PENGANTAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI (TEORI, METODE DAN PRAKTIK)
Tim Penulis:
Farid Wajdi, Suanto, Kasmanto Rinaldi, Deli Bunga Saravistha, Lili Halimah, Arnie Fajar, Arlis Prayugo, Restu Widyo Sasongko, Wahyu Ramadhani,
Ismail Marzuki, Herdi Wisman Jaya, Ichwani Siti Utami, Jajang Hendar Hendrawan.
Desain Cover:
Septian Maulana
Sumber Ilustrasi:
www.freepik.com
Tata Letak:
Handarini Rohana Neneng Sri Wahyuni
Editor:
Farid Wajdi
Proofreading:
Evi Damayanti
ISBN:
978-623-500-227-9
Cetakan Pertama:
Juni, 2024
Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang by Penerbit Widina Media Utama
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
PENERBIT:
WIDINA MEDIA UTAMA
Komplek Puri Melia Asri Blok C3 No. 17 Desa Bojong Emas Kec. Solokan Jeruk Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat
Anggota IKAPI No. 360/JBA/2020 Website: www.penerbitwidina.com
Instagram: @penerbitwidina Telepon (022) 87355370
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga buku ini, "Pengantar Pendidikan Antikorupsi (Teori, Metode, dan Praktik)", dapat diselesaikan dan diterbitkan. Buku ini disusun dengan tujuan memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai pendidikan antikorupsi, mulai dari konsep dasar hingga penerapan praktis di berbagai bidang.
Pembahasan di dalam buku ini mencakup berbagai aspek penting yang terkait dengan pendidikan antikorupsi. Bab pertama memaparkan ruang lingkup pendidikan antikorupsi, memberikan gambaran umum mengenai apa yang dimaksud dengan pendidikan antikorupsi dan mengapa hal ini penting. Selanjutnya, buku ini membahas konsep dasar pendidikan antikorupsi, di mana berbagai definisi dan terminologi penting diuraikan secara mendetail.
Bab selanjutnya mengupas teori-teori korupsi yang menjadi landasan pemahaman mengenai fenomena korupsi itu sendiri. Kerangka hukum pendidikan antikorupsi juga dibahas, memberikan panduan mengenai regulasi dan undang-undang yang mendukung upaya pendidikan antikorupsi. Kami juga menyoroti pendekatan psikologis dalam pendidikan antikorupsi, yang menekankan pentingnya pemahaman psikologi dalam membentuk perilaku antikorupsi.
Metode pembelajaran dalam pendidikan antikorupsi menjadi fokus di bab berikutnya, di mana berbagai strategi dan teknik pembelajaran dijelaskan untuk membantu pendidik menyampaikan materi antikorupsi secara efektif. Kurikulum pendidikan antikorupsi dibahas dengan mendalam, memberikan panduan bagi institusi pendidikan dalam merancang program yang relevan dan komprehensif.
Evaluasi dan penilaian dalam pendidikan antikorupsi juga menjadi topik yang tidak kalah pentingnya. Di sini, kami menjelaskan berbagai metode untuk menilai efektivitas program pendidikan antikorupsi. Peran pemerintah dan sektor swasta dalam pendidikan antikorupsi diulas untuk memberikan gambaran tentang kolaborasi yang dibutuhkan antara berbagai pihak dalam memberantas korupsi.
KATA PENGANTAR
Buku ini juga mengangkat pendidikan antikorupsi dalam konteks internasional, menunjukkan bagaimana negara-negara lain menangani masalah ini dan apa yang bisa kita pelajari dari mereka. Tantangan dan hambatan dalam pendidikan antikorupsi diidentifikasi, serta solusi untuk mengatasinya.
Kami berharap buku ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi para akademisi, praktisi, dan semua pihak yang peduli dengan upaya pemberantasan korupsi melalui pendidikan. Kami juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini, baik dalam bentuk dukungan moral maupun materiil.
Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan antikorupsi, serta mendorong lahirnya generasi yang memiliki integritas tinggi dan berkomitmen untuk melawan korupsi.
Juni, 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ··· iii
DAFTAR ISI ··· v
BAB 1 RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 1
A. Definisi Korupsi ··· 2
B. Konsep Pendidikan Antikorupsi ··· 3
C. Ruang Lingkup Pendidikan Antikorupsi ··· 4
D. Strategi Implementasi Pendidikan Antikorupsi ··· 5
E. Tantangan Dalam Implementasi Pendidikan Antikorupsi ··· 6
F. Studi Kasus Pendidikan Antikorupsi ··· 7
G. Rangkuman Materi ··· 8
BAB 2 KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 11
A. Pendahuluan ··· 12
B. Konsep Dasar Pendidikan Antikorupsi ··· 13
C. Pendidikan Antikorupsi di Lembaga Pendidikan ··· 20
D. Pendidikan Antikorupsi di Masyarakat ··· 26
E. Rangkuman Materi ··· 29
BAB 3 TEORI - TEORI KORUPSI ··· 33
A. Pendahuluan ··· 34
B. Korupsi di Indonesia ··· 35
C. Teori-Teori Korupsi ··· 38
D. Rangkuman Materi ··· 47
BAB 4 KERANGKA HUKUM PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 53
A. Pendahuluan ··· 54
B. Konsep Tindak Pidana Korupsi ··· 55
C. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Indonesia ··· 57
D. Perbedaan Korupsi dan Gratifikasi ··· 58
E. Beban Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi ··· 60
F. Rangkuman Materi ··· 62
BAB 5 PENDEKATAN PSIKOLOGIS DALAM PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI ··· 67
A. Pendahuluan ··· 68
B. Pemahaman Tentang Aspek Psikologis Yang Memengaruhi Perilaku Korupsi ··· 69
C. Penggunaan Teori-Teori Psikologi Dalam
Merancang Program Pendidikan Antikorupsi ··· 74
D. Identifikasi Faktor-Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Penerimaan Atau Penolakan Terhadap Praktik Korupsi ··· 78
E. Strategi Pendekatan Psikologis Yang Efektif Dalam Meningkatkan Kesadaran dan Perilaku Anti- Korupsi ··· 82
F. Studi Kasus Atau Penelitian Empiris Yang Menunjukkan Dampak Dari Pendekatan Psikologis Dalam Pendidikan Anti-Korupsi ··· 83
G. Evaluasi Terhadap Efektivitas Pendekatan Psikologis Dalam Menangani Masalah Korupsi di Berbagai Konteks Pendidikan ··· 85
H. Rangkuman Materi ··· 87
BAB 6 METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 95
A. Pendahuluan ··· 96
B. Metode Pembelajaran Pendidikan Antikorupsi ··· 97
C. Rangkuman Materi ··· 121
BAB 7 KURIKULUM PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 127
A. Pendahuluan ··· 128
B. Kurikulum Pendidikan Antikorupsi··· 129
C. Integrasi Nilai-Nilai Antikorupsi Dalam Dokumen Kurikulum ··· 138
D. Langkah Integrasi Nilai Antikorupsi Dalam Penyusunan Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ··· 142
E. Rangkuman Materi ··· 144
BAB 8 EVALUASI DAN PENILAIAN DALAM PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 151
A. Pendahuluan ··· 152
B. Kerangka Konseptual Pendidikan Antikorupsi ··· 154
C. Evaluasi Pendidikan Antikorupsi ··· 156
D. Tujuan Evaluasi dan Penilaian Pendidikan Antikorupsi ··· 158
E. Metode Evaluasi dan Penilaian Pendidikan Antikorupsi ··· 160
F. Implementasi Pendidikan Antikorupsi ··· 164
G. Dampak Pendidikan Antikorupsi ··· 168
H. Rangkuman Materi ··· 169
BAB 9 PERAN PEMERINTAH DALAM
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 177
A. Pendahuluan ··· 178
B. Rincian Pembahasan Materi ··· 178
C. Rangkuman Materi ··· 188
BAB 10 PERAN SEKTOR SWASTA DALAM PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 191
A. Pendahuluan ··· 192
B. Pengertian Korporasi Sebagai Subjek Hukum Dalam Hukum Pidana ··· 194
C. Prinsip-Prinsip Antikorupsi Dalam Dunia Usaha ··· 196
D. Mengurangi Potensi Korupsi Pada Korporasi ··· 198
E. Etika Bisnis dan Urgensinya Bagi Perusahaan Dalam Mencegah Korupsi ··· 199
F. Rangkuman Materi ··· 201
BAB 11 PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI DALAM KONTEKS INTERNASIONAL ··· 205
A. Pendahuluan ··· 206
B. Pengertian Pendidikan Antikorupsi ··· 208
C. Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Korupsi ··· 211
D. Tantangan Korupsi Global ··· 213
E. Rangkuman Materi ··· 214
BAB 12 TANTANGAN DAN HAMBATAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 219
A. Pendahuluan ··· 220
B. Tantangan Pendidikan Antikorupsi ··· 222
C. Hambatan Pendidikan Antikorupsi ··· 227
D. Strategi Implementasi Pendidikan Antikorupsi ··· 229
E. Rangkuman Materi ··· 233
BAB 13 MASA DEPAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI ··· 239
A. Pendahuluan ··· 240
B. Reformasi Hukum Pendidikan Antikorupsi ··· 242
C. Pendekatan Pendidikan Antikorupsi di Masa Depan ··· 243
D. Pendidikan Antikorupsi Pada Era Society 5.0 ··· 248
E. Pendidikan Antikorupsi dan Kecakapan Abad Ke-21 ··· 249
F. Harapan Baru Pendidikan Antikorupsi ··· 250
G. Rangkuman Materi ··· 251
GLOSARIUM ··· 254 PROFIL PENULIS ··· 260
PENGANTAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI (TEORI, METODE DAN PRAKTIK)
BAB 1: RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Dr. H. Farid Wajdi, S.Pd.I., M.Si.
