• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Latihan Fisik Aerobik Renang Pada Tikus Putih (Rattus Novergicus) Galur Wistar Yang Mengalami Obesitas

Elga Efriza

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Latihan Fisik Aerobik Renang Pada Tikus Putih (Rattus Novergicus) Galur Wistar Yang Mengalami Obesitas"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Latihan Fisik Aerobik Renang Terhadap Pada Tikus Putih (Rattus Novergicus)

Galur Wistar Yang Mengalami Obesitas

PROPOSAL TESIS Vita Altamira NIM. 223307043029

PROGRAM STUDI

MAGISTER SAINS BIOMEDIS

FAKULTAS KEDOKTERAN, KEDOKTERAN GIGI, DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA MEDAN

2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia bahkan di dunia. Dari hasil Studi Framingham telah menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi dan kelebihan berat badan keduanya merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular (Kengne, 2010). Hipertensi adalah salah satu komplikasi terkait obesitas yang paling umum, sekitar 30% individu dapat diklasifikasikan mengalami obesitas, kemudian dari hasil penelitian nurse health study yang dilakukan ditemukan wanita lebih banyak yang yang terkena obesitas mengalami resiko hipertensi, jantung coroner dari pada laki-laki. (Martens, 2020).

Dari hasil studi epidemiologi ditemukan hubungan antara indeks massa tubuh, tekanan darah dan kelebihan berat badan tampaknya menjadi faktor risiko penting untuk pengembangan hipertensi. Penurunan berat badan telah direkomendasikan untuk pasien hipertensi obesitas dan telah terbukti menjadi pendekatan pengobatan nonfarmakologis yang paling efektif. Namun, hasil jangka panjang dari program penurunan berat badan sangat mengecewakan karena sulitnya mendapatkan kembali besar berat badan yang normal. Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan berat badan sederhana, didefinisikan sebagai penurunan berat badan 5% sampai 10% dari berat awal, telah menerima perhatian yang meningkat sebagai strategi pengobatan baru untuk pasien kelebihan berat badan dan obesitas.

(Martens,2020)

Faktor yang mempengaruhi obesitas sangat banyak, salah satunya adalah

2

(3)

faktor genetik. Gen obes merupakan faktor genetik, dimana gen yang dimilliki orang tuanya diwariskan ke anaknya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dietz mengatakan apabila seorang anak memiliki kedua orangtua yang obesitas maka 80% keturunannya akan mengalami obesitas juga, sedangkan apabila salah satu dari kedua orangtuanya mengalami obesitas maka kemungkinan keturunannya mengalami obesitas sebesar 40%. (Wijayanti, 2017)

Dari studi yang dilakukan di Asia, India dan Melaysia, menunjukkan bahwa orang-orang pedesaan memperoleh proporsi lebih banyak karbohidrat dari pada lemak dan protein dibandingkan dengan orang perkotaan, energi makanan dan komposisi diet di sana diperoleh total energi intakes 11,5% hingga 13,5%

lebih besar dari yang direkomendasikan untuk pemeliharaan berat badan yang sehat, dan asupan gula juga lebih banyak direkomendasikan, kemudian serat intake hanya 30% dari level yang direkomendasikan saat ini. Banyaknya mengkonsumsi alkohol juga sangat tinggi berpengaruh, ditambah lagi dengan gaya hidup yang tidak banyak bergerak, diet yang tidak menguntungkan ini tidak diragukan lagi mengarah pada keseimbangan energi positif, dan obesitas yang dihasilkan. (Taylor R, 2018)

Obesitas berada pada proporsi epidemi di Amerika Serikat dan di negara- negara maju dan berkembang lainnya. Prevalensi obesitas meningkat tidak hanya pada orang dewasa, tetapi terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Di Amerika Serikat pada tahun 2019 hingga 2022, 17,1% anak-anak dan remaja kelebihan berat badan, dan 32,2% orang dewasa mengalami obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko yang signifikan dan kontributor peningkatan morbiditas

(4)

dan mortalitas, yang paling penting dari penyakit kardiovaskular (CVD) dan diabetes, tetapi juga dari kanker dan penyakit kronis, termasuk osteoarthritis, penyakit hati dan ginjal, sleep apnea, dan depresi. Prevalensi obesitas telah meningkat terus selama 5 dekade terakhir, dan obesitas mungkin memiliki dampak signifikan pada tahun hidup yang disesuaikan dengan kualitas.

(Nationalhealth, 2018)

Latihan fisik didefinisikan sebagai partisipasi dalam program aktivitas fisik yang teratur dan kuat yang dirancang untuk meningkatkan kinerja fisik, fungsi kardiovaskular, otot kekuatan atau kombinasi dari ketiganya (Redtke T, 2017). Ada dua jenis latihan fisik yang pada dasarnya adalah dua jenis pelatihan yang berbeda: pelatihan aerobik dan pelatihan anaerobik, tetapi tidak ada yang dapat dipertimbangkan murni 'aerobik' atau 'anaerobik' sehubungan dengan pasokan energi pelatihan aerobik biasanya melibatkan periode pelatihan berkelanjutan misalnya bersepeda atau berlari untuk jangka waktu pada intensitas dan adanya target. Pelatihan anaerobik melibatkan pelatihan (misalnya latihan beban atau resistensi atau berlari) pada intensitas tinggi untuk durasi pendek di atas ambang anaerobik. (Radtke T, 2017)

Biasanya dan pada umumnya penderita obesitas, maka kadar endotelin-1 akan meningkat (Da Silva et al., 2019). Proses peningkatan Endotelin-1 bekerja pada otot polos pembuluh darah dan akan menimbulkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan peningkatan proliferasi dan migrasi sel otot polos (Barton, 2000). Proses peningkatan jumlah sel otot polos dalam pembuluh darah manusia akan mengurangi elastisitas dari pembuluh darah tersebut sehingga jumlah sel

(5)

otot polos yang meningkat berubah menjadi salah satu patogenesis dari atherosklerosis yang menyebabkan lumen pembuluh darah akan menyempit dan menjadi faktor risiko hipertensi (Rocha and Libby, 2019).

Faktor endotelial seperti ET-1 dan NO dapat diekspresikan dalam miosit kardiak atau melalui jalur parallel autokrin pada beberapa kondisi patologi masing-masing endotelin diproduksi oleh 3 gen yang berbeda dan disintesa sebagai bagian dari sebuah prekusor protein mRNA besar yang disebut Pre- proendotelin. Gen Endotelin-1 pada manusia berlokasi pada kromosom 6.

Hormon dan faktor-faktor vascular memodulasi sintesa preproendotelin-1 oleh gen ET-1 dengan meregulasi ikatan faktor transkripsi seperti GATA-2 dan AP-1 terhadap elemen spesifik dari promoter gen ET-1. mRNA diterjemahkan ke dalam protein Preproendotelin-1 merupakan asam amino rantai panjang yang kemudian akan dikonversi. Regulasi produksi endotelin selalu paralel terhadap reseptor endotelin. (Luscher T.F, 2020)

Berdasarakan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa latihan fisik berpengaruh terhadap kadar ET-1 dan reseptornya, namun saat ini masih sedikit penelitian tentang pengaruh latihan terhadap ET-1 dan reseptornya, utamanya ET- A pada kasus obesitas, mengingat peran reseptor ET-1 masih perlu dipelajari dan jumlah sampel yang terbatas (manusia). Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh latihan fisik pada penurunan kadar endotelium- 1 diikuti dengan penurunan kadar reseptor endotelin-A pada obesitas dengan menggunakan hewan tikus sebagai percobaannya.

1.2. Rumusan Masalah

(6)

1. Bagaimanakah kadar ET-1 dan endotelin-A setelah latihan fisik pada tikus model obesitas setelah mendapat perlakuan latihan fisik?

2. Apakah ada hubungan endotelin-1 dan endotelin-A pada tikus model obesitas setelah mendapat perlakuan latihan fisik?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Dalam penelitian ini perlu dijelaskan hal apa yang hendak dicapai. Untuk itu, berdasarkan pada rumusan masalah yang dijelaskan maka tujuan umum penelitian ini adalah mendalami pengaruh latihan fisik renang tehadap ekpresi endotelin-1 dan reseptor-A pada model tikus obesitas.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui peningkatan kadar ET-1 setelah latihan fisik renang pada tikus model obesitas.

2. Mengetahui penurunan kadar endotelin-A setelah latihan fisik renang pada tikus model obesitas.

3. Mengetahui hubungan endotelin-1 dan endotelin-A pada tikus model obesitas setelah mendapat perlakuan latihan fisik renang.

4. Mengetahui kadar gula darah dan kolesterol total tikus model obesitas.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi masyarakat

(7)

Masyarakat dapat memahami lebih banyak tentang manfaat latihan fisik sebagai salah satu pilar terapi yang dapat mengurangi risiko kejadian penyakit jantung melalui penurunan tekanan darah pada penderita obesias.

