keluarga terdekat dengan lansia. Fungsi-fungsi dalam keluarga harus berjalan dengan baik agar lansia mampu mengatasi penurunan- penurunan yang terjadi sehingga masa tuanya tetap berkualitas. Penelitian ini ingin melihat peran dan fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia. Meskipun ditemukan keberadaan beberapa Panti Jompo di Tanjungpinang, peneliti ingin melihat apakah peran dan fungsi keluarga inti masih berjalan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif untuk memberikan gambaran yang terperinci tentang peran dan fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling dan analisis data dilakukan dengan model analisis Miles dan Huberman.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peran keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia yaitu merawat dan menjaga lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan lanjut usia. Anggota keluarga berperan sebagai edukator, motivator dan fasiliator bagi lansia agar terciptanya hidup yang berkualitas. Sedangkan fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia terdiri dari fungsi ekonomi seperti layanan pemenuhan kebutuhan fisik dengan menyediakan tempat tinggal yang layak, menyediakan makanan, pakaian. Fungsi kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan. Fungsi melindungi seperti memberikan rasa aman, perhatian dan kasih sayang. Fungsi sosial budaya seperti memberikan kesempatan kepada lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan, mengikuti kegiatan sosial dan mengunjungi kerabat. Fungsi psikologi seperti memberikan kesempatan pada lansia untuk mengerjakan hobinya, memberikan kesempatan lansia untuk melakukan kegiatan keagamaan dan rekreasi.

(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga dan antar kerabat, serta antar generasi yang merupakan dasar keluarga yang harmonis (Arranz dkk,2010:16). Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan atau memperbaiki berbagai masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga. Masalah kesehatan anggota keluarga saling terkait dengan berbagai masalah anggota keluarga lainnya, jika ada satu anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya pasti akan mempengaruhi pelaksanaan dari fungsi-fungsi keluarga tersebut (Azwar, 2007).

Pada dasarnya, bentuk, siklus dan fungsi keluarga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masing-masing anggota keluarga baik secara fisik maupun psikis. Sebaliknya, kondisi kesehatan anggota keluarga juga mempengaruhi bentuk, siklus dan fungsi keluarga tersebut. Fase-fase siklus kehidupan keluarga mencakup meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang hidup sendiri, bergabungnya keluarga melalui pernikahan (pasangan baru), menjadi orang tua dan sebuah keluarga dengan anak, keluarga dengan remaja, hingga keluarga pada kehidupan usia lanjut (Santrock, 2012).

Setiap anggota keluarga mempunyai tugas-tugas tertentu agar setiap tahap dari siklus keluarga dapat berlangsung dengan sebagai mestinya seperti salah satunya siklus keluarga pada kehidupan usia lanjut.

Usia lanjut atau lanjut usia merupakan proses kehidupan manusia yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh beserta fungsi dan sistem tubuh secara alamiah. Saat seseorang telah memasuki masa lansia maka fungsi-fungsi yang ada pada dirinya secara perlahan akan mengalami kemunduran seperti fungsi organ tubuh (biologis), fungsi mental (psikologis) dan fungsi sosial. Mujahidullah (2012:1) menyatakan bahwa menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan demikian anggota keluarga mempunyai tugas dan bertanggungjawab dalam

(8)

mengatasi fungsi-fungsi pada lanjut usia yang semakin menurun.

Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonenesia mengalami peningkatan seiring dengan kondisi kesehatan yang semakin membaik. Menurut data BPS tahun 2015, tahun 2008 UHH penduduk Indonesia mencapai 69 tahun dan tahun 2015 meningkat menjadi 70,8 tahun. UHH diperkirakan akan meningkat lagi menjadi 72,2 tahun pada tahun 20120-2035. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah lanjut usia, dimana pada tahun 2010 berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 sebesar 18,1 juta jiwa (7,6%

dari total penduduk) naik menjadi 20,24 juta jiwa (8,03% dari total penduduk).

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014 jumlah penduduk lansia diperkirakan akan meningkat menjadi 36 juta pada tahun 2025 dan 41 juta pada tahun 2035 (proyeksi Bappenas).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kepulauan Riau bulan September tahun 2020 jumlah penduduk Kepri tercatat sebesar 2.064 juta jiwa. Adapun laju pertumbuhan penduduk per tahun dari 2010-2020 mencapai 2,02%. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 4,95%. Sedangkan persentase usia produktif 15 hingga 64 tahun mencapai 71,00%. Sementara persentase penduduk lansia mencapai 5,30% atau naik dibandingkan pada tahun 2010 yang hanya sebesar 3,4%. Kota Tanjungpinang sebagai ibu kota Kepri memiliki persentase penduduk lansia mencapai 8,06% dari jumlah penduduknya yaitu 213, 592 jiwa. Persentase lansia yang semakin meningkat yang disertai dengan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh lansia akan memberikan implikasi terhadap pembangunan. Oleh karena itu perlunya perhatian khusus terhadap lansia dengan memberikan pelayanan-pelayanan terutama dari keluarga inti sebagai anggota keluarga terdekat dengan lansia. Fungsi-fungsi dalam keluarga harus berjalan dengan baik agar lansia mampu mengatasi penurunan- penurunan yang terjadi sehingga masa tuanya tetap berkualitas.

Proses berjalan atau tidaknya fungsi-fungsi dalam keluarga dipengaruhi oleh karakteristik dari masyarakat itu sendiri. Pada masyarakat pedesaan umumnya terdiri dari keluarga-keluarga luas, di mana setiap orang yang memiliki hubungan kekerabatan yang kuat satu sama lain biasanya tinggal saling berdekatan sehingga sering kita temukan dalam suatu kelompok pemukiman terdiri dari satu keluarga besar yang saling memiliki hubungan kekerabatan.

Kondisi ini tentunya menguntungkan lansia dan tidak perlu merisaukan masa

(9)

tuanya. Akses lansia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tentunya menjadi mudah karena ada anak dan sanak saudara yang bisa menjadi jaminan atas kebutuhannya. Selain itu ada teman-teman dan tetangga yang punya ikatan kuat karena masih memiliki hubungan kekeluargaan sehingga bisa memperhatikan kondisi lansia. Loyalitas anak dalam menyantuni orangtuapun masih tinggi di pedesaan. Layaknya seperti teori pertukaran, anak masih merasa mempunyai kewajiban untuk memberikan kasih sayang kepada orangtuanya sama seperti kasih sayang yang dia terima dari orangtuanya semasa kecil. Oleh sebab itu pada masyarakat pedesaan sering kita temukan lansia masih tinggal bersama anaknya meskipun anaknya sudah menikah.

Sedangkan pada masyarakat perkotaan atau modern, keberadaan lansia dalam keluarga dan masyarakat dianggap sebagai gangguan terutama yang sudah jompo. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik dari perkotaan itu sendiri.

