• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendidikan dan Perhatian Keluarga terhadap Perkembangan Karakter Anak

N/A
N/A
Muhammad Akilla

Academic year: 2024

Membagikan "Pengaruh Pendidikan dan Perhatian Keluarga terhadap Perkembangan Karakter Anak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KELUARGA

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Keluarga)

Dosen Pengampu :

1. Rahmawati Prihastuty S.Psi., M.Si 2. Faiz Fatihul ‘Alwan S.Pd., M.Pd

Disusun oleh kelompok :

Tri Choirudin (1511422034)

Muhammad Akilla Bintoro (1511422035)

Arief Fahri Imani (1511422038)

Ilham Maulana (1511422041)

Muhammad Nafiis Ilhami (1511422052)

PRODI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2024

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan dan perhatian. Anak yang diharapkan menjadi penerus atau pemimpin dari sebuah bangsa di masa mendatang, tentunya anak-anak tersebut memerlukan perhatian dan pendidikan yang layak. Pendidikan dan perhatian yang diberikan secara cukup tentunya dapat berdampak pada perkembangan karakter atau sikap terhadap diri seorang anak. Jika anak sejak usia dini diarahkan untuk bersikap baik, maka hal ini dapat membuat anak terbiasa bersikap baik dan bagitupun sebaliknya. Peran kedua orang tua dalam memonitoring dan mengarahkan anak, menjadi hal yang sangat penting dalam masa perkembangan anak.

Dalam mendidik seorang anak tidak hanya menjadi tugas seorang ibu, namun peran seorang ayah juga diperlukan. Kehadiran seorang ayah menjadi peranan penting dalam sebuah keluarga. Peran sebagai seorang penjaga, pembimbing, mendidik dan mengarahkan keluarganya. Kehadiran sosok ayah tentunya penting dalam kehidupan seorang anak. Namun, tidak semua anak dapat merasakan kehadiran dari seorang ayah. Terdapat faktor seperti perceraian atau konflik keluarga, kematian, ataupun karena bekerja di luar daerah, sehingga tidak dapat bertemu setiap saat. Permasalahan tersebut yang sering kali disebut sebagaifatherless(Mayangsari dan Umroh, 2014).

Fatherless merupakan tidak hadirnya seorang ayah dalam kehidupan seorang anak. Fatherlessness merupakan suatu kondisi dimana anak yang memiliki ayah, tetapi sang ayah tidak hadir atau tidak berperan secara optimal dalam proses tumbuh kembang anak (Berlian dan Chitam, 2023).Fatherless terjadi ketika dalam keluarga tidak adanya sosok ayah dalam diri anak yang disebabkan kematian atau buruknya interaksi antara anak dan ayah (Wibiharto dkk., 2021). Selain itu, fatherless juga didefinisikan sebagai ketidakhadiran sosok ayah secara fisik, emosional, dan spiritual (Bradley, 2016). Fatherlessmerupakan kondisi individu tumbuh tanpa memiliki relasi dan keterlibatan dari ayah kandungnya karena perceraian atau permasalahan dalam pernikahan orang tuanya (Smith dalam Fitroh, 2014). Dari beberapa pendapat tersebut dapat diartikan bahwa fatherless merupakan ketidakhadiran sosok ayah baik secara

(3)

fisik, emosi, dan spiritual, yang dikarenakan kematian, perceraian, atau adanya permasalahan dalam keluarga, sehingga sosok ayah tersebut tidak dapat hadir dan tidak berperan secara penuh dalam proses tumbuh kembang anaknya.

Menteri Sosial Indonesia Khofifah Indar Parawansa (periode 2014-2018) menyebutkan Indonesia menduduki peringkat ke-3 di dunia penyandang fatherless country (Saepulloh, 2017). Kasus fatherlessini tentunya bisa saja disebabkan karena adanya faktor lingkungan. Banyaknya anggapan masyarakan bahwa tugas mengasuh, membimbing, atau merawat anak merupakan tugas utama dari seorang ibu, sehingga terkadang menyebabkan seorang ayah tidak ikut andil dalam mengasuh anak-anaknya.