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

Mendalami mekanisme penurunan ekspresi Endotelin-1 melalui keterlibatan endotelin-A pada kondisi obesitas yang rutin melakukan latihan fisik.

Menjadi dasar bagi penelitian tentang Endotelin-1 dan reseptor endotelin-A pada kondisi obesitas.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Latihan Fisik

2.1.1. Defenisi Latihan

Latihan adalah penguatan memberikan ketahanan yang tepat pada otot untuk meningkatkan daya tahan dan kekuatan. Latihan rehabilitasi jantung dikembangkan untuk meningkatkan sistem kardiovaskular, menghilangkan obesitas dan untuk rehabilitasi gangguan dari penyakit jantung dan lainya.

Latihan bermanfaat dalam mencegah atau mengobati penyakit jantung koroner, osteoporosis, kelemahan, diabetes, obesitas, dan depresi.

Rentang gerak adalah salah satu aspek latihan yang penting untuk meningkatkan atau mempertahankan fungsi sendi, dengan melakukan program latihan yang seimbang dapat meningkatkan kesehatan umum, meningkatkan daya tahan tubuh serta memperlambat efek penuaan dini. Rekomendasi makanan untuk menekankan keterkaitan antara olahraga, diet, dan kesehatan.

(Exercise, 2019)

2.1.2. Manfaat Latihan Fisik

1. Membantu mengontrol berat badan dan seiring dengan diet, olahraga memainkan peran penting dalam mengendalikan berat badan dan mencegah obesitas. Untuk menjaga berat badan, asupan kalori yang di konsumsi seperti makan dan minum harus sama dengan energi yang dibakar. Untuk menurunkan berat badan, harus menggunakan lebih banyak kalori daripada konsumsi makan dan minum.

(9)

2. Mengurangi risiko penyakit jantung. Olahraga memperkuat jantung dan meningkatkan sirkulasi. Peningkatan aliran darah yang meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh. Ini membantu menurunkan risiko penyakit jantung seperti kolesterol tinggi, penyakit arteri koroner, dan serangan jantung. Olahraga teratur juga dapat menurunkan tekanan darah dan kadar trigliserida.

3. Membantu tubuh mengelola kadar gula darah dan insulin. Olahraga dapat menurunkan kadar gula darah dan membantu insuli bekerja lebih baik. Hal ini dapat mengurangi risiko sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, dan jika sudah memiliki salah satu penyakit tersebut, olahraga dapat membantu mengelolanya.

4. Membantu orang yang ingin berhenti merokok. Olahraga dapat membuat lebih mudah untuk berhenti merokok dengan mengurangi mengidam dan gejala penarikan. Hal ini juga dapat membantu membatasi berat badan mungkin mendapatkan ketika Anda berhenti merokok.

5. Tingkatkan kesehatan mental dan suasana hati Selama berolahraga, tubuh melepaskan bahan kimia yang dapat meningkatkan mood dan membuat merasa lebih rileks. Ini dapat membantu mengatasi stres dan mengurangi risiko depresi.

6. Bantu menjaga keterampilan berpikir, belajar, dan menilai anda tetap tajam seiring bertambahnya usia. Olahraga merangsang tubuh anda untuk melepaskan protein dan bahan kimia lain yang memperbaiki struktur dan fungsi otak anda.

(10)

7. Dapat membantu aktivitas penguatan otot dapat membantu Anda meningkatkan atau mempertahankan massa dan kekuatan otot Anda.

8. Mengurangi risiko beberapa jenis kanker, termasuk kanker usus besar, payudara, rahim, dan paru-paru.

9. Kurangi risiko jatuh. Untuk orang dewasa yang lebih tua, penelitian menunjukkan bahwa melakukan aktivitas keseimbangan dan penguatan otot selain aktivitas aerobik intensitas sedang dapat membantu mengurangi risiko jatuh.

10. Tingkatkan kualitas tidur Anda. Olahraga dapat membantu Anda tertidur lebih cepat dan tetap tertidur lebih lama.

11. Tingkatkan kesehatan seksual Anda. Olahraga teratur dapat menurunkan risiko disfungsi ereksi (DE) pada pria. Bagi mereka yang sudah memiliki DE, olahraga dapat membantu meningkatkan fungsi seksual mereka. Pada wanita, olahraga dapat meningkatkan gairah seksual.

12. Tingkatkan peluang Anda untuk hidup lebih lama. Studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat mengurangi risiko kematian dini dari penyebab utama kematian, seperti penyakit jantung dan beberapa jenis kanker.

(Mayo, 2017)

2.1.3. Jenis Kegiatan Latihan

1. Latihan aerobic adalah latihan tipe daya tahan di mana otot-otot seseorang bergerak secara ritmis dan terkoordinasi untuk periode yang berkelanjutan.

Orang menyebut latihan ini sebagai aerobik karena mereka membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. Latihan aerobik meningkatkan detak

(11)

jantung dan laju pernapasan seseorang untuk memasok lebih banyak oksigen ke otot-otot tubuh. Contoh latihan aerobik meliputi:

a. Jalan cepat

b. Menjalankan sepeda c. Berenang

Orang menyebut latihan ini sebagai aerobik karena mereka membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. Latihan aerobik meningkatkan detak jantung dan laju pernapasan seseorang untuk memasok lebih banyak oksigen ke otot-otot tubuh.

2. Latihan anaerobik adalah latihan yang melibatkan ledakan singkat aktivitas intens. Contohnya;

a. Berlari cepat b. angkat besi

c. pelatihan interval intensitas tinggi (HIIT)

Adapun Kedua jenis olahraga ini bermanfaat bagi kesehatan seseorang, meskipun masing-masing akan bermanfaat bagi tubuh dengan cara yang berbeda.

bagaimana tubuh menggunakan energi yang tersimpan intensitas Latihan lamanya waktu seseorang mampu mempertahankan latihan aerobik cenderung berirama, lembut, dan durasi yang lebih lama. Latihan anaerobik cenderung melibatkan ledakan pendek aktivitas intensitas tinggi. Secara umum, latihan aerobik membantu meningkatkan daya tahan, sedangkan latihan anaerobik membantu meningkatkan massa dan kekuatan otot. (Daniel,2020).

(12)

Gambar 1 Latihan Fisik Aerobik Dengan Berenang

2.1.4. Prinsip Latihan

Tabel 1 Prinsip dan Tahapan Latihan

Prinsip Deskripsi

Kekhususan

Overload (Beban yang terlalu berat)

Kemajuan

Melatih bagian tubuh tertentu atau komponen tubuh terutama

mengembangkan bagian itu: Untuk menjadi lebih baik Pada latihan atau keterampilan tertentu, Anda harus melakukan itu latihan atau

keterampilan.

Stres atau beban yang lebih besar dari normal pada tubuh adalah diperlukan adaptasi pelatihan dapat berlangsung.

Si Tubuh akan beradaptasi dengan rangsangan ini.

Peningkatan beban kerja secara

(13)

Nilai Awal

Reversibilitas

Mengurangi Kembali

bertahap dan sistematis

selama periode waktu tertentu akan menghasilkan perbaikan dalam kebugaran tanpa risiko cedera.

Peningkatan hasil yang menarik adalah terbesar pada mereka yang memiliki nilai awal lebih rendah. Di lain Dengan kata lain, mereka yang memiliki tingkat kebugaran terendah memiliki yang terbesar Ruang untuk perbaikan.

Setelah stimulus pelatihan dihapus, tingkat kebugaran akan akhirnya kembali ke baseline ('gunakan atau hilangkan!').

Mengacu pada penurunan tingkat yang diharapkan dari peningkatan

kebugaran sebagai individu menjadi bugar.

Prinsip Latihan itu sangat tergantung pada komponen program latihan dan kepatuhan peserta terhadap pesep latihan tersebut dan idealnya harus dilaporkan sesuai dengan apa yang disebut FITT komponen (Frekuensi, Intensitas, Waktu dan Jenis latihan). (Daniel, 2020)

2.2. Obesitas

Obesitas adalah sering kondisi dimana akumulasi lemak abnormal atau berlebihan dalam jaringan adiposa, yang berdampak pada kesehatan, seperti penyakit yang disebabkan karena keseimbangan energi dan penambahan berat

(14)

badan. Namun, biasanya setiap orang berbeda–beda respon tubuhnya tidak hanya dalam jumlah kelebihan lemak yang mereka simpan, tetapi juga dalam distribusi regional lemak itu di dalam tubuh. Distribusi lemak yang disebabkan oleh penambahan berat badan mempengaruhi risiko yang terkait dengan obesitas, dan jenis penyakit yang diakibatkannya oleh karena itu, untuk dapat membedakan antara mereka yang berisiko tinggi. (Garrow JS, 2018)

2.2.1. Indeks Masa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks sederhana berat badan untuk tinggi yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan kekurangan berat badan, kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. Ini didefinisikan sebagai berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter (kg/m2).

