• Tidak ada hasil yang ditemukan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe numbered

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "penerapan model pembelajaran kooperatif tipe numbered"

Copied!
295
0
0

Teks penuh

(1)

1

HEADS TOGETHER BERBANTUAN MEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

Agni Era Hapsari [email protected] Progam Studi Pendidikan Sejarah UKSW

ABSTRACT

Implementation Of Cooperative Learning Model Numbered Heads Together Aided Interactive Media To Increase Students Activities And Learning Achievement

This study aimed to improve history learning achievement through the implementation of cooperative learning model NHT assisted interactive media. The method used in this research was a classroom action research by conducting two meetings in two cycles. The instrument used was questionnaire for the interview and questionnaire for observation of learning activities and achievement test. Data analysis techniques used was comparative descriptive method by comparing pre cycle and between cycles. The results of the study in the first cycle was the activity of 12 students or 40% in the high category, activity 9 students or 30% was in medium category and the activity of another 9 students or 30% was in lower categories. It was found that 24 students or 70% were mastery learning with average grade 62.25.

In the second cycle, the activity of 24 students or 80% was in higher category, activity of 6 students or 20% was in medium category, and 0 student or 0% in lower categories. The average of learning achievement reached 85 with 30 students mastery learning or 100%. Based on the analysis and discussion of the research, it is concluded that the implementation of cooperative learning model NHT aided interactive media can improve student achievement.

Keywords: NHT, Instructional Media, Learning Activity and Achievement

PENDAHULUAN

Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Aman, 2011: 58) menyebutkan bahwa mata pelajaran sejarah secara rinci memiliki tujuan menumbuhkan kesadaran kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.

Sejarah mengandung arti suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. Menurut Kuntowijoyo (2005: 18) sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Seorang guru memiliki peran yang sangat besar dalam mengorganisasikan kelas sebagai bagian dari proses pembelajaran dan siswa sebagai subjek yang sedang belajar. Akan tetapi pembelajaran sejarah yang kedudukannya sebagai mata pelajaran pembangun karakter dan sikap nasionalisme siswa

(2)

2

pada kedudukannya mulai dianggap kurang penting. Sering kita jumpai jika anak ditanya pelajaran apa yang paling tidak disukai jawabannya adalah sejarah, pelajaran apa yang paling membosankan adalah sejarah, guru apa yang paling tidak disukai adalah guru sejarah dan sebagainya. Maka berdasarkan fenomena tersebut dari sekian rangkaian proses pembelajaran sejarah jelas ada sesuatu yang salah, pengamatan kami terhadap proses pembelajaran sejarah pada siswa SMA, ditemukan data bahwa sebagian siswa memiliki motivasi dan kompetensi belajar yang rendah. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sejarah belum dapat berjalan secara maksimal karena dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: 1) tuntutan materi pelajaran yang cukup padat dan alokasi waktu yang terbatas, membuat guru lebih mementingkan mengejar materi, 2) proses kegiatan pembelajaran yang monoton dengan menempatkan guru sebagai sumber belajar berdampak pada kebosanan siswa dalam proses pembelajaran, 3) guru kurang memanfaatkan penggunaan media pembelajaran disebabkan mereka belum mengetahui keuntungan/manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.

Berdasarkan pada permasalahan tersebut dalam rangka untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS SMA N 1 Tuntang, maka diperlukan upaya untuk memilih dan menggunakan model, metode, dan strategi pembelajaran dengan disertai juga pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan karakter peserta didik. Adapun upaya untuk tercapainya peningkatan hasil belajar siswa tersebut adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) dalam pembelajaran Sejarah. Dalam model NHT pada proses pelaksanaan pembelajaran menitik beratkan pada adanya kemampuan berfikir dalam memecahkan suatu masalah dalam diskusi kelompok. Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren (dalam Ibrahim, 2000: 18), antara lain adalah: rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, hasil belajar lebih tinggi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar mata pelajaran sejarah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media interaktif pada siswa kelas XI IPS SMA N 1 Tuntang semester 2 tahun pelajaran 2015/2016.

KAJIAN PUSTAKA Aktivitas Belajar Siswa

Anak yang belajar selalu melakukan aktivitas. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Reber (Syah, 2004: 109) mengemukakan bahwa aktivitas adalah proses yang berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengan beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasil-hasil tertentu.

Menurut Sardiman (2011: 100) aktivitas belajar merupakan prinsip atau azas yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar. Aktivitas yang dimaksud disini bukan hanya aktivitas fisik tetapi mencakup aktivitas mental. Pada kegiatan belajar, kedua aktivitas tersebut saling berkait.

Aktivitas fisik adalah peserta didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, beriman ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang mempunyai aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya dalam rangka pembelajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal.

(3)

3 Prestasi Belajar

Nana Sudjana (2005: 5) berpendapat belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.

Prestasi belajar adalah suatu hasil usaha yang telah dicapai oleh siswa yang mengadakan suatu kegiatan belajar di sekolah dan usaha yang dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku. Hasil perubahan tersebut diwujudkan dengan nilai atau skor (Winkel, 2005: 532).

Muhibin Syah (2004: 141) menjelaskan prestasi belajar adalah setiap macam kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas yaitu hasil belajar. Menurut Lukman Ali (2005: 768) dikatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha yang telah dicapai atau yang telah dikerjakan untuk mendapatkan suatu kecakapan dan kepandaian.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud prestasi belajar adalah suatu hasil usaha yang telah dicapai oleh siswa baik penguasaan pengetahuan atau keterampilan sebagai hasil belajar yang ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi dalam penelitian dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh siswa pada mata pelajaran sejarah yang berupa angka yang diberikan oleh guru setelah melakukan tugas yang diberikan oleh guru kepada siswa.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, termasuk di dalamnya penyusunan kurikulum, mengatur materi, menentukan tujuan-tujuan pembelajaran, menentukan tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Isjoni (2010: 20) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil sehingga siswa-siswa saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif juga mengkondisikan siswa untuk aktif dan saling member dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan materi masalah dalam belajar.

Trianto (2010: 63) menyebutkan dalam model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi atau tipe model yang dapat diterapkan, salah satu diantaranya adalah tipe NHT (Numbered Heads Together). NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagen pada tahun 1993 untuk menelaah materi pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. NHT atau penomoran berpikir bersama merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

Suprijono (2011: 92) berpendapat bahwa model NHT (Numbered Heads Together) adalah model pembelajaran yang diawali dengan Numbering yaitu guru membagi kelompok dan tiap orang dalam tiap kelompok diberi nomor. Kemudian guru mengajukan beberapa pertanyaan dan pada kesempatan ini tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawabannya. Selanjutnya guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap kelompok dan mendiskusikan jawaban yang paling tepat.

NHT juga banyak sekali digunakan sebagai bahan penelitian tindakan kelas (PTK) karena NHT lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas sehingga dapat melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Terdapat empat langkah

(4)

4

yang dapat dilakukan dalam proses pembelajaran dengan teknik Numbered Heads Together adalah berikut ini:

Tabel 1. Langkah-langkah Teknik Numbered Heads Together No. Langkah-langkah Aktifitas Siswa

1. Penomoran (Numbered)

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi nomor sehingga tiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda

2. Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa dan pertanyaan ini bervariasi mulai dari yang spesifik sampai ke hal-hal yang bersifat umum 3. Berfikir Bersama

(Heads Together)

Menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut

4. Pemberian Jawaban (Answering)

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas

Beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren (dalam Ibrahim, 2000: 18), antara lain adalah: rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki kehadiran, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, hasil belajar lebih tinggi.