Masyarakat perkotaan memiliki salah satu ciri yaitu individual. Artinya, masyarakat perkotaan lebih mengutamakan kepentingannya sendiri dibandingkan orang lain. Akibatnya masyarakat perkotaan dikenal sebagai orang yang acuh dan tidak peduli dengan urusan orang lain. Nilai dan norma-norma pada masyarakat kota pada umumnya telah mengalami pergeseran. Peraturan adat istiadat seperti di desa sedikit sekali diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di kota. Begitupun dengan nilai bahwa anak wajib memberikan kasih sayang terhadap orangtua, loyalitas anak terhadap orangtua diperkotaan lebih rendah dibanding anak di pedesaan. Selain itu munculnya Panti Jompo di Perkotaan sebagai konsekuensi tingginya mobilitas dan aktivitas masyarakat perkotaaan. Fungsi-fungsi dalam keluarga mengalami pergeseran sehingga ditemukan adanya keluarga yang mengirimkan orangtuanya ke Panti Jompo. Berdasarkan hasil observasi awal ditemukan tiga Panti Jompo yang berada di Tanjungpinang. Sebagaimana bisa dilihat pada tabel 1 berikut ini:

(10)

No Nama Panti Jompo Alamat Jumlah Lansia 1. Panti Jompo Rumah Bahagia

Bintan

Gg. Lansia, Kawal Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau

40 orang

2. Panti Jompo Rumah Bahagia

Embung Fatimah Kota

Tanjungpinang

Jl. .I Panjaitan Km.10, Komp.

Embung Fatimah Kota

Tanjungpinang

9 orang

3. Panti Jompo Anugerah Tanjungpinang

Jl. Merpati Gg. Pipit No.18 Batu IX, Kecamatan

Tanjungpinang

Timur, Kota

Tanjungpinang

35 orang

Kota Tanjungpinang sebagai kota yang memiliki persentase lansia tertinggi dibandingkan kota Batam yang hanya berjumlah 2,90% dari total jumlah penduduknya (Proyeksi Penduduk Kepri 2010-2020). Selain itu ditemukan keberadaan beberapa Panti Jompo sehingga menarik untuk diteliti apakah fungsi- fungsi dalam keluarga masih berjalan terhadap lansia.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dimana para anggotanya saling memiliki ketergantungan satu sama lain. Artinya keberadaan anggota keluarga menjadi tanggungjawab bagi anggota lainnya, salah satunya lansia. Idealnya, keluarga harus mampu menjalankan fungsinya agar menciptakan keluarga yang nyaman, aman dan saling memberikan kasih sayang. Lansia sebagai fase mengalami berbagai penurunan baik secara fisik, ekonomi, psikis dan sosial perlu mendapatkan dukungan dari anggota keluarga agar lansia mampu bertahan dan memperoleh kesejahteraan dimasa tuanya. Namun kenyataannya, perubahan dalam masyarakat menyebabkan bergesernya fungsi-fungsi dalam keluarga dan digantikan oleh lembaga lain seperti Panti Jompo. Oleh karena itu menarik untuk mengkaji peran dan fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia.

1.3. TUJUAN

(11)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lanjut usia.

1.4. MANFAAT

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat khususnya institusi keluarga mengenai pentingnya peran dan fungsi keluarga inti dalam meningkatkan kualitas hidup lansia agar lansia sejahtera dalam menjalani fase kehidupannya.

BAB II

(12)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga

2.1.1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang di hubungkan oleh perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari individu- individu yang ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama (friedman, 1998).

Menurut UU no. 10 tahun 1992 yang disebut dengan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.

2.1.2. Bentuk Keluarga

Bentuk keluarga banyak macamnya. Goldenberg (1980) membedakan bentuk keluarga sebagai berikut:

a. Keluarga Inti (nuclear family)

Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak kandung.

b. Keluarga Besar (extended family)

Keluarga besar adalah keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri dan anak- anak kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) ataupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak suami atau pihak istri.

c. Keluarga Campuran (blended family)

Keluarga campuran adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-anak tiri.

d. Keluarga Menurut Hukum Umum (common law family)

Keluarga menurut hukum umum adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam perkawinan syah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

e. Keluarga Orang Tua Tunggal (single parent family)

Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita, mungkin karena telah bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.

f. Keluarga Hidup Bersama (commune family)

Keluarga hidup bersama adalah keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak- anak yang tinggal bersama, berbagi hak dan tanggung jawab serta memiliki

(13)

kekayaan bersama

g. Keluarga Serial (serial family)

Keluarga serial adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing- masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu keluarga

h. Keluarga Gabungan (composite family)

Keluarga gabungan adalah keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya (poliandri) atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya (poligini) yang hidup bersama.

i. Keluarga Tinggal Bersama (cohabitation family)

Keluarga tinggal bersama adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.

2.1.3. Fungsi Keluarga

Fungsi - fungsi keluarga menurut Vembriarto dalam Khairuddin adalah:

a. Fungsi Biologis

Fungsi ini menuntut keluarga sebagai turunan biologis untuk lebih bertanggung jawab dengan anggota keluarga dalam hubungan biologis.

Seperti orangtua pada anak, anak pada orangtua dan kakak dengan adik.

b. Fungsi Afeksi

Fungsi afeksi ialah fungsi di dalam keluarga yang membentuk hubungan sosial dalam keluarga dengan penuh kemesraan dan afeksi. Hubungan ini terjadi atas dasar cinta kasih yang tumbuh dan menjadi dasar dari hubungan perkawinan.

c. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi ialah fungsi yang menuntut keluarga dalam membentuk karakter antar anggota keluarganya. Fungsi sosialisasi ini dibutuhkan oleh anggota keluarga agar dapat beradaptasi dengan baik di luar rumah.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi ialah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup-nya. Serta berfungsi dalam menumbuhkan keahlian anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi secara individu.

(14)

e. Fungsi Kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan (Harnilawati,2013).

Adapun fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994 dibedakan adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Keagamaan

Fungsi ini meliputi nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan-insan agamis yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Fungsi Budaya

Fungsi budaya ini meliputi pemberian kesempatan kepada keluarga dan masing-masing anggotanya dalam pengembangan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan

c. Fungsi Cinta Kasih

Fungsi ini meliputi pemberian landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orangtua dengan anak-anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi tempat yang penuh cinta kasih lahir dan batin

d. Fungsi Melindungi

Fungsi ini meliputi pemberian rasa aman dan kehangatan bagi segenap anggota keluarga

e. Fungsi Reproduksi

Fungsi ini sebagai mekanisme untuk meneruskan keturunan yang terencana sehingga mendorong kesejahteraan umat manusia yang beriman dan bertaqwa.

f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Fungsi ini meliputi pemberian peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa berkembang sesuai dengan lingkungan dan masa depan

g. Fungsi Ekonomi

Fungsi ini sebagai unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga

(15)

h. Fungsi Pembinaan Lingkungan

Fungsi ini menyangkut pemberian kemampuan kepada masing-masing anggota keluarga agar mampu menempatkan diri secara serasi, selarasa dan seimbang sesuai dengan lingkungan yang berubah secara terus- menerus.

2.2. Lanjut Usia

2.2.1. Pengertian Lansia

Menurut Pasal 1 UU No 13 tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, pengertian lansia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun atau lebih.

Adapun klasifikasinya yaitu: 60 sd 69 tahun disebut lansia muda, 70 sd 79 tahun disebut lansia menengah dan 80 tahun atau lebih disebut lansia tua. Jika kita lihat klasifikasi dari Levinson (1978), batasan umur lansia jauh lebih muda yaitu 50 tahun. Di mana umur 50-55 tahun dikategorikan sebagai lansia peralihan awal, umur 55-60 tahun dikategorikan sebagai lansia peralihan menengah dan umur 60- 65 dikategorikan sebagai lansia peralihan akhir. Sehingga bisa disimpulkan bahwa seseorang yang sudah berumur 50 tahun ke atas termasuk pada kategori lansia.

