• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA

N/A
N/A
Esra Pasaribu

Academic year: 2024

Membagikan "PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA "

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA SMA

(Tesis)

HERLIN NOVALIA

MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2018

(2)

ABSTRACT

MATHEMATICAL LEARNING MODULES DEVELOPMENTS BY USING PQ4R STRATEGIES TO IMPROVE HIGH SCHOOL'S

STUDENTS' CREATIVE THINKING SKILLS AND SELF-REGULATED LEARNING

By Herlin Novalia

This research is a research development that aims to find out the mathematics module development model that using PQ4R strategy and observing the improvement of creative thinking skills and self-regulated learning by using mathematics learning module and applying PQ4R strategy. The subjects of this study were XI grade students of SMA N 6 Bandar Lampung. The results of the preliminary study indicate the need to develop a learning module. The preparation and development of modules is done by drafting modules and all components based on module writing guidelines. The validation results show that the module has met the media and material feasibility standards. The results of limited trials in small groups indicate that modules are included in the excellent category. The results of the field test in this study were mathematical modules on polynomial material for high school level. The research data was obtained through instruments of creative thinking skills and self-regulated learning scale. The proportion test results towards the effectiveness of modules usage show the students have met the minimum completeness criteria in the creative thinking skills. Self- regulated learning student after using the mathematics module does not show a significant change.

Kata kunci : Creative thinking, self-regulated learning, and module.

(3)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA SMA Oleh

Herlin Novalia

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk mengetahui model pengembangan modul matematika dengan strategi PQ4R serta melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa SMA. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 6 Bandar Lampung.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan adanya kebutuhan untuk dikembangkan modul pembelajaran. Penyusunan dan pengembangan modul dilakukan dengan menyusun draft modul dan semua komponennya berdasarkan panduan penulisan modul. Hasil validasi menunjukkan bahwa modul telah memenuhi standar kelayakan media dan materi. Hasil uji coba terbatas pada kelompok kecil menunjukkan bahwa modul termasuk dalam kategori sangat baik. Hasil uji lapangan dalam penelitian ini berupa modul matematika pada materi polinomial untuk jenjang SMA. Data penelitian uji coba terbatas pada kelompok besar diperoleh melalui instrumen kemampuan berpikir kreatif dan skala kemandirian belajar siswa. Hasil uji proporsi peningkatan kemampuan berpikir kreatif dengan menggunakan modul menunjukkan siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Kemandirian belajar siswa setelah menggunakan modul matematika tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

Kata kunci : berpikir kreatif, kemandirian belajar, dan modul pembelajaran.

(4)

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA SMA

Oleh

HERLIN NOVALIA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

pada

Program Pascasarjana Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2018

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru, Tanjung Karang pada tanggal 6 November 1989.

Penulis merupakan putri tunggal dari bapak Herson dan ibu Halifah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 1 Rajabasa Raya pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2005. Dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan pendidikan matematika, FKIP UNILA melalui jalur SNMPTN. Penulis menyelesaikan studi S-1 nya pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis bekerja di BT/BS Medika selama 6 bulan.

Kemudian pada tahun 2014- 2017, penulis diminta bekerja di SMA N 6 Bandar Lampung sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) mata pelajaran matematika. Penulis melanjutkan karirnya bekerja di SMA DCC Global sebagai wakil kepala sekolah bagian kesiswaan pada tahun 2017 hingga sekarang.

(9)

MOTO

Hidup sekali, Bermanfaat bagi umat

(10)

P ersembahan

Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada : Bak yang telah mendidik, mencurahkan kasih sayang, materi, tenaga,

pikiran, dan waktu, serta selalu mendoakan kebahagiaan dan keberhasilanku.

Suami yang sepenuhnya memberikan dukungan penuh dan semangatnya padaku.

Siswa-siswiku yang telah memberikan banyak sekali pengalaman belajar di kelas.

Almamater Universitas Lampung tercinta.

(11)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Strategi PQ4R untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemandirian Belajar Siswa SMA” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pendidikan matematika pada program pascasarjana pendidikan matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembimbing utama sekaligus pembimbing akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

2. Ibu Dr. Asmiati, M.Si., selaku pembimbing kedua atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

3. Ibu Dr. Een Haenilah, M.Pd., selaku penguji utama pada ujian tesis. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran pada seminar proposal terdahulu;

(12)

ii

4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. selaku ketua program studi Magister Pendidikan Matematika sekaligus validator modul pembelajaran yang telah memberikan saran dan komentar;

5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku validator modul pembelajaran yang telah memberikan saran dan komentar;

6. Bapak dan Ibu dosen pascasarjana pendidikan matematika FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Penulis;

7. Bapak dan Ibu staf administrasi Universitas Lampung;

8. Bapak Mansurdin, S.Pd., selaku kepala SMA N 6 Bandar Lampung yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian ini;

9. Seluruh guru matematika SMA N 6 Bandar Lampung yang telah memberikan sumbang pemikiran untuk penulisan tesis ini;

10. Frendi Fitra Mardana, S.Pd., sebagai pengamat kegiatan pembelajaran di kelas selama penelitian;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat.

Aamiin.

Bandar Lampung,23 Desember 2018 Penulis

Herlin Novalia

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Operasional ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Berpikir Kreatif ... 14

B. Kemandirian Belajar ... 19

C. Modul Pembelajaran ... 31

D. Strategi PQ4R ... 36

E. Kerangka Pikir ... 40

F. Hipotesis ... 46

III. METODE PENELITIAN A. Subjek dan Tempat Penelitian ... 47

B. Jenis Penelitian ... 48

C. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 49

D. Instrumen Penelitian ... 57

E. Teknik Analisis Data ... 66

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pengembangan ... 71

1. Hasil Tahap Pendahuluan ... 71

2. Hasil Tahap Perencanaan ... 74

3. Hasil Pengembangan Produk ... 75

4. Hasil dan Analisis Uji Coba Terbatas ... 78

a. Ahli Materi dan Ahli Media ... 78

b. Kelompok Kecil ... 88 Halaman

(14)

iv

c. Kelompok Besar ... 89

1. Hasil Observasi terhadap Guru ... 90

2. Hasil Observasi Kegiatan Siswa ... 91

3. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 92

4. Kemandirian Belajar Siswa ... 98

B. Pembahasan ... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL Tabel

3.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Polinomial... 53

3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif ... 60

3.3 Kriteria Validitas Instrumen ... 62

3.4 Validitas Instrumen Berpikir Kreatif... 62

3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 64

3.6 Perolehan Indeks Tingkat Kesukaran ... 64

3.7 Interpretasi Nilai Daya Pembeda... 65

3.8 Perolehan Indeks Daya Pembeda ... 66

3.9 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian ... 68

4.1 Bagian-Bagian Modul ... 75

4.2 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Ahli Materi ... 79

4.3 Kategori penilaian Komponen Hasil Validasi Ahli Media... 87

4.4 Rekapitulasi Skor Skala Uji Coba Kelompok Kecil... 90

4.5 Rekapitulasi Ketercapaian RPP dengan Penelitian ... 91

4.6 Skor Awal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 93

4.7 Skor Awal Perindikator Kemampuan Berpikir Kreatif ... 94

4.8 Skor Akhir Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa... 94

4.9 Skor Akhir Perindikator Kemampuan Berpikir Kreatif ... 95

4.10 Skor Awal Kemandirian Belajar Siswa ... 100

4.11 Skor Awal Perindikator Kemandirian Belajar... 100

4.12 Skor Akhir Kemandirian Belajar Siswa ... 101

4.13 Skor Akhir Perindikator Kemandirian Belajar ... 101 Halaman

(16)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Langkah-Langkah Metode Penelitian Pengembangan ... 50