Adanya stereotipe bahwa seorang laki-laki tidak perlu untuk ikut mengasuh anak dan hanya berkewajiban memenuhi kebutuhan finansial keluarga saja. Sehingga hal ini menyebabkan anak kehilangan sosok ayahnya.

Dampak dari tidak hadirnya sosok ayah tentunya dapat menyebabkan efek yang cukup berpengaruh dalam tumbuh kembang seorang anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Sundari dan Herdajani, 2013) menyebutkan bahwa ada dampak dari fatherless antara lain, rendahnya harga diri ketika beranjak dewasa, muncul perasaan marah, rasa malu karena tidak punya pengalaman bersama dengan ayah, kesepian, kecemburuan, kedukaan, kehilangan sosok ayah, kontrol diri cenderung rendah, inisiatif dan keberanian mengambil keputusan yang beresiko, psychological well-being. Diperlukannya keseimbangan dalam merawat dan mengasuh anak, sehingga hal ini dapat menciptakan dampak yang baik bagi tumbuh kembang seorang anak.

2. Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui dampak yang disebabkan dari fenomena fatherless

(4)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kondisi di mana anak tumbuh tanpa kehadiran figur ayah yang aktif dan positif dalam hidupnya atau yang disebut dengan “Fatherless”, masih menjadi hal yang cukup kurang diperhatikan di Indonesia. Menurut Dasalinda dan Karneli, fatherless menggambarkan situasi di mana anak tidak memiliki figur ayah yang aktif dan positif dalam hidupnya yang dapat berdampak pada perkembangan mereka, baik secara fisik, psikologis, maupun emosional pada 2021 (Rachmanulia, N., dan Dewi, K. S. 2023). Hal ini juga masih berkaitan dengan pendapat Lerner yang menunjukkan bahwa ketiadaan peran ayah, atau fatherless dapat berdampak negatif pada perkembangan anak, termasuk rendahnya harga diri, perasaan marah, dan rasa malu karena tidak dapat merasakan pengalaman kebersamaan dengan ayah yang penting dalam membangun identitas pada 2011 (Rachmanulia, N., dan Dewi, K. S.

2023).

Anak yang di mana seharusnya mereka saat kecil mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua, sayangnya hal tersebut masih jarang diterapkan di Indonesia.

Selain peran ibu yang penting, ayah juga memegang peranan krusial dalam perkembangan anak. Abdullah mengemukakan bahwa pengasuhan ayah yang efektif meliputi memberikan afeksi, seperti pelukan dan kata-kata penyemangat, dan dukungan untuk mencapai keberhasilan, misalnya dengan mendorong anak untuk mengejar minat dan bakatnya pada 2010 (Rachmanulia, N., dan Dewi, K. S. 2023).

Selain itu, beberapa penelitian termasuk penelitian dari Salsabila juga mengungkapkan betapa pentingnya peran sosok ayah, menurutnya individu yang memiliki pengalaman fatherless atau anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah yang aktif dapat mengalami berbagai dampak, termasuk kesepian, kecemburuan, kesedihan, perasaan

(5)

kehilangan, rendahnya kontrol diri, kecenderungan mengambil resiko, dan kecenderungan neurotik, terutama pada anak perempuan pada 2020 (Rachmanulia, N., dan Dewi, K. S.

2023). Menurut Dagun, dalam Junaidin dkk. Peran lain ayah yang berpengaruh, utamanya untuk anak perempuan ketika anak perempuan itu sudah dewasa di masa depannya yaitu ketika anak perempuan itu melakukan hubungan sosial dengan lawan jenis pada 2023 (Rachmanulia, N., dan Dewi, K. S. 2023).

Meskipun peran ayah dalam perkembangan anak sangat penting, fenomena

"fatherless" atau ketiadaan figur ayah yang aktif dan positif dalam kehidupan anak masih menjadi masalah di Indonesia. Penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini dapat berdampak negatif pada perkembangan anak, baik secara emosional, psikologis, maupun sosial, termasuk rendahnya harga diri, perasaan marah, dan rasa malu, serta kesulitan dalam mengendalikan diri dan membangun hubungan sosial yang sehat. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran ayah dalam keluarga dan masyarakat, serta mendorong lebih banyak keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak, termasuk memberikan afeksi, dukungan, dan bimbingan untuk membantu anak mencapai potensi mereka.