Sehingga berdasarkan pengertian di atas bahwa NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas sehingga dapat melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.

Media Pembelajaran

Kata media pembelajaran berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti ‘perantara’ atau pengantar (Arief S. Sadiman, dkk, 2006 : 6).

Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media.

Menurut Rohani (1997: 2) media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi.

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar (Purnamawati dan Eldarni, 2001: 4).

Penggunaan media pembelajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berfikir siswa. Taraf berfikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berfikir konkrit menuju berfikir abstrak, dimulai dari berfikir sederhana menuju ke pola berfikir kompleks. Penggunaan media erat kaitannya dengan tahapan berfikir tersebut karena melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan (Rivai, 1991: 2).

(5)

5

Ada beberapa jenis media pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses belajar mengajar.

Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain- lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam betuk model seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan OHP dan lain-lain. Keempat penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran (Rivai, 1991:5).

Asyhar (2011: 44-45) mengelompokkan jenis-jenis media pembelajaran menjadi empat, yaitu:

a. Media visual yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan, misalnya media cetak seperti buku, jurnal, peta, gambar, dan lain sebagainya.

b. Media audio adalah jenis media yang digunakan hanya mengandalkan pendengaran saja. Contohnya tape recorder, dan radio.

c. Media audio visual adalah jenis media yang dalam penggunaannya melibatkan indra pendengaran dan indra penglihatan sekaligus. Contohnya film, video, program TV, dan lain sebagainya.

d. Multimedia yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Berdasarkan beberapa jenis-jenis media pembelajaran tersebut yang akan digunakan dalam penelitian tindakan kelas dengan model kooperatif tipe NHT ini, yaitu media interaktif yang termasuk dalam multimedia. Media ini dipilih karena dengan media interaktif, anak tidak akan merasa jenuh, menarik perhatian siswa agar lebih aktif dalam proses pembelajaran serta memperjelas suatu masalah sehingga siswa akan mudah dalam memahaminya. Jadi dapat disimpulkan dengan media pembelajaran akan memudahkan dalam proses kegiatan pembelajaran sehingga tujuan dari pembelajaran dapat dicapai.

METODE

Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Arikunto (2010: 2) menyebutkan pengertian PTK dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas yaitu penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan pembelajaran berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan permasalahan dalam pembelajaran sejarah melalui model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) yang memfokuskan pada interaksi siswa dalam pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Subjek dan Seting Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA N 1 Tuntang sejumlah 30 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2015/2016.

Prosedur penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini berdasarkan pada penelitian tindakan kelas (PTK). Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi beberapa siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan antara lain: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi, (d) refleksi.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk mengumpulkan data selama proses pembelajaran peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa: (1) Pedoman wawancara, yang digunakan untuk

(6)

6

mengetahui kendala yang dihadapi siswa dan guru dalam pelaksanaan pembelajaran. (2) Lembar observasi, digunakan untuk mengukur aktivitas siswa. (3) Tes, digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, dan (4) teknik dokumentasi.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik analisis data dengan cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Deskriptif kualitatif maksudnya adalah dalam penelitian ini hanya menggambarkan objek permasalahan untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas, sehingga dapat diketahui apakah ada penyimpangan-penyimpangan atau sudah sesuai dengan teori-teori yang ada, selanjutnya dipergunakan sebagai dasar untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini. Sedangkan deskriptif kuantitatif maksudnya adalah dalam pembahasan juga diuraikan hasil yang dicapai dalam bentuk data numerik (data yang berupa angka). Adapun teknik analisis data dengan cara deskriptif kualitatif meliputi data kendala-kendala yang dihadapi siswa dan guru dalam penerapan pembelajaran Sejarah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Adapun teknik analisis data dengan cara kualitatif meliputi analisis hasil belajar siswa, analisis aktivitas siswa. Teknik analisis data terhadap permasalahan tersebut meliputi beberapa tahapan, yaitu tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan data.

Indikator keberhasilan yang dipergunakan pada penelitian ini jika keterlaksanaan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran mencapai persentase keberhasilan sebesar 80%, dan siswa dinyatakan tuntas apabila telah memperoleh nilai sesuai dengan KKM yang telah ditentukan sebesar 75, Jadi nilai hasil belajar kognitif siswa harus ≥ 75. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal dapat dikatakan tercapai apabila paling sedikit 80% siswa di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan belajar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Awal

Pembelajaran mata pelajaran Sejarah yang dilakukan di SMA N 1 Tuntang selama ini dianggap sebagai pelajaran hafalan semata, guru menganggap mudah, sehingga guru hanya berceramah di depan kelas. Dalam pembelajaran sejarah sering kali hanya gurulah yang aktif, sedangkan siswanya pasif hanya duduk mendengarkan ceramah. Pembelajaran yang demikian mengakibatkan kebanyakan siswa ada yang mengantuk, bermain sendiri, dan suka rebut sendiri.

Di samping itu aktivitas dan minat belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah juga rendah, sehingga menambah rendah pula tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

Kondisi proses pembelajaran ini berakibat aktivitas belajar siswa rendah. Hal ini ditunjukkan hasil pengamatan dari 30 siswa hanya 6 siswa atau 20% yang aktivitas tinggi, 6 siswa atau 20%

aktivitas sedang, dan 18 siswa atau 60% aktivitas rendah.

Kondisi rendahnya aktivitas siswa berdampak juga pada rendahnya prestasi belajar. Hal ini ditunjukkan dari hasil tes prestasi belajar Sejarah pada akhir materi nilai rata-rata yaitu 62,25.

Dari nilai tes prestasi belajar pra siklus menunjukkan banyak siswa yang belum tuntas. Siswa yang mendapatkan nilai lebih besar atau sama dengan KKM yaitu 75 ada 6 orang dengan ketuntasan 20%. Nialai tertinggi 80, sedangkan nilai terendah 50 dengan rentang nilai 0 – 100 dengan nilai rata-rata 62,25.

Siklus I

Aktivitas Belajar

Data tentang aktivitas belajar diambil setelah melakukan pembelajaran pada akhir siklus I, Instrumen data berupa lembar pengamatan yang terdiri dari 10 indikator. Dari data diperoleh aktivitas skor 1-3 kategori rendah, aktivitas skor 4-7 kategori sedang, aktivitas skor 8-10 kategori tinggi. Hasil pengamatan diperoleh hasil aktivitas belajar sebagai berikut : skor tinggi 12 siswa

(7)

7

atau 40%, skor sedang 9 siswa atau 30%, dan skor rendah 9 siswa atau 30%.

Prestasi Belajar

Setelah pembelajaran berlangsung selama 3 kali pertemuan maka dilakukan tes tertulis mata pelajaran Sejarah. Hasil tes prestasi belajar Sejarah diperoleh hasil sebagai berikut : nilai tertinggi 85, nilai terendah 60, nilai rata-rata 70. Masih ada 9 siswa (30%) yang mendapat nilai di bawah ketuntasan belajar minimal (KKM). Hasil analisis tes prestasi belajar Sejarah diperoleh rerata 70, nilai tertinggi 85 nilai terendah 60 ketuntasan belajar 21 siswa atau 70%.

Siklus II

Aktivitas Belajar Siswa

Data tentang aktivitas belajar diambil setelah melakukan pembelajaran pada akhir siklus II, Instrumen data berupa lembar pengamatan yang terdiri dari 10 indikator. Dari data diperoleh aktivitas skor tinggi 24 siswa atau 80%, skor sedang 6 siswa atau 20%, dan skor rendah 0 sisw a atau 0%.

