Tjokrominoto dalam Suryono (2010) menyimpulkan beberapa pengertian pembangunan dalam sudut pandang diakronis (pembangunan menurut tahapan pertumbuhan dan jangka waktu yang tidak jelas landasannya), yaitu (1) pembangunan sebagai proses perubahan sosial menuju tatanan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik; 2) pembangunan sebagai upaya manusia yang sadar, terencana, dan terlembaga; (3) pembangunan sebagai proses sosial yang bebas nilai; 4) pembangunan memperoleh ciri dan konsep transendental, sebagai fenomena metadisipliner, bahkan berbentuk ideologi; (5) pembangunan sebagai konsep yang sarat nilai menyangkut proses semakin tercapainya nilai-nilai yang dianut suatu bangsa; (6) pembangunan menjadi spesifik budaya, spesifik situasi, dan spesifik waktu. Oleh karena itu, pendekatan ini menekankan pentingnya pemerataan hasil pertumbuhan ekonomi. Jika indeks ini dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, terdapat ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan penduduk di negara berkembang;
Pendekatan ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan yang dicapai saat ini tidak ada artinya jika mengorbankan lingkungan hidup.
Teori Modernisasi
Rostow: Tahapan Pembangunan
Secara historis, teori ketergantungan lahir dari ketidakmampuan teori modernisasi dalam menghidupkan kembali perekonomian negara-negara terbelakang, khususnya negara-negara di Amerika Latin. Secara teoritis, teori modernisasi melihat kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara dunia ketiga terjadi karena faktor internal negara tersebut. Teori ketergantungan, berbeda dengan teori modernisasi, menekankan aspek keterbelakangan sebagai produk pola hubungan ketergantungan.
Teori modernisasi mendominasi proyek-proyek pembangunan besar hingga akhir tahun 1980-an, dan ketika pembangunan menemui jalan buntu, teori tersebut dianggap gagal.
Teori Dependensi
Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara dunia ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal negara tersebut, namun lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa campur tangan dan dominasi negara-negara maju dalam pembangunan negara-negara dunia ketiga. Dinamika yang muncul di negara-negara marginal pra-kapitalis mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lain. Teori ketergantungan klasik menggunakan istilah ketergantungan sebagai landasan teori yang digunakan untuk menjelaskan bentuk dan pola keterbelakangan di negara-negara dunia ketiga akibat sentuhan kapitalisme yang dilakukan negara-negara maju.
Sedangkan jika hal negatif terjadi di negara berkembang, belum tentu negara maju akan terkena dampaknya. Dos Santos dalam Budiman (2000) menyebutkan tiga ketergantungan pada negara-negara Dunia Ketiga akibat ekspansi modal dan pasar yang dilakukan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang. Kemampuan melakukan intervensi ini terjadi karena kuatnya pengaruh investor dari negara-negara maju untuk melindungi investasinya di negara-negara terbelakang.
Investor dan birokrat dari negara maju mampu mendikte kebijakan negara berkembang sehingga kebijakan yang dikeluarkan hanya untuk melindungi kepentingan investasi di negara dunia ketiga. Frank membantah bahwa tradisionalisme dan feodalisme dianggap sebagai penyebab utama kegagalan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Di satu sisi, aliran surplus ekonomi dari negara-negara dunia ketiga menyebabkan keterbelakangan, yang merupakan faktor pendorong laju pembangunan di negara-negara maju;
Pembangunan yang terjadi di negara-negara dunia ketiga akan terus berlanjut, meskipun lebih lambat dibandingkan pembangunan yang terjadi di negara-negara maju. Keterbelakangan yang terjadi di negara-negara periferal disebabkan karena perekonomian negara-negara tersebut kurang mampu berintegrasi dengan kapitalisme.