Universitas Sembilanbelas November Kolaka
RUANG LINGKUP
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
A. DEFINISI KORUPSI
Korupsi adalah perilaku yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan publik atau posisi otoritas untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kepentingan yang tidak sah. Bentuk-bentuk korupsi dapat bervariasi, mulai dari penerimaan suap, pemerasan, nepotisme, hingga manipulasi ilegal dalam pengambilan keputusan. Esensi dari korupsi adalah penggunaan kekuasaan atau kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi yang tidak adil.
Korupsi tidak hanya terbatas pada konteks pemerintahan, tetapi juga dapat terjadi di berbagai sektor dan tingkatan dalam masyarakat, seperti sektor swasta, organisasi non-profit, dan institusi pendidikan. Dalam setiap konteks, korupsi merugikan kepentingan publik, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang bertanggung jawab. (Johnston, 2005)
Korupsi dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, termasuk ketidaksetaraan ekonomi, pelayanan publik yang buruk, dan kerugian kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan hukum. Korupsi juga dapat menghambat pembangunan sosial, mengurangi akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, serta memperburuk kondisi kemiskinan.
(Treisman, 2007)
Untuk mengatasi korupsi, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan lembaga internasional. Langkah-langkah pencegahan korupsi meliputi peningkatan transparansi, penguatan sistem hukum dan penegakan hukum, serta pendidikan dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan terhadap tindakan pemerintah. (Rose-Ackerman, 1999)
BAB 1
B. KONSEP PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Konsep pendidikan antikorupsi adalah upaya untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya dan dampak negatif korupsi serta mempromosikan sikap, nilai, dan perilaku yang menciptakan budaya integritas dan transparansi. Pendidikan antikorupsi bertujuan untuk membentuk kesadaran moral, meningkatkan pemahaman tentang prinsip- prinsip etika, serta membekali individu dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menghindari dan melawan korupsi.
(UNESCO, 2008)
Pendidikan antikorupsi meliputi berbagai kegiatan, seperti penyuluhan, pelatihan, kurikulum pendidikan, dan program-program pengembangan kapasitas. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi sikap, nilai, dan perilaku individu sejak dini, mulai dari tingkat pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi, serta melibatkan berbagai stakeholder, termasuk guru, siswa, orang tua, dan komunitas lokal. (OECD, 2007)
Pendidikan antikorupsi juga bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kritis dan analitis individu dalam memahami dan menilai situasi-situasi yang melibatkan korupsi. Melalui pendidikan antikorupsi, individu diajak untuk memahami konsekuensi sosial, ekonomi, dan politik dari tindakan korupsi serta pentingnya mempromosikan keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap aspek kehidupan. (Coalition, 2016)
Pendidikan antikorupsi juga dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan formal, baik sebagai mata pelajaran terpisah maupun sebagai bagian integral dari mata pelajaran yang ada, seperti studi sosial, kewarganegaraan, atau moral dan agama. Dengan memasukkan pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum, pentingnya integritas, etika, dan tanggung jawab sosial dapat dipromosikan secara terstruktur dan berkelanjutan. (Lind, 2012)
Pendidikan antikorupsi bukan hanya tentang meningkatkan kesadaran, tetapi juga tentang memberikan keterampilan dan alat yang diperlukan untuk bertindak secara etis dan mengatasi tekanan atau godaan korupsi.
Dengan memberdayakan individu dengan pengetahuan dan keterampilan ini, mereka dapat menjadi agen perubahan dalam memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas.
C. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Pendidikan antikorupsi mencakup berbagai aspek yang dirancang untuk menyadarkan, membekali, dan mendorong individu untuk menghindari dan melawan korupsi. Ini meliputi pembentukan kesadaran tentang bahaya korupsi, pemahaman tentang nilai-nilai etika dan integritas, serta pengembangan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk mempromosikan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam berbagai konteks. (UNODC, 2013)
Salah satu aspek utama dari ruang lingkup pendidikan antikorupsi adalah penyuluhan dan kampanye publik yang bertujuan untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya dan konsekuensi korupsi. Ini melibatkan penyampaian informasi yang jelas dan mudah dipahami tentang cara-cara korupsi terjadi, dampak negatifnya, serta peran individu dalam mencegah dan melawan korupsi. (UNESCO, 2008)
Selain itu, pendidikan antikorupsi juga mencakup pengembangan kurikulum pendidikan formal dan non-formal yang mencakup aspek-aspek etika, integritas, dan pencegahan korupsi. Ini melibatkan integrasi materi tentang korupsi ke dalam mata pelajaran yang ada, serta pengembangan program-program pendidikan khusus yang menekankan nilai-nilai antikorupsi. (OECD, 2007)
Ruang lingkup pendidikan antikorupsi juga mencakup pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para profesional, termasuk guru, pegawai negeri, dan pemimpin masyarakat. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang korupsi, memperkuat keterampilan dalam mengidentifikasi, melaporkan, dan mencegah tindakan korupsi, serta membangun komitmen untuk bertindak secara etis dan bertanggung jawab.
(Europe, 2012)
Selain itu, pendidikan antikorupsi juga mencakup pengembangan program-program pengawasan dan monitoring yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi perilaku pemerintah dan lembaga- lembaga publik. Ini mencakup promosi akses terhadap informasi, mekanisme pengaduan, serta pengembangan kapasitas masyarakat sipil dalam memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas.
Dengan mencakup aspek-aspek ini, pendidikan antikorupsi memiliki ruang lingkup yang luas dan mencakup berbagai dimensi, mulai dari penyuluhan dan pendidikan formal hingga pelatihan profesional dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemerintah. Hal ini menegaskan pentingnya pendidikan antikorupsi sebagai bagian integral dari upaya untuk
memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas.
D. STRATEGI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Strategi implementasi pendidikan antikorupsi mencakup serangkaian langkah yang dirancang untuk secara efektif menyampaikan materi pendidikan antikorupsi kepada berbagai pihak, mulai dari siswa hingga para profesional dan masyarakat umum. Strategi ini bertujuan untuk memastikan bahwa program pendidikan antikorupsi dapat diterapkan dengan baik dan mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan.
Salah satu strategi utama dalam implementasi pendidikan antikorupsi adalah pengembangan kurikulum yang terintegrasi dan relevan dengan kebutuhan lokal. Kurikulum ini harus mencakup materi tentang etika, integritas, transparansi, serta cara mengidentifikasi dan melawan tindakan korupsi. Selain itu, kurikulum juga harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan siswa.
Selain itu, strategi implementasi pendidikan antikorupsi juga mencakup pelatihan dan pengembangan kapasitas bagi para pengajar dan fasilitator.
Pelatihan ini bertujuan untuk mempersiapkan mereka dengan pengetahuan, keterampilan, dan alat yang diperlukan untuk menyampaikan materi pendidikan antikorupsi secara efektif dan menarik kepada peserta didik.
Selain itu, strategi implementasi pendidikan antikorupsi juga melibatkan kampanye penyuluhan dan kesadaran yang ditujukan kepada masyarakat luas. Kampanye ini dapat dilakukan melalui media massa, sosial media, dan kegiatan-kegiatan komunitas yang bertujuan untuk menyampaikan pesan-pesan tentang bahaya korupsi, pentingnya integritas, dan peran individu dalam mencegah korupsi.
Pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi juga menjadi bagian dari strategi implementasi pendidikan antikorupsi. Ini mencakup pembentukan kemitraan antara sekolah, pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta untuk mendukung dan mempromosikan program-program pendidikan antikorupsi di berbagai tingkatan.
Terakhir, strategi implementasi pendidikan antikorupsi juga harus melibatkan pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan terhadap efektivitas program-program yang dilaksanakan. Ini mencakup
pengumpulan data, analisis hasil, dan penyesuaian program-program berdasarkan pembelajaran yang diperoleh selama proses implementasi.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini secara komprehensif dan terkoordinasi, diharapkan pendidikan antikorupsi dapat memberikan dampak yang signifikan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di berbagai tingkatan masyarakat.
E. TANTANGAN DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Tantangan dalam implementasi pendidikan antikorupsi melibatkan berbagai hambatan yang dapat menghambat upaya untuk menyampaikan pesan-pesan antikorupsi dan mencapai tujuan-tujuan pendidikan tersebut secara efektif. Beberapa tantangan utama termasuk resistensi dari pihak- pihak yang terlibat, kurangnya sumber daya, kompleksitas masalah korupsi, serta budaya yang menerima korupsi sebagai hal yang biasa.
Salah satu tantangan utama dalam implementasi pendidikan antikorupsi adalah resistensi dari pihak-pihak yang terlibat, termasuk pejabat pemerintah yang terlibat dalam tindakan korupsi, atau kelompok-kelompok kepentingan yang mungkin mendapatkan keuntungan dari praktik korupsi.
Resistensi ini dapat menghambat upaya untuk menyampaikan pesan-pesan antikorupsi secara efektif dan memperkuat budaya integritas di masyarakat.
Kurangnya sumber daya, baik dalam hal keuangan maupun tenaga manusia, juga merupakan tantangan yang signifikan dalam implementasi pendidikan antikorupsi. Kurangnya anggaran untuk pengembangan kurikulum, pelatihan pengajar, atau penyuluhan masyarakat dapat menghambat upaya-upaya pencegahan korupsi yang efektif.
Kompleksitas masalah korupsi juga menjadi tantangan yang signifikan dalam implementasi pendidikan antikorupsi. Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan tingkat, dan sering kali terkait dengan struktur kekuasaan, sistem politik, dan dinamika sosial yang kompleks. Memahami dan mengatasi kompleksitas ini memerlukan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi.
Selain itu, budaya yang menerima korupsi sebagai hal yang biasa atau norma sosial juga merupakan tantangan yang signifikan dalam implementasi pendidikan antikorupsi. Budaya ini dapat memperkuat praktik korupsi dan menghambat upaya untuk membangun budaya integritas yang kuat di masyarakat.
Mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Diperlukan upaya bersama yang terkoordinasi dan berkelanjutan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut dan memastikan keberhasilan implementasi pendidikan antikorupsi dalam memerangi praktik korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas.
F. STUDI KASUS PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Sebagai contoh studi kasus, kita dapat mempertimbangkan program pendidikan antikorupsi yang diterapkan di sebuah sekolah menengah di sebuah negara berkembang. Dalam konteks ini, sekolah tersebut menghadapi masalah korupsi yang merajalela di antara siswa dan staf sekolah, termasuk kasus suap, penyuapan nilai, dan nepotisme dalam proses pengangkatan staf sekolah.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah korupsi ini, sekolah tersebut mengimplementasikan program pendidikan antikorupsi yang komprehensif.
Program ini mencakup pelatihan bagi staf sekolah dan pengajaran langsung kepada siswa tentang etika, integritas, dan dampak negatif dari korupsi.
Selama pelatihan bagi staf sekolah, mereka diberikan pemahaman mendalam tentang berbagai aspek korupsi, termasuk cara-cara korupsi terjadi, dampaknya terhadap masyarakat, serta peran mereka dalam mencegah dan melawan korupsi di lingkungan sekolah. Mereka juga dilatih untuk mengenali tanda-tanda korupsi, mengelola konflik kepentingan, dan memperkuat sistem pengawasan internal.
Sementara itu, bagi siswa, program pendidikan antikorupsi dirancang untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang nilai-nilai integritas dan pentingnya berperilaku dengan etika. Materi pendidikan antikorupsi disampaikan melalui kurikulum yang terintegrasi dengan mata pelajaran yang ada, serta melalui kegiatan ekstrakurikuler, seminar, dan proyek- proyek sosial yang bertujuan untuk membangun kesadaran dan kepedulian siswa terhadap masalah korupsi.
Evaluasi program pendidikan antikorupsi dilakukan secara berkala untuk mengukur dampaknya terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa serta staf sekolah terkait dengan korupsi. Hasil evaluasi ini digunakan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan program secara berkelanjutan guna meningkatkan efektivitasnya dalam memerangi praktik korupsi di sekolah.
Melalui implementasi program pendidikan antikorupsi yang terintegrasi dan berkelanjutan, sekolah tersebut berhasil menciptakan lingkungan yang lebih berintegritas dan transparan. Praktik korupsi di sekolah berhasil ditekan, siswa dan staf sekolah menjadi lebih sadar akan dampak negatif dari korupsi, dan nilai-nilai integritas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari budaya sekolah.
Studi kasus ini menunjukkan pentingnya pendidikan antikorupsi dalam memerangi praktik korupsi di lingkungan pendidikan dan membangun masyarakat yang lebih berintegritas secara keseluruhan. Dengan komitmen yang kuat dan pendekatan yang terkoordinasi, pendidikan antikorupsi dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mempromosikan nilai-nilai integritas dan memerangi korupsi di semua tingkatan masyarakat.
G. RANGKUMAN MATERI
Ruang lingkup pendidikan antikorupsi mencakup serangkaian konsep, strategi implementasi, dan tantangan yang perlu dipahami dalam upaya memerangi korupsi. Definisi pendidikan antikorupsi menekankan upaya untuk menyadarkan individu tentang bahaya korupsi dan mempromosikan integritas. Konsep pendidikan antikorupsi meliputi penyuluhan, pelatihan, dan pengembangan kurikulum yang terintegrasi dengan nilai-nilai integritas.
Strategi implementasi pendidikan antikorupsi mencakup pengembangan kurikulum, pelatihan tenaga pengajar, kampanye kesadaran, dan pemantauan hasil. Namun, terdapat tantangan seperti resistensi dari pihak terlibat, kurangnya sumber daya, kompleksitas masalah korupsi, dan budaya yang menerima korupsi sebagai hal yang biasa.
TUGAS DAN EVALUASI
1. Tuliskan sebuah esai pendek yang menjelaskan definisi korupsi dan pentingnya pendidikan antikorupsi dalam memerangi korupsi. Sisipkan contoh-contoh konkret untuk memperkuat argument
2. Buatlah presentasi atau poster yang menggambarkan konsep pendidikan antikorupsi dan metode-metode yang digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai integritas kepada masyarakat. Diskusikan pentingnya pendidikan antikorupsi dalam membangun budaya yang berintegritas.
3. Bangunlah rencana implementasi pendidikan antikorupsi untuk sebuah lembaga pendidikan atau organisasi. Identifikasi langkah-langkah
konkret yang akan diambil untuk mengembangkan kurikulum, melatih tenaga pengajar, melaksanakan kampanye kesadaran, dan mengevaluasi dampak program.
4. Analisislah dua tantangan utama dalam implementasi pendidikan antikorupsi dan buatlah proposal solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Diskusikan dampak dari kedua tantangan tersebut terhadap upaya pencegahan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Coalition. (2016). "Resource Guide on Education and Training to Prevent Corruption." United Nations Convention against Corruption (UNCAC) Coalition.
Council of Europe. (2012). "Handbook on Ethics and Integrity in Education: Prevention of Corruption in Higher Education." Council of Europe.
Johnston, M. (2005). "Syndromes of Corruption: Wealth, Power, and Democracy." Cambridge University Press.
Lind. (2012). "Practical Ethics for Students, Interns, and Residents: A Short Reference Manual." Karger Medical and Scientific Publishers.
OECD. (2007). "Toolkit for Integrity: Systemic Corruption, Fraud and Bribery in Schools." Organization for Economic Co-operation and Development.
Rose-Ackerman, S. (1999). "Corruption and Government: Causes, Consequences, and Reform." Cambridge University Press.
Treisman, D. (2007). "What Have We Learned About the Causes of Corruption from Ten Years of Cross-National Empirical Research?"