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009). Lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).

Adapun ciri-cirinya seperti: kulit yang mulai keriput, menurunnya fungsi telinga dan mata, tidak bisa bergerak lebih cepat dari sebelumnya, mudah merasa lelah, rambut mulai menipis dan berwarna putih, mudah terserang penyakit disebabkan daya tahan tubuh semakin menurun, lebih cenderung mengingat masa lalu dan sulit mengingat hal baru karena kecepatan berfikir berkurang, dan merasa kesepian dan kebosanan. Terlebih lagi lansia yang kehilangan pekerjaan cenderung mengalami post power syndrome, peran dalam keluarga dan masyarakat semakin berkurang atau kondisi ekonomi yang semakin memburuk.

Setiap manusia tidak bisa menghindari proses tua sehingga hal terpenting yang

(16)

dilakukan adalah mempersiapkan diri agar menjalani masa tua yang sehat, bahagia dan profuktif (Emile, 2010).

2.2.2. Pelayanan Lansia dalam Keluarga

Keluarga merupakan tempat yang terbaik bagi para lansia karena memiliki ikatan emosional dan sejarah. Semakin tingginya jumlah lansia dan penurunan fungsi organ tubuh dan kemunduran fisik, psikis dan sosial mereka, maka perlu dikembangkan pelayanan lansia berbasis keluarga, termasuk menggalakkan gerakan “tiga generasi dibawah satu atap”. Hal ini akan semakin tampak nilai- nilai tentang tanggung jawab orangtua pada anak dan sebaliknya.

Pelayanan lansia dalam keluarga mempunyai ciri khusus, yaitu terjadinya keterlibatan emosi yang menandai hubungan lansia dengan keluarga yang merawatnya, sehingga pelayanan dalam keluarga diharapkan menjadi pilihan utama dalam upaya penanganan permasalahan lansia di masa datang. Keluarga merupakan wahana yang paling baik untuk memberikan pelayanan kepada lansia, karena memiliki potensi dalam merawat orangtua. Dalam pelayanan ini, lansia tetap tinggal dilingkungan keluarga, hidup menyatu bersama anak, cucu dan sanak keluarga lainnya. Upaya yang dilakukan adalah memberi pelayanan kebutuhan pisik, psikis maupun sosial. Fungsi keluarga sangat besar dalam mewujudkan lansia yang sejahtera.

Adapun bentuk-bentuk pelayanan keluarga terhadap lansia antara lain:

1. Layanan pemenuhan kebutuhan fisik

Pelayanan ini meliputi menyediakan tempat tinggal yang layak, menyediakan makanan, menyediakan pakaian, serta pemeriksaan kesehatan 2. Layanan Pemenuhan Psikis

Pelayanan ini meliputi memberikan rasa aman, perhatian dan kasih sayang serta memberikan kesempatan pada lansia untuk mengerjakan hobinya, memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan keagamaan, serta kegiatan rekreasi

3. Layananan Pemenuhan Kebutuhan Sosial

Pelayanan ini meliputi memberi kesempatan untuk berhubungan dengan orang-orang disekitarnya, memberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan sosial, serta memberikan kesempatan untuk mengunjungi kerabat

(17)

dekat.

2.2.3. Kualitas Hidup Lansia

Kualitas hidup lansia merupakan suatu komponen yang kompleks dimana mencakup tentang usia harapan hidup, kepuasan dalam kehidupan, kesehatan psikis dan mental, fungsi kognitif, kesehatan dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal, dukungan sosial dan jaringan sosial. Di Indonesia para lansia biasanya tinggal bersama anaknya terutama lansia yang sudah tidak mendapatkan penghasilan sendiri (Nawi, 2010).

Kualitas hidup lansia juga diartikan sebagai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi optimal, sehingga dimungkinkan lansia menikmati masa tuanya dengan penuh kebahagiaan, bermanfaat dan berkualitas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lansia bermafaat di masa tuanya yaitu kemampuan menyesuaikan diri dan menerima segala perubahan serta kemunduran yang dialami. Kondisi ini tentunya didukung oleh penghargaan dan perlakuan yang wajar dari lingkungan lansia, lingkungan yang menghargai keberadaan lansia, hak-haknya serta memahami kebutuhan-kebutuhan lansia. Selain itu tersedianya media atau sarana bagi lansia untuk mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Kesempatan yang diberikan akan memelihara dan mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh lansia.

Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan lansia yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia yaitu:

a. Aktivitas fisik seperti olahraga yang dilakukan secara rutin akan membantu kebugaran lansia dan menjaga kemampuan psikomotorik lansia.

b. Aktivitas kognitif seperti membaca, berdiskusi, mengajar akan bermanfaat bagi lansia untuk mempertahankan fungsi kognitifnya sebab otak yang sering dilatih dan dirangsang akan berfungsi semakin baik.

c. Aktivitas spiritualitas dan sosial akan memberikan nilai tertinggi bagi lansia untuk menemukan kebermaknaan dan rasa harga dirinya, dengan banyak berdzikir dan melaksanakan ibadah sehari-hari lansia akan menjadi lebih tenang dalam hidupnya sehingga kecemasan akan

(18)

kematian bisa direduksi

Dengan aktif dalam aktivitas sosial, seperti bergabung dalam paguyuban lansia atau karang werdha akan menjadi ajang bagi mereka untuk saling bertukar pikiran, berbagi pengalaman dan saling memberikan perhatian. Kegiatan tersebut akan sangat membantu lansia untuk mencapai kualitas hidup maksimal (Depsos, 2007).

(19)

BAB III METODE 3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari sampai dengan Mei 2022 yang meliputi:

1. Survey awal lokasi untuk pengambilan data awal dan dokumentasi awal penelitian

2. Memahami masyarakat lokasi penelitian 3.2. Bahan dan Alat

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1

Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No Nama Alat dan Bahan Kegunaan

1 Daftar pertanyan Untuk menggali informasi tentang masalah penelitian

2 Hanphone Untuk merekam, menfoto dan membuat vidio

3 Handycam Membuat video dokumentasi

4. Alat tulis Untuk mencatat hal-hal penting pada saat kejadian

3.3. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka (Afrizal, 2014:13). Sedangkan tipe penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif. Moleong (1995:6) menjelaskan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan suatu fenomena atau kenyataan sosial yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penggunaan metode ini memberikan peluang untuk mengumpulkan data-data yang bersumber dari wawancara, catatan lapangan, foto-foto, dokumen pribadi, catatan atau memo dan dokumen resmi guna menggambarkan subjek penelitian. Alasan penelitian kualitatif dan tipe penelitian deskriptif digunakan karena mengidentifikasi tentang

(20)

segala hal yang menyangkut tentang peran dan fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia.

3.4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan data utama yang nantinya dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman video atau audio dan pengambilan foto atau film. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui observasi dan wawancara yang keduanya saling mendukung dan melengkapi. Berdasarkan metode penelitian yang dipakai yaitu penelitian kualitatif maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.

