• Tidak ada hasil yang ditemukan

penerapan alternative dispute resolution dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "penerapan alternative dispute resolution dalam"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Konteks Penelitian

Pada tanggal 12 Agustus 1999, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diundangkan dan dilaksanakan bersamaan. Sedangkan untuk tanah-tanah lainnya, seperti peraturan daerah, peraturan desa dan lain-lain, belum ada yang mengatur secara khusus mengenai penyelesaian sengketa hak kepemilikan tanah. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, apabila hal tersebut tidak dapat diselesaikan maka akan dilanjutkan melalui proses litigasi di pengadilan.

Oleh karena itu dari pemaparan diatas menurut penulis sangat penting untuk membahas “Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Penyelesaian Sengketa Hak Milik Tanah Dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 (Studi Kasus di Desa Karangpring Sukorambi Kecamatan, Kabupaten Jember).

Fokus Penelitian

Masyarakat Karangpring tidak menyelesaikan perselisihan melalui litigasi disebabkan oleh banyak faktor, yaitu kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyelesaian perselisihan melalui litigasi, mahalnya biaya yang dikeluarkan, lambatnya proses penyelesaian perselisihan melalui litigasi. Dari uraian di atas maka penerapan alternatif penyelesaian sengketa sangat penting untuk menyelesaikan permasalahan hak kepemilikan tanah. Dalam penyelesaian permasalahan, masyarakat Karangpring sering menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa, salah satunya adalah mediasi, dimana mediatornya adalah perangkat desa atau tokoh masyarakat.

Bagaimana implementasi Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam penyelesaian sengketa kepemilikan tanah di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember Tahun 2021-2022?

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan pemikiran tentang hukum khususnya hukum ekonomi syariah dan sengketa hak kepemilikan tanah dapat dilakukan melalui jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dapat memberikan manfaat dan kegunaan dalam bidang keilmuan khususnya yang berkaitan dengan hukum ekonomi syariah terkait penyelesaian sengketa pertanahan dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuan yang dapat memberikan edukasi lebih kepada masyarakat tentang penyelesaian sengketa pertanahan dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan suatu keputusan ketika memutus suatu perkara di bidang hukum.

Definisi Istilah

17 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsultasi dan Arbitrase), Jakarta, PT. Untuk mengetahui penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam penyelesaian sengketa kepemilikan tanah di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember Tahun 2021-2022. Dari sudut pandang Hukum Ekonomi Syariah, mediasi yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa merupakan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian sengketa yang serupa.

Bagaimana Menggunakan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah (Studi Kasus di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember.

Sitematika Pembahasan

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Kajian Teori

Penyelesaian sengketa melalui jalur di luar pengadilan biasanya dilakukan melalui perundingan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bersifat netral atau tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa.16. PPS (Pilihan Penyelesaian Sengketa), Peta (Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa), Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa dan Tata Cara Penyelesaian Sengketa Kooperatif. Alternatif penyelesaian sengketa adalah suatu pilihan penyelesaian sengketa yang dipilih melalui proses yang disepakati para pihak yang bersengketa, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan, konsultasi, mediasi atau penggunaan penilaian ahli.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Alternatif Penyelesaian Sengketa merupakan respon tegas terhadap cara-cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

METODE PENELITIAN

  • Pendekatan dan Jenis Penelitian
  • Lokasi Penelitian
  • Subyek Penelitian
  • Teknik Pengumpulan data
  • Analisis Data
  • Keabsahan Data
  • Tahap-tahap Penelitian

Dari beberapa alternatif penyelesaian sengketa dalam UU No. 30 Tahun 1999 diatas, digunakan oleh pihak-pihak yang bertikai di Desa Karangpring, tahap pertama adalah konsultasi/negosiasi antara pihak pertama dan pihak kedua untuk menyelesaikan perselisihan, namun dalam prosesnya kedua pihak belum mencapai kesepakatan damai. Mediator dalam kasus yang terjadi di Desa Karangpring, Kecamatan Sukorambi ini telah memenuhi syarat UU No. 30 Tahun 1999, yaitu mediator berusia di atas 35 tahun, tidak mempunyai hubungan darah dengan para pihak yang bersengketa dan sering menjadi mediator. Sesuai dengan undang-undang no. 30 Tahun 1999 tentang pengambilan keputusan dalam mediasi disampaikan oleh para pihak secara bulat, dan pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif.

