PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKANMELALUIMEDIASI
(Alternative Dispute Solution Through Banking Mediation)
BANKING THROUGH MEDIATION DISPUTE RESOLUTION
(Alternative Dispute Through Banking Mediation Solution)
Yuriko Chandra Montolalu, Musakkir, Oky Deviany Burhamzah
Program Studi Kenotariatan Fakultas Hukum Unviersitas Hasanuddin
Alamat Koresponden: Magister Kenotariatan Universitas Hasanudin Makassar 90245 Hp. 081343803480 Email: [email protected]
Perbankan adalah lembaga keuangan yang berperan sangat penting dalam aktivitas pembangunan nasional serta perdagangan internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) sejauh mana keselarasan antara Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PB1/2008 tentang mediasi perbankan dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan (2) Kekuatan hukum dari kesepakatan melalui mediasi perbankan yang tidak didaftarkan dipengadilan Negeri. Penelitian ini berbentuk penelitian sosio legal research. Data diolah dengan mengkaji hukum secara teoritik dan normatif yang lazim dikenal dengan law in books, juga akan mengkaji hukum dalam pelaksanaannya (law in action). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pertama, terdapat ketidak-selarasan antara Undang-undang No.30 Tahun 1999 dengan PBI No 10/8/PBI/2008, ketidak-selarasannya ini karena beberapa pasal dalam PBI sudah sesuai dengan aturan, namun ada pasal yang tidak sesuai dengan aturan yaitu tidak didaftarkannya hasil mediasi yang berupa akta kesepakatan dimana hal tersebut membuat posisi nasabah lemah atau sangat dirugikan, lemah karena nasabah tidak dapat menuntut ke pengadilan untuk di eksekusi, dirugikan karena pihak Bank tidak memenuhi kewajibannya yaitu membayar ganti rugi kepada nasabah. Kedua, Kekuatan hukum dari kesepakatan melalui mediasi perbankan yang tidak didaftarkan di Pengadilan Negeri hanya bersifat mengikat dan final, namun apabila ada salah satu pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya, maka kesepakatan melalui mediasi perbankan tersebut tidak memiliki kekuatan eksekutorial sama sekali terhadap kesepakatan tersebut. Melalui penelitian ini, penulis menyarankan kepada Bank Indonesia harus menambahkan aturan-aturan yang memuat seperti Pendaftaran pada pengadilan negeri yang dapat memberikan kekuatan hukum bagi para nasabah apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, karena konsekuensi dari kesepakatan yang tidak didaftar hanyalah mengikat para pihak dan tidak mempunyai kekuatan hukum, maka penyelesaiannya harus memasukkan gugatan ke pengadilan.
Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa, Mediasi Perbankan
Abstract
Banks are financial institutions that played a pivotal role in national development activities as well as international trade. This study aims to identify ( 1 ) the extent to which the alignment of the Bank Indonesia Regulation concerning mediation Number 10/1/PBI/2008 banking and Regulations Number 30 Year 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute solution and ( 2 ) The legal force of the agreement through mediation is not registered with the State court. This research shaped socio legal research. Data processed by reviewing theoretical and normative law commonly known as the law in books , will also examine the practice of law (law in action ) . The results showed that the first, there is a discrepancy between the conformity regulation 30 of 1999 by Bank Indonesia Regulation No. 10/8/PBI/2008 , conformity this because some of the provisions in this regulation is in conformity with the rules, but there is no corresponding section the rules are not the result of mediation in the form of registration of the deed of agreement where it makes the customer's position is very weak or disadvantaged, weak because customers can not sue in court for execution , a disadvantage because the Bank did not meet its obligations is to pay compensation to its customers . Secondly, the legal force of an agreement through mediation is not registered in the District Court are binding and final only , but if one party does not perform its obligations , then the agreement through the mediation has no power at all against executorial the deal. Through this study, the authors suggest to Bank Indonesia must add rules containing such registration in the district court to give legal force to the customer if one party does not fulfill its obligations, because the consequences of deal not only binding
on the parties listed and not have the force of law, then the solution must incorporate a lawsuit to court. Keywords : Alternative Dispute Resolution, Mediation Banking
PENDAHULUAN
Perbankan adalah lembaga keuangan yang berperan sangat penting dalam aktivitas pembangunan nasional serta perdagangan internasional. Perbankan saat ini memiliki peranan dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional. Peran tersebut diwujudkan dalam fungsi utama bank sebagai financial intermediary atau lembaga intermediasi. Dalam hal ini sektor perbankan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian, dimana sektor tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds), (Djumhana 2003).