3.4.1. Observasi

Observasi digunakan sebagai metode utama selain wawancara mendalam, untuk mengumpulkan data. Pertimbangan digunakannya teknik ini adalah bahwa apa yang orang katakan, sering kali berbeda dengan apa yang orang itu lakukan.

Teknik observasi adalah pengamatan secara langsung pada objek yang diteliti dengan menggunakan panca indera. Dengan observasi kita dapat melihat, mendengar dan merasakan apa yang sebenarnya terjadi. Teknik observasi bertujuan untuk mendapatkan data yang dapat menjelaskan atau menjawab permasalahan penelitian. Data observasi berupa data faktual, cermat dan terperinci tentang keadaan lapangan, observasi yang digunakan adalah observasi setengah terlibat yaitu peneliti masuk-keluar rumah informan, siang masuk dengan memberitahu maksud dan tujuan pada informan dan keluar pada malam harinya (Afrizal, 2014:21). Observasi merupakan metode paling mendasar untuk memperoleh informasi pada dunia sekitarnya. Teknik ini merupakan pengamatan secara langsung pada suatu objek yang diteliti.

3.4.2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan sebuah interaksi sosial antara seorang peneliti dengan informannya (Afrizal, 2014:137). Wawancara mendalam ditujukan pada beberapa orang informan yang benar-benar mengetahui tentang permasalahan penelitian guna untuk mendapatkan informasi atau keterangan lebih

(21)

lanjut tentang permasalahan penelitian tersebut. Wawancara mendalam merupakan teknik untuk mendapatkan informasi berupa pendirian dan pandangan orang secara lisan serta kita dapat mengetahui alasan seseorang melakukan suatu hal. Maksud digunakan teknik wawancara ini seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 1995: 135) antara lain untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksi kebulatan-kebulatan sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh penulis sebagai pengecekan anggota.

3.4.3. Studi Dokuemntasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mempelajari dan mencatat bahan-bahan bacaan, surat kabar, makalah, jurnal, pamplet, brosur, dokumen dan laporan-laporan, serta bahan-bahan lain yang berkaitan dengan topik penelitian.

3.5. Informan Penelitian

Menurut (Afrizal 2014: 139) Informan penelitian diartikan sebagai orang yang memberikan informasi baik tentang dirinya ataupun orang lain atau suatu kejadian atau suatu hal kepada peneliti atau pewawancara mendalam. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pemilihan informan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.

Kriteria yang dimaksud adalah:

1. Anggota keluarga yang tinggal bersama lansia 2. Anggota keluarga yang tidak tinggal bersama lansia 3.6. Pengujian Keabsahan Data

Teknik pengujian keabsaan data bertujuan untuk memperoleh validitas data. Teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah triangulasi.

Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

(22)

sesuatu yang lain diluar data sebagai pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data (Moleong, 2002:178). Sebagaimana pendapat Patton hal ini dapat dicapai dengan jalan:

1).Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dengan informan;2)Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi;3)Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu;4)Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain yang menjadi objek penelitian;5).Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang saling berkaitan ( Patton dalam Moleong , 2002 : 178).

Pengujian keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan prinsip yang dikemukakan Paton di atas.

3.7. Teknik Analisis Data

Analisis data, menurut Patton (dalam Moleong, 1995:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.Analisis adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yang lebih ditekankan pada interpretatif kualitatif. Data yang didapat di lapangan, baik dalam bentuk data primer maupun data sekunder dicatat dengan catatan lapangan (field note).

Data dalam penelitian ini dianalisis sesuai dengan model Miles dan Huberman, yaitu:

1. Kodifikasi Data, yaitu peneliti menulis ulang catatan lapangan yang dibuat ketika melakukan wawancara kepada informan. Kemudian catatan lapangan tersebut diberikan kode atau tanda untuk informasi yang penting.

Sehingga peneliti menemukan mana informasi yang penting dan tidak penting. Informasi yang penting yaitu informasi yang berkaitan dengan topik penelitian, sedangkan data yang tidak penting berupa pernyataan informan yang tidak berkaitan.

2. Kategorisasi Data, yaitu pengelompokan data ke dalam klasifikasi- klasifikasi berdasarkan kodifikasi data sebelumnya. Kategorasi data

(23)

dilakukan setelah data dikelompokkan berdasarkan kodifikasi data, yaitu data yang penting, kurang penting dan data yang tidak penting sama sekali.

3. Menarik kesimpulan, yaitu peneliti mencari hubungan-hubungan antara kategori-kategori yang telah dibuat (Miles, 1992:16-19). Pada tahap ini ditemukan kesimpulan mengenai data-data yang telah dikumpulkan.

(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Lansia

Lanjut usia merupakan fase akhir dari kehidupan seorang individu dengan ditandai berbagai karakteristik diantaranya umur, jenis kelamin, status perkawinan, living arrangement dan masalah yang bervariasi seperti masalah kesehatan, masalah ekonomi, masalah psikis serta masalah sosial. Lansia yang menjadi bagian anggota keluarga inti yang menjadi informan penelitian berumur kisaran 63-90 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Status perkawinan lansia sebagian masih berstatus kawin dan ada yang sudah cerai mati.

Lansia tidak mempunyai beban tanggungan karena rata-rata anaknya sudah menikah dan mandiri sehingga lansia yang masih produktif bisa menikmati hasil pendapatannya sendiri. Sedangkan bagi lansia non produktif mendapatkan dukungan sosial dan ekonomi dari anggota keluarga seperti anak dan cucunya.

Lansia mengalami berbagai penurunan-penurunan layaknya lansia pada umumnya. Penurunan-penurunan yang dialami lansia diantaranya masalah kesehatan seperti fisik melemah dan menderita berbagai penyakit yaitu asam urat, hipertensi, asma, vertigo, diabetes, serta reumatik. Masalah ekonomi seperti pendapatan berkurang akibat pensiun dan fisik melemah sehingga tidak kuat lagi untuk bekerja seperti biasanya. Meskipun demikian lansia masih bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan seperti bertani disekitar tempat tinggalnya dan mendapat bantuan dari anak atau cucu untuk memanen hasil tani lansia. Dengan begitu lansia bisa mengatasi masalah ekonomi yang dialami walaupun tidak sepenuhnya mandiri. Masalah psikis yang dialami lansia seperti mengalami kesepian dan kecemasan. Kesepian yang dialami lansia diakibatkan tinggal terpisah dengan anggota keluarga dan ditinggal anaknya yang sudah meninggal.

Sedangkan kecemasan yang dialami lansia diakibatkan berbagai penyakit yang diderita, ketidaksiapan untuk menghadapi kematian sehinngga lansia tidak tenang dalam menjalani masa akhir hidupnya. Kecemasan yang dialami lansia berakibat pada kualitas tidur dan membuat imun tubuh semakin melemah. Selanjutnya, masalah sosial yang dialami lansia seperti isolasi sosial. Kondisi ini juga berkaitan

(25)

dengan berbagai penyakit yang diderita sehingga lansia mulai mengurangi interaksinya dengan lingkungan. Selain itu, perbedaan pandangan dan nilai juga menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan.

Disamping penurunan-penurunan yang dialami lansia, ditemukan bahwa beberapa lansia masih bisa melakukan aktifitas-aktifitas tertentu seperti masak makanan sendiri, memakai pakaian sendiri, berjalan ke kamar mandi sendiri, berjalan di sekitar lingkungan rumah dan bahkan berkunjung ke rumah anak cucu dengan berjalan kaki. Meskipun demikian lansia tetap membutuhkan pelayanan dari anggota keluarganya karena ada hal-hal yang memang tidak bisa dilakukan sendiri.