Teori Pasca-Ketergantungan
Dengan menggunakan kerangka neo-Marxis, teori sistem dunia mempelajari pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Penekanan teori sistem dunia adalah bahwa negara mana pun di dunia dapat naik atau turun kelasnya. Teori ketergantungan menggunakan metode sejarah struktural yang mempelajari naik turunnya suatu negara, sedangkan teori sistem dunia menggunakan dinamika sejarah global sistem dunia;
Teori ketergantungan menggunakan negara periferal sebagai arena kajiannya, sedangkan teori sistem dunia tidak hanya menggunakan negara periferal, namun juga negara semi periferi, negara sentral, dan sistem ekonomi dunia sebagai arena kajiannya; Teori sistem dunia tidak setuju dengan pendekatan ketergantungan yang membagi negara menjadi dua jenis saja, yaitu negara sentral dan negara periferal. Teori sistem dunia membagi tiga kelompok negara, yaitu negara sentral, negara semi periferi, dan negara periferal.
Alasan sederhananya adalah banyak negara yang tidak masuk dalam kedua kategori tersebut, sehingga teori sistem dunia menawarkan konsep pembagian dunia menjadi tiga kelompok negara (Jamaludin, 2016). Alasan mengapa sistem ekonomi kapitalis dunia memerlukan kategori negara semi periferi adalah karena memerlukan perangkat politik untuk mengatasi keruntuhan sistem dunia dan sarana pengembangan modal industri dari negara inti. Teori sistem dunia merupakan perspektif makrososiologis yang berupaya menjelaskan dinamika perekonomian dunia kapitalis sebagai suatu sistem keseluruhan.
Pembahasan mengenai negara-negara pusat dan pinggiran sebagai struktur dunia semakin menguat seiring dengan bangkitnya teori sistem dunia. Namun kritik terhadap teori sistem dunia adalah teori ini terlalu memperhatikan dinamika eksternal dan mengabaikan dinamika internal suatu negara.
Praktik Pembangunan Kontempoter
Penyusunan peta jalan percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia untuk dijadikan acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi berbagai program dan kegiatan terkait percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium; kota, menyiapkan langkah-langkah penyusunan RAD Sasaran Pembangunan Milenium provinsi, dan melaksanakan latihan penyusunan rancangan RAD untuk mempercepat pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium di provinsi, termasuk penyusunan tujuan, sasaran, dan indikator; Penjabaran kerangka kebijakan pembiayaan untuk mempercepat pencapaian MDGs melalui kemitraan publik-swasta (KPS) untuk mendorong sektor swasta bermitra dengan pemerintah dalam upaya percepatan pencapaian MDGs;
Pelaksanaan sosialisasi dan advokasi percepatan pencapaian MDGs kepada seluruh pemangku kepentingan antara lain DPR, organisasi profesi, perguruan tinggi, media massa, lembaga swadaya masyarakat, kementerian/lembaga di pusat dan SKPD; Munculnya konsep pembangunan berkelanjutan salah satunya disebabkan oleh kepedulian terhadap lingkungan hidup, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui namun terus menerus dieksploitasi. Pembangunan yang dilakukan saat ini hendaknya memperhatikan lingkungan hidup dengan tidak menyia-nyiakan sumber daya alam dan tetap memperhatikan generasi yang akan datang.
Kehidupan bawah laut, melestarikan dan memelihara kelestarian laut dan sumber daya hayati laut untuk pembangunan berkelanjutan; Menjamin kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup serta pencegahan gangguan ekosistem untuk menjamin kualitas hidup yang baik bagi generasi mendatang; Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam hanya untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemanfaatan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan antar generasi;
Mempertahankan manfaat pengembangan atau pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang memberikan manfaat antar generasi dalam jangka panjang atau berkelanjutan; Untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan, perlu untuk menjaga keanekaragaman budaya, yang akan mendorong perlakuan yang sama terhadap tradisi sosial yang berbeda.
Pembangunan Dalam Prespektif Islam
Dalam konteks pembangunan, masyarakat harus sadar bahwa segala sumber daya yang ada adalah milik Tuhan, sehingga penggunaannya tidak hanya untuk pemenuhan kepentingan pribadi. Sebagai wakil dari semua sumber daya yang dipercayakan kepada mereka, orang-orang beriman harus memenuhi tanggung jawab mereka sebagai teladan yang baik bagi orang lain. Menurut pandangan Islam, sumber daya manusia yang berkualitas tidak hanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, namun juga memiliki keimanan, ketakwaan, dan akhlak yang mulia.