Tes Prestasi Belajar

Setelah pembelajaran berlangsung selama 3 kali pada siklus II maka dilakukan tes tertulis mata pelajaran Sejarah. Hasil tes prestasi belajar Sejarah diperoleh hasil sebagai berikut : nilai tertinggi 95, nilai terendah 77, nilai rerata 85 dengan ketuntasan belajar 30 siswa atau 100%.

Komparasi Hasil Penelitian

Perbandingan hasil penelitian pra siklus, siklus I, siklus II setelah dilakukan pengamatan saat proses pembelajaran diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 2. Perbandingan Aktivitas Belajar Siswa Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II No Aktivitas

Belajar Siswa

Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2

1. Tinggi 6 siswa (20%) 12 siswa (40%) 24 siswa (80%) 2. Sedang 6 siswa (20%) 9 siswa (30%) 6 siswa (20%) 3. Rendah 18siswa (60%) 9 siswa (30%) 0 siswa (0%)

Berdasarkan data di atas pada siklus I ada kenaikan aktivitas belajar siswa yang tinggi dari 6 siswa pada pra siklus menjadi 12 siswa pada siklus I. Pada siklus II ada kenaikan aktivitas yang tinggi dari 12 siswa pada siklus I menjadi 24 siswa pada siklus II. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model NHT berbantuan media interaktif dapat meningkatkan aktivitas belajar yang tinggi dari 6 siswa pada pra siklus menjadi 24 siswa pada siklus II.

Perbandingan hasil tes prestasi belajar pra siklus, siklus I, dan siklus II setelah dilakukan ulangan pada akhir siklus diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 3. Perbandingan Prestasi Belajar Sejarah Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II No Prestasi Belajar Sejarah Pra Siklus Siklus I Siklus II

1. Nilai Tertinggi 80 85 95

2. Nilai Terendah 50 70 77

3. Nilai Rata-rata 62,25 70 85

4. Ketuntasan Belajar 20% 70% 100%

Pada tabel diatas terlihat pra siklus nilai rata-rata 62,25, pada siklus I rata-rata 70 dan siklus II rata-rata 85. Dengan demikian pembelajaran dengan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif dapat meningkatkan prestasi belajar Sejarah. Ketuntasan belajar pada

(8)

8

pra siklus 20%, pada siklus I 70%, dan siklus II 100%. Ini berarti pada siklus I ada peningkatan ketuntasan belajar 50 % yakni dari pra siklus 20% menjadi 70%. Sedangkan pada siklus II ada peningkatan ketuntasan belajar 30% yakni dari siklus I 70% menjadi 100%. Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif dapat meningkatkan ketuntasan belajar 20% dari pra siklus menjadi 100% pada siklus II.

Pembahasan

Prestasi belajar pada mata pelajaran Sejarah yang diukur melalui tes prestasi menunjukkan hasil pada pra siklus rerata 62,25 dan ketuntasan 20 %. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif ada peningkatan. Pada siklus I rerata 70 dan ketuntasan 70%. Dari hasil refleksi hasil tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan. Dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I yaitu membagi kelompok dengan susunan yang lebih merata kemampuannya dan lebih mempersiapkan seluruh bahan dan sumber belajar serta memperjelas cara penggunaan media interaktif, maka hasil tes prestasi pada siklus II rerata 85 dengan ketuntasan 100%.

Penerapan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif berdampak pada situasi kelas dan siswa. Perubahan kondisi siswa antara lain siswa aktif, berani melakukan presentasi, dan suasana pembelajaran menjadi menyenangkan. Pada siklus II proses pembelajaran menjadi lebih baik karena penerapan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif dapat meningkatkan aktivitas siswa melalui diskusi kelompok sebagaimana pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2002: 99) mengatakan teknik diskusi merupakan teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses belajar mengajar terjadi, dimana interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah dapat terjadi dan semua aktif. Sedangkan penggunaan media interaktif pembelajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran adalah berkenaan dengan taraf berfikir siswa. Taraf berfikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berfikir konkrit menuju berfikir abstrak, dimulai dari berfikir sederhana menuju kepola berfikir kompleks.

Penggunaan media erat kaitannya dengan tahapan berfikir tersebut karena melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan (Rivai, 1991: 2). Kelebihan penerapan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif dalam pembelajaran Sejarah antara lain: 1) memotivasi dan menarik keingin tahuan siswa untuk belajar Sejarah, 2) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan, dan trobosan baru dalam memecahkan masalah, dan 3) meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Dari uraian di atas maka dapat diperoleh hasil penelitian bahwa penerapan model pembelajaran NHT berbantuan media interaktif dapat meningkatkan aktivitas belajar yang kategori tinggi dari 20% atau 6 siswa pada pra siklus, menjadi 100 % atau 30 siswa pada siklus II, dan dapat meningkatkan prestasi belajar rata-rata 62,25 pada pra siklus menjadi 85 pada siklus II dengan ketuntasan belajar dari 20% atau 6 siswa pada pra siklus menjadi 100% atau 30 siswa pada siklus II.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media pembelajaran interaktif dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar pada siswa kelas XI IPS SMA N 1 Tuntang pada semester 2 tahun ajaran 2015/2016.

(9)

9 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media pembelajaran interaktif dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah. Oleh karena itu penulis menyarankan: (1) kepada para guru agar lebih dapat mengembangkan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media pembelajaran interaktif agar anak lebih termotivasi untuk belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar yang dicapai siswa, (2) pihak sekolah juga harus berperan serta dengan memberikan fasilitas yang memadai untuk berlangsungnya pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media pembelajaran interaktif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munib, dkk. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: UNNES Press.

Agus Suprijono. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Jaya.

Ahmad Rohani 1997. Media Intruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta

Ahmad Sabri. 2005. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak

Arif S. Sadiman, dkk. 2006. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas.

Yogyakarta: Aditya Media.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Isjoni. 2010. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kuntowijoyo 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka Lukman Ali. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarata: Balai Pustaka Muhibin Syah. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Muslimin, Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press

Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdikarya Purnamawati dan Eldarni. 2001. Media Pembelajaran. Jakarta: CV. Rajawali.

Rivai, dkk. 1991. Media Pengajaran. Bandung: CV. Sinar Baru

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-progresif. Jakarta: Kencana Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali

Suprijono. 2011. Suprijono, Agus. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

(10)

10

PERAN JAM BELAJAR EFEKTIF SISWA DI SEKOLAH DALAM MEMODERATORI MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Darius Imanuel W [email protected] Magister Manajemen Pendidikan, UKSW

ABSTRACT

The Role Of School Effective Learning Hours In Moderating Students Motivation To Improving Learning Achievement

Motivation is the mean or a process that can be used to affect someone in a positive way so that it can motivate a person to achieve learning outcomes. Learning hours is the time needed to do learning activities well in school. In this study, researcher was interested to know the effect of motivation on learning outcomes moderated by students’ effective hours in the school. Without motivation, the learning process will be difficult to be succesfully achieved. This quantitative research was conducted as a case study in high school science students. The study aimed to show an effective model for achieving better student learning outcomes. There were 32 high school science students who became sampled in this study. The data were collected through questionnaire and students’ test results. The result was processed and looking for the average by using SPSS. From the SPSS analysis, it was found that the learning motivation was valid and reliable with the value 0.775 and 0.795. Then, it is concludede that motivation model using students’ effective hours as a moderator can improve students’ learning outcomes in schools.