4.2. Peran Keluarga Inti Dalam Peningkatan Kualitas Hidup Lansia

Lansia merupakan salah satu kelompok rentan dalam masyarakat membutuhkan dukungan dalam pemenuhan kebutuhannya. Hal ini disebabkan adanya perubahan yang dialami oleh lansia terkait dengan kondisi fisik, psikis, ekonomi dan sosial lansia yang semakin menurun. Agen utama yang diharapkan untuk memberi dukungan terhadap lansia adalah keluarga. Keluarga merupakan support system bagi lansia dengan tujuan pemenuhan kebutuhan lansia. Keluarga berperan memberikan pelayanan-pelayanan terhadap lansia agar kualitas hidup lansia tetap terjaga.

Menurut Sutikno (2011) bahwa lanjut usia dengan fungsi keluarga sehat berpotensi memiliki kualitas hidup baik sebesar 25 kali lebih besar dibanding lanjut usia dengan fungsi keluarga tidak sehat. Artinya, fungsi keluarga memiliki hubungan positif dengan kualitas hidup lanjut usia. Peran ataupun fungsi keluarga merupakan indikator yang tidak jauh berbeda. Kedua hal tersebut sangat berkaitan dengan kualitas hidup lansia, keluarga yang dapat mlaksanakan perannya dengan baik, ataupun keluarga yang dapat menjalankan fungsinya dengan baik akan dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia yang baik. Kemenkes RI (2016) juga menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup lansia anggota keluarga harus menjalankan dan meningkatkan perannya terhadap lansia

Berdasarkan hasil penelitian bahwa anggota keluarga menjalankan perannya secara baik dengan merawat lansia, mengontrol perilaku lansia dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan lansia. Anggota keluarga berperan sebagai

(26)

edukator, motivator dan fasilitator bagi lansia. Peran keluarga sebagai edukator yaitu dengan memberi informasi atau pengetahuan kepada lansia mengenai kesehatannya diantaranya makanan dan minuman yang layak dikonsumsi, makanan dan minuman yang bisa menimbulkan kambuhnya penyakit, serta cara meningkatkan kesehatan lansia. Peran keluarga sebagai motivator yaitu dengan menyemangati lansia agar bisa menjalani kehidupan masa tuanya dengan baik, meyakinkan lansia bisa sembuh dari penyakitnya, memberikan saran-saran positif agar lansia terhindar dari kecemasan yang dialaminya, serta memberikan kebebasan kepada lansia dalam mengambil keputusan terbaik bagi dirinya misalnya memilih tinggal sendiri atau bersama dengan anak cucunya. Peran keluarga sebagai fasiliator yaitu dengan membimbing, menolong dan membantu lansia memenuhi kebutuhannya agar lansia bisa berdaya dan mandiri.

Berjalan atau tidaknya, baik atau buruknya peran anggota keluarga terhadap peningkatan kualitas hidup lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak, waktu, kondisi ekonomi, pengetahuan, beban keluarga serta nilai yang tertanam pada anggota keluarga. Semakin dekat jarak fisik lansia dengan anggota keluarga maka akses anggota keluarga untuk mengontrol lansia menjadi lebih mudah. Berdasarkan hasil penelitian bahwa anggota keluarga yang tinggal bersama lansia mengalami kemudahan untuk memberikan pelayanan kepada lansia. Meskipun ada lansia yang tinggal terpisah dengan anggota keluarga namun jaraknya tidak terlalu jauh sehingga anggota keluarga tidak mengalami kesulitan untuk memberikan pelayanan kepada lansia. Dengan jarak yang dekat, anggota keluarga bisa memantau dan menemani lansia setiap harinya. Misalnya menemani lansia tidur di malam hari karena lansia tinggal sendirian di rumahnya.

Waktu menjadi faktor yang berpengaruh terhadap berjalan atau tidaknya peran anggota keluarga dalam meningkatkan kualitas hidup lansia. Tingkat mobilitas dan kesibukan keluarga yang tinggi akan mengakibatkan berkurangnya waktu dengan lansia sehingga anggota keluarga akan mengalami keterbatasan dalam memberikan pelayanan kepada lansia dan bahkan menyebabkan fungsi- fungsi keluarga akan bergeser. Kondisi ini rentan terjadi pada masyarakat industri, dimana setiap individu memiliki tingkat mobilitas dan kesibukan yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa anggota keluarga meluangkan waktunya

(27)

untuk berkomunikasi dengan lansia misalnya bercerita tentang kehidupan, tentang kesehatan dan lain-lain. Anggota keluarga secara rutin mengunjungi lansia yang tidak tinggal serumah dengan mereka, misalnya setiap pagi, sore atau malam hari.

Kondisi ini didukung oleh pekerjaan anggota keluarga yang tidak terlalu menyita waktu misal seperti ibu rumah tangga, bertani dan melaut. Selain itu dengan jarak rumah yang tidak terlalu jauh membuat akses anggota keluarga menjadi mudah untuk mengunjungi lansia setiap harinya.

Peran anggota keluarga dalam meningkatkan kualitas hidup lansia juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga misalnya pendapatan keluarga.

Asumsinya, semakin tinggi penghasilan keluarga maka pelayanan yang diberikan kepada lansia akan maksimal, sebaliknya semakin rendah pendapatan keluarga maka pelayanan yang diberikan kepada lansia kurang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian bahwa anggota keluarga memberikan uang kepada lansia secara rutin meskipun lansia juga memiliki pendapatan sendiri. Selain itu, anggota keluarga juga membayarkan biaya pengobatan lansia setiap sakit.

Peran anggota keluarga sebagai edukator bagi lansia berkaitan erat dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan. Seperti yang sudah dijelaskan edukator merupakan pembawa informasi, pengetahuan dan pendidik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan lansia mengenai kesehatan, gejala penyakit, cara pengobatan serta perubahan perilaku lansia. Sebagai edukator, pengetahuan anggota keluarga mengenai pelayanan yang diberikan kepada lansia merupakan aspek yang sangat penting. Menurut Sriningsih (2011) bahwa makin tinggi tingkat pendidikan maka makin cepat juga dalam penerimaan dan memahami sebuah informasi, dan membuat pengetahuan yang dimiliki semakin baik. Makin banyak informasi yang diterima otomatis pengetahuan yang dimiliki akan makin banyak, termasuk dalam hal kesehatan (Riyanto, 2013). Dalam menjalankan perannya sebagai edukator, anggota keluarga memberikan informasi kesehatan terhadap lansia seperti makanan yang menjadi pantangan penyakit yang diderita lansia, makanan yang dianjurkan untuk peningkatan kesehatan lansia, cara penggunaan obat serta upaya pencegahan penyakit. Semakin banyak informasi yang diterima lansia maka lansia bisa menjaga kesehatan dengan baik, berdaya dan hidup mandiri.

(28)

Faktor selanjutnya adalah beban keluarga atau tanggungan keluarga.