3.2 Desain Eksperimen One-Group Pretest - Postest Design ... 57

4.1 Sampul Modul MGMP Matematika ... 74

4.2 Sampul Modul Hasil Pengembangan... 76

4.3 Tidak Terdapat Kata Pengantar Sebagai Pembuka Materi ... 80

4.4 Penulis Menambahkan Kalimat Pengantar ... 80

4.5 Latihan Soal Belum Menunjang Terbentuknya Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ... 81

4.6 Soal Telah Direvisi Menjadi Soal yang Mampu Menunjang Kemampuan Berpikir Siswa ... 81

4.7 Kalimat yang Digunakan Bukan Merupakan Kalimat Efektif ... 82

4.8 Kalimat Telah Direvisi Menjadi Kalimat Efektif ... 82

4.9 Penggunaan Kata-Kata Tidak Baku... 83

4.10 Penggunaan Kata-Kata Tidak Baku Telah Diperbaiki ... 83

4.11 Penggunaan Kata-Kata Tidak Baku Telah Diperbaiki ... 84

4.12 Telah Disediakan Kolom Rangkuman yang Akan Diisi Sendiri oleh Siswa ... 84

4.13 Telah Disediakan Peta Konsep yang Akan Diisi Sendiri oleh Siswa ... 85

4.14 Telah Disediakan Uji Materi Prasyarat... 86

4.15 Tulisan pada Halaman Judul Belum Terlihat Jelas atau Terlalu Kecil ... 88

4.16 Hasil Perbaikan Sampul Modul ... 88

4.17 Batas Margin Terlalu Sempit ... 88

4.18 Hasil Perbaikan Margin ... 88

4.19 Variasi Jenis Huruf Terlalu Banyak ... 89

4.20 Hasil Perbaikan Variasi Huruf ... 89

4.21 Guru Membagikan Modul Pembelajaran... 91

4.22 Aktivitas Siswa Berdiskusi dan Bertanya ... 92

4.23 Contoh Kreativitas Siswa Satu dan yang Lainya Saat Membuat Peta Konsep Sendiri... 96

4.24 Jawaban Siswa pada Modul ... 96

4.25 Lanjutan Jawaban Siswa pada Modul ... 97

4.26 Jawaban Siswa Lain untuk Permasalahan dalam Modul ... 97

4.27 Lanjutan Jawaban Siswa Lain untuk Permasalahan dalam Modul ... 98

4.28 Permasalahan dan Jawaban dalam Modul untuk Mengetahui Kepekaan Siswa ... 98

(17)

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini, kreativitas memegang peranan yang sangat penting dalam segala bidang kehidupan. Berbagai alasan tentang ukuran kesuksesan di dunia diawali dari sebuah kreativitas yang dihasilkan dalam inovasi pengembangan produk ataupun jasa. Persaingan bukan lagi tentang sebuah pencapaian prestasi tertentu melainkan persaingan daya kretivitas yang tinggi dalam pengembangan dan inovasi.

Sehingga, alasan ini memperkuat pemahaman bahwa yang seharusnya dimaksimalkan adalah kreativitas.

Kesadaran akan hal ini pula selaras dengan tujuan pendidikan nasional dalam undang-undang tahun 2003 nomor 20 pada pasal 3, yaitu “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Setiap individu memiliki potensi menghasilkan kreativitas. Potensi itu ada karena setiap individu memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif. Namun, kemampuan berpikir kreatif ini tidak mutlak dari sifat yang diturunkan dari orang tua.

Kemampuan berpikir kreatif pada diri seseorang ini dapat dikembangkan dan

(18)

2 dilatih melalui proses pembelajaran. Salah satunya adalah dalam pembelajaran matematika.

Matematika adalah ilmu yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu. Sesuai dengan lampiran Permendikbud nomor 59 tahun 2014 matematika yang menyatakan bahwa matematika adalah ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia, mendasari perkembangan teknologi modern, berperan dalam berbagai ilmu, dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika diajarkan sejak usia dini hingga jenjang perguruan tinggi. Fungsi pembelajaran matematika adalah sebagai media atau sarana dalam mencapai kompetensi.

Matematika juga digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan persoalan dalam dunia kerja atau kehidupan sehari-hari. Namun, harus disesuaikan dengan perkembangan siswa agar tercapai hasil yang diinginkan. Matematika juga dapat membentuk pola pikir siswa.

Fakta yang terjadi di Indonesia adalah kemampuan matematika masih sangat perlu perbaikan. Berdasarkan hasil studi internasional yaitu Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 yang digagas oleh OECD, menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia sangat tidak memuaskan. TIMSS merupakan studi yang meneliti tentang literasi matematika dan sains. Fakta lain ditunjukan pula dari laporan PISA menunjukkan bahwa posisi Indonesia tiap empat tahun selalu berada pada urutan akhir dari negara-negara lainnya. Laporan terakhir Indonesia menempati posisi ke-63 dari 72 negara yang mengikuti survei PISA dalam bidang matematika (OECD,2018). Hal ini menjadi refleksi bagi guru-

(19)

3 guru matematika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas sesuai dengan tuntutannya.

Pemeran utama pembelajaran adalah guru. Guru harus memahami tanggung jawab untuk mendidik siswa dalam mengembangkan kemampuan hardskill ataupun softskill. Guru juga memiliki tanggung jawab agar mampu mengembangkan kemampuan tersebut agar siswa siap menghadapi tantangan global di kehidupan sebenarnya. Hal ini berarti diperlukan guru-guru yang mampu mengelola pembelajaran dengan baik, mengembangkan pembelajaran secara inovatif, media yang sesuai, bahan ajar yang mudah digunakan, atau apapun yang dibutuhkan dalam pembelajaran di kelas agar lebih baik.

Dalam mengelola pembelajaran guru harus menggunakan cara seefektif mungkin.

Guru haruslah memiliki daya kreativitas dan inovatif. Guru yang kreatif dan inovatif adalah guru yang mampu mengkreasi berbagai upaya agar siswanya menjadi pribadi yang kreatif pula. Guru mencari berbagai strategi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswanya. Namun, agar upaya tersebut lebih optimal guru harus memahami keadaan dan karakteristik siswanya.

Dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki guru dalam kelas serta pemahaman mengenai siswanya, akan mudah bagi guru menemukan cara yang efektif jika ditinjau dari kemampuan yang diharapkan pada siswa.

Siswa sebagai penerus bangsa menjadi objek utama dalam pendidikan, yang kemampuan softskill atau hardskill-nya harus dikembangkan. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu saat ini siswa berkemampuan berpikir kreatif dan mandiri merupakan salah satu tujuan yang diharapkan sebagai penerus bangsa.