Seperti telah diketahui bahwa lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perseorangan, badan-badan usaha swasta, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Di Indonesia masalah yang terkait dengan bank diatur dalam Undang-undang Perbankan No.7 Tahun 1992 dan No. 10 Tahun 1998, Berkaitan dengan pengertian Bank, dalam Pasal 1 butir 2 UU Perbankan merumuskan bahwa Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak,( Fuady, 1999).
Dalam Peraturan Bank Indonesia, kedudukan Nasabah berada pada dua sisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana berada. Dilihat pada sisi pengerahan dana , nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung, deposan maupun pembeli surat berharga (obligasi atau commercial paper) maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, nasabah juga merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor perbankan, (Kuncoro. 2002).
Lebih lanjut terkait mengenai masalah penyelesaian sengketa di bidang Perbankan ketika pihak yang bersengketa sepakat untuk menyelesaikan sengketa, yang salah satunya melalui Mediasi di Perbankan sebagaimana Pasal 1338 KUHPerdata bahwa "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya", berdasarkan peraturan tersebut maka dapat diartikan bahwa ketika pihak yang bersengketa telah sepakat untuk mengakhiri perselisihan maka dengan sendirinya perselisihan tersebut dinyatakan selesai dan berakhir.
Mediasi perbankan adalah wadah untuk melakukan mediasi antara nasabah dan bank dalam upaya menyelesaikan sengketa transaksi keuangan setelah melalui jalur penyelesaian pengaduan di bank tidak berhasil dilakukan. oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa mediasi perbankan merupakan lembaga tingkat banding bagi penyelesaian sengketa nasabah dan bank. Selain untuk menyelesaikan sengketa, mediasi juga bertujuan untuk menjaga hubungan baik yang telah ada di antara para pihak, sehingga jika terjadi sengketa saat ini hubungan baik dapat dijaga berkesinambungan. Inilah yang sebenarnya menjadi alasan mengapa banyak pihak memilih mediasi untuk menyelesaikan sengketa. Hasil mediasi yang merupakan kesepakatan antara nasabah dan bank dipandang merupakan bentuk penyelesaian permasalahan yang efektif karena kepentingan nasabah maupun reputasi bank dapat dijaga.
Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi efektif dan diterima sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa secara sukarela, (Abdulrrasyid 2002).
Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Mediasi Perbankan mengatur bahwa sebelum di bawa ke lembaga mediasi perbankan, setiap sengketa antara nasabah dengan bank harus diselesaikan lebih dulu secara internal oleh bank yang bersangkutan. Jika penyelesaian tersebut tidak memperoleh kata sepakat, nasabah dapat membawa masalah tersebut ke lembaga mediasi perbankan Bank Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Kekuatan hukum dari kesepakatan melalui mediasi perbankan yang tidak didaftarkan dipengadilan Negeri.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian sosio legal research, selain mengkaji hukum secara teoritik dan normatif yang lazim dikenal dengan law in books, juga akan mengkaji hukum dalam pelaksanaannya (law in action).
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Bank Indonesia Bagian Direktorat Investigasi Mediasi Perbankan, Tim Mediator DIMP, Nasabah Pengguna Atm, Pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah: (a). 3 orang Tim Mediator pada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan. (b). 2 orang pengguna ATM
(Anjungan Tunai Mandiri) pada masing - masing bank yang berbeda, yang telah melalui tahap mediasi. (c). 2 (dua) orang aparat pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian Pustaka (library research), Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder dengan mempelajari dokumen-dokumen atau tulisan para ahli, buku-buku literatur, jurnal serta berbagai macam peraturan perundang-undangan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian Lapangan (field research), Penelitian lapangan yaitu pengumpulan data secara langsung dari pihak terkait yang berhubungan dengan objek penelitian. Metode digunakan yaitu dengan teknik wawancara tidak terstruktur yang hanya memuat garis besar tentang hal yang akan ditanyakan, selanjutnya dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan teknik wawancara bebas, guna mendapatkan data yang dibutuhkan. Wawancara dilakukan dengan wawancara langsung ke tempat para responden berada.