Asumsinya semakin banyak beban keluarga maka pelayanan yang diberikan kepada lansia sebagai upaya peningkatan kualitas hidup lansia menjadi kurang maksimal. Sebaliknya, semakin sedikit beban keluarga maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih maksimal. Berdasarkan hasil di lapangan anggota keluarga yang memiliki beban keluarga yang banyak, memberikan uang kepada lansia tiap bulannya secara bergantian dengan saudara lainnya. Kondisi ini mengingat kebutuhan keluarga sebanding dengan beban keluarga sehingga tidak bisa memberikan uang secara rutin kepada lansia. Berbeda halnya dengan keluarga yang mempunyai tanggungan keluarga sedikit, dimana anggota keluarga bisa memberikan uang secara rutin kepada lansia.

Nilai yang tertanam pada setiap individu akan memberikan gambaran bagaimana individu tersebut bersikap. Dalam hidup berkeluarga terdapat nilai yang diyakini oleh masing-masing anggota keluarga yaitu nilai kasih sayang.

Seorang anak yang memiliki nilai kasih sayang merasa berkewajiban dan mempunyai loyalitas dalam menyantuni orangtuanya. Nilai yang berlaku adalah wajib memberikan kasih sayang kepada orangtua sebagaimana pernah ia perolah saat masih kecil. Realisasi dari nilai yang tertanam salah satunya dengan memberikan pelayanan kepada orangtua atau lansia sebagai upaya peningkatan kualitas hidup lansia. Berdasarkan hasil penelitian anggota keluarga mempunyai loyalitas dalam menyantuni orangtuanya. Hal ini dibuktikan dengan perhatian yang diberikan anggota keluarga terhadap lansia dan memenuhi kebutuhan- kebutuhan lansia baik secara fisik, psikis, sosial dan ekonomi.

4.3. Fungsi Keluarga Inti Dalam Peningkatan Kualitas Hidup Lansia

Fungsi keluarga erat kaitannya dengan kualitas hidup lansia. Fungsi keluarga yang berjalan akan menyebabkan kualitas hidup anggota keluarganya menjadi baik tidak terkecuali lansia. Sebaliknya, fungsi keluarga yang tidak berjalan akan menyebabkan berbagai kondisi seperti meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian yang menunjukkan menurunnya kualitas hidup.

Lansia akan merasa depresi, stres, mudah terserang penyakit, terisolasi secara sosial dan lain-lain. Kualitas hidup bisa dinilai dari beberapa bidang seperti fisik,

(29)

psikis, sosial, ekonomi dan lingkungan. Menurut Nawi (2010) bahwa kualitas hidup lansia ditemukan rendah pada keadaan pendidikan yang rendah, sosio ekonomi rendah, tidak menikah atau sudah hidup sendiri (pasangan meninggal atau bercerai) serta kesehatannya menjadi terganggu.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa fungsi keluarga inti masih berjalan dalam peningkatan kualitas hidup lansia. Fungsi keluarga inti dalam peningkatan kualitas hidup lansia seperti fungsi ekonomi, fungsi kesehatan, fungsi melindungi, fungsi sosial budaya serta fungsi psikologi. Wujud dari masing-masing fungsi ini terlihat dari upaya anggota keluarga dalam memberikan pelayanan-pelayanan kepada lansia sesuai dengan kebutuhannya.

4.3.1. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi merujuk pada kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup lansia serta berfungsi dalam menumbuhkan keahlian anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi secara individu. Fungsi ekonomi sebagai unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga salah satunya lansia. Keluarga sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menciptakan kesejahteraan masing-masing anggota keluarga. Komponen yang termasuk di dalamnya seperti kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, keuangan dan persediaan lainnya. Dalam meningkatkan kualitas hidup lansia anggota keluarga memberikan pelayanan kepada lansia berupa layanan pemenuhan kebutuhan fisik dengan menyediakan tempat tinggal yang layak, menyediakan makanan, pakaian, serta memberikan uang kepada lansia.

a. Menyediakan Tempat Tinggal yang Layak

Sebagaimana kita ketahui bahwa kebutuhan papan atau tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok individu yang harus dipenuhi dalam melangsungkan kehidupannya, begitupun dengan lansia. Pada umumnya lansia tinggal bersama dengan anggota keluarga namun ada juga yang tinggal secara terpisah. Pelayanan yang diberikan kepada lansia yang tinggal bersama anggota keluarga seperti membuatkan kamar pribadi, menyediakan kamar mandi khusus di dalam kamar ataupun di luar, serta melengkapi perlengkapan lainnya. Salah satu ciri lansia adalah mengalami kecemasan sehingga berdampak pada kualitas tidurnya. Lansia mengalami gangguan tidur sehingga durasi tidur menjadi menurun. Pada akhirnya

(30)

anggota keluarga harus mengantisipasi hal tersebut dengan membuat kamar pribadi untuk lansia. Pelayanan ini sebagai wujud anggota keluarga menghormati privasi lansia dan juga bertujuan agar lansia bisa tidur dengan tenang.

Kemudian kondisi fisik yang mulai melemah membuat lansia kesulitan untuk bergerak atau berjalan dengan jarak yang jauh, untuk itu anggota keluarga menyediakan kamar mandi yang mudah diakses oleh lansia seperti di dalam kamar atau di luar namun dengan jarak yang dekat. Hal ini berkaitan dengan kondisi lansia yang biasanya semakin sering untuk ke kamar mandi. Pelayanan ini juga sebagai upaya anggota keluarga dalam meningkatkan kualitas hidup lansia dalam bidang keagamaan. Dengan keberadaan kamar mandi di dalam kamar menjadikan akses lansia untuk mengambil wudhu menjadi mudah sehingga lansia bisa fokus dalam menjalankan ibadahnya.

b. Menyediakan Makanan

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup. Penurunan yang dialami lansia membuat dirinya mudah terserang penyakit sehingga konsumsi makanannya perlu diperhatikan oleh anggota keluarga. Salah satu pelayanan yang diberikan oleh anggota keluarga dalam peningkatan kualitas hidup lansia yaitu dengan menyediakan makanan bergizi bagi lansia misalnya lauk, sayur, buah dan lain-lain. Dalam hal makanan, anggota keluarga melakukan kontrol yang ketat terutama bagi lansia yang mempunyai riwayat penyakit. Cara yang dilakukan dengan membelikan lansia bahan masak dan terkadang memasaknya secara langsung. Tujuannya agar anggota keluarga bisa menentukan mana makanan yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak.

Konsumsi makanan bagi kelompok anak-anak, muda dan dewasa pada umumnya tidak menjadi persoalan, namun berbeda halnya dengan lansia.

Berbagai penyakit yang diderita lansia mewajibkan lansia untuk memilah makanan yang akan dikonsumsi. Penyakit yang diderita lansia seperti hipertensi, asam urat, reumatik dan lain-lain. Atas dasar inilah anggota keluarga melakukan kontrol terhadap makanan yang dikonsumsi lansia agar kesehatannya tetap terjaga. Bentuk kontrol lain yang dilakukan dengan memberikan informasi kepada lansia mengenai makanan yang sehat untuk dikonsumsi.

(31)

c. Menyediakan Pakaian dan Memberi Uang

Kebutuhan sandang juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Dalam upaya peningkatan kualitas hidup lansia anggota keluarga memenuhi kebutuhan sandang lansia dengan menyediakan pakaian bagi lansia.