(20)

4 Siswa disiapkan agar mampu secara mandiri menghadapi berbagai persoalan dan tantangan global di masa yang akan datang. Siswa juga harus mampu berpikir kreatif agar mampu memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata.

Pada dasarnya siswa telah memiliki karakter yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini sesuai dengan Bloom (1956) yang mengatakan bahwa setiap anak mengalami perkembangan dari tiga aspek yaitu, aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kognitif berkaitan dengan kegiatan mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan pengetahuan. Afektif berkaitan dengan perasaan atau emosi. Sedangkan psikomotorik merupakan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental. Ketiga aspek tersebut sangat menentukan kualitas siswa.

Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual seseorang dalam berpikir, mengeta- hui dan memecahkan masalah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom (1956), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan berpikir kreatif.

Salah satu aspek kognitif yang sangat penting dan sudah diuraikan sejak awal permasalahan ini kemampuan berpikir kreatif. Mengingat kemampuan berpikir kreatif sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti Alexander (Mahmudi, 2008) yang menyatakan bahwa kesuksesan hidup individu sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk secara kreatif menyelesaikan masalah, baik dalam skala besar maupun kecil. Pentingnya kemampuan ini juga diutarakan oleh

(21)

5 De Bono (McGregor, 2007) untuk meningkatkan kualitas hidup, mendesain sesuatu, menyelesaikan masalah, sampai mengkreasi perubahan dibutuhkan kemampuan yang kreatif.

Selain dalam kehidupan nyata kemampuan berpikir kreatif menjadi hal yang selalu disinggung dalam cara seorang belajar. Penyebabnya adalah dalam pembelajaran terjadi yang namanya belajar. Piaget (Ginsburg dan Opper, 1988) mengemukakan belajar sebagai kegiatan untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan dalam berbagai keadaan. Pendapat ini menekankan pada kita bahwa dalam belajar akan ditemukan struktur pemikiran seseorang.

Sejauh ini kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih sangat butuh perhatian. Hal ini ditunjukkan pada prestasi siswa dalam menyelesaikan soal-soal PISA, yaitu soal-soal tipe HOT (high order thingking) telah menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak Indonesia hanya menguasai kemampuan di level pemahaman saja. Siswa tidak terbiasa berhadapan dengan soal-soal HOT. Soal- soal tersebut adalah soal-soal yang membutuhkan kemampuan berpikir di level lebih tinggi seperti kemampuan berpikir kreatif.

Fakta lain bahwa kemampuan berpikir kreatif masih perlu diperbaiki dengan menganalisis hasil observasi pendahuluan yang dilakukan penulis di Bandar Lampung, yaitu SMA N 6 Bandar Lampung. Penulis melakukan uji coba soal yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Penulis memperoleh hasil yang sangat jauh dari yang diharapkan. Hasil analisis yang dilakukan oleh penulis terhadap indikator berpikir

(22)

6 berpikir kreatif yaitu, kelancaran, keluwesan, keaslian, kerincian, dan kepekaan.

Soal diujikan terhadap 30 orang siswa. Siswa yang menjawab dengan jawaban tunggal dan benar ada 24 orang, sisanya menjawab dengan jawaban lain tetapi belum benar. Variasi jawaban yang diberikan siswa belum terlihat. Perbedaan bentuk soal ataupun jawaban yang diinginkan membuat siswa malas untuk menyelesaikannya.

Selain itu pembelajaran di SMA N 6 Bandar Lampung memang belum efektif.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa guru belum mampu mengorganisasikan pembelajaran secara optimal sehingga siswa kurang termotivasi untuk giat belajar.

Guru belum memilih strategi dan media belajar yang tepat bagi siswa dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Masalah lain yang timbul selain aspek kognitif adalah dari aspek afektif siswa.

Hasil pengamatan pada observasi pendahuluan menunjukkan ketergantungan siswa pada guru sehingga siswa cenderung meminta contoh kepada guru terlebih dahulu agar mereka dapat menyelesaikannya. Siswa tidak memiliki inisiatif untuk bisa memahami dengan sendirinya. Siswa tidak terbuka tentang kelemahan- kelemahan mereka ketika memahami pembelajaran. Siswa juga tidak terbiasa menerima kritikan atau saran teman. Keadaan menunjukkan bahwa siswa tidak mandiri.

Berdasarkan pengamatan itu maka penulis merasa perlu untuk mengembangkan kemandirian siswa dalam belajar di samping kemampuan berpikir kreatif. Aspek ini seringkali diabaikan dalam mengembangkan kemampuan siswa selain aspek kognitif atau aspek psikomotorik sebagai aspek utama. Namun, telah diuraikan

(23)

7 sebelumnya bahwa pada kurikulum terbaru yaitu, kurikulum 2013 dalam rumusan standar kelulusan pendidikan dasar dan menengah, dimensi afektif menjadi perhatian utama. Dalam undang-undang tersebut, terdapat aspek mandiri, yang selanjutnya disebut sebagai kemandirian, menjadi kemampuan yang ingin dicapai dalam pendidikan dan ditingkatkan sebagai pendukung kemampuan aspek kognitif siswa.

Berdasarkan hasil analisis angket pengungkapan kebutuhan guru dalam lampiran A.2 yang diberikan kepada tiga guru mata pelajaran matematika. Penulis melihat bahwa tidak digunakan modul dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Modul yang digunakan adalah modul hasil musyawarah guru mata pelajaran matematika yang belum diperbaiki desain ataupun penyampain isinya yang tidak lagi relevan dengan kondisi siswa sekarang.

Hal lain yang ditemukan yaitu guru juga masih menggunakan buku yang beredar secara nasional tetapi siswa tidak diwajibkan memiliki. Siswa yang tidak memiliki motivasi membaca semakin menjauhi yang namanya buku matematika. Hal ini menjadi penghambat kegiatan pembelajaran. Guru juga menggunakan buku-buku usang yang berbasis kurikulum 2006. Buku-buku itu masih desain kuno yang tidak membuat siswa tertarik untuk mempelajarinya. Adapula guru yang menggunakan buku berbasis kurikulum 2013 yang diperoleh dari kemendikbud tetapi siswa tidak mampu beradaptasi dengan penyajian materi didalamnya.

Penyajian dari buku yang digunakan belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau membuat siswa mampu belajar secara mandiri.

Berdasarkan beberapa buku yang digunakan guru, dapat dikatakan bahwa buku

(24)

8 pegangan guru atau siswa belum mampu meningkatkan kemampuan yang ingin dicapai.

Penulis juga mengunjungi perpustakaan sekolah, jumlah buku teks yang tersedia masih kurang memenuhi. Jika dilakukan pencetakan ulang, maka tentunya akan menghabiskan biaya yang cukup banyak mengingat jumlah siswa setiap satuan angkatan cukup banyak. Hal ini menjadi salah satu penghambat untuk menunjang proses pembelajaran.