Annual Review of Political Science, 10, 211-244.
UNESCO. (2008). "Corruption Prevention in School Education: Training Modules." United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.
UNODC. (2013). "Education for Justice: Handbook on Anti-Corruption Education." United Nations.
PENGANTAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI (TEORI, METODE DAN PRAKTIK)
BAB 2: KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Suanto, S.Pd., M.H.
Universitas Pamulang
KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
A. PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peran penting dalam menggali potensi manusia dengan membentuk kecerdasan sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, tujuan pendidikan juga meliputi peningkatan kualitas masyarakat Indonesia agar memiliki moralitas dan sikap yang mendorong peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Dalam konteks ini, manajemen sistem pendidikan nasional harus memberi prioritas pada pembentukan budaya antikorupsi melalui lembaga-lembaga pendidikan yang sejalan dengan visi pendidikan nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk karakter dan sikap yang memperkaya peradaban bangsa.(Setiawan, 2023)
Program pendidikan antikorupsi memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat mengenai risiko dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh praktik korupsi. Fokus utama dari program ini adalah untuk mengedukasi tentang fenomena korupsi, meliputi karakteristik, penyebab, dan konsekuensinya. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memperkuat sikap yang menolak korupsi, serta memberikan wawasan tentang cara-cara untuk melawan korupsi dan berperan dalam memperjuangkan nilai-nilai yang telah ditetapkan, seperti integritas dan kapasitas untuk menentang korupsi di kalangan generasi muda. Selain itu, program ini mengajarkan kepada siswa untuk melakukan analisis terhadap nilai-nilai yang mempengaruhi keberadaan korupsi, serta nilai-nilai yang menentang atau menolak tindakan korupsi. Dengan demikian, pendidikan antikorupsi bertujuan untuk menanamkan dan memperkuat nilai-nilai dasar yang diharapkan dapat membentuk sikap antikorupsi pada peserta didik. (Rahmawati & Sari, 2023)
BAB 2
B. KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
Korupsi merupakan tindakan kriminal yang sangat merugikan. Semua orang di negara ini bisa merasakan dampaknya. Penyebab utama korupsi adalah perilaku koruptif yang merajalela dan dianggap suatu hal yang biasa sehari-hari terjadi dalam kehidupan. Perlu diketahui bahwa perbuatan tersebut sangat bertentangan nilai-nilai serta norma-norma yang ada didalam masyarakat, nilai dan norma agama termasuk didalamnya. Ada tiga strategi utama dapat digunakan untuk memberantas korupsi, yaitu penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Ketiganya memiliki tujuan yang berbeda. Namun, akar masalah korupsi sebenarnya ialah telah pudarnya nilai-nilai antikorupsi seperti: “jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggungjawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil”, dari dalam diri individu. Pada sisi yang lain, bangsa kita memiliki suatu kekurangan yakni lemahnya perilaku sebagai warisan dari masa penjajahan. Sudah cukup lama kelemahan ini kita sadari, seperti "mental menerabas, tidak menghargai waktu, meremehkan mutu, tidak percaya diri, dan banyak lagi".(KPK, Kusmeiyano, Rustandi, & Handoko, 2019)
Wijayanto dalam (Puspito, Elwina, Utari, & Kurinadi, 2011) menjelaskan bahwa dalam berbagai program memberantas korupsi di berbagai negara, dapat dirumuskan kedalam empat pendekatan yang sering digunakan oleh berbagai kalangan, yakni sebagai berikut:
1. Pendekatan Pengacara (Lawyer approach)
Dalam pendekatan ini, tujuannya adalah untuk memerangi dan mencegah korupsi dengan menggunakan penegakan hukum. Dengan menerapkan peraturan hukum yang dapat menutup celah-celah untuk praktik koruptif dan melibatkan lembaga hukum yang bertanggung jawab, pendekatan ini bisa menghasilkan dampak positif seperti pengungkapan kasus dan penangkapan pelaku korupsi dengan cepat.
Namun, metode ini juga membutuhkan investasi finansial yang besar.
Di Indonesia, tantangan utamanya berasal dari lembaga hukum sendiri, termasuk kepolisian dan sistem peradilan.
2. Pendekatan Bisnis (Business approach)
Dalam strategi ini, upaya dilakukan untuk mencegah korupsi dengan mendorong karyawan melalui kompetisi kinerja. Dengan kompetisi yang sehat dan insentif yang tepat, diharapkan orang tidak merasa perlu melakukan korupsi demi keuntungan pribadi. Pendekatan ini menitikberatkan pada efisiensi bisnis dan manajemen sumber daya manusia.
3. Pendekatan Pasar atau Ekonomi (Market or Economist approach) Dalam pendekatan ini, tujuannya adalah menciptakan kompetisi antara agen, seperti pegawai pemerintah atau klien, sehingga semua berlomba menunjukkan kinerja yang baik dan tidak melakukan korupsi agar dipilih sebagai pilihan pelayanan. Pendekatan ini lebih berfokus pada aspek pasar dan ekonomi dalam mencegah korupsi.
4. Pendekatan Budaya (Cultural approach)
Dalam strategi ini, fokusnya adalah mengembangkan sikap anti-korupsi individu melalui pendidikan yang beragam dalam bentuk dan metode.
Meskipun butuh waktu lama untuk melihat hasilnya, pendekatan ini relatif terjangkau secara biaya. Namun, dampaknya bersifat jangka panjang dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Pendekatan-pendekatan tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi, dan masyarakat umum.
Meskipun demikian, pendekatan hukum, bisnis, dan pasar lebih sering dipilih karena dianggap paling efektif dalam menangani kasus-kasus korupsi yang telah terjadi dan mencegah terjadinya korupsi di masa mendatang. Di Indonesia, meskipun telah ada upaya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat pemerintah lainnya untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar, serta menciptakan lingkungan kerja yang lebih berintegritas, masih terjadi banyak kasus korupsi. Lebih memprihatinkan lagi, korupsi skala kecil (petty corruption) menjadi hal yang mudah dilakukan oleh individu-individu dalam masyarakat, yang pada akhirnya dapat menjadi sumber korupsi skala besar.(Puspito et al., 2011)
Di sinilah pentingnya pendekatan budaya dalam pendidikan semakin terasa. Pendidikan formal dan non formal menjadi pilihan yang penting.
Pendidikan bertujuan untuk membangun kembali pemahaman masyarakat tentang korupsi, meningkatkan kesadaran akan potensi tindak korupsi, menghindari korupsi, dan menentang korupsi. Jika semua pihak bekerja sama, hal ini dapat menjadi gerakan massal yang menciptakan bangsa yang bersih dari korupsi (Puspito et al., 2011). Namun, dunia pendidikan belum konsisten dalam memperkuat budaya antikorupsi. Proses pendidikan lebih fokus pada pengetahuan daripada perilaku. Meskipun sekolah melaksanakan kegiatan terkait, namun terkadang terpisah dari proses pembelajaran secara menyeluruh. (KPK et al., 2019)
KPK sangat serius dalam usahanya untuk memberantas korupsi melalui pendidikan. Setelah mendirikan Pusat Edukasi Antikorupsi pada tahun 2018, KPK juga mengadakan Rapat Koordinasi Nasional Pendidikan Antikorupsi. Komitmen antikorupsi yang telah disepakati dan ditandatangani oleh KPK bersama Kemdikbud, Kemristekdikti, Kemenag, dan Kemdagri menjadi langkah awal bagi KPK untuk menerapkan pendidikan antikorupsi dengan efektif di Indonesia. KPK menggunakan strategi trisula untuk mempercepat pemberantasan korupsi, yaitu dengan pendekatan "pendidikan antikorupsi, perbaikan sistem melalui pencegahan korupsi, dan penindakan". Untuk meningkatkan program pendidikan antikorupsi, KPK membentuk Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat yang memiliki Direktorat Jejaring Pendidikan yang bertujuan mengembangkan program-program pendidikan antikorupsi di semua tingkatan..(Komisi pemberantas korupsi (KPK), 2021)
Program-program Direktorat Jejaring Pendidikan KPK merupakan hasil dari keputusan yang diambil dalam Rapat Koordinasi Nasional pada 11 Oktober 2018. Ketua KPK, Agus Rahardjo, bersama dengan empat menteri lainnya, menandatangani nota kesepahaman untuk menerapkan pendidikan antikorupsi di berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari dasar hingga tinggi. Keempat menteri yang terlibat adalah Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri), M Nasir (Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi), Muhadjir Effendy (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), serta Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama).