Pakaian yang diberikan untuk melindungi tubuh dan disesuaikan dengan cuaca.

Mengingat kondisi lansia yang semakin menurun dan rentan dengan cuaca dingin, anggota keluarga juga menyediakan pakaian yang cocok dengan kondisi tersebut.

Pada umumnya seseorang pada fase lansia mengalami permasalahan keuangan. Hal ini disebabkan kehilangan pekerjaan atau pensiun, tenaga mulai melemah sehingga tidak kuat lagi bekerja, perpisahan dengan pasangan baik akibat kematian atau bercerai dan ketiadaan sanak saudara. Persoalan keuangan berkaitan dengan kualitas hidup lansia yang semakin menurun karena keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan terutama kabutuhan pangan dan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa upaya anggota keluarga dalam peningkatan kualitas hidup lansia dengan memberikan uang kepada lansia secara rutin setiap bulannya. Bagi anggota keluarga yang mempunyai tanggungan keluarga sedikit, mereka mampu untuk memberikan uang secara rutin. Namun, bagi anggota keluarga yang memiliki tanggungan keluarga banyak, mereka memberikan uang kepada lansia secara bergantian/bergiliran. Uang yang diterima lansia dimanfaatkan untuk membeli bahan makanan, obat dan kebutuhan lainnya. Upaya ini dilakukan agar lansia mampu memenuhi kebutuhannya dan kualitas hidupnnya meningkat.

Selain itu, anggota keluarga juga melakukan pengelolaan keuangan lansia.

Kondisi ini berlaku bagi lansia yang masih produktif dan mempunyai penghasilan sendiri, misalnya hasil tani. Anggota keluarga yang terlibat dalam proses panen akan menyimpan uang tersebut dan menyerahkan uang lansia saat dibutuhkan.

Cara ini dipilih oleh anggota keluarga agar bisa menentukan sekaligus membelikan makanan yang akan dikonsumsi lansia.

4.3.2. Fungsi Kesehatan

Fungsi kesehatan keluarga merujuk pada kemampuan keluarga dalam menjaga kesehatan masing-masing anggota keluarganya agar kehidupan bisa

(32)

berlangsung sebagaimana mestinya. Beberapa cara yang dilakukan dalam fungsi kesehatan seperti mencegah terjadinya gangguan kesehatan, merawat ketika sakit, serta pemeliharaan kesehatan. Kelompok lansia merupakan kelompok rentan mengalami penurunan kesehatan. Hal ini dikarenakan imun lansia semakin lemah sehingga mudah terserang penyakit. Seterusnya kesepian dan isolasi sosial yang dialami oleh lansia juga bisa berakibat terhadap kesehatan lansia. Untuk itu anggota keluarga harus memberikan pelayanan kepada lansia sebagai peningkatan kesehatan. Kesehatan yang terjaga akan berdampak pada kualitas hidup lansia.

Adapun upaya yang dilakukan anggota keluarga dengan membawa lansia berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit, menemani kontrol, merawat lansia saat sakit, mengingatkan lansia untuk meminum obat, serta mengontrol makanan lansia.

Anggota keluarga meluangkan waktunya untuk membawa lansia berobat, terlebih saat lansia sakit secara tiba-tiba. Anggota keluarga saling bekerjasama dalam merawat lansia, baik mengantar berobat atau merawat lansia dilakukan secara bersama-sama ataupun bergantian. Tindakan ini sebagai wujud bakti anggota keluarga terhadap orangtua yang telah merawat mereka dari kecil.

4.3.3. Fungsi Melindungi

Fungsi melindungi merujuk kepada kemampuan keluarga dalam memberikan rasa aman, perhatian dan kasih sayang kepada anggota keluarga.

Keluarga yang harmonis akan saling berupaya untuk memberikan rasa aman, perhatian dan kasih sayang kepada masing-masing anggota keluarganya sehingga rumah dianggap sebagai tempat kembali yang aman, nyaman dan tentram.

Keluarga yang berfungsi dengan baik akan dapat melakukan fungsi perlindungan anggotanya dan memastikan anggota keluarganya terhindar dari ketidaknyamanan. Ketika lansia mendapatkan perhatian, kasih sayang dan merasakan kenyamanan di tengah keluarga maka kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Bentuk perhatian yang dilakukan anggota keluarga terhadap lansia dengan membantu lansia baik dalam keadaan sehat dan sakit, mengingatkan untuk meminum obat, mengunjungi lansia setiap hari, memasakkan makanan dan menemani lansia tidur di malam hari.

4.3.4. Fungsi Sosial Budaya

Fungsi sosial budaya merujuk pada kemampuan keluarga memberikan

(33)

kesempatan kepada seluruh anggota keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. Fungsi ini ditandai dengan adanya saling toleransi, saling menghormati, saling menghargai serta saling menerima posisi antar sesama anggota keluarga.

Misalnya dengan keberadaan lansia di tengah keluarga, anggota keluarga harus menerima dan memahami adanya perilaku- perilaku lansia yang mulai berubah seperti pelupa, sensitif, cerewet dan suka menyendiri. Fungsi sosial budaya dalam penelitian ini seperti memberikan kesempatan kepada lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan, mengikuti kegiatan sosial dan mengunjungi kerabat.

Interaksi sosial berperan penting bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali lansia. Interaksi sosial berperan penting dalam peningkatan kualitas hidup lansia.

Interaksi sosial yang intens bisa mengurangi rasa kesepian dan isolasi sosial bagi lansia. Interaksi sosial tidak hanya di dalam keluarga namun juga dengan lingkungan. Keluarga yang menjalankan fungsi sosial budayanya tidak akan membatasi interaksi sosial lansia dengan lingkungan. Anggota keluarga memberikan kesempatan kepada lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan seperti memberikan waktu kepada lansia untuk ke luar rumah dan berkumpul dengan tetangga. Selain itu, anggota keluarga juga memberi waktu kepada lansia untuk mengunjungi kerabat baik yang berada di sekitar rumah atau jauh dari rumah. Lansia biasanya akan diantar oleh anggota keluarga untuk mengunjungi kerabat yang tinggalnya jauh dari rumah. Selain mengunjungi kerabat, anggota keluarga juga menemani lansia saat mengunjungi acara pernikahan dan kematian.

4.3.5. Fungsi Psikologi

Fungsi psikologi merujuk kepada kemampuan keluarga untuk memberikan perhatian diantara anggota keluarga, memahami keinginan atau karakteristik masing masing anggota keluarga dengan baik. Fungsi psikologi dalam penelitian ini diantaranya memberikan kesempatan pada lansia untuk mengerjakan hobinya, memberikan kesempatan lansia untuk melakukan kegiatan keagamaan dan rekreasi. Salah cara lansia menikmati hidupnya yaitu dengan menikmati waktu luang dan menekuni hobinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa hobi adalah

(34)

aktivitas yang membuat kita merasa berenergi, fokus, mengalir, penuh makna, gembira, tidak tertekan dan saat melakukannya waktu seakan berhenti. Kondisi ini tentu sangat penting bagi lansia agar dirinya semakin rileks dan terhindar dari perasaan stres. Dengan begitu upaya yang dilakukan anggota keluarga dalam peningkatan kuliatas hidup lansia adalah memberikan kesempatan pada lansia untuk mengerjakan hobinya misalnya olahraga, membaca, menyanyi, bermain musik, membuat kerajinan tangan, dan lain-lain. Kegiatan rekreasi diantaranya dalam rumah seperti menonton TV, berkumpul dengan keluarga, membaca koran, berkebun, membuat kerajinan tangan, sedangkan di luar rumah seperti bersilaturrahmi ke rumah tetangga, rumah kerabat di luar kota, tempat wisata serta tempat ibadah.