Guru membutuhkan sebuah bahan ajar yang mudah diperbanyak dan tidak membebankan siswa. Guru membutuhkan bahan ajar yang tidak setebal buku teks agar ringan biaya untuk memperbanyak dan dibawa kemanapun oleh siswa.

Penggunaan bahan ajar yang dikembangkan ini akan menjadi salah satu ragam bentuk pembelajaran di kelas. Sehinnga proses pembelajaran akan lebih bervariasi dari segi strategi, penggunaan bahan ajar, metode, dan model pembelajaran.

Harapannya pembelajaran di kelas pun tidak akan membosankan.

Guru juga membutuhkan bahan ajar yang baru yang sesuai dengan karakteristik anak masa kini sebagai salah satu upaya meragamkan bentuk pembelajaran di kelas. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dalam angket yang diberikan, yaitu ketiga guru matematika di SMA N 6 Bandar Lampung setuju dengan pengembangan modul pembelajaran matematika. Harapan mereka modul tersebut dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru membutuhkan modul untuk membantu guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

(25)

9 Lebih lanjut hasil analisis angket pengungkapan kebutuhan siswa menunjukan bahwa semua siswa yang diberikan angket mengalami kesulitan dalam mempelajari materi polinomial/suku banyak atau materi lain yang secara mandiri.

Selama ini setelah mempelajari sebuah buku, siswa tetap tidak bisa dihadapkan dengan soal-soal berpikir tingkat tinggi. Dengan kata lain, bahan ajar yang digunakan siswa tidak mengembangkan siswa berpikir kreatif. Siswa membutuhkan bahan ajar alternatif untuk memahami materi polinomial/sukubanyak atau materi yang lain. Demikian siswa membutuhkan pengembangan modul pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahan ajar yang digunakan sesuai kebutuhan dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran. Modul pembelajaran adalah satuan program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan siswa kepada dirinya sendiri atau self- instruction (Winkel, 2009:472). Sementara Vembriarto (1993:20) juga menyatakan bahwa modul pembelajaran sebagai paket pengajaran yang memuat satu unit konsep daripada bahan pelajaran. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa modul adalah paket bahan ajar yang dapat digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar secara efektif.

Selain pernyataan perlunya pengembangan bahan ajar, strategi dalam pembelajaran juga menjadi pertimbangan agar sesuai dengan bahan ajar yang digunakan. Peran guru adalah bertanggung jawab pada ruang kelas dalam

(26)

10 mengajak siswanya agar bersama-sama mencapai tujuan. Strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan ajar yang tersedia seharusnya ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, guru perlu menemukan pengembangan- pengembangan bahan ajar, media, ataupun strategi pembelajaran. Sehingga upaya yang dilakukan efektif dalam mengembangkan kemampuan yang diharapkan dalam tujuan pendidikan.

Salah satu inovasi strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemandirian belajar adalah strategi Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review (PQ4R).

Strategi PQ4R ini merupakan tahapan-tahapan langkah yang dilakukan dalam memahami sebuah bacaan. Menurut Anderson (1990:211), strategi PQ4R yang dikembangkan oleh Thomas dan Robinson (1972) ini merupakan salah satu bagian dari strategi elaborasi yang mempunyai langkah dengan urutan Preview, Question, Reflect, Recite, Review. Dalam tahap-tahap pembelajaran, strategi ini cocok untuk mengembangkan kemandirian belajar. Konten yang akan diisikan dalam modul ini juga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan kognitif seperti berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan masalah dan kemungkinan solusi yang bisa digunakan, penulis melanjutkan langkah untuk mengembangkan bahan ajar yang relevan, yaitu modul pembelajaran matematika dengan strategi PQ4R. Pertimbangannya adalah bahwa modul dengan strategi PQ4R sesuai dengan teori konstruktivis. Modul dengan strategi PQ4R dapat digunakan siswa secara mandiri tanpa harus selalu melibatkan guru. Sehingga penulis berpendapat bahwa pengembangan modul

(27)

11 pembelajaran dengan menggunakan strategi PQ4R efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah model pengembangan modul pembelajaran matematika dengan strategi belajar PQ4R?

2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar dengan penggunaan modul pembelajaran matematika dengan strategi belajar PQ4R?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui proses dan hasil pengembangan modul pembelajaran matematika dengan strategi PQ4R.

2. Mengetahui efektivitas modul pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi PQ4R ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa SMA.

(28)

12 D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Secara teori penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya terkait pengembangan modul matematika bagi siswa SMA.

2. Secara praktik penelitian ini menghasilkan produk yang diharapkan dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di SMA dan menjadi bahan perbandingan untuk perbaikan produk penelitian selanjutnya.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa merupakan keberdayaaan siswa dalam menghasilkan gagasan atau ide yang baru, lancar, luwes, dan terperinci serta memiliki kepekaan ketika menghadapi permasalahan matematika.

2. Kemandirian belajar adalah suatu sikap siswa dalam memahami dan menyelesaikan persoalan dengan inisiatif, mampu merasakan kebutuhan akan belajar karena memiliki tujuan belajar, mampu memilih dan menggunakan strategi/sumber belajar, dan mampu bekerja sama dengan orang lain, serta mampu belajar sendiri dan mengontrol diri.

3. Modul pembelajaran adalah bahan belajar tertulis yang disusun secara siste- matis, menarik, memiliki tujuan tertentu, dan dapat digunakan dalam waktu tertentu sehingga pembacanya dapat belajar secara mandiri akan materi yang disajikan.

4. Strategi PQ4R merupakan strategi membaca yang meliputi enam langkah utama yakni preview (membaca selintas dengan cepat), question (bertanya),

(29)

13 read (membaca), reflect (refleksi), recite (membuat intisari), dan review (mengulang secara menyeluruh), sehingga berpotensi membantu siswa mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu pembelajaran di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku, bahan ajar, atau modul sehingga siswa dapat memahami konsep yang dipelajari.

5. Efektivitas dapat diartikan ukuran keberhasilan dalam pembuatan suatu produk pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan kriteria tertentu.

(30)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif yang merupakan salah satu kemampuan dari aspek kognitif siswa. Aspek kognitif merupakan aspek yang menekankan pada kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, pada ranah perkembangan berpikir taksonomi Bloom (Krathwohl, 2002). Dalam pembelajaran, siswa sangat memerlukan kemampuan ini untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Kreatif dan kreativitas memiliki hubungan yang erat, karena kreativitas merupakan hasil dari pemikiran seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan Novalia (2015) yaitu kreativitas diciptakan oleh individu yang kreatif. Kreatif melibatkan kemampuan untuk mengembangkan sesuatu yang baru, bervariasi, dan ide yang unik (Forrester, 2008). Sementara kreativitas adalah produk atau hasil pemikiran manusia dalam proses memikirkan gagasan ketika menghadapi persoalan atau masalah (Noer, 2009). Demikian, seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif selalu berusaha memperoleh suatu ide/gagasan yang baru untuk menyelesaikan ketika dihadapkan dengan permasalahan.

Kemampuan berpikir kreatif siswa adalah suatu keberdayaan siswa dalam menggunakan ide pemikiran yang baru ketika diberikan suatu permasalahan.