Kesepakatan ini juga melibatkan perwakilan pejabat dari kabupaten dan provinsi di seluruh Indonesia. Setahun setelah kesepakatan tersebut, pendidikan antikorupsi harus diintegrasikan di setiap lembaga pendidikan.
Ada dua cara implementasi yang dapat dilakukan, yaitu dengan menyertakan materi pendidikan antikorupsi ke dalam mata kuliah yang sudah ada atau membuat mata kuliah khusus yang mandiri. Karena universitas memiliki kebebasan relatif dalam menentukan kurikulum, banyak yang memilih untuk mengimplementasikan pendidikan antikorupsi melalui mata kuliah khusus atau mata kuliah wajib umum.(Komisi pemberantas korupsi (KPK), 2021)
Sasaran utama pendidikan antikorupsi adalah lembaga satuan pendidikan yang memiliki budaya antikorupsi. Lembaga satuan pendidikan yang dimaksud yakni PAUD/TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA dan bentuk lain yang sederajat. Budaya antikorupsi diperlukan dalam rangka membangun generasi mendatang yang memiliki integritas sehingga
mampu menolak korupsi meskipun ada kesempatan untuk melakukannya.
Dalam mendidik peserta didik, disamping harus memiliki kemampuan professional dan pedagogis, guru sebagai orang yang paling dekat dengan peserta didik di Sekolah diharapkan mampu menjadi teladan bagi peserta didiknya dan masyarakat sekitar (Anas et al., 2012).
Saat ini, pendidikan tidak lagi memiliki tujuan mulia seperti yang seharusnya. Pendidikan seharusnya mengajarkan seseorang untuk menjadi lebih baik dalam segala hal. Namun, sekarang pendidikan lebih fokus pada nilai-nilai intelektual dan moral. Pendidikan tampaknya tidak lagi berfokus pada pengembangan manusia secara keseluruhan, baik dari segi fisik maupun mental. Lebih banyak perhatian diberikan pada hal-hal yang bersifat materialistis, ekonomis, dan teknokratis. Hal ini membuat pendidikan kehilangan sentuhan nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan budi pekerti. Pendidikan lebih mengutamakan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran, tanpa memberikan perhatian yang cukup pada pengembangan kecerdasan emosional dan perasaan. Akibatnya, apresiasi terhadap nilai- nilai humanistis, budi pekerti yang tinggi, dan hati nurani menjadi sangat dangkal. Tidak banyak yang menjadi sosok pribadi yang memiliki hati nurani dan perasaan yang baik. Banyak yang cenderung egois dan hanya memikirkan keuntungan pribadi.(Suhandi & Agustin, 2023)
Pendidikan antikorupsi adalah bagian terpenting dari pendidikan karakter. Hal ini karena pendidikan antikorupsi fokus terhadap ke-9 nilai- nilai yang dikembangkan oleh KPK, seperti: ”jujur, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, dan peduli”. Nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari 18 nilai-nilai pendidikan karakter yang sudah diajarkan di sekolah sebelumnya. Pendidikan antikorupsi bukan sekedar benar atau salah saja, melainkan juga tentang membentuk suatu kebiasaan yang baik agar siswa mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, pendidikan antikorupsi wajib menggabungkan pengetahuan yang baik, perasaan yang baik, dan perilaku yang baik sehingga siswa mampu menunjukkan perilaku dan sikap yang positif.(Anas et al., 2012)
Perilaku atau tindakan korupsi di samping akibat dari ketidaktahuan pelakunya terhadap dampak tindakannya kepada kehidupan masyarakat secara keseluruhan, juga menyangkut kebiasaan, sikap mental, dan adanya kesempatan, maka pencegahan berkembangnya sikap mental yang demikian harus dilakukan melalui proses enkulturasi atau pembudayaan.
Dalam proses pembudayaan, di samping pembiasaan, hal terpenting lainnya
adalah keteladanan dari pimpinan sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan sehingga pada gilirannya para peserta didik juga mampu menjadi teladan bagi orang-orang di sekitarnya. Dalam konteks inilah pendidikan antikorupsi diimplementasikan dalam bentuk internalisasi nilai- nilai antikorupsi kepada peserta didik melalui seluruh kegiatan sehari-hari di sekolah. Pendidikan antikorupsi dilakukan secara holistik dan menyeluruh melalui proses pembelajaran di kelas dan luar kelas, kegiatan keseharian peserta didik dan kegiatan belajar, integrasi ke dalam mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. (Anas et al., 2012)
Penginternalisasian nilai-nilai dapat diawali dengan penegakan disiplin berdasarkan aturan, kode etik, dan tata tertib sekolah secara konsisten kepada semua warga sekolah. Dengan kata lain, penegakan disiplin tidak hanya berlaku ketat bagi peserta didik, tetapi juga bagi unsur pimpinan, manajemen, dan para pendidik dan tenaga kependidikan lainnya sebagai suri teladan bagi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, jika eksistensi diri secara pedagogi sudah dipahami oleh para pendidik, orang tua, dan masyarakat, maka jadikanlah eksistensi diri itu sebagai dasar-dasar pendidikan agar dapat menguatkan jati diri setiap peserta didik.
Harapannya peserta didik menjadi orang yang berbudaya integritas, yaitu orang-orang yang memiliki keselarasan antara pikiran, ucapan, tindakan, dan hati nurani. Upaya ini diiringi dengan memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak-hak mereka dalam membangun kehidupan yang berintegritas dan bermartabat. Hal ini dapat terwujud apabila proses pendidikan dilakukan dengan pembelajaran yang bermakna dan mencerdaskan.
Para peserta didik harus betul-betul diyakinkan bahwa apa-apa yang mereka terima dalam pembelajaran adalah hal-hal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka nanti. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi dengan kontrol diri yang kuat. Ini berarti bahwa implementasi pendidikan antikorupsi pada dasarnya adalah upaya mengembalikan pendidikan pada fungsi yang sebenarnya, yaitu membangun kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif secara utuh. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh potensi melalui berbagai kegiatan pembelajaran misalnya simulasi, reflekuhan indra peserta didik melalui berbagai kegiatan seperti: eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan pembiasaan yang dilaksanakan secara rutin, terprogram, dan spontanitas di sekolah. Melalui cara-cara itu energi aktif-positif yang muncul dari dalam diri peserta didik sebagai individu akan terbangun secara kokoh dan solid. Itulah makna
sejatinya pendidikan yang dapat menangkis budaya korupsi yang saat ini tumbuh merajalela.(Anas et al., 2012)
Pendidikan antikorupsi memiliki tujuan untuk membentuk generasi muda yang berintegritas melalui kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah, seperti: “manajemen, pembelajaran, dan pembiasaan”. Hal ini bertujuan agar setiap individu memiliki kemampuan untuk “menghindari, menolak, melawan, atau mencegah tindakan korupsi”. Tujuan khusus dari pendidikan antikorupsi adalah:
1. Membangun lingkungan belajar yang berintegritas di sekolah, dengan nilai-nilai seperti: “jujur, disiplin, tanggung jawab, bekerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, peduli, dan bermartabat”.
2. Mengembangkan potensi emosional siswa, dengan kepekaan terhadap nilai-nilai budaya dan cinta terhadap tanah air, dengan didukung wawasan kebangsaan yang baik.
3. Menumbuhkan sikap, perilaku, dan kebiasaan yang sesuai dengan nilai- nilai umum serta sebuah tradisi dalam budaya bangsa yang religious.
4. Membangun semangat kepemimpinan yang bersifat profesional dan bertanggung jawab pada generasi mendatang sebagai pewaris nilai-nilai bangsa.
5. Melakukan pengelolaan sekolah dengan cara yang terbuka, jelas, profesional, dan bertanggung jawab.(Anas et al., 2012)
Pembelajaran mengenai pencegahan korupsi harus disusun dengan pendekatan moderat dan tidak memaksakan opini. Siswa harus merasa terlibat dan memiliki pemahaman bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat yang turut bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negara ini, khususnya dalam upaya memberantas korupsi yang sudah merasuk ke dalam struktur sosial di Indonesia. Dengan membangun pemahaman semacam ini, pendidikan antikorupsi akan memiliki dampak yang signifikan bagi siswa. Sebaliknya, jika pendidikan antikorupsi disampaikan secara mekanis atau hanya sebagai isu politik, siswa mungkin tidak merasakan relevansinya karena mereka tidak terlibat secara langsung dalam korupsi atau belum menghadapi situasi semacam itu. Pendekatan pembelajaran antikorupsi harus mendorong partisipasi aktif siswa dalam memperoleh pengetahuan yang substansial. Aktivitas belajar yang mengajak siswa untuk melakukan investigasi, mengatasi masalah, belajar secara kolaboratif, dan sebagainya, akan menjadi metode yang efektif.