Analisis Data
Berdasarkan sifat penelitian deskriptif analitis, maka data yang diperoleh dari penelitian lapangan diuji kebenarannya kemudian dihubungkan dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif kemudian dideskripsikan, yaitu dengan menggambarkan, menguraikan kemudian menjelaskan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.
HASIL
Ketidak-selarasan antara Undang-undang No.30 Tahun 1999 dengan PBI No 10/8/PB1/2008, ketidak selarasannya ini karena beberapa pasal dalam PBI sudah sesuai dengan aturan, namun ada pasal yang tidak sesuai dengan aturan yaitu tidak didaftarkannya hasil mediasi yang berupa akta kesepakatan dimana hal tersebut membuat posisi nasabah lemah atau sangat dirugikan, lemah karena nasabah tidak dapat menuntut ke pengadilan untuk di eksekusi, dirugikan karena pihak Bank tidak memenuhi kewajibannya yaitu membayar ganti rugi kepada nasabah. Apabila akta tersebut tidak didaftarkan di pengadilan negeri, maka akta ini tidak mempunyai kekuatan hukum karena jika tidak dibayar ke nasabah yang dirugikan, maka nasabah tidak dapat menuntut ke pengadilan untuk memaksakan eksekusi, karena akta tersebut tidak diregistrasi atau didaftarkan ke pengadilan.
Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu Akta Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Yang dimaksud dengan bersifat final adalah Sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses Mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan. Yang dimaksud dengan mengikat adalah Kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kekuatan hukum dari putusan mediasi termasuk mediasi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang intinya menyatakan bahwa kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.
Kekuatan mengikat hasil mediasi mediasi perbankan pada hakikatnya sama seperti undang-undang. Hal ini terjadi karena penyelesaian sengketa melalui mediasi merupakan kesepakatan dari para pihak, yakni bank dengan nasabah atau perwakilan bank dan nasabah. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata intinya menyatakan bahwa "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Khusus mengenai kesepakatan para pihak sebagai hasil mediasi di samping harus memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata juga berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/5/PBI/2006, harus dituangkan dalam bentuk Akta Kesepakatan yaitu dokumen tertulis yang memuat kesepakatan bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan Bank.
Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/5/PBI/2006 disebutkan bahwa kesepakatan antara Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan Bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dan Bank. Konsekuensi hukum setelah penandatangan Akta Kesepakatan, yaitu bahwa Bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan antara Nasabah dan Bank, apabila pihak bank tidak melaksanakannya, Bank Indonesia akan menjatuhkan hukuman kepada bank yang bersangkutan, yaitu sanksi administratif, mulai dari berupa denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu.. Berdasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas, kesepakatan yang diperoleh dari Mediasi Perbankan mempunyai
kekuatan hukum sehingga bagi para pihak wajib melaksanakannya dengan penuh itikad baik (in good faith).
PEMBAHASAN
Pada peneliian ini terlihat bahwa Demi memperkuat kekuatan hukum dan memberikan kepastian kepada para pihak atas kesepakatan yang telah dicapai, akta kesepakatan tersebut seharusnya dilakukan pendaftaran di Pengadilan Negeri, sesuai dengan Pasal 6 ayat (7) UU Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa, tetapi pendaftaran ini tidak diatur dalam PBI Mediasi Perbankan, padahal prosedur pendaftaran akan semakin memperkuat kekuatan hukum hasil mediasi dan semakin melindungi nasabah dari kemungkinan wanprestasi pihak bank.
Menurut penulis, kekuatan hukum yang melekat pada putusan akta perdamaian yang didaftarkan di pengadilan negeri, dapat disimpulkan sangat efisien dan efektif, karena dapat langsung diminta eksekusi apabila salah satu pihak mengingkari perjanjian secara sukarela.