(31)

15 Martin (2009) berpendapat bahwa mampu menghasilkan ide dan cara baru untuk menghasilkan suatu produk adalah mampu berpikir kreatif. Pernyataan yang sama diungkapan oleh Mcgregor (2007) yaitu berpikir kreatif adalah berpikir yang arahnya untuk memperoleh suatu wawasan, pendekatan, perspektif, dan cara baru ketika menghadapi sesuatu. Pada umumnya, kemampuan berpikir kreatif siswa merupakan suatu potensi siswa dalam proses menggunakan ide atau gagasan yang baru ketika berimajinasi untuk menghadapi berbagai persoalan.

Kemampuan berpikir kreatif siswa penting untuk dikembangkan, terutama dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, serta kemampuan bekerja sama (depdiknas, 2006). Mengikuti aturan ini, penulis mengartikan bahwa dalam pembelajaran matematika harus dirancang sedemikian rupa agar berpotensi menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Sebelum merancang suatu pembelajaran matematika yang mampu mengem- bangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, ada indikator-indikator kemampuan berpikir kreatif yang perlu diketahui. Menurut Holland (Mann, 2005) aspek-aspek pada kemampuan berpikir kreatif adalah yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, elaborasi, dan sensitivitas. Hal ini sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh Isaksen (1998) yang mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu konstruksi ide yang menekankan pada aspek kelancaran, keluwesan, kebaruan, serta ke kerincian. Sementara Torrance dan Guiford (Munandar,

(32)

16 2009:64) berpendapat kemampuan berpikir kreatif itu meliputi kemampuan seperti kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi atau keterincian.

Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa kriteria-kriteria berpikir kreatif ada empat yaitu, keaslian, keluwesan, kebaruan, serta keterincian.

Selanjutnya penulis menjelaskan tentang aspek-aspek dalam mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa yang akan digunakan pada penelitian ini menurut Munandar, yaitu sebagai berikut.

1. Kelancaran

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti mencetuskan banyak gagasan dalam pemecahan masalah, memberikan banyak jawaban dalam menjawab suatu pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.

2. Keluwesan

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan bervariasi, dapat melihat suatu msalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda.

3. Keaslian

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah atau jawaban yang lain dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pertanyaan dan membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

(33)

17 4. Kerincian

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain serta menambahkan atau memperinci suatu gagasan sehingga tambah meningkatkan kualitas gagasan tersebut.

5. Kepekaan

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti kepekaan terhadap masalah- memiliki kepekaan terhadap langkah-langkah jawaban yang mengarah kepada tujuan/hasil akhir.

Setelah mengetahui karakteristik kemampuan berpikir kreatif, ada banyak alat atau instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif siswa. Torrance (Munandar, 2009:58) menyusun tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif berbentuk verbal dan figural, tes ini dinamakan dengan Torrance Test of creativity Thinking (TTCT). Kemudian bentuk tes Torrance ini pertama kali diadaptasi di Indonesia oleh Munandar (2009:58). Tes yang dilakukan Torrance atau Munandar ini merupakan tes yang mengukur keluwesan, keaslian, dan kelancaran dalam berpikir.

Tes lainnya yang sering digunakan oleh para peneliti terdahulu adalah dengan pemberian soal open-ended. Seperti Pehkonen (1997) yang mengukur kemampuan berpikir kreatif dengan memberikan soal open-ended. Getzles dan Jackson (Silver, 1997) juga mengukur kemampuan berpikir kreatif dengan memberikan soal terbuka open endeed. Soal-soal open-ended yang diberikan dianggap memberikan jawaban-jawaban yang beragam pada masing-masing siswa.

(34)

18

Dari penelitian yang dilakukan oleh Noer (2007), diketahui bahwa untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, siswa dapat diberikan soal uraian berbentuk open-ended (Noer, 2007). Berdasarkan penelitian itu disimpulkan bahwa pembelajaran open-ended dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Sejalan pula dengan Sharp (2004) yang menyarankan kepada pendidik untuk membuat perilaku siswa berani berperilaku kreatif melalui tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar (banyak/semua jawaban benar).

Dengan demikian, soal berbentuk open-ended bisa digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif yang selanjutnya akan digunakan oleh penulis sebagai instrumen tes penelitian ini.

Dalam mengukur aspek kemampuan berpikir kreatif harus disesuaikan dengan aspek yang akan diukur. Ide penelitian ini diadaptasi dari Noer (2007), sehingga penulis merumuskan tingkatan dalam indikator kemampuan berpikir kreatif untuk instrumen tes yang akan digunakan terdiri dari 4 tingkat yang dimulai dari terendah yaitu skor 0 dan tertinggi dengan skor 4. Rumusan tersebut adalah kelancaran, keluwesan, keaslian, dan kerincian.

B. Kemandirian Belajar

Berbeda dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menekankan kemampuan kognitif, aspek lainnya yaitu aspek sikap seringkali diabaikan oleh guru. Contoh sikap siswa yang mampu belajar secara mandiri. Namun, sampai saat ini, belajar mandiri masih dikenal sebagai salah satu metode pembelajaran. Banyak orang yang belum memahami dengan benar tentang pengertian belajar mandiri, bahkan

(35)

19 dalam akademisi. Contoh nyata adalah pengalaman penulis sendiri, yaitu masih banyak kalangan akademisi (mahasiswa), yaitu rekan-rekan penulis, memahami bahwa belajar mandiri itu adalah masalah belajar individual, belajar sendiri, atau belajar jarak jauh tanpa adanya guru. Berdasarkan pengalaman itu maka penulis menguraikan tentang makna belajar mandiri serta kemandirian belajar menurut beberapa tokoh.

Menurut Wedemeyer (1963) belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan derajat kebebasan, tanggung jawab, dan kewenangan yang lebih besar kepada siswa dalam melaksanakan dan merencanakan kegiatan-kegiatan belajarnya.

Pendapat ini menekankan bahwa terdapat kebebasan bagi siswa untuk mengatur kegiatan belajarnya sendiri dengan memiliki tanggung jawab kepada diri sendiri.

Lebih rinci lagi Rowntree (1992), mengutip pernyataan Lewis dan Spenser (1986) menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah adanya komitmen untuk membantu siswa memperoleh kemandirian dalam menentukan keputusan sendiri tentang tujuan atau hasil belajar yang dicapai, materi ajar dan tema yang akan dipelajari, sumber-sumber belajar serta metode yang akan dipelajari, kapan, bagaimana serta dalam hal apa keberhasilan yang akan diuji. Ini berarti bahwa untuk belajar mandiri siswa harus memiliki sebuah komitmen dan cara-cara tertentu untuk tujuan yang akan dicapai.

Hampir sama dengan penjelasan Knowless (1975) yang mengatakan bahwa belajar mandiri adalah suatu proses dimana individu mengambil inisiatif dengan atau tanpa bantuan dari orang lain untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya sendiri, merumuskan atau menentukan tujuan belajarnya sendiri, mengidentifikasi

(36)

20 sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajarnya, serta mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Penulis menjadikan penjelasan ini sebagai beberapa indikator untuk mengukur skala kemandirian belajar siswa ditambah beberapa indikator yang lainnya.