Ciri-ciri sumber daya manusia berkualitas yang menjadi modal utama pembangunan dalam perspektif Islam adalah sumber daya manusia yang bekerja dengan akhlak mulia; sumber daya manusia yang cerdas, pekerja keras, dan inovatif; sumber daya manusia yang ramah terhadap alam; dan sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa (Azizy, 2004). Sumber Daya Manusia yang bekerja dengan akhlak yang mulia Manusia adalah makhluk yang gemar membangun, karena secara alamiah ia dikaruniai akal, panca indera, dan hati. Orang yang mempunyai kelebihan tertentu tidak akan berarti bagi perkembangan apabila kemampuannya tidak dibarengi dengan akhlak yang luhur.
Sumber daya manusia adalah manusia yang cerdas, pekerja keras, dan inovatif. Sumber daya manusia yang ramah lingkungan mempunyai kebutuhan dan keinginan yang pada hakikatnya bersifat alamiah (sunnatullah) dan perlu dilakukan upaya untuk memenuhinya. Inilah ciri-ciri manusia yang benar keyakinannya, yang menjadi penopang utama pembangunan; (2) sungguh-sungguh berkomitmen mendukung ibadah kepada Sang Pencipta.
Ini merupakan ciri manusia yang beriman dan bertakwa, yang bertanggung jawab untuk dirinya dan untuk tugasnya, sesuai dengan amanah yang diemban. Manusia diberi anugerah berupa ilmu pengetahuan untuk mengelola sumber daya yang telah Allah limpahkan guna memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, orang lain, serta seluruh mahluk.
Pemberdayaan Masyarakat
Agen pemberdayaan masyarakat harus memegang prinsip yang menjadi acuan dalam pemberdayaan masyarakat sehingga kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan target yang telah di tetapkan. Pemberdayaan masyarakat ditargetkan dapat mengangkat kehidupan masyarakat sebagai kelompok sasaran sehingga menjadi lebih sejahtera, berdaya, atau mempunyai kekuatan dalam memenuhi kebutuhan hidup utama, dan pada akhirnya menciptakan kemandirian masyarakat. Beberapa metode yang digunakan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yakni metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dan metode Partisipasi Assesment dan Rencana (Hamid, 2018).
Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui tiga tingkatan atau dimensi pemberdayaan (setting pemberdayaan), yaitu tingkat mikro, tingkat mezzo, dan tingkat makro (Soeharto, 2010). Suharto (2010) menyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan 5P, yaitu mengaktifkan, memperkuat, melindungi, mendukung dan melestarikan. Proses pemberdayaan masyarakat melibatkan dua kecenderungan: pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar menjadi lebih kuat (survival of the fittest), dan yang melibatkan upaya membangun aset.
PME dilakukan secara mendalam pada seluruh tahapan pemberdayaan masyarakat agar prosesnya dapat berjalan sesuai tujuan. Kegiatan ini merupakan upaya mengkomunikasikan rencana kegiatan pemberdayaan masyarakat yang akan dilakukan di daerah tersebut. Hal ini untuk memperoleh dan menjaga legitimasi dan keberlanjutan kebijakan yang sejalan dengan kepentingan pemberdayaan masyarakat.
Politisasi harus dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (1) penanaman kader perubahan yang berkomitmen mendukung pemberdayaan masyarakat, di jajaran birokrasi, politik, bisnis, dan lain-lain; (2) melakukan tekanan melalui media massa, forum ilmiah, serta upaya pembentukan kelompok penekan; (3) melakukan tindakan nyata melalui kelompok kecil yang menunjukkan manfaat pemberian pemberdayaan masyarakat. Tim/agen/aparat pendamping pemberdayaan merupakan instrumen yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat.
Daftar Pustaka
Biodata Penulis