Menurut wawancara dengan Ibu Tita (Tim Mediator DIMP) , sampai saat ini, Bank Indonesia masih menjadi mediator bagi sengketa perbankan, padahal pembentukan lembaga mediasi perbankan independen amat mendesak. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independen akan diserahkan kepada asosiasi perbankan, hal ini dalam rangka menjaga independensi dan transparansi proses mediasi. Sayangnya, infrastruktur industri perbankan masih perlu penyempurnaan, di samping itu, kendala yang menghambat pembentukan lembaga mediasi perbankan indenpenden tersebut antara lain : (1). Perbankan masih berfokus pada pemenuhan modal minimum sebagaimana dipersyaratkan oleh Bank Indonesia. (2). Belum siapnya Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksanaan fungsi mediasi. (3). Biaya operasional dan struktur lembaga yang akan dibentuk.
Hasil wawancara dengan Sulhana, di dalam PBI Mediasi Perbankan yang baru, tidak tercantum lagi tanggal waktu peralihan peran mediasi perbankan dari Bank Indonesia ke lembaga independen. Sehingga, terbentuknya lembaga mediasi tergantung pada inisiatif kalangan perbankan, melalui asosiasi-asosiasi perbankan. Di Indonesia terdapat beberapa asosiasi terkait perbankan antara lain, Perhimpunan Bank-bank Swasta Nasional Indonesia (Perbanas), Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), serta Asosiasi profesi seperti Ikatan Bank Indonesia (IBI).
Ketentuan mengenai mediasi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 mensyaratkan bahwa hasil dari penyelesaian suatu sengketa atau beda pendapat dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis yang ditanda tangani oleh semua pihak yang terkait, yang selanjutnya berdasarkan Pasal 6 ayat 7 , Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa kesepakatan tertulis tersebut wajib di daftarkan di pengadilan negeri, sedangkan dalam Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan PBI No 10/1/2008 yaitu dalam Surat edaran Bank Indonesia No.8/14/DPNP, tertanggal 1 juni 2006 Bagian III Point Ke-11 hanya menyebutkan : "kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu akta kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank, yang dimaksud bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksanaan fungsi mediasi perbankan, sedangkan yang dimaksud mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Tetapi dalam perjalanannya tidak selamanya bank yang bersengketa memenuhi kewajibannya untuk membayar ganti kerugian yang di derita nasabah, seperti yang ditemukan dalam lapangan, Menurut Tita hanya sekitar 5 - 10% hasil kesepakatan tersebut di daftarkan tetapi hampir 90% kesepakatan dalam penyelesaian sengketa perbankan yang dibuat antara para pihak tidak didaftarkan.
Pernyataan ini juga disampaikan oleh Wahyuningsih , bahwa tidak sampai 10% Hasil dari kesepakatan melalui mediasi yang di daftarkan ke pengadilan negeri, bisa jadi karena pihak yang bersengketa telah bersedia mengganti kerugian makanya tidak perlu di daftarkan lagi, dan kebanyakan yang mendaftarkan hasil kesepakatan mediasi tersebut adalah pihak yang bersengketa yang menggunakan pengacara, setelah hasil kesepakatan mediasi di tanda-tangani maka pengacara tersebut yang mendaftarkan ke pengadilan negeri untuk di buatkan akta kesepakatan.
Menurut Tita (Mediator) , Kekuatan hukum dari akta kesepakatan mediasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tidak memiliki suatu kekuatan eksekutorial sama sekali terhadap kesepakatan tersebut, tetapi bersifat mengikat dan final, Namun bukan berarti para pihak dapat ingkar terhadap apa yang telah disepakatinya, karena ada sanksi administratif oleh Bank Indonesia apabila dilanggar oleh bank.
Terdapat berbagai definisi mengenai apa yang dimaksud dengan mediasi. Berikut ini akan digambarkan berbagai macam definisi mediasi baik menurut para ahli, lembaga mediasi maupun peraturan perundangan.
Christopher (1996), merumuskan definisi mediasi sebagai Pihak Ketiga yang dapat diterima diartikan bahwa para pihak yang bersengketa mengijinkan Pihak Ketiga untuk terlibat dan membantu para pihak untuk mencapai penyelesaian. Aksetabilitas ini tidak berarti bahwa para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenunya apa yang dikemukakan oleh pihak ketiga tersebut.