Misalnya, orang dewasa yang memiliki berat 70kg dan tinggi 1,75m akan memiliki IMT 22,9:IMT = 70 (kg) / 1,752 (m2) = 22,9. Obesitas diklasifikasikan sebagai BMI 2::30.0.

Tabel 2 Kategori BMI Untuk Laki-laki dan Perempuan (Depkes RI, 2013) Kategori Nilai BMI Laki-laki Nilai BMI Perempuan

Kurus <17 <18

Normal 17-23 18-25

Gemuk 23-27 25-27

Obesitas >27 >27

2.2.2. Faktor Penyebab ObesitasBerikut ini harus diperhatikan Adapun faktor-faktor penyebab obesitas diantaranya yaitu:

1. Obesitas dapat terjadi akibat ketidakseimbangan energi kecil yang mengarah ke kenaikan berat badan secara bertahap namun persisten selama periode yang cukup lama.

(15)

2. Setiap keadaan obesitas terbentuk, proses fisiologis cenderung mempertahankan berat badan baru.

3. Berat badan terutama diatur oleh serangkaian proses fisiologis tetapi juga dipengaruhi oleh sosial, dan kognitif fakto eksternal.

4. Tren epidemiologi terbaru dalam obesitas menunjukkan bahwa penyebab masalah utama obesitas adalah terletak pada lingkungan dan perubahan perilaku.

5. Peningkatan pesat dalam obesitas adalah faktor genetik yang signifikan dalam perubahan populasi.

6. Meningkatnya proporsi lemak dan peningkatan kepadatan energi diet, bersama dengan pengurangan tingkat aktivitas fisik dan peningkatan perilaku menetap, dianggap besar.

7. Faktor yang berkontribusi terhadap kenaikan berat badan rata-rata populasi. Berurusan dengan masalah ini tampaknya menjadi yang paling efektif untuk memerangi kenaikan tingkat kelebihan berat badan dan obesitas di masyarakat.

8. Masalah obesitas global dapat dilihat sebagai konsekuensi dari masalah sosial, ekonomi dan budaya besar-besaran sekarang dihadapi negara- negara berkembang dan industri baru, serta etnis minoritas dan yang kurang beruntung di negara-negara maju.

9. Tingkat yang meningkat pada obesitas, NIDDM, hipertensi, dislipidemia dan CVD, ditambah dengan merokok dan penyalahgunaan alkohol, sering terjadi dari hasil proses modernisasi / akulturasi.

(16)

10. Studi epidemiologi, genetik dan molekuler di banyak populasi dunia menunjukkan bahwa ada orang yang lebih rentan terhadap penambahan berat badan dan perkembangan obesitas dari pada yang lain.

11. Faktor genetik, biologis dan pribadi lainnya seperti berhenti merokok, jenis kelamin dan usia berinteraksi untuk menentukan individu dalam kerentanan terhadap penambahan berat badan.

Kelompok etnis tertentu tampaknya sangat bertanggung jawab atas perkembangan tersebut terhadap terjadinya obesitas ketika terkena gaya hidup senang. (Cummings,2017)

2.2.3. Pengaruh Energi Terhadap Kenaikan Berat badan 1. Asupan energi

Jumlah total asupan energi mengacu pada semua energi yang dikonsumsi sebagai makanan dan minuman yang dapat dimetabolisme di dalam tubuh :

1. Kandungan makronutrien penyusunnya ada dalam makanan dan minuman.

2. Lemak menyediakan energi paling banyak per satuan berat, dan karbohidrat dan protein paling sedikit.

3. Serat mengalami degradasi bakteri dalam jumlah besar di usus untuk menghasilkan asam lemak volatil yang kemudian diserap dan digunakan sebagai energi.

4. Ukuran kontribusi energi dari serat adalah diperkirakan 6,3 kJ/g (1,5 kkal1h/g).

(17)

5. Pengeluaran energi pada kedua elemen dari persamaan keseimbangan energi dan energi total, pengeluaran memiliki tiga komponen utama berikut:

- tingkat metabolisme basal (BMR);

- termogenesis diet (produksi panas yang diinduksi makanan);

- aktivitas fisik.

proporsi bahwa setiap komponen berkontribusi terhadap total energi pengeluaran bervariasi sesuai dengan keteraturan dan intensitas aktivitas fisik.

6. Pada orang dewasa yang tidak banyak bergerak, BMR menyumbang hampir 60% dari output energi total, respons termogenik diet untuk sekitar 10%, dan aktivitas fisik untuk 30% sisanya. Pada mereka yang terlibat dalam pekerjaan manual yang berat, total pengeluaran energi meningkat dan proporsi pengeluaran energi yang diperhitungkan oleh aktivitas fisik dapat naik menjadi sekitar 50%. Termogenesis diet tampaknya tetap konstan sebesar 10%, meninggalkan BMR untuk memperhitungkan 40%

dari total energi pengeluaran. Meskipun BMR dapat bervariasi secara intrinsik antara individu dengan berat yang sama sebesar ±25%, dalam setiap individu itu ketat dikendalikan penyebab utama dari keluarnya energi adalah tingkat aktivitas fisik. (Dallosso,2017).

2.3. Endotelin

(18)

Endotelin (ET)-1 adalah peptida asam amino 21 yang memiliki vasokonstriktor yang kuat serta aktivitas mitogenik. Tingkat plasmanya sangat rendah pada subjek normal tetapi di banyak keadaan penyakit seperti di pasien tertentu seperti hipertensi, aterosklerosis, infark miokard akut dan gagal ginjal menunjukkan bahwa penyebabnya adalah peran patofisiologis dalam situasi ini.

Ada tiga isoform endotelin (ET-1, ET-2, ET-3) yang diketahui, tetapi hanya ET-1 yang diproduksi oleh endotelium vaskular. Sedangkan dua lagi reseptor endotelin (yaitu, ETA dan ET-B) yang bertemu efek vaskular ET-1 telah ditandai dan cDNA mereka dikloning. Baru-baru ini, antagonis selektif ET-A, SR134317 dan BQ-123, sarafotoksin ligan ET-BS6c dan gabungan ET-A, ET-B antagonis reseptor R047-0203 (bosentan) telah dikembangkan dan sedang diselidiki secara menyeluruh tentang peran mereka sebagai agen theurapeuetic. (Yanaglsawa M, 2018)

2.3.1. Mekanisme Kerja Endotelin

Endotelin merangsang metabolisme inositol fosfat dan menginduksi mobilisasi toko Ca2+ intraseluler. Aktivasi sementara saluran K+ Ca2+-sensitif memicu hiperpolarisasi membran. Ini diikuti oleh depolarisasi berkelanjutan yang disebabkan oleh pembukaan saluran kation non-spesifik yang permeabel terhadap Ca2+ dan Mg2+. Depolarisasi kemudian mengaktifkan saluran Ca2+ tipe-L.

Mekanisme aksi ini menjelaskan mengapa bagian dari vasokonstriksi yang diinduksi endotelin dihilangkan oleh blocker saluran Ca2+ tipe-L.

Endotelin, awalnya diidentifikasi sebagai peptida vasokonstriksi yang berasal dari sel endotel vaskular, sekarang diketahui memberikan beragam efek

(19)

biologis pada berbagai jaringan dan jenis sel melalui reseptornya sendiri. Salah satu tindakan endotelin yang luar biasa adalah aktivitas mempromosikan pertumbuhan sel yang ditunjukkan dalam beberapa jenis sel termasuk sel otot polos pembuluh darah yang dikultur, fibroblas, sel mesangial glomerulus dan osteoblas. Efek mitogenik kemungkinan dimediasi oleh stimulasi fosfolipase C melalui kopling reseptor-G-protein, dan aktivasi protein kinase C berikutnya. Efek endotelin dapat berkontribusi pada respons proliferasi sel di bawah berbagai kondisi fisiologis dan patologis, seperti penyembuhan luka dan pengembangan aterosklerosis dan glomerulonefritis. Baru-baru ini, tiga gen terkait endotelin yang berbeda telah dikloning, menunjukkan bahwa mamalia, termasuk manusia, menghasilkan tiga anggota keluarga peptida ini, endotelin (ET) -1 (endotelin 'klasik'), ET-2 dan ET-3, yang dapat bertindak pada subtipe reseptor endotelin yang berbeda untuk menginduksi respons seluler yang berbeda. (S Moncada, 2018).