Penulis juga mengutip penjelasan menurut Mujiman (2008:7), belajar mandiri adalah kegiatan belajar yang diawali dengan kesadaran adanya masalah, disusul dengan timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk menguasai sesuatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi masalah.

Pendapat ini dimaknai bahwa belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan betul pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Misalnya motif untuk menguasai suatu konsep matematika. Sebuah motif dalam diri seseorang akan mendorongnya untuk belajar salah satu konsep matematika secara bersama ataupun sendirian sesuai dengan gaya belajar mereka untuk mencapai tujuan meraka.

Berikut ini merupakan batasan belajar mandiri menurut Mujiman:

a. Kegiatan belajar mandiri yang aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan siswa, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan.

b. Motif, atau niat, untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif, persistem, terarah dan kreatif.

c. Kompetensi adalah pengetahuan, atau ketrampilan, yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

(37)

21 d. Dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa mengolah informasi yang diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuhkannya.

e. Tujuan belajar hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh siswa.

Haris memberikan batasan mengenai belajar mandiri seperti itu dapat disebut sebagai Self Motivated Learning. Seseorang yang sedang menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan, oleh motif yang mendorongnya belajar. Bukan oleh kenampakan fisik dari kegiatan belajarnya. Siswa tersebut secara fisik bisa sedang belajar sendirian, belajar kelompok dengan kawan- kawannya atau bahkan sedang dalam situasi belajar klasikal dalam kelas tradisonal. Akan tetapi, bila motif yang mendorong kegiatan belajarnya adalah motif untuk menguasai sesuatu kompetensi yang ia inginkan, maka ia sedang menjalankan belajar mandiri.

Berdasarkan penjelasan para ahli yang telah diuraikan, belajar mandiri memungkinkan siswa belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran maupun bahan rekaman yang telah terlebih dahulu disiapkan, istilah mandiri menegaskan bahwa kendali belajar serta keluwesan waktu maupun tempat belajar terletak pada siswa yang belajar. Dengan demikian, belajar mandiri sebagai metode yang dapat didefinisikan sebagai suatu siswa, dalam hal ini adalah siswa, yaitu siswa yang memposisikan diri sebagai penanggung jawab, pemegang kendali, pengambil keputusan atau inisiatif dalam memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya sendiri dengan atau tanpa bantuan dari orang lain. Penulis menyimpulkan bahwa

(38)

22 kemandirian belajar adalah suatu sikap yang dimiliki oleh siswa yang mampu belajar mandiri dengan tolak ukur tertentu.

Pentingnya kemandirian belajar juga mengarahkan penulis untuk memahami ciri- ciri siswa yang mampu belajar mandiri. Metode belajar yang sesuai dengan kecepatan sendiri juga disebut belajar mandiri atau belajar dengan mengarahkan diri sendiri. Meskipun istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda, diantara ciri- ciri yang penting bagi siswa secara umum adalah sebagai berikut:

1. Piramid Tujuan

Telah disinggung di atas bahwa dalam belajar mandiri terbentuk struktur tujuan belajar (yang identik dengan struktur kompetensi) berbentuk piramid. Besar dan bentuk piramid sangat bervariasi di antara para siswa. Sangat banyak faktor yang berpengaruh. Di antaranya adalah kekuatan motivasi belajar, kemampuan belajar, dan ketersediaan sumber belajar. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin kuat motivasi belajar, semakin tinggi kemampuan belajar, dan semakin tersedia sumber belajar. Secara umum dapat dikatakan, bahwa keadaan ini menunjukkan kemungkinan semakin tingginya kualitas kegiatan belajar, dan semakin banyaknya kompetensi yang diperoleh.

2. Sumber dan Media Belajar

Belajar mandiri dapat menggunakan berbagai sumber dan media belajar. Guru, tutor, kawan, pakar, praktisi,dan siapapun yang memiliki informasi dan ketrampilan yang diperlukan siswa dapat menjadi sumber belajar. Paket-paket

(39)

23 belajar yang berisi self instruction materials, buku teks, hingga teknologi informasi lanjut, dapat digunakan sebagai media belajar dalam belajar mandiri.

Ketersediaan sumber dan media belajar turut menentukan kekuatan motivasi belajar. Apabila sumber dan bahan belajar tersedia dalam jumlah dan kualitas yang cukup di dalam mesyarakat, kegiatan belajar mandiri menjadi terdukung.

Lebih-lebih bila penguasaan kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat mendapatkan reward yang sepadan, maka belajar mandiri akan berkembang menjadi bagian dari budaya masyarakat.

3. Tempat Belajar

Belajar mandiri dapat dilakukan di sekolah, di rumah, di perpustakaan, di warnet, dan di mana pun tempat yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar.

Akan tetapi, memang ada tempat-tempat belajar tertentu yang paling sering digunakan siswa, yaitu rumah dan sekolah. Lingkungan belajar di tempat-tempat tersebut perlu mendapatkan perhatian, sehingga siswa merasa nyaman melakukan kegiatan belajar.

4. Waktu Belajar

Belajar mandiri dapat dilaksanakan pada setiap waktu yang dikehendaki siswa, di antara waktu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Masing-masing siswa memiliki preserensi waktu sendiri-sendiri, sesuai dengan ketersediaan waktu yang ada padanya.

(40)

24 5. Tempo dan Irama Belajar

Kecepatan belajar dan intensitas kegiatan belajar ditentukan sendiri oleh siswa, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.

6. Cara Belajar

Siswa memiliki cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri. Ini antara lain terkait dengan tipe siswa, apakah ia termasuk auditif, visual, kinestetik, atau tipe campuran. Siswa mandiri perlu menemukan tipe dirinya, serta cara belajar yang cocok dengan keadaan dan kemampuannya sendiri.

7. Evaluasi Belajar

Evaluasi hasil belajar mandiri dilakukan oleh siswa sendiri. Dengan membandingkan antara tujuan belajar dan hasil yang dicapainya, siswa akan mengetahui sejauh mana keberhasilannya. Hasil selfevaluation yang dilakukan berulang-kali akan turut membentuk kekuatan motivasi belajar yang lebih lanjut.

Pada umumnya kegagalan yang terus menerus dapat menurunkan kekuatan motivasi belajar. Sebaliknya keberhasilan-keberhasilan akan memperkuat motivasi belajar.

Sedangkan menurut Basri (1998), bahwa ciri-ciri belajar mandiri, yaitu dapat menerima kenyataan hidup, berpikir sehat dan maju, dapat membahagiakan orang lain, perbuatan dan keputusannya berdasarkan pertimbangan rasio yang obyektif, tanpa mengabaikan perasaan bila perlu, bersifat fleksibel, dapat menerima penguasa dan peraturan, dapat bekerja sama dengan orang lain, dapat berprestasi,

(41)

25 cara bekerja mengarang keefektifan dan efisien, mempunyai pendirian yang konsisten.