Halley (1992), mengemukakan definisi sebagai "A short term structured, task oriented,
partipatory intervention process. Disputing parties work with a netral third party, the mediator to reach a mutually acceptable agreement.'" Sedangkan Kovach, (1994), merumuskan definisi
sebagai "Facilitating negotiation. It is a process by which a neutral third party, the mediator,
assist disputing parties in reaching a mutually satisfactory resolution."
Kekuatan hukum dari akta perdamaian yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, tidak memiliki suatu kekuatan eksekutorial sama sekali terhadap kesepakatan tersebut, tetapi bersifat mengikat dan final,(Shidarta. 2000). Namun jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban telah disepakatinya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi administratif kepada para pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya tersebut,(Satrio.J.1993).
Perdamaian ini dimungkinkan untuk dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa di pengadilan dan hal ini diatur berdasarkan pada Pasal 130 HIR yang menyatakan bahwa hakim wajib mendamaikan para pihak yang bersengketa di pengadilan, dan jika perdamaian tercapai, maka dibuat akta perdamaian yang akan dijalankan sebagai putusan biasa, dimana keistimewaan dari system perdamaian ini berdasarkan Pasal 1858 KUH Perdata jo 130 HIR jo 154 RGD adalah : (a). Mempunyai kekuatan hukum tetap. (b).Tertutup upaya banding / kasasi. (c). Memiliki kekuatan eksekusi, (Situmorang 1993).
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (LN Tahun 1999 No.22) mengatur penggunaan mediasi sebagai salah satu diantara beberapa cara penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Penggunaan cara-cara konsensus atau musyawarah mufakat dalam penyelesaian sengketa konsumen tercermin dalam rumusan Pasal 47 Undang-undang No.8 Tahun 1999 yang antara lain, mengatakan : "penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya
ganti rugi dan tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali kerugian yang diderita konsumen, (Rahmadi, 2001).
KESIMPULAN DAN SARAN
Beberapa pasal sudah sesuai dengan aturan, namun ada pasal yang tidak sesuai seperti tidak di daftarkannya hasil mediasi yang berupa akta kesepakatan dimana hal tersebut membuat posisi nasabah lemah atau sangat dirugikan, lemah karena nasabah tidak dapat menuntut ke pengadilan untuk di eksekusi, dirugikan karena pihak Bank tidak memenuhi kewajibannya yaitu membayar ganti rugi kepada nasabah. Apabila hasil kesepakatan tersebut tidak didaftarkan di pengadilan negeri, maka akta ini tidak mempunyai kekuatan hukum karena jika tidak dibayar ke nasabah yang dirugikan, maka nasabah tidak dapat menuntut ke pengadilan untuk memaksakan eksekusi, karena akta tersebut tidak diregistrasi atau didaftarkan ke pengadilan. Agar lebih memperkuat kekuatan hukumnya, nasabah harus memasukkan gugatan, karena konsekuensi dari kesepakatan yang tidak didaftar hanyalah mengikat para pihak dan tidak mempunyai kekuatan hukum, maka penyelesaiannya harus memasukkan gugatan ke pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrasyid Priyatna, (2002). Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa : Suatu Pengantar (Jakarta : PT. Fikahati Aneska dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Christopher Moore, (1996). The Mediation Process : Practical Strategies For Revolving
Confict. (San Francisco : Jossey - Bassa Publisher)
Djumhana Muhammad. (2003). Hukum Perbankan Indonesia. Bandung z; PT. Citra Aditya Bakti
Fuady Munir.(1999). Hukum Perbankan Modern Bandung : Citra Aditya Bakti
Haley Nolan dan Jackquline M. (1992). Alternative Dispute Resolution (USA : West Publishing Co)
Kovach.Kimberlee K. (1994). Mediation Principle And Prantice ( St. P a u l : West Publishing Co. Kuncoro, (2002). Managemen Perbankan. Teori dan Aplikasi.
Rahmadi Takdir, (2001). "Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat". (Jakarta : PT. Raja Grafindo)
Satrio.J. (1993). Hukum Perikatan ; Perikatan yang lahir dari Undang-undang Bagian I. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Shidarta, (2000). Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta : PT.Grasindo Situmorang Victor, (1993). Perdamaian dan Perwasitan. Cet. 1 (Jakarta : Rinneke Cipta)