2.3.2. Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Endotelin

Untuk menjelaskan mekanisme seluler dimana endotelin (ET) disekresikan, kami telah mempelajari efek dari berbagai agen vasoaktif pada sekresi imunoreaktif (IR)-ET dari sel endotel sapi yang dikultur (EC). EC sapi konfluen yang dikultur dalam medium bebas serum yang disekresikan IR-ET sebagai fungsi waktu. Tidak hanya trombin, tetapi juga hormon vasokonstriksi, seperti arginin-vasopresin (AVP) dan angiotensin (ANG) II, sekresi IR-ET yang dirangsang tergantung dosis, dan efek ini sepenuhnya dihapuskan oleh antagonis reseptor V1 dan [Sar1, Ala8]-

(20)

ANG II, masing-masing. Protein kinase C (PKC)-mengaktifkan phorbol ester dan Ca2+ ionophore ionomycin memiliki efek stimulasi pada seresi IR-ET, dan kombinasi kedua senyawa memiliki efek sinergis. Data ini menunjukkan bahwa AVP dan ANG II, seperti trombin, merangsang sekresi ET dari EC dengan mekanisme yang mungkin melibatkan mobilisasi Ca2+ intraseluler yang dimediasi reseptor dan aktivasi PKC. (Toshiaki dkk, 2019)

2.3.3. Hubungan Endotelin Dengan Obesitas.

Hipertensi dan obesitas sentral adalah dua kondisi yang terkait erat, tetapi mekanisme yang bertanggung jawab untuk hipertensi terkait obesitas masih belum jelas. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian membahas peran endotelin-1 (ET-1) dalam pengembangan dan pemeliharaan hipertensi. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi ET-1 plasma pada subjek obesitas sentral normotensif dan hipertensi dibandingkan dengan kelompok sehat ramping. untuk menganalisis hubungan antara plasma ET-1, tekanan darah, dan struktur dan fungsi ventrikel kiri pada subjek obesitas sentral (baik normotensif dan hipertensi).

Tingkat ET telah dinilai dengan metode radioimmunoassay pada 20 normotensives ramping dan pada 57 subjek obesitas sentral; 30 di antaranya hipertensi dan 27 di antaranya normotensif. Tekanan darah rata-rata dua puluh empat jam (MBP / 24 jam) dengan pemantauan tekanan darah rawat jalan noninvasif, massa / tinggi ventrikel kiri (LVM / H), dan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) dengan ekokardiografi dan laju pengisian puncak (PFR) dengan studi radionuklida juga diukur. Tingkat ET secara signifikan (P < 0,05) lebih tinggi

(21)

pada hipertensi obesitas dan normotensif obesitas daripada normotensif ramping.

Selain itu, tingkat ET secara signifikan (P < 0,05) lebih tinggi pada hipertensi obesitas daripada normotensif obesitas. ET berhubungan langsung dengan LVM/

H (r = 0,86; P < 0,001) dan MBP/24 jam (r = 0,48; P < 0,009) tetapi hanya pada hipertensi obesitas. Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa kadar plasma ET-1 tetap menjadi prediktor independen MBP / 24 jam dan LVM / H juga ketika usia dimasukkan dalam analisis. Data ini menunjukkan bahwa hipertensi terkait obesitas ditandai oleh disfungsi endotel yang dapat berkontribusi pada risiko kardiovaskular yang lebih tinggi terdeteksi pada pasien ini. (Chang Bn, 2020) 2.3.4. Hubungan Latihan Fisik Terhadap Endotelin Dengan Obesitas

Telah diungkap sebelumnya tentang bagaimana obesitas menyebabkan disfungsi endotel dan pengaruh rangsangan mekanis endotelium oleh shear stress (latihan fisik). Namun bagaimanakah kaitan diantara ketiganya masih belum jelas.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Miyaki et al., 2019) menunjukkan bahwa Konsentrasi plasma endotelin-1, vasokonstriktor peptida potein yang diproduksi oleh sel endotel vaskular, secara signifikan menurundan peningkatan oksida nitrat, setelah latihan fisik secara teratur pada 21 pasien obesitas. Pada penderita obesitas, kadar endotelin-1 meningkat (Da Silva et al., 2018). Dengan melakukan latihan fisik teratur, kadar endotelin-1 dalam sirkulasi menurun (Maeda et al., 2021). Penurunan kadar endotelin-1 bisa disebabkan karena bersihan zat tersebut meningkat. Bersihan endotelin-1 terkait dengan kerja reseptor endotelin-B di endotel. Banyaknya endotelin- 1 yang berikatan dengan reseptor endotelin-B akan menyebabkan turunnya kadar endotelin-1 dalam sirkulasi.

(22)

Morawietz et al. (2000) melaporkan bahwa reseptor endotelin-B akan mengalami upregulasi atau peningkatan ekspresi karena pengaruh shearstress pada pembuluh darah melalui jalur anti arteriosk lerotik. Reseptor endotelin-B memiliki peran yang lebih dominan dalam menjaga tekanan darah basal dan tonus pembuluh darah dibandingkan reseptor endotelin A (Schneider et al., 2007) dan mekanisme Shear stress diyakini merupakan modulator pada ekspresi reseptor endotelin-B dalam peningkatanya (Tang et al., 2007). Pernyataan tersebut dikuatkan dalam sebuah penelitian terbaru yang menunjukkan latihan fisik rutin mempengaruhi reseptor endotelin-B. Hasilnya menunjukka bahwa ekspresi reseptor endotelin B endotel aorta tikus model DM lebih banyak secara bermakna setelah mendapat perlakuan latihan fisik rutin.selain itu Diameter aorta tikus lebih besar secara bermakna pada kelompok yang mendapat perlakuan Latihan.

(Miranti Dewi et al., 2020)

2.4. Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Tikus laboratorium adalah mamalia pertama yang didomestikasi untuk tujuan penelitian. Hewan yang dijadikan penelitian itu adalah keturunan dari tikus Norwegia liar, Rattus norvegicus, yang meskipun namanya kemungkinan besar berasal dari Asia. Hewan ini sangat mudah beradaptasi dan hewan pengerat ini sekarang menghuni hampir semua lingkungan di Bumi. Terutama di dekat pemukiman manusia, di mana mereka sering dianggap sebagai hama. Tikus laboratorium tumbuh subur di penangkaran, dan domestikasinya telah menghasilkan banyak galur inbred dan outbred yang digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk uji coba medis dan studi perilaku. Perbedaan antara tikus

(23)

Norwegia liar dan rekan laboratorium mereka pertama kali dicatat pada awal abad ke-20 dan membuat beberapa peneliti kemudian mempertanyakan nilainya sebagai model organisme. Meskipun pandangan ini mungkin tidak dapat dibenarkan, domestikasi lanjutan dari tikus laboratorium menunjukkan bahwa melanjutkan studi tikus liar dapat bermanfaat bagi komunitas penelitian yang lebih luas (Modlinska, 2020).

Tikus Norwegia, seperti manusia, adalah generalis yang hebat dan mampu berkembang di berbagai lingkungan. Tikus terlihat menangkap fingerling trout (ikan trout) di tempat penetasan, menyelam di sungai untuk memakan moluska, dan menangkap serta membunuh bebek dan angsa liar. Tikus Norwegia adalah nenek moyang dari semua strain tikus peliharaan baik albino, berkerudung, hitam atau berwarna agouti. Kapan, di mana, dan bagaimana tikus Norwegia pertama kali didomestikasi tidak diketahui. Pada abad ke-19, tikus liar Norwegia menjadi mangsa dalam olahraga brutal umpan tikus di mana seekor anjing ditempatkan di lubang dengan sejumlah besar tikus dan petaruh bertaruh pada berapa banyak tikus yang akan dibunuh anjing itu dalam jangka waktu tertentu. Satu cerita adalah ketika tikus albino liar Norwegia yang langka terperangkap dalam upaya mengamankan sejumlah besar tikus yang dibutuhkan untuk umpan tikus, albino dipajang di kandang di luar tempat taruhan, dan bahwa tikus albino ini adalah nenek moyang dari setidaknya beberapa dari mereka. strain jinak hari ini.

(Preprints, 2019)

2.4.1. Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus)

(24)

Adapun klasifikasi tikus putih (Rattus Novergicus) menurut Myerset et al.

(2019) adalah:

Tabel 3 Klasifikasi Tikus Putih

KINGDOM ANIMALIA

Phylum Chordota

Subphylum Vertebrata

Class Mamalia

Ordo Rodentia

Family Muridae

Genus Ratus

Spesies Rattus norvegicus

Sumber: Myerset et al. (2019)

Tikus (Rattus norvegicus) tersebar luas secara global dan mampu menelan kerugian biaya industri primer mencapai ratusan juta dolar per tahun. Ini telah menyebabkan atau berkontribusi pada kepunahan atau pengurangan jangkauan mamalia asli, burung, reptil dan invertebrata melalui pemangsaan dan persaingan dalam rantai makanan. Tikus-tkus ini juga membatasi regenerasi banyak spesies tumbuhan dengan memakan biji dan bibit, memakan tanaman pangan dan merusak simpanan makanan manusia bahkan mereka buang air kecil dan besar di dalam penyuimpanan makanan itu. Kerusakan ekonomi tambahan yang disebabkan tikus yaitu mengunyah kabel listrik dan menyebarkan penyakit.