Keywords: Motivation, Effective Hours, and Student Learning Achievement

PENDAHULUAN

Motivasi dan jam efektif siswa adalah dua faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Motivasi yang positif adalah masukan-masukan yang baik bagi seseorang sehingga mendorong orang menjadi lebih semangat untuk melakukan sesuatu. Motivasi mampu mendorong orang untuk melakukan sesuatu dalam hal belajar dan dari motivasi orang dapat menentukan baik-tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga semakin besar kesuksesean belajarnya (Hamdani 2011:142). Jam efektif adalah waktu yang dipakai untuk beraktifitas atau belajar dengan maksimal. Jika waktu yang ada di sekolah di manfaatkan untuk belajar yang sungguh-sungguh maka hasil belajar siswa akan baik dan prestasi belajar siswa akan menjadi meningkat jika waktu itu benar-benar di manfaatkan.

Penelitian tentang hubungan motivasi dengan hasil belajar dan pengaruh motivasi dengan hasil belajar sudah banyak diteliti. Dari hasil penelitian yang telah di lakukan menjelaskan bahwa motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar.Dalam penelitian Rokhimah, Siti (2013) ada pengaruh yang signifikan antara motifasi belajar dengan prestasi belajar siswa. Selain itu juga penelitian dari Pekik, Wicaksono (2016)yang membuktikan bahwa ada pengaruh yang positif antara motivasi belajar dengan prestasi belaja siswa. Oleh karena itu motivasi belajar merupakan faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong

(11)

11

keadaan siswa untuk melakukan belajar sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat (Hamdani 2011:142).

Dari sekian banyak penilitian yang ada baru mencari hubungan dan pengaruh motivasi terhadap hasil belajar atau prestasi belajar siswa,. Namun penelitian tentang efektifnya metode motivasi belajar dimana jam efektif siswa di sekolah sebagai moderator dalam mencapai hasil belajar siswa, masih belum menemukan penelitian yang menyangkut efektifitas motivasi belajar dengan jam efektif siswa di sekolah sebagai moderator dalam mencapai hasil belajar siswa. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian ini dengan tujuan mau melihat manakah yang efektif apakah dengan metode motivasi belajar dimana jam efektif siswa di sekolah dijadikan sebagai moderator dalam mencapai hasil belajar siswa dibandingkan dengan metode motivasi belajar tanpa moderator terhadap hasil belajar.

KAJIAN PUSTAKA Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan proses dan hasil belajar peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan dalam mengembangkan potensi dirinya (Usman, Husaini 2013:13). Bush (2008) menyatakan bahwa manajemen pendidikan harus terpusat pada tujuan pendidikan. Tujuan ini memberikan arti penting terhadap arah manajemen. Manajemen diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu dalam waktu tertentu.

Tujuan dan manfaat manajemen pendidikan diungkapakan oleh Usman (2013) ada 8, yaitu:

(1) terwujudnya suasana belajar dan proses Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, dan Bermakna (PAKEMB); (2) terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya;

(3) Terpenuhinya salah satu dari lima kompetensi tenaga kependidikan (tertuangnya kompetensi manajerial tenaga kependidikan sebagai manajer); (4) tercapainya tujaun pendidikan secara efektif dan efisien; (5) terbekalinya tenaga kependidikan degan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer atau konsultan manajemen pendidikan); (6) teratasinya masalah mutu pendidikan karena 80% masalah mutu disebabkan oleh manajemennya; (7) terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu relevan, tidak bias jender dan SARA, dan akuntabel; (8) tercipta citra positif pendidikan.

Manajemen Sekolah

Manajemen sekolah merupakan proses atau kegiatan yang terstruktur yang dilakukan disekolah dimana kegiatan ini melibatkan stakeholder sekolah dengan tujuan agar program sekolah dapat berjalan secara efektif dan efisien (Usman, Husaini 2013)

Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.

Motivasi Belajar

Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Clayton Alderfer (dalam Nashar, 2004:42) Motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya

(12)

12

keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap serta perilaku pada individu belajar (Koeswara, 1989 ; Siagia, 1989 ; Sehein, 1991; Biggs dan Tefler, 1987 dalam Dimyati danMudjiono, 2006)Untuk peningkatan motivasi belajar menurutAbin Syamsudin M (1996) yang dapat kita lakukanadalah mengidentifikasi beberapa indikatornyadalam tahap-tahap tertentu.

Indikator motivasiantara lain: 1) Durasi kegiatan, 2) Frekuensikegiatan, 3) Presistensinya pada tujuan kegiatan,4) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalammenghadapi kegiatan dan kesulitan untuk mencapaitujuan, 5) Pengabdian dan pengorbanan untukmencapai tujuan, 6) Tingkatan aspirasi yang hendakdicapai dengan kegiatan yang dilakukan, 7) Tingkatkualifikasi prestasi, 8) Arah sikapnya terhadapsasaran kegiatan.

Jam Efektif Siswa Di Sekolah

Jam efektif siswa merupakan waktu yang dibutuhkan siswa untuk melaksanakan proses belajar yang dilakukan di kelas dengan tujuan agar siswa lebih banyak belajar dibandingkan waktu untuk bermain.

Waktu merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Waktu juga merupakan kesempatan yang digunakan untuk melakukan berbagai macam kegiatan. Adapun yang dimaksud dengan waktu belajar adalah waktu yang digunakan untuk mempelajari sesuatu, sehingga terjadi proses perubahanpadadiri seseorang yang belajar.

Jadi, waktu efektif belajar adalah waktu yang digunakan untuk mempelajari sesuatu, sehinggaterjadi perubahan pada diri seseorang yang belajar. Waktu belajar adalah waktu yang terjadinya proses belajar siswa di sekolah, baik pagi, siang, maupun sore haribergantung pada jadwal yang sudah ditetapkan oleh pihak sekolah. Oleh karenaitu, penentuan waktu belajar di sekolah yang tepatakan memberi pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.

HasilBelajar

Hasil belajar siswa di kelas menentukan prestasi siswa di sekolah. Dari hasil-hasil yang diperoleh yaitu dari ulangan harian atau tes-tes kecil yang dilakukan dikelas dapat dijadikan data kognitif siswa yang diakumulasi untuk menentukan prestasi siswa disekolah dimana akumulasi data kogitif ini ditentukan oleh guru mata pelajaran. Menurut Winarno Surakhmad (dalam buku, Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1980:25) hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa.

Dalam kelas interaksi antara guru dengan siswa merupakan proses mentransfer ilmu atau pengetahuan dari guru ke siswa dengan tujuan menambah wawasan dan intelektual siswa secara langsung. Sehingga hasil belajar siswa merupakan kemampuan siswa setelah melakukan interaksi dengan guru dikelas. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkanhasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dantindak mengajar. Oleh karena itu siswa yang mampu mendapat hasil yang baik di kelas menunjukan bahwa guru sudah mampu mentrasfer ilmu atau pengetahuannya kepada siswa dalam kondisi normal.