Dalam perkara yang terjadi di Desa Karngpring, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember, perjanjian damai telah dibuat secara tertulis dan mengikat para pihak yang bersengketa, namun belum didaftarkan di pengadilan negeri. Artinya perjanjian damai yang dibuat oleh pihak-pihak yang bertikai bersifat mengikat, namun belum mempunyai kekuatan hukum. Perjanjian damai yang dibuat sedemikian rupa sehingga mengikat para pihak yang bersengketa dan mempunyai kekuatan hukum, dibuat secara tertulis dan didaftarkan pada pengadilan negeri.

Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perselisihan antara pihak-pihak yang terikat dalam suatu perjanjian arbitrase. Para pihak dapat sepakat bahwa perselisihan yang telah atau akan terjadi di antara mereka diselesaikan melalui arbitrase. Bahasa yang digunakan dalam seluruh proses arbitrase adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.

Terhadap suatu putusan arbitrase, para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut dikatakan mengandung unsur-unsur sebagai berikut. Para pihak yang bersengketa diberikan kebebasan untuk menentukan hukum mana yang akan mereka gunakan dalam proses arbitrase.

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

Gambaran Obyek Penelitian

Sejarah desa ini dibuat berdasarkan beberapa bukti atau peninggalan yang ada di lingkungan desa, dan menurut sumber dari cerita para sesepuh desa Karangpring dan masyarakat, serta perangkat desa atau kepala desa yang dapat terpercaya, yaitu sebagai berikut. Pada awalnya desa Karangpring hanya merupakan tempat tumbuhnya banyak pohon bambu (pring), karena sejauh mata memandang hanya ada gerombolan pohon bambu, sehingga pendiri Eesa memberinya nama Karangpring yang artinya banyak pohon bambu yang tumbuh. Lokasi Desa Karangpring terletak di kaki lereng Argopura yaitu di Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember, dimana rumah desa ini terletak di Dusun Durjo Rt 03 Rw 03 Desa Karngpring.

Penyajian Data dan Analisis

Peneliti kemudian melakukan wawancara kepada salah satu warga Karangpring yang mengetahui faktor penyebab terjadinya sengketa kepemilikan tanah di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember. Dengan hal tersebut, untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara, maka peneliti melakukan wawancara kepada perangkat desa dan beberapa orang yang terlibat perselisihan.Untuk memudahkan penelitian ini, peneliti menanyakan tentang penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam penyelesaian perselisihan. . Proses penyelesaian sengketanya, pertama-tama dilakukan perundingan antara keluarga saya dan saudara laki-laki saya, yaitu keluarga saya harus membayar tanah atau jika tidak mau membayar maka rumahnya harus digusur. dan tidak ada kesepakatan, keluarga saya berkonsultasi dengan kerabat saya, namun ayah saya tidak setuju, setelah saya berkonsultasi dengan saudaranya, saya berkonsultasi dengan pemerintah desa, kemudian pemerintah desa melakukan mediasi yang mana pihak desa sebagai mediatornya. resmi.

Salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa di Desa Karangpring merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dianjurkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase. Pembahasan dilakukan oleh para pihak yang menunjuk mediator karena pada penyelesaian sengketa yang sebelumnya dilakukan melalui musyawarah antara kedua belah pihak, belum tercapai titik temu untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Perundingan merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa berdasarkan hukum yang didalamnya terdapat proses perundingan yang merupakan ciri dan nilai akhir dari kesepakatan yang menjadi tujuannya.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pasal 6 ayat (7), yaitu: “Kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan atau perbedaan pendapat. Putusan dalam mediasi mempunyai kekuatan untuk mengikat para pihak yang bersengketa, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum sampai dengan tercapainya keputusan tersebut. apabila pengadilan negeri tidak terdaftar, hal ini sesuai dengan pasal 6 ayat (7) yang berbunyi: “perjanjian tertulis untuk menyelesaikan perselisihan atau beda pendapat bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik dan harus menjadi suatu kesatuan”. jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanda tangannya didaftarkan pada Pengadilan Negeri.”51. Mengenai proses musyawarah yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, jika dikaitkan dengan konsep penyelesaian sengketa dalam perspektif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, maka musyawarah yang dilakukan sejalan dengan konsep arbitrase dimana terdapat mediator yang menunjuk. sebagai pihak yang netral untuk mencapai kesepakatan dalam menyelesaikan perselisihan tersebut.

Peran mediator di sini bukan sekedar mempertemukan para pihak agar siap berunding, namun ia juga terlibat dalam perundingan dengan para pihak dan juga bisa memberikan saran atau usulan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam kasus desa Karangpring kecamatan Sukorambi terjadi perselisihan antara satu orang dengan orang lain yang diselesaikan melalui perundingan dan mediasi dengan menunjuk seorang mediator, tentunya upaya penyelesaian perselisihan tersebut disepakati oleh semua pihak.

Pembahasan Temuan

Arbiter adalah seorang atau lebih orang yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan terhadap suatu sengketa tertentu yang diajukan untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dalam hal arbiter atau majelis arbitrase tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu yang ditentukan tanpa alasan yang sah, maka arbiter dapat diperintahkan untuk memberikan ganti rugi kepada para pihak atas biaya dan kerugian yang diakibatkan oleh keterlambatan tersebut. Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk memperbaiki kesalahan administratif dan/atau menambah atau mengurangi tuntutan atas putusan.

Kecuali jika para pihak menyetujui sebaliknya, hukum yang mengatur arbitrase akan berlaku.

PENUTUP

Simpulan

Setelah melakukan kajian secara menyeluruh mengenai penerapan alternatif penyelesaian sengketa dalam penyelesaian sengketa kepemilikan tanah (Studi Kasus di Desa Karangpring Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut dalam menyikapi permasalahan tersebut. Belum adanya implementasi aparat penegak hukum khususnya hakim, persepsi maupun interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Penegak hukum tidak terlalu berkewajiban untuk menerapkan peraturan perundang-undangan dengan cara yang ramah konsumen dan konsisten.

Penyelesaian sengketa Kabupaten Jember tahun 2021-2022 yang digunakan oleh pihak-pihak yang bertikai di Desa Karangpring menggunakan tahap pertama yaitu konsultasi/negosiasi antara pihak pertama dan kedua untuk menyelesaikan perselisihan, namun dalam proses ini kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan damai. . Tahap selanjutnya adalah kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya dengan menunjuk mediator yang akan membantu proses mencapai kesepakatan damai dalam perselisihan yang timbul. Mediator dalam kasus yang terjadi di Desa Karangpring, Kecamatan Sukorambi ini telah memenuhi syarat UU No. 30 Tahun 1999, yaitu mediator berusia di atas 35 tahun, tidak memiliki hubungan darah dengan pihak-pihak yang bersengketa dan mediator sering ditunjuk oleh warga. Karangpring ditunjuk sebagai mediator dalam kasus lain.

Cara penyelesaian perselisihan yang paling umum adalah melalui mediasi, dimana mediatornya adalah tokoh masyarakat atau pemerintah desa.

Saran-Saran

Berbeda dengan proses pengadilan negeri yang para pihak masih dapat mengajukan banding dan kasasi terhadap putusan tersebut, dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak terdapat upaya hukum terbuka berupa kasasi atau peninjauan kembali.

Referensi

Dokumen terkait

(3) Dalam hal penyelesaian sengketa tidak dilakukan melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Konsumen dapat

Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa “Sengketa yang dapat diselesaikan

Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.. Penyelesaian

“Undang -undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah. mengadakan perjanjian arbitrase yang

“(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya

“ Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang di dasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan

Secara yuridis, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Alternatif