Gambar 2 Tikus Putih (Rattus norvergicus) Galur wistar

(25)

2.4.2. Tikus Galur Wistar Sebagai Sumber Daya Penelitian

Kepandaian dalam banyak hal yang sama yang membuat tikus menjadi spesies yang subur di alam liar, itu membantu mereka bertahan di penangkaran.

Mereka dapat dengan mudah bertahan hidup dalam beberapa kondisi yang paling buruk dan memiliki kemampuan yang hampir tak tertandingi untuk bereproduksi.

Siklus reproduksi mereka yang sangat singkat dan ketersediaan yang banyak diterjemahkan menjadi biaya pemeliharaan yang sangat rendah, yang juga didukung dengan tingkat kelangsungan hidup mereka yang tinggi di lingkungan penangkaran. Dalam banyak hal itulah yang menjadikan tikus lebih unik, bukan karena kemiripannya dengan manusia yang membuat tikus merupakan sumber daya yang ideal di lingkungan laboratorium. (Kent Scientific Corporation, 2022)

Ada argumen bahwa tikus percobaan telah merosot nilainya sebagai spesies yang liar, sehingga penangkaran kehilangan sebagian populasi yang ideal nilainya sebagai model percobaan. Meskipun ada sedikit penyebab kekhawatiran mengenai domestikasi tikus laboratorium, namun masih ada argumentasi yang bisa dijadikan untuk dimulainya kembali mempelajari spesies liar bersama model

(26)

yang sangat terspesialisasi yang diperoleh melalui mutasi genetik terkontrol tikus selama beberapa decade. (Kent Scientific Corporation, 2022)

2.5. Kerangka Konseptual

Gambar 3 Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis Penelitian

Tikus (rattus norvegicus) galur wistar betina obesitas

Kelompok Kontrol (KK)

Kelompok Perlakuan (KP)

Variabel independent:

Latihan Fisik Variabel dependent:

Kadar Kolesterol

Total Kadar Gula

Darah Kadar

Endotelin-A Kadar

Endotelin-1

(27)

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ekspresi endotelin-1 pada tikus model obesitas dengan latihan fisik rutin lebih sedikit dibandingkan kelompok obesitas tanpa latihan fisik

2. ekspresi reseptor endotelin-A pada tikus model obesitas dengan latihan fisik rutin renang kadarnya lebih sedikit dibandingkan kelompok obesitas tanpa latihan fisik renang.

3. Ada hubungan endotelin-1 dan endotelin-A pada tikus model obesitas setelah mendapat perlakuan latihan fisik.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post-test control design group. Penelitian ini menggunakan model hewan coba yakni model tikus jantan obesitas yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu: kelompok yang diberi latihan fisik dan kelompok yang tidak diberikan latihan fisik (kelompok kontrol). Adapun jumlah tikus yang digunakan dalam penelitian adalah 12 ekor, 6 ekor kelompok perlakuan dan 6 ekor kelompok kontrol.

Gambar 4 Pembagian Kelompok Penelitian

3.2 Sampel Penelitian

Sampel Penelitian

KK KP

Tikus diberi latihan fisik Tikus tidak diberi

perlakuan

(29)

Besar sampel yang digunakan dalam setiap kelompok diambil menurut WHO 5 ekor dan perkiraan drop out 10% sehingga pada penelitian ini digunakan hewan coba sebanyak 6 ekor pada setiap kelompok.

Sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu tikus (Rattus norvegicus) galur wistar betina dewasa dengan berat 150-300 gram yang berumur 2-3 bulan dan dalam keadaan sehat. Keadaan sehat tersebut ditandai dengan gerak aktif dan tidak ada cacat secara fisik.

3.3 Identifikasi Variabel

Secara konseptual, variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen seperti berikut:

Definisi operasional dalam penelitian ini meliputi :

1. Latihan fisik adalah Latihan fisik rutin dilakukan menggunakan latihan aerobik renang, dan sebelum berenang diberi beban seberat 3% dari berat badan yang diikatkan di ekornya. Latihan ini dikerjakan secara terus

Variable perancu:

Aktivitas harian

(30)

menerus selama 13 menit setiap satu kali latihan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 4 minggu.

2. Obesitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Nilai Indeks Obesitas Lee >0,3

3. Kadar ET-1 adalah konsentrasi endotelin-1 (ET-1) yang terdapat di dalam darah tikus.

4. Kadar ET-A adalah jumlah reseptor endotelin A pada otot polos pembuluh.

3.4 Alat dan Bahan Penelitian

Pada penelitian ini, alat yang digunakan adalah:

a. Timbangan untuk mengukur berat badan tikus, b. Kandang tikus

c. Tempat makan tikus, botol minuman tikus, d. Ember berisi air untuk berenang.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan usia 120-180 hari, pakan tikus, dan air.

3.5 Aklimitasi Hewan Uji

1. Tikus diberi diet tinggi karbohidrat dan lemak agar menjadi obesitas.

Hewan coba ditimbang untuk menentukan kriteria inklusi dan eksklusi.

Setelah memenuhi criteria inklusi, hewan coba yang berjumlah 12 ekor kemudian dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu 6 ekor kelompok kontrol, 6

(31)

ekor kelompok yang diberi latihan fisik. Seluruh hewan coba (tikus) dipelihara dan diadaptasikan pada kondisi bebas pathogen

2. Pemberian perlakuan dalam penelitian ini model coba kelompok kontrol (KK) tidak diberikan intervensi. Kelompok latihan mendapat perlakuan berupa latihan fisik rutin dilakukan menggunakan latihan aerobik renang, sebelum berenang tikus diberi beban sebanyak 3% dari berat tubuhnya yang diikat pada ekornya yang dikerjakan secara terus menerus selama 13 menit setiap satu kali latihan dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 4 minggu (famelia, 2018).

3. Alur Penelitian

Gambar 5 Alur Penelitian Pemeliharaan hewan coba

Pemeliharaan tikus hingga obesitas

Latihan fisik berupa Latihan berenang Tikus tidak diberi

perlakuan (kontrol)

Pemeriksaan:

- ET-1 - ET-a - KGD - Kolesterol total

(32)

3.6. Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis statistik dengan menggunakan SPSS. Uji normalitas shapiro wilk untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak kemudian Untuk melihat perbandingan Uji independent sample t test akan digunakan untuk menilai perbedaan kadar ET-1, dan reseptor ET-A pada kelompok obesitas perlakuan dan kelompok obesitas nonperlakuan.

Pengolahan, Analisis dan Pelaporan hasil analisis data

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini dipaparkan hasil pengambilan serta pengolahan data dalam penelitian. Pembahasan dimulai dari pemaparan gambaran umum subjek penelitian, kemudian dilanjutkan dengan analisis dan interpretasi data penelitian, dan selanjutnya dipaparkan pembahasan hasil penelitian. Dari deskripsi hasil-hasil penelitian nanti juga akan menggambarkan bagaimana permasalahan penelitian dapat dijawab.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Umum Hasil Penelitian

pada penelitian ini digunakan hewan coba sebanyak 12 ekor tikus yang dibagi menjadi 6 ekor pada setiap kelompok. Proses perlakuan dimulai dengan memberikan tikus perlakuan prakondisi tikus diberi diet tinggi karbohidrat dan lemak agar menjadi obesitas selama 14 hari untuk memunculkan kadar obesitas pada tikus. Berikut karakteristik hewan uji penelitian:

Tabel 1. Karakteristik Hewan Uji

Komponen Kelompok K Kelompok P

Jenis Tikus tikus (Rattus norvegicus) galur wistar dewasa

Jenis Kelamin Betina

Kondisi Umum Warna bulu putih, sehat dan aktif Rata-Rata Berat Badan

Awal

240,8gr 279,5gr

Rata-Rata Berat Badan Akhir

271,6gr 192,5gr

Tikus diberi makan diet tinggi lemak, tinggi kolesterol setiap hari. Pakan yang diberikan berupa kuning telur puyuh. Makanan ini secara eksogen

(34)

meningkatkan kadar kolesterol. Makanan tinggi lemak, tinggi kolesterol diberikan selama 14 hari sebelum memulai latihan fisik. Parameter yang digunakan untuk mengkonfirmasi tikus mengalami obesitas yaitu, berat badan yang diukur menggunakan indeks lee >30, ET-1 dan ET-A, kadar kolesterol, dan kadar gula darah.