Dari hasil-hasil yang diperoleh siswa di kelas kemudian akan di akumulasi menjadi nilai atau indeks prestasi siswa di sekolah tersebut apakah siswa tersebut layak untuk masuk kejenjang yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, sedangkan dalam bahasa Inggris istilah prestasi atau achievement dalam Kamus Lengkap Psikologi (Kartini Kartono & Dali Gulo, 2006) didefinisikan sebagai pencapaian atau hasil yang dicapai; sesuatu yang telah dicapai; satu tingkat khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu dari kecakapan/

keahlian dalam tugas-tugas sekolah atau akademis; satu tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian dalam karya akademis yang dinilai oleh guru-guru lewat tes-tes yang dibakukan, atau lewat kombinasi kedua hal tersebut. Dalam kamus populer dinyatakan bahwa: prestasi adalah apa yang telah

(13)

13

diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia bahwa: prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dan yang telah dilakukan atau dikerjakan).

Poerwanto (2007) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “ hasil yangdicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport”. Selanjutnya Winkel (1997) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang dicapainya” Sedangkan menurut Nasution, S (1987) prestasi belajar adalah “ kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat, prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni:

kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut” Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.

Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami prosesbelajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

METODE

Penelitian ini bertujuan utuk mencari pengaruh motivasi terhadap hasil belajar dengan jam efektif siswa di sekolah sebagai moderator ini menggunakan metode penelitiankuantitatif yang dilaksanakan di kelas2 IPA SMA, sampel sebanyak 32 orang siswa dan dilakukanselama 4 bulan dari bulan Agustus sampai denganNovember 2015. Variabel independen dalampenelitian ini yaitu motivasi belajar dan jam belajar efektif siswa di sekolah. Motivasi terdapat 8indikator sebagaimana yang diungkapkan oleh AbinSyamsudin M (2007:30) kemudian disusun dalambentuk instrumen angket dengan jumlah20 soal. Sedangkan jam efektif siswa di sekolah hanya sebatas moderator.

Angket ini terlebih dahulu diuji validitas danreliabilitas sebelum dipakai di lapangan.

Sedangkanvariabel dependen yaitu nilai tes formatif matapelajaran matematika yang berasal dari data dokumentasirata-rata prestasi belajar siswa dalam pembelajaran.

Setelah itu dilakukan uji regresi linearberdasarkan hipotesis: “semakin rendah motivasi yang diberikan dan jam efektif siswa tidak ditambah maka hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematikasemakin menurun”. Atau sebaliknya “semakin tinggi motivasi yang diberikan dan jam efektif siswa ditambah maka hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematikasemakin meningkat”.

Analisis dilakukan terhadap semua data yang diperoleh dengan bantuan programSPSS Statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian

Setalah melakukan penilitian kelas dua IPA di SMA dengan jumlah siswa 32 siswadan hasil analisis terhadap hasil rata-rata angketdari total jumlah siswa menunjukan valid, reliabeldan terdistribusi normal. Kemudian di peroleh data angket dari soal motivasi yang dibagikan diperoleh rata-rata minimum 53 dan tertinggi 72, nilai rata-rata keseluruhan siswa adalah 60,31 dengan standar deviasi 5,10. Untuk jam efektif siswa yang diberikan di sekolah minimal 5 jam dan maksimumnya 10 jam, rata-rata jam efektifnya adalah 8 jam dengan standar deviasi 2,03. Sedangkan hasil matematika yang diperoleh minimum 65 dan yang memperoleh nilai tertinggi 85 dengan rata-rata keseluruhan siswa adalah 71,94, dan standar deviasi 4,62. Berikut adalah tabel deskripsi statistiknya.

(14)

14

Tabel 1 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

motivasi 32 53.00 72.00 60.3125 5.10179

jam_efektif 32 5.00 10.00 8.0000 2.03200

hasil_math 32 65.00 80.00 71.9375 4.62069

Valid N (listwise) 32

Tabel 2 Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .529a .280 .203 4.12545

a. Predictors: (Constant), M, motivasi, jam_efektif Tabel 3 ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 185.334 3 61.778 3.630 .025b

Residual 476.541 28 17.019

Total 661.875 31

a. Dependent Variable: hasil_math

b. Predictors: (Constant), M, motivasi, jam_efektif

Dari tabel model summary (Tabel 2) diperoleh nilai koefisien determinasi 0,203 artinya hasil belajar siswa dapat di pengaruhi oleh motivasi, jam efektif siswa, dan variable moderator sebesar 20,3% dan sisanya yaitu 79,7% variable lain di luar model. Pada tabel ANOVA (Tabel 3) didapat data hasil uji signifikansi uji F dimana nilai uji F adalah 3,63 dengan probabilitas 0,025 < (0,05).

Tabel 4 Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -96.709 68.779 -1.406 .171

motivasi 3.013 1.218 3.327 2.474 .020

jam_efektif 14.897 7.317 6.551 2.036 .051

M -.270 .128 -8.984 -2.109 .044

a. Dependent Variable: hasil_math

Hasil Uji model parsial (uji t) memperlihatkan bahwa motivasi memberikan nilai koefisienparameter sebesar 3,013 dengan sig 0,020. Variabel jam efektif siswa memberikan nilaikoefisien sebesar 14,89 dengan sig 0,051, sementara variabel moderator (M) memberikan nilai koefisiensebesar negative (0,270) dengan sig 0,044. Kesimpulan yang bisa diperoleh dari hasil di atas adalah Moderator terbukti signifikan dalammempengaruhi motivasi terhadap hasil belajar siswa.

Prediksi nilai negativemengindikasikan bahwa efek moderasi yang diberikan adalah negative, artinya jam efektif siswa memberi efek mengurangi pengaruh motivasi terhadap hasil belajar siswa. Tidak signifikannya koefisien jam efektif siswa (sig 0,051) menunjukkan bahwa variabel ini merupakan variabel moderator murni dan tidak bisa ditempatkan sebagai variabelindependen. Namun jika hasil menunjukkan bahwa jam efektif siswadan moderator sama-sama signifikan maka dapat disimpulkan

(15)

15

bahwa variabel jam efektif siswa adalahvariabel quasi moderator atau dapat digunakan sebagai variabel independen sekaligusvariabel moderator.

Pembahasan

Setalah membuktikan bahwa soal angket motivasi yang digunakan valid dan reliabel, peneliti langsung melakukan tahap pembagian soal-soal angket motivasi dengan jumlah 20 soal kepada 32 siswa kelas dua IPA. Kemudian diperoleh data dan peniliti melakukan analisis statistik dengan menggunakan SPSS dimana maksimum rata-rata dari siswa yang menjawab adalah 72 dan nilai rata- rata terendah adalah 53. Setelah itu masuk ketahap mencari nilai koefisien determinasi yang diperoleh dengan bantuan SPSS sebasar 0,203, atau dalam presentase sebesar 20,3%, ini menunjukan bahwa motivasi, jam efektif siswa di sekolah dan varibel moderator dengan presentase 20,3% dapat mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. Sedangkan sisanya adalah faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar tetapi di luar model penelitian dengan presentase 79,7%. Uji F menunjukan bahwa model ini signifikan dimana signifikansinya sebesar (0,025) < (0,05), artinya dapat mempengaruhi atau meningkatkan hasil belajar siswa melalui motivasi, jam efektif siswa, dan variable moderator.

Dari tabel 4 diperoleh signifikansi dari motivasi sebesar (0,020), signifikansi dari jam efektif siswa sebesar (0,051), dan signifikansi dari moderator sebesar (0,044). Kesimpulan yang bisa diperoleh dari hasil ini adalah moderator terbukti signifikan dalammempengaruhi motivasi terhadap hasil belajar siswa. Artinya motivasi punya pengaruh yang sigifikan terhadap hasil belajar siswa.