Artinya, pembelajaran antikorupsi dapat menggunakan berbagai strategi,
asalkan strategi tersebut mengaktifkan partisipasi siswa baik secara fisik maupun mental.(Rahmawati & Sari, 2023)
Salah satu aspek penting dalam pendidikan antikorupsi adalah kemampuan siswa untuk melakukan pertimbangan moral terhadap tindakan korupsi. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman yang dimiliki siswa. Menurut klasifikasi Kohlberg, remaja memiliki kapasitas untuk mempertimbangkan perspektif yang lebih luas di luar diri mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka dapat dilatih untuk mengembangkan pertimbangan moral terkait apakah suatu tindakan dapat dianggap baik atau buruk dari sudut pandang moralitas. Dalam konteks pembelajaran ini, siswa akan dibimbing untuk mengartikulasikan alasan-alasan moral yang terkait dengan suatu tindakan. Proses ini akan membantu siswa dalam melakukan pertimbangan moral dan pada akhirnya meningkatkan perkembangan moral mereka.(Rahmawati & Sari, 2023)
Dengan melakukan diskusi di kelas perihal persoalan moral yang terdapat dalam sebuah kasus korupsi, siswa mampu memahami lebih dalam mengenai alasan moral yang berkaitan dengan korupsi. Selain itu, mereka juga dapat menyampaikan pendapat mereka sendiri, yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan mereka dalam berpikir secara moral.
Dengan bermain peran pada contoh kasus korupsi, siswa selanjutnya dapat memahami bagaimana rasanya menjadi koruptor dan bagaimana tanggapan siswa lain terhadapnya. Jika hal ini dielaborasi dengan baik, maka akan memberikan pesan yang jelas kepada siswa bahwa korupsi adalah perbuatan yang salah dan wajib dihindari. Selain itu, kreativitas guru dalam mendesain suatu pembelajaran juga sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran antikorupsi. Dalam pendidikan antikorupsi di sekolah, penting untuk mempertimbangkan berbagai pendekatan agar dapat mengembangkan moralitas peserta didik. Yaitu dengan: “Pembentukan kebiasaan; Pembelajaran; dan Permodelan (social learning)”.(Rahmawati
& Sari, 2023)
Korupsi dapat terjadi karena adanya faktor internal dan eksternal.
Faktor internal merujuk pada penyebab korupsi yang berasal dari individu itu sendiri, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan atau sistem di sekitar individu. Agar korupsi dapat dicegah, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kedua faktor penyebab tersebut. Faktor internal sangat dipengaruhi oleh sejauh mana individu menginternalisasi nilai-nilai antikorupsi. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut agar dapat
mengatasi faktor eksternal dan mencegah terjadinya korupsi. Selain itu, untuk menghindari faktor eksternal, setiap individu juga perlu memahami prinsip-prinsip antikorupsi seperti akuntabilitas, transparansi, keadilan, kebijaksanaan, dan pengendalian kebijakan dalam berbagai konteks organisasi, institusi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip ini bersama dengan nilai-nilai antikorupsi saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.(Kemeristekdikti, 2018)
C. PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI LEMBAGA PENDIDIKAN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas untuk menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi di setiap tingkatan pendidikan, sesuai dengan UU No.30 tahun 2002. Hal ini penting dilakukan secara terus-menerus agar generasi muda dan masyarakat dapat memahami nilai-nilai antikorupsi dan mencegah tindakan korupsi di kehidupan sehari- hari.(KPK et al., 2019)
Sekolah merupakan tempat penting dalam membangun fondasi pendidikan sejak tingkat dasar hingga menengah atas. Melalui sistem pendidikan yang terstruktur dan komprehensif, sekolah menjadi wahana untuk mengembangkan potensi anak-anak dan mempersiapkan mereka untuk masa depan yang sukses. Pada tingkat dasar, Sekolah berperan dalam memberikan dasar-dasar pendidikan kepada anak-anak. Mereka diajarkan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu, mereka juga diperkenalkan dengan konsep-konsep penting seperti rasa disiplin, tanggung jawab, dan kerjasama. Sekolah dasar tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga membentuk karakter dan moral anak-anak. Sekolah dituntut memberikan pendidikan hukum yang mencakup berbagai aspek, termasuk pendidikan tentang pencegahan dan penanggulangan korupsi. Pendidikan antikorupsi menjadi penting karena korupsi merupakan salah satu masalah sosial dan ekonomi yang merusak, dan memiliki dampak negatif yang luas pada masyarakat dan Negara.
(Shaliadi & Dannur, 2023)
Menurut Rahayu (Shaliadi & Dannur, 2023) Pendidikan antikorupsi di sekolah bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang arti pentingnya integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara memperkenalkan siswa pada konsep-konsep dasar mengenai korupsi, penyebab-penyebabnya, dan
konsekuensi yang timbul akibat korupsi. Dalam kurikulum yang didesain dengan baik, isu-isu etika, keadilan, dan moral juga diperkenalkan kepada siswa sebagai bagian dari pendidikan antikorupsi. Salah satu cara yang efektif untuk menyampaikan pendidikan antikorupsi adalah melalui pembelajaran interaktif dan partisipatif. Siswa diajak untuk berdiskusi, berdebat, dan berpartisipasi dalam permainan peran yang memungkinkan mereka memahami secara langsung bagaimana korupsi terjadi dan bagaimana cara mencegahnya. Melalui pendekatan ini, siswa dapat mengembangkan keterampilan kritis, analitis, dan pemecahan masalah yang diperlukan untuk menghadapi tantangan yang terkait dengan korupsi.
Selain itu, sekolah juga dapat menjalin kerja sama dengan institusi hukum, seperti kepolisian, jaksa, dan lembaga antikorupsi, untuk memberikan wawasan langsung kepada siswa mengenai upaya yang dilakukan dalam memerangi korupsi. Kunjungan ke pengadilan, lembaga antikorupsi, atau partisipasi dalam program-program pengajaran yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga tersebut, dapat memberikan pengalaman nyata dan memperdalam pemahaman siswa tentang konsekuensi hukum yang terkait dengan tindakan korupsi. Sekolah juga dapat mengintegrasikan pendidikan antikorupsi dalam mata pelajaran lain, seperti sejarah, sosial, bahasa Indonesia, dan bahasa asing. Ini dapat dilakukan dengan memasukkan studi kasus tentang korupsi dalam konteks sejarah atau analisis sastra tentang dampak korupsi pada masyarakat.
Dengan cara ini, siswa dapat melihat bagaimana korupsi telah berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia sepanjang sejarah dan di berbagai belahan dunia, Nuryanto dalam (Shaliadi & Dannur, 2023)
Pendidikan antikorupsi di sekolah menjadi landasan yang kuat untuk membangun generasi yang berintegritas dan bertanggung jawab.
Membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang korupsi, akibatnya, dan cara pencegahannya, memberikan mereka alat untuk menghadapi tantangan dan mencegah praktek korupsi di masa depan.
Dengan melibatkan siswa dalam diskusi terbuka tentang isu-isu korupsi, mereka dapat mengembangkan sikap kritis, etika, dan moral yang akan membentuk tindakan mereka di masa dewasa. Selain itu, penting juga untuk mengintegrasikan pendidikan antikorupsi dengan nilai-nilai demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Dalam pendidikan demokrasi, siswa diajarkan tentang pentingnya partisipasi aktif, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan keadilan. Dengan memperkuat pemahaman tentang demokrasi, siswa dapat melihat bagaimana korupsi
bertentangan dengan nilai-nilai ini dan merusak prinsip-prinsip demokrasi yang harus dijunjung tinggi.(Shaliadi & Dannur, 2023)
Pendidikan antikorupsi di sekolah juga berperan dalam mengubah pola pikir dan perilaku siswa. Melalui pendekatan yang holistik, siswa tidak hanya diajarkan tentang konsekuensi hukum dan sosial dari korupsi, tetapi juga diberi kesempatan untuk memahami dan mempraktikkan nilai-nilai integritas, etika, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, sekolah dapat mengadopsi kebijakan nol toleransi terhadap tindakan korupsi di lingkungan sekolah dan mendorong partisipasi siswa dalam proyek-proyek sosial yang mempromosikan integritas dan keadilan.