Parameter berat badan dilakukan dengan mengukur berat badan tikus menggunakan timbangan Ohauss dengan ketelitian 0.1gram. Penimbangan berat badan dilakukan pada awal hari ke-14 setelah induksi diet tinggi lemak. Untuk mengonfirmasi apakah diet tinggi lemak mampu memunculkan kondisi lemak berlebih atau obesitas. Menentukan tikus mengalami obesitas atau tidak yaitu dengan menggunakan indeks lee, dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Berat Badan Tikus Parameter Kelompok Rata-rata

Hari 14 (Setelah diet tinggi emak)

Minggu ke 4 (hari ke 28) Setelah 14 hari perlakuan latihan fisik aerobik renang) Berat Badan (gr) Kontrol 240,8gr 279,5gr*

Perlakuan 271,6gr 192,5gr

Panjang Naso- anal (cm)

Kontrol 203mm 203mm

Perlakuan 205mm 205mm

Indeks lee Kontrol 0.4 0.5

Perlakuan 0.5 0.29

*(tanpa perlakuan)

Berdasarkan data yang diperoleh, setelah mengonsumsi diet tinggi lemak tikus mendapatkan nilai indeks lee> 0.3, atau dapat dikatakan tikus mengalami obesitas. Kelompok kontrol pada minggu ke 4 tanpa perlakuan indeks lee

(35)

mencapai 0,5 dapat dikatan kelompok tikus tersebut mengalami obesitas, dan pada kelompok perlakuan setelah pemberian perlakuan berupa latihan fisik aerobik renang indeks lee pada kelompok tersebut 0,29 dan kelompok perlakuan tidak lagi mengalami obesitas.

Peneliti menyimpulkan bahwa ekstrak latihan fisik aerobik renang mempengaruhi berat badan tikus yang mengalami obesitas.

Setelah hewan uji diukur kadar obesitasnya dan telah mengalami obesitas langkah selanjutnya serum dikumpulkan dari semua tikus untuk kadar ET-1 dan ET-A setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol, dan setelah 4 minggu (28 hari) yang tidak diberikan latihan fisik pada kelompok kontrol dan diberikan latihan fisik pada kelompok perlakuan yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3. Kadar Endotelin-1 (pg/ml)

Kelompok ET-1 Hari ke 0 ET-1 hari ke 14 ET-1 hari ke 28

Kontrol 61,8 73,16 86,21

Perlakuan 61,7 72,6 91,5

Jika dilihat dari hasil pemeriksaan ET-1 yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok kontrol mengalami peningkatan ET-1 dengan hasil 73,16 pg/ml dan pada hari ke 28 untuk kelompok ini tidak diberlakukan latihan fisik mendapat peningkatan ET- 1 dengan hasil 86,21 pg/ml.

Sedangkan pada kelompok perlakuan hasil pemeriksaan ET-1 yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok kontrol mengalami peningkatan ET-1 dengan hasil 72,6 dan pada

(36)

hari ke 28 untuk kelompok ini diberlakukan latihan fisik berupa aerobik renang mendapat peningkatan ET-1 dengan hasil 92,5 pg/ml. Dengan begitu tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar ET-1 lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

Tabel 4. Kadar Endotelin-A (pg/ml)

Kelompok ET-A Hari ke 0 ET-A hari ke 14 ET-A hari ke 28

Kontrol 96 77,6 68,5

Perlakuan 95,6 73,1 62,5

Jika dilihat dari hasil pemeriksaan ET-A yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok kontrol mengalami penurunan ET-A dengan hasil 77,6 pg/ml dan pada hari ke 28 untuk kelompok ini tidak diberlakukan latihan fisik mendapat penurunan ET-A dengan hasil 68,5 pg/ml.

Sedangkan pada kelompok perlakuan hasil pemeriksaan ET-A yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok perlakuan mengalami penurunan ET-A dengan hasil 73,1 pg/ml dan pada hari ke 28 untuk kelompok ini diberlakukan latihan fisik berupa aerobik renang mendapat penurunan ET-A dengan hasil 62,5 pg/ml Dengan begitu tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar penurunan ET-A lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

Setelah hewan uji diukur kadar obesitasnya dan telah mengalami obesitas langkah selanjutnya hasil pemeriksaan darah dikumpulkan dari semua tikus untuk melihat kadar kolestrol dan gula darah setelah 14 hari menjalani diet tinggi lemak dan tinggi kolesterol, dan setelah 4 minggu (28 hari) yang tidak diberikan latihan

(37)

fisik pada kelompok kontrol dan diberikan latihan fisik pada kelompok perlakuan yang disajikan pada tabel berikut:

Tabel 5. Kadar Kolestrol (mg/dL) Kelompo

k H0 H14 H28

Kontrol-

1 51 58 55

2 52 59 58

3 51 59 55

4 50 60 57

5 52 61 58

6 51 59 57

rata-rata 51,16 59,3 56,6 Perlakua

n-1 50 60 47

2 50 59 44

3 52 58 48

4 51 59 43

5 52 60 44

6 50 60 46

rata-rata 50,8 59,3 45,3

Jika dilihat dari hasil pemeriksaan kolestrol kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, maka pada kelompok kontrol di hari ke 28 mendapatkan hasil 56,6 mg/dL dengan tanpa diberi perlakuan latihan fisik. Sedangkan pada kelompok perlkauan hasil pemeriksaan kolestrol mendapatkan hasil 45,3 mg/dL dengan melakukan latihan fisik aeorbik renang dari hari ke 14 setelah induksi diet tinggi lemak hingga hari 28 (minggu ke 4). Dengan begitu latihan fisik pada kelompok ini berpengaruh lebih baik untuk menurunkan kadar kolestrol pada tikus dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan fisik.

Tabel 6. Kadar gula Darah (mg/dL)

Kelompok H0 H14 H28

(38)

Kontrol- 1

89 220 190

2 80 205 198

3 90 205 197

4 87 215 198

5 88 220 190

6 89 215 195

rata-rata 87,1 213,3 194,6 Perlakuan-

1 80 240 163

2 89 220 157

3 90 210 155

4 80 205 166

5 88 205 169

6 80 205 192

rata-rata 84,5 214,1 167

Jika dilihat dari hasil pemeriksaan kadar gula darah kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, maka pada kelompok kontrol di hari ke 28 mendapatkan hasil 194,6 mg/dL dengan tanpa diberi perlakuan latihan fisik. Sedangkan pada kelompok perlakuan hasil pemeriksaan kolestrol mendapatkan hasil 167 mg/dL dengan melakukan latihan fisik aeorbik renang dari hari ke 14 setelah induksi diet tinggi lemak hingga hari 28 (minggu ke 4). Dengan begitu latihan fisik pada kelompok ini berpengaruh lebih baik untuk menurunkan kadar gula darah pada tikus dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan fisik.

4.2 Analisa Data

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data sudah berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan Shapiro-wilk test. Uji normalitas data merupakan hal yang penting karena dengan data yang terdistribusi normal, maka data tersebut dianggap dapat mewakili populasi.

Apabila nilai p > 0.05 maka data dinyatakan terdistribusi normal dan sebaliknya

(39)

apabila nilai p < 0.05 maka data dinyatakan tidak terdistribusi normal. Hasil uji normalitas data pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Uji normalitas

Tests of Normality Kelompo

k

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

ET1 kontrol .769 6 .060

perlakuan .889 6 .315

ETA kontrol .684 6 .054

perlakuan .878 6 .261

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Pada sajian data uji normalitas ini, peneliti menguji apakah data hasil ET-1 dan ET-A telah berdistribusi normal atau tidak. Dari hasil tabel normalitas diatas dapat terlihat data ET-1 kelompok kontrol dan kelompok perlakuan telah berdistribusi normal karena nilai signifikan kelompok kontrol 0,06>0,05, dan nilai signifikan kelompok perlakuan 0,315>0,05 sehingga dapat disimpulkan data telah berdistribusi normal dalam pengujian ET-1.

Untuk hasil normalitas menguji kadar ET-A dapat terlihat kelompok kontrol dan kelompok perlakuan telah berdistribusi normal karena nilai signifikan kelompok kontrol 0,54>0,05, dan nilai signifikan kelompok perlakuan 0,261>0,05 sehingga dapat disimpulkan data telah berdistribusi normal dalam pengujian ET- A.

Selanjutnya Uji independent sample t test akan digunakan untuk menilai perbedaan kadar ET-1, dan reseptor ET-A pada kelompok obesitas perlakuan dan kelompok obesitas nonperlakuan. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(40)

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

ET1 20.130 .006

ETA 1.081 .323

Hasil uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene dapat dilihat pada pada Tabel 8. Nilai probabilitas pada kolom signifikansi adalah 0.406 untuk hasil pada pengujian ET-1 dan 0,323 pada ET-A. Nilai probabilitas signifikansi yang didapatkan lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol dan kelompok berasal dari populasi yang mempunyai varians yang sama, atau kedua kelompok tersebut homogen.