Sehingga sebagaimana yangdiungkapkan oleh Keller (dalam Nashar, 2004:77)bahwa prestasi belajar dapat dilihat dari terjadinyaperubahan hasil masukan pribadi berupa motivasidan harapan untuk berhasil. Peningkatan hasilbelajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor salahsatunya adalah motivasi untuk belajar.Hasil penelitian ini juga menginformasikanterdapat pengaruh yang signifikan antara motivasiyang menggunaka jam efektif siswa sebagai moderator terhadap hasil belajar siswa. Hal ini berartibahwa semakin tinggi motivasi yang diberikan dan jam efektif siswa ditambah maka hasil belajar siswa meningkat.Sebaliknya semakin rendah motivasi yang diberikan dan jam efektif siswa tidak ditambah maka hasil belajar siswa menurun.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat mempengaruhi hasil belajar siswa melalui variable moderator jam efektifitas siswa di sekolah, jika dilahat dari uji F nilai signifikannya sebesar 0,025 < 0,050. Selain itu jam efektifitas tidak dapat dijadikan sebagai variable independen jika dilihat dari hasil penelitian diperoleh signifikansinya 0,051 artinya jam efektif siswa di sekolah murni sebagai variable moderator murni.

Saran

Untuk guru lebih ditingkat cara memotivasi anak didik di sekolah agar siswa menjadi lebih sadar dan kemauan belajar lebih tinggi. Semoga dengan penelitian ini dapat mampu merubah mainset guru-guru yang masih menggunakan pola lama yaitu memarahi anak, tetapi dirubah dengan kalimat memotivasi anak. Tujuannya agar anak tidak patah semangat untuk belajar.Selain itu dengan program pemerintah yang menerapkan full day scholl dapat membuka wawasan pembaca khususnya orang tua bahwa dengan penambahan jam belajar anak di sekolah lebih lama maka anak lebih banyak belajar disekolah dibanding menghabiskan waktu bermain dirumah. Faktor ini juga mampu meningkatkan prestasi belajar siswa disekolah. Dengan catatan program yang dijalankan harus benar diawasi oleh guru, karena orangtua kedua siswa adalah guru selain orantua di rumah siswa.Itu saran dari penulis semoga bermanfaat bagi pembaca dan membuka wawasan pembaca sesuai harapan penulis.

(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara

Budiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian edisi ke-2. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia

Pekik, Wicaksono (2016) Pengaruh Fasilitas Belajar, Motivasi Belajar Dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X Smk Muhammadiyah Prambanan Tahun Ajaran 2011/2012. S1 Thesis, U N Y.

Rokhimah, Siti (2013). Pengaruh Perhatian Orang Tua Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa Kelas Xi Akuntansi Smk Ypkk 2 Sleman Tahun Ajaran 2012/2013. S1 Thesis, Fakultas Ekonomi UNY.

Tirtarahardja & Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Trihendradi, C. 2013.Langkah Mudah Menguasai SPSS 21. Yogyakarta: Andi Yogyakarta Usman, Husaini. 2013. Manajemen (teori, praktik, dan Riset Pendidikan).Jakarta: Bumi Aksara.

(17)

17

MANAJEMEN SARANA PRASARANA DI DAY CARE BABY’S HOME SALATIGA

Desi Kusumawati [email protected]

Program Studi PAUD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan - UKSW ABSTRACT

The Infrastructures Management In Baby's Home Day Care Salatiga

Day Care is one form of early childhood education in non formal education program that organize nurturing and social welfare of children from birth up to the age of 6 years. This study aimed to identify the suitability of existing infrastructure in Baby's Home day care with the ACT of Minister of Education and Culture No. 137 of 2014 Article 32 Paragraph 3; and to provide an overview why the planning, maintenance and inventory in Baby's Home day care were not optimal. This study was qualitative research. The subject was Baby's Home day care Salatiga. Technique of collecting data using interviews, observation and documents. Data were analyzed using Miles and Huberman Model. Data validation using triangulation technique of data. Facilities and infrastructure in Baby's Home day care which conform with ACT of Minister of Education and Culture No. 137 of 2014 Article 32 Paragraph 3 of were the area of land, space of activities inside and outside, hand washing facilities, showers and latrines, and access to health facilities. While things were not conform included the bedroom, dining room, and covered trash. The cause of the planning, maintenance and inventory of facilities and infrastructure have not optimally done because the plan was not carried out continuously, the lack of personnel to assist in the maintenance, and did not have the administrative staff specifically for inventory.

Advice can be given to Baby's Home day care is to conduct procurement planning infrastructure on sleeping room, dining room and trash. In addition, the maintenance to existing infrastructure must be made as well as the inventory of infrastructure in order to facilitate the planning purchasing.

Keywords: Management, Facilities, Day Care, Early Childhood

PENDAHULUAN

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar (2016) mengungkapkan, peningkatan kualitas PAUD sudah menjadi komitmen dunia. Keikutsertaan anak-anak pada program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia meningkat pesat di tingkat Asia dan dunia., yakni pada tahun 2015 mencapai 70,1 persen. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa jumlah lembaga PAUD yang ada yaitu Taman Kanak-Kanak (TK), Kelompok Bermain (KB), Day Care dan lembaga PAUD Sejenis Lainnya sudah semakin banyak. Day Care merupakan salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun (Direktorat Pembinaan PAUD Kementerian Pendidikan Nasional, 2011).

Day Care menurut Direktorat Pembinaan PAUD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2015) terbagi menjadi dua jenis yaitu berdasarkan waktu layanan dan tempat penyelenggaraan day

(18)

18

temporer. Sedangkan day care yang berdasarkan tempat penyelenggaraan terdiri dari day care perumahan, day care pasar, day care pusat pertokoan, day care rumah sakit, day care perkebunan, day care perkantoran, day care pantai, day care pabrik, day care mall. Day Care Baby’s Home Salatiga termasuk dalam jenis day care full day, karena day care ini diselenggarakan satu hari penuh dari jam 07.00 sampai jam 17.00 untuk melayani peserta didik yang dititipkan baik yang dititipkan sewaktu-waktu maupun dititipkan rutin/setiap hari.

Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, social, emosional dan kejiwaan peserta didik (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 45 Ayat 1). Day care perlu menyediakan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan perlengkapan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan kegiatan pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini (Permendikbud 137 Tahun 2014 Pasal 31).

Sarana dan prasarana yang ada di sebuah day care perlu dikelola dengan baik. Manajemen sarana prasarana bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalannya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan, inventarisasi, penghapusan serta penataan. (Slameto, 2009).

Baby’s Home sebagai salah satu day care yang ada di Salatiga memiliki sarana dan prasarana sebagai penunjang keberlangsungan day care. Sarana dan prasarana yang ada di day care Baby’s Home berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa pengadaannya tidak melihat pedoman dari Permendikbud 137 Tahun 2014 Pasal 32 Ayat 3, sehingga sesuai atau tidaknya pemilik tidak mengetahuinya. Perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan, inventaris, penghapusan merupakan bagian dari manajemen sarana prasarana yang perlu didayagunakan secara efektif dan efisien (Bafadal, 2010). Hasil wawancara di day care Baby’s Home diperoleh informasi bahwa pembelian barang kadang-kadang dibuat perencanaan dan untuk pemeliharaan dan inventaris pelaksanannya belum maksimal.

Penelitian ini bertujuan: untuk mengidentifikasi kesesuaian sarana prasarana yang ada di day care Baby’s Home dengan Permendikbud 137 Tahun 2014 Pasal 32 Ayat 3; dan untuk memberikan gambaran penyebab belum maksimalnya perencanaan, pemeliharaan dan inventaris yang ada di day care Baby’s Home. Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi pemilik day care Baby’s Home dalam mengelola sarana dan prasarana yang ada.