Kemp (1994) menyebutkan ciri khusus program belajar mandiri yang bermutu meliputi hal-hal berikut :

1. Kegiatan belajar untuk siswa dikembangkan dengan cermat dan rinci.

Pembelajaran berlangsung dengan baik apabila bahan disusun menjadi langkah-langkah yang terpisah dan kecil, masing-maing membahas satu konsep tunggal atau sebagian dari bahan yang diajarkan. Besar langkah bisa berbeda- beda, namun urutannya perlu diperhatikan dengan teliti.

2. Kegiatan dan sumber guruan dipilih dengan hati-hati dengan memperhatikan sasaran guruan yang dipersyaratkan.

3. Penguasaan siswa terhadap setiap langkah harus diperiksa sebelum ia melanjutkan ke langkah berikutnya.

4. Apabila muncul kesulitan, siswa mungkin perlu mempelajari lagi atau meminta bantuan guru. Jadi, siswa secara terus-menerus ditantang, harus menyelesaikan kegiatan yang diikutinya, langsung mengetahui hasil belajar atau usahanya, dan merasakan keberhasilan.

Selain itu terdapat pula syarat-syarat dalam belajar mandiri, diantaranya adanya motivasi belajar. Untuk melakukan belajar aktif, motivasi belajar merupakan syarat yang harus dikembangkan dahulu. Tanpa motivasi belajar yang cukup kuat untuk menguasai sesuatu kompetensi, belajar mandiri tidak mungkin dijalankan tetapi sebaliknya, belajar mandiri diperkirakan akan dapat menumbuhkan motivasi belajar.

(42)

26

Pengembangan motivasi belajar merupakan bagian tersulit dalam penyiapan dan penumbuhan kemampuan belajar mandiri, sebab upaya pengembangan motivasi belajar mempersyaratkan ketersediaan informasi tentang untung-ruginya belajar dan kemampuan siswa mengolah informasi tersebut dengan benar.

Informasi tentang keuntungan dan kerugian melakukan kegiatan belajar, untuk menguasai sesuatu kompetensi, harus tersedia selengkap dan setepat mungkin, agar siswa dapat mengetahui dengan baik keuntungan yang akan ia dapatkan, beban yang ia harus tanggung, kesesuaian antara kompetensi yang akan dia akan dapatkan dengan kebutuhannya, apakah pemilikan kompetensi itu akan dapat memenuhi kebutuhannya, pakah ia memiliki kemampuan yang diperlukan untuk belajar dan menguasai kompetensi itu, dan apakah kegiatan belajar itu kira-kira akan memberikan rasa senang atau tidak, rasa senang dapat timbul apabila pengalaman belajar yang lalu memberikan hasil baik dan cukup memuaskan.

Semua informasi itu diperlukan untuk membangun kekuatan motivasi belajar.

Kekuatan motivasi akan cukup kuat bila analisisnya terhadap informasi menghasilkan jawaban-jawaban affirmative atau positif. Apabila kekuatan motivasinya cukup besar, ia akan memutuskan untuk belajar guna mendapatkan kompetensi yang dijanjikan oleh kegiatan itu. Bila kekuatan motivasinya lemah, ia akan memutuskan untuk tidak belajar guna mencapai kompetensi itu. Dengan kata lain, informasi yang lengkap dan tepat ia akan belajar, atau tidak belajar guna mencapai kompetensi itu.

(43)

27 Syarat kedua adalah harusnya ada masalah yang menarik dan bermakna bagi siswa. Masalah harus riil, actual dan memiliki kaitan dengan kehidupan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan siswa untuk mencari jawabannya. Siswa pun lebih semangat untuk memecahkan masalahnya. Belajar mandiri ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk mencari, mengidentifikasikan, memecahkan, mencari solusi, membandingkan, dan menilai sesuatu masalah yang berkaitan dengan dirinya.

Selain motivasi dan adanya masalah, syarat lain yaitu menghargai pendapat siswa.

Masih banyak sekali pembelajaran yang mana guru mendominasi kelas, sebagian siswa menerima apa yang diperintahkan oleh guru. Padahal banyak siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, dan banyak juga siswa yang aktif, kreatif, dinamis, idealis yang merupakan hasil dari belajar mandiri siswa tersebut.

Syarat terakhir agar siswa memiliki kemampuan belajar mandiri adalah peran guru. Peran-peran guru diantaranya, yaitu guru sebagai demonstrator, oraganisator, motivator, pengarah, dan transmitter. Sehingga akan kemampuan siswa dalam belajar secara mandiri akan mudah tercapai.

Guru sebagai demonstrator. Dalam peranannya sebagai demonstrator hendaknya guru senantiasa mengembangkan (Usman, 2006). Mengembangkan disini bermakna khusus yaitu meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya. Hal ini sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Guru sebagai organisator. Peran ini memposisikan guru sebagai pengelola akademik, silabus, jadwal pelajaran, dll. Komponen yang berkaitan dengan

(44)

28 kegiatan pembelajaran, semua diorganisasikan dengan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas, dan efisien belajar pada diri siswa. (Sardiman, 1990) Guru sebagai motivator. Guru hendaknya bukan hanya sebagai guru tetapi perlu juga memposisikan diri sebagai motivator. Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan, antusias siswa, dan pengembangan kegiatan belajar.

Guru sebagai pengarah. Guru harus mampu memberikan arahan kepada siswa.

Dalam hal ini, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Peran guru yang terakhir adalah sebagai transmitter. Dalam proses pembelajaran, guru juga hendaknya mampu bertindak sebagai penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan. Sehingga dapat menjadi contoh bagi siswa.

Dari segi proses, belajar mandiri memberikan otonomi kepada siswa dalam menentukan arah atau tujuan belajarnya, sumber belajar, program belajar, dan materi yang dipelajarinya. Belajar mandiri ini memiliki upaya untuk mengembangkan kebesaran kepada siswa dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tidak dikendalikan oleh orang lain. Tidak semua siswa menyukai cara belajar seperti ini. Ada sebagian siswa yang lebih menyukai belajar dengan diatur atau dikendalikan oleh guru dan sebagian lainnya lebih suka diatur oleh dirinya sendiri dengan metode belajar mandiri. Proses belajar mandiri akan membawa perubahan positif terhadap intelektualitas mereka dan mampu berdiri sendiri, serta menjadi dirinya sendiri. Guru bukan pengendali dalam proses

(45)

29 belajar, akan tetapi guru hanya sebagai penasehat yang memberikan pengarahan kepada siswa.

Sementara itu, menurut Johnson (2007) dalam proses belajar mandiri ini ada beberapa langkah-langkah yang akan dilakukan oleh siswa baik satu orang atau kelompok, yaitu pertama menetapkan tujuan. Siswa memilih atau berpartisipasi dalam memilih, untuk bekerja demi sebuah tujuan penting, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, yang bermakna bagi dirinya maupun orang lain.

Tujuan bukanlah akhir dan semuanya. Tujuan itu akan memberikan kesempatan untuk menerapkan keahlian profesional akademik kedalam kehidupan sehari-hari.

Saat siswa mencapai tujuan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, proses tersebut membantu mereka mencapai standar akademik yang tinggi.