Data hasil penelitian telah melewati uji normalitas dan homogenitas dan hasilnya berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, selanjutnya dilakukan uji Independent sample t test untuk melihat perbandingan antara kelompok uji coba. Berikut data yang dihasilkan :

Tabel 9. Hasil Uji Independent sample t test

t-test for Equality of Means t df Sig. (2-tailed)

ET1 -4.276 10 .002

-4.276 5.068 .003

ETA 4.794 10 .001

4.794 9.718 .001

(41)

Dari hasil uji diatas dapat terlihat bahwa hasil signifikansi pada pengujian ET-1 bernilai 0,002 pada kelompok kontrol dan 0,003 pada kelompok perlakuan.

Kemudian hasil pengujian untuk ET-A mendapatkan hasil 0,001 pada kelompok kontrol dan 0,001 pada kelompok perlakuan dimana keseluruhan hasil signifikansi

>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada pengujian ET-1 dan ET- A.

4.3 Pembahasan

Penelitian ini mengenai pengaruh latihan fisik aerobik renang terhadap pada tikus putih (rattus novergicus) galur wistar yang mengalami obesitas. Pada penelitian ini menggunakan hewan coba sebanyak 12 ekor tikus yang dibagi menjadi 6 ekor pada setiap kelompok. Proses perlakuan dimulai dengan memberikan tikus perlakuan prakondisi tikus diberi diet tinggi karbohidrat dan lemak agar menjadi obesitas selama 14 hari dengan hasil yang dilihat berdasarkan kadar pengukuran obesitas menurut indeks lee> 0.3 maka dapat dikatakan tikus mengalami obesitas. Dari hasil Kelompok kontrol pada minggu ke 4 tanpa perlakuan indeks lee mencapai 0,5 dapat dikatan kelompok tikus tersebut mengalami obesitas, dan pada kelompok perlakuan setelah pemberian perlakuan berupa latihan fisik aerobik renang indeks lee pada kelompok tersebut 0,29 dan kelompok perlakuan tidak lagi mengalami obesitas.

Obesitas adalah sering kondisi dimana akumulasi lemak abnormal atau berlebihan dalam jaringan adiposa, yang berdampak pada kesehatan, seperti penyakit yang disebabkan karena keseimbangan energi dan penambahan berat

(42)

badan. Namun, biasanya setiap orang berbeda–beda respon tubuhnya tidak hanya dalam jumlah kelebihan lemak yang mereka simpan, tetapi juga dalam distribusi regional lemak itu di dalam tubuh. Distribusi lemak yang disebabkan oleh penambahan berat badan mempengaruhi risiko yang terkait dengan obesitas, dan jenis penyakit yang diakibatkannya oleh karena itu, untuk dapat membedakan antara mereka yang berisiko tinggi. (Garrow JS, 2018).

Parameter yang digunakan pada penelitian untuk mengkonfirmasi tikus mengalami obesitas yaitu, berat badan yang diukur menggunakan indeks lee >30, ET-1 dan ET-A, kadar kolesterol, dan kadar gula darah.

pemeriksaan ET-1 yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok kontrol mengalami peningkatan ET-1 dengan hasil 73,16 pg/ml dan pada hari ke 28 untuk kelompok ini tidak diberlakukan latihan fisik mendapat peningkatan ET-1 dengan hasil 86,21 pg/ml. Sedangkan pada kelompok perlakuan hasil pemeriksaan ET-1 yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok perlakuan mengalami peningkatan ET-1 dengan hasil 72,6 dan pada hari ke 28 untuk kelompok perlakuan diberlakukan latihan fisik berupa aerobik renang mendapat peningkatan ET-1 dengan hasil 92,5 pg/ml.

Dengan begitu tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar ET-1 lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

Dengan begitu tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar ET-1 lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik. Hal ini

(43)

sejalan dengan pendapat (Maeda et al., 2021) yang mengatakan bahwa dengan melakukan latihan fisik teratur, kadar endotelin-1 dalam sirkulasi menurun.

Obesitas menyebabkan disregulasi pembuluh darah dan mulai di medula ginjal dibandingkan dengan pembuluh ventrikel. Peningkatan ekspresi ET-A adalah penanda untuk mengurangi aliran darah dan dapat membahayakan jaringan ginjal. Hasil pengamatan ET-A yakni pada hari ke 14 setelah dilakukan induksi dilakukan diet tinggi lemak dan kolestrol hasil kelompok kontrol mengalami penurunan ET-A dengan hasil 73,1 pg/ml dan pada hari ke 28 untuk kelompok perlakuan diberlakukan latihan fisik berupa aerobik renang mendapat penurunan ET-A dengan hasil 62,5 pg/ml Dengan begitu tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar penurunan ET-A lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

Pengujian juga dilakukan untuk melihat kadar kolestrol pada tikus yang obesitas yang diberi perlakuan dan non perlakuan. Pada kelompok kontrol di hari ke 28 mendapatkan hasil 56,6 mg/dL dengan tanpa diberi perlakuan latihan fisik.

Sedangkan pada kelompok perlkauan hasil pemeriksaan kolestrol mendapatkan hasil 45,3 mg/dL dengan melakukan latihan fisik aeorbik renang dari hari ke 14 setelah induksi diet tinggi lemak hingga hari 28 (minggu ke 4). Dengan begitu latihan fisik pada kelompok ini berpengaruh lebih baik untuk menurunkan kadar kolestrol pada tikus dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan fisik.

Pengujian juga dilakukan untuk melihat kadar gula darah pada tikus yang obesitas yang diberi perlakuan dan non perlakuan hasil pemeriksaan kadar gula

(44)

darah kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, maka pada kelompok kontrol di hari ke 28 mendapatkan hasil 194,6 mg/dL dengan tanpa diberi perlakuan latihan fisik. Sedangkan pada kelompok perlakuan hasil pemeriksaan kolestrol mendapatkan hasil 167 mg/dL dengan melakukan latihan fisik aeorbik renang dari hari ke 14 setelah induksi diet tinggi lemak hingga hari 28 (minggu ke 4). Dengan begitu latihan fisik pada kelompok ini berpengaruh lebih baik untuk menurunkan kadar gula darah pada tikus dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan fisik.

Setelah keseluruhan penelitian dilaksanakan dan mendapatkan hasil, maka data dapat terlihat obesitas menentukan kadar ET-1 dan ET-A, kolestrol dan gula darah. Telah diungkap sebelumnya tentang bagaimana obesitas menyebabkan disfungsi endotel dan pengaruh rangsangan mekanis endotelium oleh shear stress (latihan fisik). Namun bagaimanakah kaitan diantara ketiganya masih belum jelas.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Miyaki et al., 2019) menunjukkan bahwa Konsentrasi plasma endotelin-1, vasokonstriktor peptida potein yang diproduksi oleh sel endotel vaskular, secara signifikan menurundan peningkatan oksida nitrat, setelah latihan fisik secara teratur pada 21 pasien obesitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan fisik aerobik renang berpengaruh terhadap pada tikus putih (rattus novergicus) galur wistar yang mengalami obesitas.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah

1. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian latihan fisik aerobik renang berpengaruh terhadap pada tikus putih (rattus novergicus) galur wistar yang mengalami obesitas.

2. tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar ET-1 lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik. pada hari ke 28 untuk kelompok kontrol tidak diberlakukan latihan fisik mendapat peningkatan ET-1 dengan hasil 86,21 pg/ml. sedangkan pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan ET-1 dengan hasil 72,6 dan pada hari ke 28 untuk kelompok perlakuan diberlakukan latihan fisik berupa aerobik renang mendapat peningkatan ET-1 dengan hasil 92,5 pg/ml.

3. tikus yang diberikan latihan fisik memiliki kadar penurunan ET-A lebih baik dibandingkan kelompok tikus yang tidak diberikan latihan fisik.

pada hari ke 28 untuk kelompok ini tidak diberlakukan latihan fisik mendapat penurunan ET-A dengan hasil 68,5 pg/ml. sedangkan pada hari ke 28 untuk kelompok perlakuan diberlakukan latihan fisik berupa aerobik renang mendapat penurunan ET-A dengan hasil 62,5 pg/ml.

(46)

4. Pada kelompok kontrol di hari ke 28 mendapatkan hasil 56,6 mg/dL dengan tanpa diberi perlakuan latihan fisik. Sedangkan pada kelompok perlkauan hasil pemeriksaan kolestrol mendapatkan hasil 45,3 mg/dL dengan melakukan latihan fisik aeorbik renang dari hari ke 14 setelah induksi diet tinggi lemak hingga hari 28 (minggu ke 4). Dengan begitu latihan fisik pada kelompok ini berpengaruh lebih baik untuk menurunkan kadar kolestrol pada tikus dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan fisik.