KAJIAN PUSTAKA Day Care

Day Care/ Taman Penitipan Anak (TPA) mampu menjawab kebingungan pasangan suami istri yang kedua-duanya bekerja. Manfaat yang akan didapatkan oleh pasangan suami istri yang menitipkan anaknya di day care antara lain anak akan belajar bersosialisasi dengan teman-temannya, anak akan mendapatkan pengetahuan, wawasan serta keterampilan yang bisa meningkatkan kemampuan anak. Salah satu indikator keberhasilan day care adalah adanya sarana dan prasarana yang memadai.

Tujuan diselenggarakannya day care menurut Direktorat Pembinaan PAUD (2011) adalah memberikan layanan kepada anak usia 0-6 tahun yang terpaksa ditinggal orang tua karena pekerjaannya atau halangan lainnya, memberikan layanan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya.

(19)

19 Manajemen Sarana Prasarana di Day Care

Fasilitas atau sarana dapat diartikan segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan usaha ini dapat berupa benda maupun uang. Fasilitas atau sarana dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: fasilitas fisik dan fasilitas uang. Fasilitas fisik yakni segala sesuatu yang berupa benda atau fisik yang dapat dibendakan, yang mempunyai peranan untuk memudahkan dan melancarkan suatu usaha. Sedangkan fasilitas uang yakni segala sesuatu yang bersifat mempermudah suatu kegiatan sebagai akibat bekerjanya nilai uang (Arikunto & Yuliana, 2012).

Bagian yang erat kaitannya dengan sarana pendidikan adalah prasarana pendidikan. Prasarana pendidikan menurut Susilo (2008) adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran. Sedangkan Arikunto (1987) mengatakan prasarana pendidikan, yaitu segala sesuatu yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses pembelajaran antara lain bangunan sekolah, ruang kelas, ruang perpustakaan, lapangan, kebun sekolah, dan lain-lain. Prasarana pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi dua macam menurut Prihatin (2011) yaitu: 1) Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktek keterampilan, ruang laboratorium; dan 2) Prasarana pendidikan yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang kantor, kantor sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha, kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah dan tempat parkir kendaraan

Manajemen sarana sering disebut dengan manajemen materiil, yaitu segenap proses penataan yang bersangkut-paut dengan pengadaan. Sarana pendidikan merupakan sarana penunjang bagi proses belajar mengajar. Manajemen sarana prasarana menurut Bafadal (2010) adalah suatu proses kerjasama pendayagunaan semua perlengkapan pendidikan secara efektif dan efisien meliputi perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan, pemeliharaan, inventaris, penghapusan. Sedangkan Hartani (2011), memberikan definisi manajemen sarana dan prasarana pendidikan sebagai suatu aktivitas menyeluruh yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusbukuan berbagai properti pendidikan yang dimiliki oleh suatu institusi pendidikan.

Suryosubroto (2004) mengatakan manajemen sarana dan prasarana dibagi menjadi lima hal, yaitu: (a) penentuan kebutuhan; (b) proses pengadaan; (c) pemakaian; (d) pengurusan dan pencatatan;

dan (e) pertanggungjawaban. Penentuan kebutuhan sarana dan prasarana merupakan bagian dari perencanaan. Untuk merencanakan kebutuhan, Arikunto (2012) mengatakan perlu melalui tahap-tahap tertentu yaitu: 1) mengadakan analisis kebutuhan, dari analisis ini dapat didaftar alat-alat/media apa yang dibutuhkan oleh guru; 2) apabila kebutuhan yang diajukan oleh guru ternyata melampaui kemampuan daya beli atau daya pembuatan, maka harus diadakan seleksi menurut skala prioritas terhadap alat-alat yang mendesak pengadaannya. Kebutuhan lain dapat dipenuhi pada kesempatan lain; 3) mengadakan inventarisasi terhadap alat/media yang telah ada; 4) mengadakan seleksi terhadap alat/media yang dapat dimanfaatkan baik dengan reparasi atau modifikasi maupun tidak; 5) mencari dana (bila belum ada); 6) menunjuk seseorang untuk melaksanakan pengadaan alat.

Pengaturan dan penggunaan sarana merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan karena dilaksanakan silih berganti. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah inventaris dan pencatatan ke dalam buku daftar inventaris. Perlu juga menyediakan tempat penyimpanan untuk barang-barang, yang mana kadangkala hal ini sering dilupakan sehingga ketika barang datang kebingungan untuk menyimpannya.

Barang-barang yang ada di day care harus dijaga benar keberadaannya agar tidak lekas rusak.

Beberapa jenis barang mungkin begitu rusak satu kali sudah tidak dapat diperbaiki lagi, tetapi ada beberapa jenis barang yang masih bisa direparasi. Mungkin juga barang tersebut dapat digunakan akan tetapi satu atau dua kali kemudian rusak dan harus diperbaiki lagi. Dalam penghitungan biaya, kerugian yang ditimbulkan karena kerusakan harus diperhitungkan sebagaimana harga. Bila kerugian memperbaiki barang jauh lebih besar maka barang tersebut sebaiknya disingkirkan.

(20)

20

adalah mencegah kerugian yang jauh lebih besar, meringankan beban kerja inventarisasi karena banyaknya barang-barang yang tinggal menyusut, membebaskan barang-barang dari tanggung jawab satuan organisasi atau lembaga yang mengurusnya. Penghapusan atau penyingkiran barang dapat melalui tahap-tahap seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2012) yaitu: (1) pemilihan barang yang dilakukan tiap tahun bersamaan dengan waktu memperkirakan kebutuhan; (2) memperhitungkan factor-faktor penyingkiran dan penghapusan ditinjau dari segi nilai uang; (3) membuat perencanaan;

(4) membuat surat pemberitahuan kepada yang akan diadakan penyingkiran dengan menyebutkan barang-barang yang akan disingkirkan; (5) melaksanakan penyingkiran dengan cara: mengadakan lelang, menghibahkan kepada Badan orang lain, membakar, penyingkiran disaksikan oleh atasan, membuat berita acara tentang pelaksanaan penyingkiran.

Prinsip pengadaan sarana prasarana menurut Permendikbud 137 Tahun 2014 Pasal 31 Ayat 3 yaitu: a) aman, bersih, sehat, nyaman, dan indah; 2) sesuai dengan tingkat perkembangan anak; 3) memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar, dan benda lainnya yang layak pakai serta tidak membahayakan kesehatan anak. Persyaratan sarana prasarana day care menurut Permendikbud 137 Tahun 2014 Pasal 32 Ayat 3 meliputi: a) Memiliki jumlah ruang dan luas lahan disesuaikan dengan jumlah anak, luas minimal 3 m2 per anak; b) Memiliki ruangan untuk melakukan aktivitas anak di dalam dan luar; c) Memiliki fasilitas cuci tangan dengan air bersih; d) Memiliki kamar mandi/ jamban dengan air bersih yang cukup, aman dan sehat bagi anak serta mudah bagi melakukan pengawasan; e) Memiliki fasilitas permainan di dalam dan di luar ruangan yang aman dan sehat; f) Memiliki tempat sampah yang tertutup dan tidak tercemar; g) Memiliki akses dengan fasilitas layanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun puskesmas; dan h) PAUD kelompok usia lahir 2 tahun, memiliki ruang pemberian ASI yang nyaman dan sehat.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah Day Care Baby’s Home Salatiga. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumen.