Pendidikan antikorupsi di sekolah juga berdampak pada peran dan tanggung jawab guru sebagai agen perubahan. Guru dapat menjadi panutan bagi siswa melalui perilaku dan tindakan mereka yang jujur, adil, dan transparan. Melalui pelatihan dan pengembangan profesional yang tepat, guru dapat mengintegrasikan pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum dan metode pengajaran mereka, serta mempromosikan diskusi dan refleksi kritis tentang isu-isu korupsi dalam kelas.(Shaliadi & Dannur, 2023)
Pendidikan antikorupsi di sekolah memiliki manfaat yang luas dan penting dalam upaya melawan korupsi yang melanda Indonesia. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang manfaat pendidikan antikorupsi di sekolah. Pertama-tama, pendidikan antikorupsi di sekolah meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa tentang konsep dan praktik korupsi.
Siswa akan belajar tentang berbagai bentuk korupsi seperti suap, nepotisme, penyuapan, dan penyalahgunaan wewenang. Mereka juga akan memahami dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap pembangunan nasional, pemerataan sumber daya, keadilan sosial, dan stabilitas ekonomi.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang korupsi, siswa akan menjadi lebih waspada terhadap praktek korupsi di sekitar mereka. Selanjutnya, pendidikan antikorupsi membantu membentuk karakter siswa yang berintegritas. Siswa akan belajar nilai-nilai seperti kejujuran, etika, transparansi, tanggung jawab, dan akuntabilitas. Mereka akan memahami pentingnya memegang teguh prinsip-prinsip moral dan bertindak dengan integritas dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka. Dengan pembentukan karakter yang kuat, siswa akan menjadi individu yang cenderung menolak praktek korupsi dan mengambil keputusan yang adil dan transparan.(Shaliadi & Dannur, 2023)
1. Pendidikan Antikorupsi pada tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah
Pendidikan memiliki peran penting dalam upaya menanggulangi korupsi. Pada usia dini, sangat penting untuk mengajarkan kepada anak- anak nilai-nilai seperti: “kejujuran, kedisiplinan, kemandirian, tanggung jawab, kesederhanaan, keberanian, kerja keras, dan sikap adil”. Ini menggarisbawahi pentingnya peran pendidik dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi ini, baik melalui pendidikan formal di sekolah yang dipimpin oleh guru maupun pendidikan informal di lingkungan keluarga yang diperan oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya. Selain itu, pengaruh dari masyarakat juga berperan dalam proses ini.(Komisi pemberantas korupsi (KPK), 2021)
Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, sebagian besar sekolah menerapkan Pendidikan Antikorupsi (PAK) dengan cara menyelipkannya ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Kewarganegaraan. Namun, ada juga beberapa daerah yang menjadikan PAK sebagai bagian dari muatan lokal. Tujuan dari program-program ini adalah agar para lulusan sekolah memiliki integritas dan nilai-nilai antikorupsi yang kuat, sehingga tidak terbersit pikiran untuk terlibat dalam tindakan korupsi. Ini sejalan dengan strategi penindakan KPK. Di sisi lain, dalam strategi pencegahan KPK, PAK diharapkan dapat melahirkan generasi yang menerapkan nilai-nilai antikorupsi ini dalam memperbaiki sistem pemerintahan dan di bidang bisnis. Selain menjadi mata pelajaran, KPK juga berusaha membangun sistem yang berintegritas di lingkungan sekolah dan kampus. Jejaring ini aktif dalam mengkampanyekan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan perilaku korupsi agar dihindari atau dihentikan, seperti mencontek, datang terlambat, ketidaktransparanan dalam memberikan penilaian, upaya suap agar diterima di sekolah, dan berbagai perilaku negatif lainnya.(Komisi pemberantas korupsi (KPK), 2021)
Pendidikan tentang pencegahan korupsi di tingkat pendidikan dasar sangatlah penting untuk meningkatkan upaya pemberantasan korupsi. Hal ini melibatkan perbaikan system, perbaikan lembaga, dan penegakan hukum. Pendidikan tentang pencegahan korupsi merupakan usaha untuk memperbaiki budaya politik melalui pendidikan, dengan tujuan menciptakan perubahan budaya yang berkelanjutan. Pendidikan tentang pencegahan korupsi, terutama di tingkat Pendidikan Dasar (Sekolah Dasar serta Sekolah Menengah Pertama) sangatlah penting karena di tingkat ini
karakter anak-anak sedang dibentuk. Salah satu tujuan dari pembentukan karakter ini adalah untuk membentuk peserta didik yang memiliki kepribadian yang baik dan menghindari perilaku korupsi.(Widiartana, 2020)
Pelaksanaan pendidikan antikorupsi bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah (SMP) disesuaikan dengan keadaan mereka.
Pengajaran materi Pendidikan Antikorupsi diberikan melalui penyesuaian kurikulum, baik dalam pelajaran maupun kegiatan di luar jam pelajaran.
Pendidikan antikorupsi ini bertujuan memberikan pemahaman nilai-nilai antikorupsi kepada siswa, yang kemudian diaplikasikan melalui berbagai kegiatan di sekolah, seperti pembiasaan perilaku antikorupsi. (Widiartana, 2020)
2. Pendidikan Antikorupsi pada tingkat Pendidikan Tinggi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan di dalam undang- undangnya bahwa salah satu fokus utamanya adalah dalam penegakan hukum dan pencegahan korupsi. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah menerbitkan Surat Edaran No. 1016/E/T/2012 pada 30 Juli 2012 kepada semua Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (Kopertis Wilayah I hingga Wilayah XII) beserta petunjuk tentang bagaimana melakukan pendidikan antikorupsi di lingkungan perguruan tinggi. Pendidikan antikorupsi bertujuan untuk: "Memperluas pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai jenis korupsi dan elemen-elemen yang terlibat, Mengubah cara pandang dan sikap terhadap korupsi, serta Menanamkan keterampilan dan kemampuan baru yang diperlukan untuk melawan korupsi". (Suhandi &
Agustin, 2023)
Pendidikan anti-korupsi di perguruan tinggi telah menjadi lebih mudah berkat adanya Peraturan Menteri Nomor 33 tahun 2019 yang mengatur Pelaksanaan Pendidikan Antikorupsi di semua universitas. Oleh karena itu, perguruan tinggi diharapkan mampu membentuk karakter anti-korupsi pada mahasiswa. Selain Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2019, Kemendikbud juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan pendukung untuk mendukung pelaksanaan pendidikan anti-korupsi di lingkungan kampus.(Komisi pemberantas korupsi (KPK), 2021). Pendidikan anti- korupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk mengedepankan pendidikan nilai, yaitu nilai-nilai kebaikan. Menurut Suseno, terdapat tiga sikap moral utama yang akan membuat seseorang menjadi tahan terhadap godaan korupsi, yaitu “kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab”.
a. Jujur “menandakan keberanian dalam mengungkapkan keyakinan dan menunjukkan identitas sejati seseorang. Kejujuran merupakan fondasi penting dalam kehidupan bersama, sementara ketidakjujuran dapat merusak hubungan dalam suatu komunitas. Mahasiswa perlu memahami bahwa bertindak tidak jujur memiliki dampak yang sangat negative”.
b. Sikap adil “mengacu pada pemenuhan hak orang lain dan ketaatan terhadap kewajiban pribadi. Menurut Magnis, bertindak baik namun tidak memperhatikan prinsip keadilan tidaklah benar. Keadilan menjadi kunci untuk mencapai kebaikan bersama”.
c. Rasa tanggung jawab “mencakup ketekunan dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban. Seorang individu bertanggung jawab akan melaksanakan kewajiban dengan sungguh-sungguh hingga selesai.
Sebagai contoh, mahasiswa yang diberi tanggung jawab mengelola dana kegiatan olahraga di sekolahnya harus menunjukkan rasa tanggung jawabnya dengan menggunakan dana tersebut secara efisien demi kesuksesan kegiatan olahraga tersebut”.(Wati, 2022)
Setelah mendapatkan Pendidikan Antikorupsi, harapan terhadap mahasiswa adalah:
a. Mahasiswa diharapkan dapat mempertahankan integritas diri dan tidak terlibat dalam praktik koruptif serta tindak pidana korupsi.
b. Mahasiswa diharapkan semakin peka terhadap tindakan koruptif dan berkomitmen untuk tidak terlibat dalam tindakan yang bersifat korupsi, meskipun dalam skala kecil sekalipun.
c. Mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mencegah perilaku koruptif pada orang lain dan aktif mengingatkan keluarga, kerabat, serta teman-teman di lingkungan sekitar akan pentingnya integritas dan kejujuran. Selain itu, mereka juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang lain tentang konsep korupsi dan upaya pencegahannya.
d. Mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengenali tindakan koruptif dan memberikan respons yang tepat, termasuk melaporkannya kepada pihak yang berwenang. Melaporkan ke pihak penegak hukum harus didasarkan pada bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.(Wati, 2022)
Pendidikan Antikorupsi yang dijalankan oleh setiap perguruan tinggi seharusnya memiliki tujuan dan kompetensi peserta didik yang sama.