5. Pengujian kadar gula darah pada kelompok kontrol di hari ke 28 mendapatkan hasil 194,6 mg/dL dengan tanpa diberi perlakuan latihan fisik. Sedangkan pada kelompok perlakuan hasil pemeriksaan kolestrol mendapatkan hasil 167 mg/dL dengan melakukan latihan fisik aeorbik renang dari hari ke 14 setelah induksi diet tinggi lemak hingga hari 28 (minggu ke 4). Dengan begitu latihan fisik pada kelompok ini berpengaruh lebih baik untuk menurunkan kadar gula darah pada tikus dibandingkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan latihan fisik.

5.2 Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian dan uji coba yang telah dilakukan, diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada manusia agar dapat diketahui pengaruh pemeberian latihan fisik aerobik renang dapat membantu menurunkan obesitas.

(47)

2. Perlu melakukan pengujian lebih lengkap seperti kadar HDL dan LDL pda pengecekan kolestrol pada sampel,

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Barton, M., Traupe, T. & Haudenschild, C. C. 2003. Endothelin, hypercholesterolemia and atherosclerosis. Coron Artery Dis, 14, 477-90.

Chang BN, et al.Overweight and hypertension: a review Circulation (2020) American Journal of Hypertension Volume 9, Issue 12, December 2020, Pages 1186-1191.

Cummings JH et al. A new look at dietary carbohydrate: chemistry, physiology and health. European Journal of Clinical Nutrition, 2017, 51:417-423.

Da Silva, A. A., Kuo, J. J., Tallam, L. S. & Hall, J. E. 2019. Role of endothelin-1 in blood pressure regulation in a rat model of visceral obesity and hypertension. Hypertension, 43 383-87.

Dallosso HM, James WPT. The role of smoking in the regulation of energy balance. International Journal of Obesity, 2017, 8:365-375.

"Exercise and Physical Fitness." MedlinePlus. February 25, 2019 [cited February 26, 2019].

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/exerciseandphysicalfitness.html.

Exercise: 7 Benefits of Regular Physical Activity (Mayo Foundation for Medical Education and Research) Also in Spanish, 2011.

Garrow JS. Obesity and related diseases. London, Churchill Livingstone, 2018:1- 16.

(49)

Kengne AP, Turnbull F, MacMahon S. The Framingham Study, diabetes mellitus and cardiovascular disease: turning back the clock. Prog Cardiovasc Dis.

2010 Jul-Aug;53(1):45-51. doi: 10.1016/j.pcad.2010.02.010. PMID:

20620425.

Luscher T.F., Barton M. Endothelin and Endothelin Receptorantagonist:

Therapeutic consideration for novel classcardiovascular drugs. Circulation 2020;102:2434-2440.

Maeda, S., Miyauchi, T., Kakiyama, T., Sugawara, J., Iemitsu, M., Irukayama- Tomobe, Y., Murakami, H., Kumagai, Y., Kuno, S. & Matsuda, M. 2021.

Effects of exercise training of 8 weeks and detraining on plasma levels of endothelium-derived factors, endothelin-1 and nitric oxide, in healthy young humans. Life Sciences, 69, 1005-1016.

Medically reviewed by Daniel Bubnis, M.S., NASM-CPT, NASE Level II-CSS, Fitness — By Jon Johnson on June 3, 2020 Reimer DJ: Physical Fitness Training. In Field Manual No 21–20, Volume 2. Edited by US-Army, vol 2.

Washington DC: Headquarters Department of theArmy; 1998:241.

Mertens, Ilse L., Luc F. Van Gaal. Overweight,obesity and blood pressure: the effects of modest weightreduction—a review.Obes Res.2020;8:270 –278 Miyaki, A., Maeda, S., Yoshizawa, M., Misono, M., Saito, Y., Sasai, H., Kim, M.-

K., Nakata, Y., Tanaka, K. & Ajisaka, R. 2019. Effect of Habitual Aerobic Exercise on Body Weight and Arterial Function in Overweight and Obese Men. American Journal of Cardiology, 104, 823-828.

(50)

National Heart, Lung, and Blood Institute. Clinical guidelines on the identification, evaluation, and treatment of overweight and ObesityAdult http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/obesity/ob_home.htm. Accessed October 10, 2018.

Radtke T, Nevitt SJ, Hebestreit H, Kriemler S. Physical exercise training for cystic fibrosis. Cochrane Database of Systematic Reviews 2017, Issue 11.

Art. No.: CD002768. DOI: 10.1002/14651858.CD002768.pub4.

Rocha, V. Z. & Libby, P. 2019. Obesity, inflammation, and atherosclerosis. Nat Rev Cardiol, 6, 399-409.

Sex-related differences in SLIGRL-induced pruritus in miceLife Sciences, Volume 94, Issue 1, 2014, pp. 54-57.

S Moncada et al.Endothelium-derived relaxing factor: Identification as nitric oxide and role in the control of vascular tone and platelet functionBiochem Pharmac.(2018).

Taylor R, Badcock J, King H, et al. Dietaryintake, exercise, obesity and non- communicable disease in rural and urban populations of three Pacific Island countries. JAm CollNutr., 2018.

Toshiaki Emori, Yukio Hirata, Kazuki Ohta, Masayoshi Shichiri, Fumiaki Ma Biochemical and Biophysical Research Communications Volume 160, Issue 1, 14 April 2019, Pages 93-100.

(51)

Wijayanti, D. N. 2017. Analisis Faktor Penyebab Obesitas dan Cara Mengatasi Obesitas Pada Remaja Putri, Ilmu Keolaragahan, UNES, Semarang

Wijayanti, D. N. 2020. Analisis Faktor Penyebab Obesitas dan Cara Mengatasi Obesitas Pada Remaja Putri, Ilmu Keolaragahan, UNES, Semarang.

Yanaglsawa M, Kurihara H, Kimura S. e! al. A novel patent vasoconstrictor peptide produced by vascular endothelial cells. Nature 2018; 332:411-5.

(52)

LAMPIRAN Lampiran 1. Master data

Uji normalitas

Tests of Normality Kelompo

k

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

ET1 kontrol .769 6 .060

perlakua n

.889 6 .315

ETA kontrol .684 6 .054

perlakua n

.878 6 .261

*. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Uji homogentisa dan independen sampel test

Independent Samples Test Levene's

Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2- tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

ET1 Equal variances assumed

20.130 .006 -

4.276 10 .002 -5.28333 1.23570 -

8.03664

- 2.53003 Equal

variances not assumed

-

4.276 5.068 .003 -5.28333 1.23570 -

8.44706 -

2.11961

ETA Equal variances

assumed 1.081 .323 4.794 10 .001 6.00000 1.25167 3.21112 8.78888 Equal

variances not assumed

4.794 9.718 .001 6.00000 1.25167 3.20012 8.79988

Gambar

Gambar 1 Latihan Fisik Aerobik Dengan Berenang
Tabel 2 Kategori BMI Untuk Laki-laki dan Perempuan (Depkes RI, 2013) Kategori Nilai BMI Laki-laki Nilai BMI Perempuan
Gambar 3 Kerangka Konseptual
Gambar 4 Pembagian Kelompok Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menganalisis pengaruh asupan bubur kacang kedelai ( Glycine max ) dan latihan intensitas sedang terhadap kadar LDL dalam darah pada tikus putih ( Rattus norvegicus

Tujuan penelitian : untuk mengetahui apakah latihan fisik maksimal mempunyai efek terhadap tingkat kerusakan hati pada tikus putih Rattus Norvegicus Strain

Dosis kombucha yang diberikan hingga 4,2 ml/200 gr BB pada induk tikus selama periode organogenesis tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan

Hal ini sejalan dengan penelitian Hu et al 10 yang melaporkan bahwa tidak terjadi perubahan bermakna pada berat organ hepar tikus setelah diberikan beban

Jadi dapat disimpulkan bahwa latihan fisik submaksimal yang dilakukan secara berkelanjutan dapat meningkatkan jumlah limfosit dalam kadar normal, dengan demikian

Kesimpulan :Pemberian jus tomat dan intervensi latihan fisik pada tikus model menopause meningkatkan ekspresi ERB sel neuron korteks serebri girus posl centralis

menit selama 14 hari terhadap kadar kolesterol tikus putih Galur Wistar. 2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pemberian vitamin E dengan. dosis 1,44 mg/hari selama 14

Mengetahui dan menguji efektivitas pemberian ekstrak bunga telang (Clitoria ternatea) dalam menurunkan kadar kolesterol dan memperbaiki fungsi testis pada tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang mengalami obesitas dan bagaimana gambaran histopatologi testis tikus (Rattus