Teknik analisis data menggunakan analisis model interaktif Model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2012). Pengujian kredibilitas menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data (Sugiyono, 2012). Aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Adapun rincian bentuk analisis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data-data yang diperoleh dari lapangan dicatat dalam bentuk deskriptif naratif, yaitu uraian data yang diperoleh di day care Baby’s Home apa adanya tanpa ada komentar peneliti tentang rangkaian manajemen sarana dan prasarana dalam bentuk catatan-catatan kecil dan transkrip wawancara.

2. Penyajian Data

Pada tahap ini disajikan data hasil temuan di lapangan dalam bentuk naratif, yaitu uraian tertulis tentang proses dan aktivitas manajemen sarana dan prasarana di day care Baby’s Home 3. Penarikan simpulan / verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan upaya mencari makna dari komponen- komponen data yang disajikan dengan mencermati pola-pola, keteraturan, penjelasan konfigurasi dan hubungan sebab akibat. Dalam melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi tentang proses dan aktifitas manajemen sarana dan prasarana di day care Baby’s Home, selalu dilakukan peninjauan terhadap penyajian data dan catatan di lapangan melalui triangulasi teknik

HASIL DAN PEMBAHASAN

(21)

21

Penelitian ini dilaksanakan di day care Baby’s Home Salatiga. Jumlah anak asuhnya ada tujuh anak. Berdasarkan dokumen dan observasi diperoleh data seperti yang terdapat dalam tabel 1.

Tabel 1. Kondisi Ruangan No Jenis Ruang Tidak

Ada

Ada Kondisi

Baik Rusak Ringan Rusak Berat

1. Ruang Tidur  

2. Ruang Makan  

3. Ruang Tamu  

4. Ruang Administrasi

 

5. Kamar Mandi  

6. Ruang Aktivitas Indoor

  7. Ruang Aktivitas

Outdoor

 

8. Ruang Laktasi  

9. Ruang Dapur  

Seluruh ruangan seperti yang terdapat dalam tabel 1 tersedia di day care Baby’s Home kecuali ruang laktasi dan berada dalam kondisi baik. Data wawancara dengan pengasuh diperoleh informasi bahwa “ketidaksediaannya ruang laktasi dikarenakan usia minimal anak asuh yang bisa dititipkan di day care Baby’s Home ialah dua tahun. Pengasuh mengatakan biasanya usia dua tahun itu anak sudah tidak lagi minum ASI sehingga ruang laktasi tidak disediakan”. Pernyataan pengasuh sinkron dengan dokumen berupa data usia anak asuh yang ada di day care Baby’s Home.

Perencanaan dan analisis kebutuhan sarana dan prasarana di day care Baby’s Home dilakukan kadang-kadang (tidak ditentukan waktunya). Informasi tersebut diperoleh dari wawancara dengan pengasuh bahwa “kadang-kadnag pengasuh bersama pengelola mengobservasi sarana dan prasarana apa yang perlu dibeli”. Pengelolaan sarana dan prasarana dilakukan langsung oleh pemilik day care Baby’s Home Salatiga. Pelaksanaan analisis kebutuhan melibatkan pengasuh. Hasil wawancara dengan pengelola didapatkan informasi bahwa pelibatan pengasuh itu sangat penting buat saya, karena pengasuh yang bisa melihat perkembangan anak. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil wawancara dengan pengasuh “sarana yang memadai membantu perkembangan anak, sehingga pengasuh membutuhkan sarana untuk menstimulasi perkembangan anak”.

Hasil dari analisis kebutuhan yang dilakukan oleh pemilik day care Baby’s Home dan pengasuh sangatlah beragam dan jumlahnya cukup banyak. Namun tidak semua kebutuhan bisa dipenuhi karena melihat anggaran yang dimiliki day care Baby’s Home tidak hanya digunakan untuk pengadaan sarana saja melainkan untuk keseluruhan kegiatan di day care Baby’s Home. Keterbatasan anggaran dan besarnya jumlah kebutuhan terkadang tidak selalu sebanding sehingga perlu adanya penentuan skala prioritas dalam memilih kebutuhan mana saja yang akan diadakan oleh day care Baby’s Home. Skala prioritas ini ditentukan oleh pengelola atau pemilik. Hasil wawancara dengan pengasuh memberikan gambaran bahwa kebutuhan utama untuk tahun ini adalah bangunan baru untuk day care Baby’s Home, mengingat bangunan yang saat ini ditempati akan digunakan oleh pemilik sebagai tempat pembuatan es lilin dan warung makan.

Proses pengadaan sarana dan prasarana dilakukan langsung oleh pengelola day care Baby’s Home. Proses pengadaan sarana sebagian besar dilakukan dengan cara membeli. Pembelian tersebut

(22)

22

asuh yang dititipkan (orang tua). Hal tersebut senada dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh pengelola bahwa, “Dana untuk pengadaan sarana diperoleh dari orang tua anak asuh”.

Kesesuaian persyaratan sarana dan prasarana yang ada di day care Baby’s Home Salatiga menurut Permendikbud 137 Tahun 2014 Pasal 32 Ayat 3 dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan Sarana dan Prasarana

No. Persyaratan Sarana dan Prasarana Sesuai Tidak Sesuai 1. Memiliki jumlah ruang dan luas lahan

disesuaikan dengan jumlah anak, luas minimal 3 m2 per anak

2. Memiliki ruangan untuk melakukan aktivitas anak di dalam dan luar

 3. Memiliki fasilitas cuci tangan dengan air

bersih

 4. Memiliki kamar mandi dengan air bersih

yang cukup, aman dan sehat bagi anak serta mudah melakukan pengawasannya

5. Memiliki jamban dengan air bersih yang cukup, aman dan seha

Gambar

Tabel 2. Perbandingan Aktivitas Belajar Siswa Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II  No  Aktivitas
Tabel 3.  Perbandingan Prestasi Belajar Sejarah Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II  No  Prestasi Belajar Sejarah  Pra Siklus  Siklus I  Siklus II
Tabel 4 Coefficients a
Tabel 2. Persyaratan Sarana dan Prasarana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengalaman guru yang mengajar mata pelajaran IPA kelas V SDN Zeu Christian College ditemukan beberapa permasalahan yang menyebabkan belum tercapainya

a. Siswa ikut serta dalam mengerjakan tugas belajarnya. Siswa memiliki keterlibatan dalam pemecahan masalah. Siswa bertanya tentang materi yang belum dipahami baik kepada guru

Aktivitas belajar sebagian mahasiswa belum cukup baik, hal ini terlihat dari respon mahasiswa dalam penerimaan materi, mahasiswa belum sepenuhnya konsentrasi dalam

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk meningkatkan hasil belajar sejarah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

Pada pertemuan kedua di siklus II guru lebih menekankan lagi tentang pemberian materi pelajaran dan memberikan bimbingan kepada siswa yang masih belum memahami

Berdasarkan pengalaman guru yang mengajar mata pelajaran IPA kelas V SDN Zeu Christian College ditemukan beberapa permasalahan yang menyebabkan belum tercapainya

Salah satu cara untuk memecahkan masalah tersebut yaitu dengan menggunakan model yang sesuai dengan materi pelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a

Kegiatan Keterangan 1 Diskusi dengan teman sejawat dan membuat RPP 29 Januari 2018 2 Pelaksanaan siklus ke satu mata pelajaran IPS 5 Februari 2018 3 Materi pembelajaran