Selain memberikan waktu kepada lansia untuk mengerjakan hobinya, anggota keluarga juga memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan kegiatan keagamaan. Dukungan yang diberikan anggota keluarga terhadap lansia dengan mengantar lansia ke pengajian dan menyediakan tempat khusus untuk beribadah dan sekaligus membuatkan tempat untuk berwudhu. Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik (Cupertino & Haan, dalam Santrock, 2006).

(35)

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulan bahwa peran dan fungsi keluarga inti masih berjalan sebagai upaya dalam peningkatan kualitas hidup lansia. Meskipun ditemukan keberadaan beberapa Panti Jompo di Tanjungpinang, namun anggota keluarga tetap menjalankan peran dan fungsinya sebagai bagian dari keluarga. Dalam menjalankan perannya, anggota keluarga berperan sebagai edukator dengan memberikan pengetahuan dan informasi mengenai kesehatan kepada lansia, peran motivator dengan cara memberikan semangat kepada lansia agar tidak cemas dan khawatir dalam menjalani masa tuanya serta peran fasilitator dengan membimbing dan merawat lansia.

Fungsi-fungsi keluarga yang berjalan seperti fungsi ekonomi dengan menyediakan tempat tinggal yang layak, menyediakan makanan, serta pakaian.

Fungsi kesehatan dengan menemani lansia memeriksakan kesehatan dan mengontrol makanan yang dikonsumsi lansia. Fungsi melindungi dengan memberikan rasa aman, perhatian dan kasih sayang. Fungsi sosial budaya dengan memberikan kesempatan kepada lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan, mengikuti kegiatan sosial dan mengunjungi kerabat. Terakhir fungsi psikologi dengan memberikan kesempatan pada lansia untuk mengerjakan hobinya, memberikan kesempatan lansia untuk melakukan kegiatan keagamaan dan rekreasi.

5.2. Rekomendasi

Mengingat adanya keberadaan beberapa Panti Jompo di Tanjungpinang, maka disarankan untuk meneliti dukungan sosial keluarga terhadap lansia yang berada di Panti Jompo.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Arranz EB, Oliva A, DeMiguel MS. Quality of Family Context and Cognitive Development: A Cross Sectional and Longitudinal Study. J of Fam Stud, 2010;16:130-142.

Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Kemenkes-RI. (2016). Situasi Lanjut Usia di Indonesia. In Drug and Therapeutics Bulletin (Vol. 10, Issue 16).

Miles, Matthew. B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: University Of Indonesia Press.

Moleong, Lexy. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mujahidullah, Khalid. 2012. Keperawatan Geriatrik. Yogyakarta: Pustaka Belajar Nawi, Ng., Hakimi,M., Byass, P., Wilopo, S., Wall, S. (2010). Health and Quality of Life Among Older Rural People in Purworejo District Indonesia. Glob Health Action v3

Riyanto, A. (2013). Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan.

Salemba Medika.

Santrock, J. W. (2012). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid

I. (B. Widyasinta, Penerj.) Jakarta: Penerbit Erlangga

Sriningsih. (2011). Faktor Demografi, Pengetahuan Ibu Tentang Air Susu Ibu Dan Pemberian Asi Ekslusif. Kesehatan Masyarakat.

Sutikno, E. (2011). Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia.

Universita Sebelas Maret.

(37)

LAMPIRAN

BIODATA KETUA DAN ANGGOTA 1. Ketua Tim Pengusul

A. Identitas Diri

1 NamaLengkap (dengan gelar) Emmy Solina, M.Si

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Jabatan Fungsional Lektor

4 NIP/NIK/Identitas lainnya NIP. 198411202019032010

5 NIDN 1020118401

6 Tempat dan TanggalLahir Pontianak, 20 November 1984

7 E-mail emmysolina@umrah.ac.id

9 NomorTelepon/HP 081345451233

10 Alamat Kantor Jl. Raya Dompak, Tanjungpinang

11 No Telp Kantor

-1702863111111111170813454512336666...

12 Sinta ID 6681138

13 Garuda ID 1702863

14 Publons ID 4646136

14. Mata Kuliah yg Diampu

1. Inovasi dan Kewirausahaan 2. Sosiologi Ekonomi

3. Sosiologi Keluarga 4. Pengantar Antropologi B. RiwayatPendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Perguruan

Tinggi Universitas Tanjungpura

Pontianak Universitas

Tanjungpura Pontianak -

Bidang Ilmu Pendidikan Ekonomi Sosiologi Konsentrasi Studi Etnis

-

Tahun Masuk-Lulus 2002-2006 2006-2008 -

(38)

JudulSkripsi/Tesis/Dis ertasi

Pengaruh Pengajaran Remedial Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas I Jurusan Penjualan Pada Mata Pelajaran Siklus Akuntansi di SMK Negeri 1 Pontianak

Peranan Keluarga Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa di SMA Negeri 3 Pontianak

-

Nama

Pembimbing/Promotor1.Drs. H. Bachtiar

2. Dr. Rustiyarso 1.Prof. Dr. Samion

2.Drs.Mukhlis M.Si -

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No. Tahun JudulPenelitian

Pendanaan

Sumber* Jml

(Juta Rp) 1 2012 Keluarga Broken Home di Tanjungpinang

(Studi Kasus Terhadap 3 Orang Remaja Putus Sekolah)

FISIP UMRAH

5.000.000 2 2013 Bahaya Sampah Bagi lingkungan (Studi di

Kampung Bugis Tanjungpinang) Mandiri 5.000.000 3 2014 Kelas Sosial Ekonomi Pada Mayarakat

Kelong

Mandiri 4.000.000 4 2015 Peran Modal Sosial Dalam Peningkatan

Ekonomi Kelompok Nelayan di Desa Kelong

Mandiri 4.000.000 5 2017 Peran Kelompok Usaha Bersama (KUBE)

Bagi Masyarakat Desa Kelong Kecamatan Bintan Pesisir

Mandiri 4.000.000

6 2018 Relasi Gender dan Seksualitas dalam Kasus Tindakan Aborsi di Tanjungpinang

TIM 5.000.000

7 2019 Kebijakan Badan Pertanahan Nasional Kota Tanjungpinang Dalam Mengeluarkan Sertifikat Kepemilikan Pemukiman di atas Air

LP3M

UMRAH 16.000.000 8 2019 Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Sebagai

Aktifitas Keluarga di Kota Tanjungpinang

LP3M UMRAH

16.000.000 9 2020 Melawan Kemiskinan (Studi Relasi Gender

Rumah Tangga Suku Laut di Pulau Lipan Kecamatan Selayar Kabupaten Lingga)

LP3M

UMRAH 11.650.000

* Tuliskan sumber pendanaanbaik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya

Gambar

Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data APS di Kota Tanjungpinang yang terlihat pada tabel di atas, Angka Putus Sekolah pada jenjang pendidikan SD tahun 2018 terdapat 9 orang anak, 3 orang anak yang putus