Dengan demikian, mahasiswa di seluruh perguruan tinggi akan memiliki kompetensi anti-korupsi yang diharapkan. Namun, ada beberapa hal yang dapat membedakan karakter matakuliah Anti-korupsi antara perguruan tinggi, yaitu:
a. Lokalitas daerah
Korupsi dan gerakan anti-korupsi yang terjadi di daerah tempat perguruan tinggi berada.
b. Kearifan lokal (local wisdom)
Pameo, slogan klasik, atau modern yang ada dalam budaya daerah tempat perguruan tinggi berada.
c. Ciri khas perguruan tinggi
Visi, misi, dan kompetensi utama yang membedakan perguruan tinggi tersebut dari perguruan tinggi lain.
d. Ciri khas program studi atau keilmuan
Konteks disiplin ilmu dari program studi tempat mata kuliah ini diajarkan.
Menyertakan keempat poin tersebut dalam mata kuliah Anti-korupsi di perguruan tinggi akan membuatnya menjadi unik karena materi kuliah akan lebih relevan dan dapat menghasilkan solusi konkret bagi masyarakat setempat.(Puspito et al., 2011)
D. PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI MASYARAKAT
Di era masyarakat modern yang ditandai oleh kemajuan teknologi, keterhubungan global yang semakin erat, dan tuntutan akan transparansi yang semakin meningkat, korupsi telah mengalami transformasi yang kompleks dan memiliki dampak yang luas. Tidak lagi terbatas pada transaksi uang di balik pintu tertutup, korupsi kini menyebar ke berbagai aspek kehidupan dan menjadi ancaman serius terhadap kemajuan yang berkelanjutan. Seperti virus yang merayap di dalam sistem sosial, korupsi membawa kerumitan yang luar biasa dan kerugian yang merajalela di seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari pelanggaran terhadap integritas hingga dampaknya yang meresap ke semua sektor kehidupan sosial.(Arfa, 2023)
Menurut hakim (Arfa, 2023) Pendidikan anti-korupsi sangat esensial untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Melalui proses pembelajaran ini, masyarakat diberi pembelajaran dalam cara menganalisis informasi secara cermat, mengenali tanda-tanda korupsi, dan membuat keputusan yang didasarkan pada prinsip-prinsip etika. Ini memungkinkan individu untuk mengidentifikasi dan mengatasi situasi korupsi dalam kehidupan sehari-hari, serta berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan korupsi. Tujuan utama dari program pendidikan anti-korupsi adalah membentuk masyarakat yang berkomitmen untuk mencegah korupsi.
Dengan pemahaman yang mendalam mengenai akar permasalahan korupsi dan dampaknya, individu akan cenderung berperilaku dengan integritas dan memilih jalan yang benar ketika dihadapkan pada godaan korupsi. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk menciptakan pemimpin masa depan yang memiliki standar etika yang tinggi, dapat berperan dalam pemerintahan yang transparan, dan mampu membawa negara menuju pertumbuhan yang berkelanjutan.(Arfa, 2023)
Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang dampak negatif korupsi, masyarakat cenderung menolak tindakan korupsi dan mendukung upaya pencegahannya. Keterlibatan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil juga menjadi kunci. Perusahaan harus mengadopsi praktik bisnis yang transparan dan berintegritas, serta mendukung inisiatif anti-korupsi. Di sisi lain, organisasi masyarakat sipil memainkan peran vital dalam mengawasi dan melaporkan kasus korupsi, sambil memperjuangkan perubahan menuju tata kelola yang lebih baik. Pendidikan anti-korupsi juga memiliki potensi besar untuk merubah pola pikir dan perilaku masyarakat secara menyeluruh dalam jangka panjang, menciptakan masyarakat yang lebih bermartabat dan mampu bersaing di tingkat global.(Arfa, 2023)
Pendidikan anti-korupsi memiliki peran yang sangat penting dalam mengubah masyarakat menjadi lebih jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Dengan pendekatan yang komprehensif, pendidikan anti-korupsi dapat mengubah cara pandang, perilaku, dan budaya masyarakat terhadap korupsi. Melalui peningkatan pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan, dan sikap, pendidikan anti-korupsi dapat menjadi agen perubahan yang efektif.
Berikut adalah uraian mengenai bagaimana pendidikan anti-korupsi dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat:
1. Pentingnya Penanaman Kesadaran: “Pendidikan anti-korupsi bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan bahaya korupsi.
Dengan memberikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai
kerugian sosial, ekonomi, dan politik yang ditimbulkan oleh korupsi, pendidikan ini membantu masyarakat menyadari betapa pentingnya berperan aktif dalam melawan praktik korupsi”.
2. Mengembangkan Nilai-nilai Etika: “Pendidikan anti-korupsi sangat menekankan pentingnya nilai-nilai etika seperti integritas, kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan. Hal ini bertujuan untuk membentuk karakter individu yang memiliki integritas dan peduli terhadap kepentingan bersama. Dengan mengembangkan nilai-nilai ini, diharapkan masyarakat dapat berperilaku dengan baik dan mengambil keputusan yang tepat”.
3. Meningkatkan Kemauan: “Selain pengetahuan, pendidikan anti-korupsi juga mengajarkan kemampuan praktis, seperti menganalisis informasi, mengenali tanda-tanda korupsi, dan membuat keputusan berdasarkan integritas. Kemampuan ini memungkinkan masyarakat untuk mengidentifikasi situasi korupsi, mengambil langkah-langkah pencegahan, dan melaporkan kecurigaan dengan efektif”.
4. Mengembangkan Sikap Proaktif: “Pendidikan anti-korupsi mendorong sikap proaktif dalam menghadapi korupsi. Orang-orang yang mendapatkan pendidikan akan lebih condong untuk tidak hanya menghindari praktik korupsi, tetapi juga ikut serta dalam gerakan dan inisiatif antikorupsi. Sikap proaktif ini membantu mengubah cara berpikir dari tidak peduli menjadi beraksi untuk merubah".
5. Mendorong Keikutsertaan Masyarakat: “Pendidikan anti-korupsi menjadi pendorong agar masyarakat aktif dalam melawan korupsi.
Dengan memahami betapa pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan terhadap kebijakan dan institusi, masyarakat akan lebih terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan mengawasi kinerja pemerintah”.
6. Mengubah Norma dan Budaya: “Pendidikan anti-korupsi memiliki potensi besar untuk mengubah norma dan budaya yang menerima praktik korupsi. Dengan menekankan pentingnya integritas dan transparansi, pendidikan ini dapat mendorong perubahan dalam norma sosial yang menghargai perilaku jujur dan etika dalam berbagai interaksi sosial”.
7. Pemberdayaan Generasi Muda: “Pendidikan anti-korupsi memberikan kekuatan kepada generasi muda untuk menjadi agen perubahan di masa depan. Dengan menyertakan pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum sekolah, kita dapat menciptakan generasi yang benar-benar memahami
pentingnya mencegah korupsi dan memiliki tekad untuk membangun masyarakat yang lebih baik”.
8. Mendorong Aksi Kolaboratif: “Pendidikan anti-korupsi mendukung kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, perusahaan swasta, dan masyarakat luas dalam upaya melawan korupsi. Kerja sama ini meningkatkan efektivitas upaya anti-korupsi dan menciptakan motivasi yang lebih kuat untuk perubahan”.
9. Transformasi Sistemik: “Pendidikan anti-korupsi bisa menjadi pemicu perubahan besar dalam pemerintahan dan lembaga-lembaga publik.
Dengan fokus pada pentingnya pelayanan publik yang jujur dan terbuka, pendidikan ini mendorong perubahan dalam kebijakan, regulasi, dan praktik yang dapat mengurangi peluang terjadinya korupsi”.(Arfa, 2023)
Secara keseluruhan, pendidikan anti-korupsi memainkan peran yang sangat penting dalam mengubah perilaku, sikap, dan norma masyarakat terhadap korupsi. Dengan fokus pada peningkatan pengetahuan, penguatan nilai-nilai, dan pengembangan keterampilan, pendidikan semacam ini memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk masyarakat yang