TAMBAHIN DEFINISI SECARA TEORI, ASPEK, FAKTOR, CIRI DAN DAMPAK

(6)

GAMBARAN KASUS

Dalam kasus yang ditemukan, yaitu seorang remaja perempuan berinisial GI dengan usia 17 tahun yang berasal dari Kabupaten Bulukumba. Remaja putri ini sudah berpisah dengan ayahnya lebih dari 3 tahun dan tinggal hanya bersama ibunya.

Setelah ditinggalkan oleh ayah, GI memiliki penilaian diri yang negatif terhadap dirinya, ia tidak percaya diri karena merasa rendah secara ekonomi dan keluarga yang tidak utuh, GI merasa berbeda dengan anak perempuan lain yang diperhatikan oleh kedua orang tuanya. GI lebih memilih menarik diri dari lingkungan, ia lebih memilih untuk mengurung dirinya karena selalu sensitif terhadap perlakuan orang lain. Sejak dari SMP hingga SMA, GI hanya memiliki dua teman, GI merasa dirinya susah akrab dengan orang lain karena ia selalu merasa kekurangan dan merasa dilihat orang-orang dari bawah.

Ketika di rumah atau pulang sekolah ia selalu kesepian karena ibunya sibuk bekerja, dan GI selalu memikirkan ayahnya hingga menangis bahkan bisa sampai demam. Ia merasa sakit hati ditinggalkan oleh ayahnya, dan sedih karena tidak mendapat perhatian dan nafkah dari ayah.

(7)

Analisis Kasus

Berdasarkan kasus diatas yang dialami oleh remaja perempuan berinisial GI, remaja tersebut mengalami beberapa kondisi psikologis yaitu:

1. Harga diri rendah, GI sendiri mempunyai penilaian diri yang negatif dan kurang percaya diri, hal ini disebabkan oleh perceraian orang tuanya serta ditambah dengan kondisi ekonomi keluarganya, harga diri yang rendah ini mempengaruhi cara GI berinteraksi dengan lingkungannya

2. Sulit bersosialisasi: GI menarik diri dari lingkungan dan hanya memiliki dua teman, hal ini menunjukkan kesulitan dalam keterampilan sosial dan kemungkinan adanya kecemasan sosial

3. Perpisahan dengan ayahnya tampaknya telah menyebabkan masalah secara mental, GI merasa ditinggalkan dan kekurangan perhatian yang hal itu dapat mempengaruhi kemampuannya untuk membentuk hubungan yang sehat di masa depan.

4. Depresi: Gejala seperti menangis berlebihan, penarikan diri serta gejala fisik (demam) bisa mengindikasikan depresi

5. Trauma, perpisahan dengan ayahnya mungkin telah menyebabkan trauma yang mempengaruhi perkembangan emosional dan sosial GI 6. Coping Mechanism yang tidak sehat, Mengurung diri dan menarik diri

dari lingkungan merupakan koping mekanisme yang tidak sehat dan memperburuk masalah yang ada.

Ditinjau dari perspektif Psikologi, berdasarkan teori Hierarki kebutuhan Maslow kasus GI menunjukkan adanya masalah yang cukup serius dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Perceraian orang tua dan kepergian ayahnya telah mengganggu rasa aman GI secara emosional. Hal ini membuat GI merasa tidak stabil dan khawatir mengenai keadaan keluarga serta ekonominya.

Menurut Maslow (Mc. Leod S., 2007), kebutuhan manusia disusun dalam hierarki, dimulai dari kebutuhan paling dasar yaitu fisiologis (seperti makanan, air, tempat tinggal) hingga kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri (pemenuhan potensi dan kreativitas).

Maslow menyatakan bahwa kebutuhan dasar seperti bertahan hidup harus dipenuhi sebelum seseorang dapat mengejar kebutuhan yang lebih tinggi.

(8)

1. Kebutuhan Fisiologis: Ini adalah kebutuhan dasar seperti udara, makanan, air, tempat tinggal, dan tidur. Kebutuhan ini adalah yang paling penting untuk kelangsungan hidup, dan jika tidak terpenuhi, tubuh tidak bisa berfungsi dengan baik.

2. Kebutuhan Keamanan: Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia menginginkan rasa aman dan stabilitas, seperti keamanan fisik, finansial, dan kesehatan.

3. Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki: Ini mencakup kebutuhan emosional untuk memiliki hubungan, persahabatan, keintiman, dan perasaan menjadi bagian dari kelompok.

Kebutuhan ini sangat penting di masa kanak-kanak dan bahkan dapat melebihi kebutuhan rasa aman.

4. Kebutuhan Harga Diri: Pada tahap ini, orang membutuhkan penghargaan, prestasi, dan pengakuan, baik dari diri sendiri maupun orang lain. Harga diri yang rendah bisa timbul jika kebutuhan ini tidak terpenuhi.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri: Ini adalah puncak hierarki, di mana seseorang ingin mencapai potensi maksimalnya. Ini bisa bervariasi, seperti menjadi orang tua yang baik, atlet yang sukses, atau seniman berbakat. Meskipun sulit untuk sepenuhnya mencapai aktualisasi diri, Maslow percaya bahwa kita semua bisa merasakan momen puncak ini sesekali. Secara keseluruhan, Maslow berpendapat bahwa semakin tinggi kebutuhan dalam hierarki, semakin sulit untuk memenuhinya karena adanya hambatan dari lingkungan dan hubungan sosial.

Kurangnya perhatian dari kedua orang tua, terutama ketidakhadiran ayah dan kesibukan ibu, membuat GI kesulitan untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Akibatnya, ia menjadi sulit bergaul dan lebih memilih untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. GI hanya memiliki dua teman, hal itu menunjukkan bahwa dia kesulitan membangun hubungan sosial yang penting bagi perkembangan remaja seusianya.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Fajarrini, A., & Umam, A. N. (2023). Dampak Fatherless Terhadap Karakter Anak Dalam Pandangan Islam.Abata: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini,3(1), 20-28.

Rachmanulia, N., & Dewi, K. S. (2023). Dinamika Psikologis Pada Anak Perempuan dengan Fatherless di Usia Dewasa Awal: Studi Fenomenologis. Prosiding Konferensi Mahasiswa Psikologi Indonesia, 4, 88-98.

Wulandari, H., & Shafarani, M. U. D. (2023). Dampak fatherless terhadap

perkembangan anak usia dini.Ceria: Jurnal Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini,12(1), 1-12.

Nurmalasari, F., Fitrayani, N., Paramitha, W. D., & Azzahra, F. (2024). Dampak Ketiadaan Peran Ayah (Fatherless) terhadap Pencapaian Akademik Remaja: Kajian Sistematik.Jurnal Psikologi,1(4), 14-14.

McLeod, S. (2007). Maslow's hierarchy of needs.Simply psychology,1(1-18).

Referensi

Dokumen terkait

Anak pada keluarga guru desa Pandes umurnya berkisar dari 9 tahun sampai 21 tahun, (2) pendidikan karakter disiplim amak pada keluarga guru desa pandes dalam

Mata kuliah ini membahas tentang fungsi dan peran keluarga, perubahan dalam keluarga, pola asuh: dimensi, karakteristik dan pengaruhnya terhadap perkembangan anak, berbagai bentuk

Berdasarkan pada ayat tersebut berhubungan dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah SWT sesuai

Wujud keseluruhan adat dari Sedekah Bumi ini memunculkan pesan yang dalam akan pentingnya penanman pendidikan karakter anak, mengajak anak supaya mampu berkhidupan sosial

Apabila dalam keluarga selalu memberi contoh kongkrit yang baik pada anak berkaitan dengan pembentukan dan pendidikan karakter, maka anak juga akan melakukan

Pada Dimensi pelaksanaaan pendidikan karakter nasionalisme dalam keluarga menunjukan bahwa dimensi ini anak-anak menyatakan orangtua memiliki tingkat yang sangat

Dokumen ini membahas tentang masalah keluarga, khususnya pengaruh hubungan ibu-anak terhadap perkembangan

Analisis Peran Keluarga Dalam Membentuk Karakter Anak Rofiq & Nihayah, 2018 Pembahasan: Peran Keluarga akan berpengaruh pada pola pikir anak: 1 Orang tua dapat memberikan