Proses selanjutnya adalah membuat rencana belajar menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan mereka. Merencanakan disini meliputi melihat lebih jauh ke depan dan memutuskan bagaimana cara untuk berhasil. Rencana yang diputuskan siswa tergantung pada apakah mereka ingin menyelesaikan masalah, menentukan persoalan, atau menciptakan suatu proyek. Rencana yang dibuat seseorang bergantung pada tujuannya. Baik tujuan tersebut melibatkan penyelesaian masalah, menyelesaikan persoalan tersebut, semuannya membutuhkan pengambilan tindakan, mengajukan pertanyaan, membuat pilihan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, serta berfikir secara kritis, dan kritis.

Kemampuan untuk melakukan hal-hal tersebut memungkinkan keberhasilan pembelajaran mandiri.

(46)

30 Ketiga, adalah proses mengikuti rencana dan mengukur kemajuan diri. Dari semula, siswa tidak hanya menyadari tujuan mereka, tetapi mereka juga harus menyadari keahlian akademik mereka yang harus dikembangkan serta kecakapan yang diperoleh dalam proses belajar mandiri. Selain proses tersebut mereka harus mampu mengevaluasi seberapa baik rencana mereka telah dilaksanakan.

Proses selanjutnya adalah membuahkan hasil akhir. Siswa mendapatkan suatu hasil baik yang tampak maupun yang tidak tampak bagi mereka. Ada ribuan cara untuk menampilkan hasil-hasil dari pembelajaran mandiri. Yang paling jelas adalah sebuah kelompok mungkin menghasilkan portofolio, dan dapat pula memberikan informasi menggunakan grafik, tampil untuk mempresentasikan hasil belajar mereka dan siap dikomentari oleh siswa yang lainnya.

Proses terakhir, yaitu menunjukkan kecakapan melalui penilaian autentik. Para siswa menunjukkan kecakapan terutama dalam tugas-tugas yang mandiri dan autentik. Dengan menggunakan standar nilai dan penunjuk penilaian untuk menilai portofolio, jurnal, presentasi, dan penampilan siswa sehingga guru dapat memperkirakan tingkat pencapaian siswa. Sebagai tambahan penilaian autentik menunjukkan sedalam apakah pembelajaran yang diperoleh siswa dari pembelajaran mandiri tersebut. Proses belajar mandiri adalah proses yang kaya, bervariasi, dan menantang. Keefektifan bergantung bukan hanya pada pengetahuan dan dedikasi siswa, tetapi juga dedikasi dan keahlian guru.

Setelah menguraikan pengertian, ciri-ciri, syarat-syarat, peran guru, serta proses agar anak mampu memiliki kemandirian belajar, penulis membatasi indikator- indikator pencapaian kemandirian belajar. Indikator-indikator tersebut adalah

(47)

31 memiliki inisiatif belajar, mampu mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar, memilih dan menggunakan sumber serta menerapkan strategi belajar apa yang sesuai, belajar secara sendiri (mandiri), bekerja sama dengan orang lain, dan mampu mengontrol diri sendiri. Indikator-indikator kemandirian belajar telah dibakukan dalam instrumen skala kemandirian belajar siswa.

C. Modul Pembelajaran

Salah satu bahan ajar cetak dalam pembelajaran yang sering digunakan adalah modul. Menurut Purwanto dkk. (2007:9) modul merupakan bahan belajar yang dicetak dan dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentudan berfungsi sebagai bahan ajar agar pembaca menguasai kompetensi yang dituntut oleh kegiatan pembelajaran yang diikutinya. Sejalan pula dengan Suprawoto (2009:2) yang menyatakan bahwa modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang disusun secara sistematis, dimana didalamnya terdapat materi, metode, tujuan pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian kompetensi, serta petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional) sehingga dapat berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada siswa belajar mandiri dan menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul.

Penelitian pengembangan pendidikan memfokuskan kajiannya pada bidang desain atau rancangan, baik itu berupa model desain dan desain bahan ajar atau produk misalnya media. Trianto (2009:234) menyebutkan bahwa media pembelajaran adalah media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pembelajaran

(48)

32 yang terencana. Media pembelajaran tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga bentuk sederhana, seperti slide, foto, diagram buatan guru, objek nyata, dan kunjungan ke luar kelas. Dilihat dari bentuk dan cara penyajiannya, media pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai multimedia yang merupakan penyampaian menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk unit atau paket, misalnya modul (Sanjaya, 2012:121).

Modul merupakan salah satu media cetak yang memuat rumusan tujuan yang harus dicapai, materi pelajaran yang harus dikuasai, cara mempelajarinya, tugas- tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, sampai pada bahan evaluasi yang harus dikerjakan untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai tujuan (Sanjaya, 2012:257). Modul ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Majid, 2008:176).

Terdapat beberapa kelebihan menggunakan modul sebagai media individual, yaitu: (1) Pembelajaran bisa dilakukan siswa kapan saja dan dimana saja; (2) Pembelajaran dilakukan setahap demi setahap; dan (3) Siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing–masing. Selain kelebihan menggunakan modul, juga terdapat kekurangan, yaitu: (1) Modul hanya dapat digunakan oleh siswa yang sudah dapat membaca dengan baik; dan (2) Pembelajaran dapat efektif jika siswa sudah memiliki kesadaran belajar sebagai proses perubahan perilaku karena adanya pengalaman (Sanjaya, 2012).

Untuk mengembangkan modul yang baik, diperlukan penstrukturan modul yang bertujuan untuk memudahkan siswa mempelajari materi. Satu modul dibuat untuk mengajarkan suatu materi yang spesifik agar mencapai kompetensi tertentu.

(49)

33 Struktur penulisan suatu modul berdasarkan Depdiknas (2008) dibagi dalam beberapa bagian sebagai berikut:

1. Bagian Pembuka

a) Judul, yaitu bagian yang menggambarkan secara umum dan perlu menarik dan memberi gambaran tentang materi yang dibahas.

b) Daftar isi, yaitu bagian yang menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik- topik tersebut diurutkan berdasarkan urutan materi dalam modul sehingga siswa dapat melihat secara keseluruhan topik-topik apa saja yang tersedia dari nomor halaman yang tersedia.

c) Peta informasi, bagian ini perlu disertakan dalam modul. Pada daftar isi akan terlihat topik apa saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan antar topik tersebut. Pada peta informasi akan diperlihatkan kaitan antar topik-topik dalam modul.

d) Daftar tujuan kompetensi yaitu, bagian membantu siswa untuk mengetahui pengetahuan, sikap, atau keterampilan apa yang dapat dikuasai setelah menyelesaikan pelajaran.

e) Uji materi prasyarat, bagian yang memberitahukan kepada siswa keterampilan atau pengetahuan awal apa saja yang diperlukan untuk dapat menguasai materi dalam modul. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pretes. Pretes bertujuan untuk memeriksa apakah siswa telah menguasai materi prasyarat untuk mempelajari materi modul.

(50)

34 2. Bagian Inti

a) Pendahuluan/tinjauan umum materi, merupakan bagian yang berfungsi untuk:

memberikan gambaran umum mengenai isi materi modul, meyakinkan siswa bahwa materi yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka, meluruskan harapan siswa mengenai materi yang akan dipelajari, mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari, memberikan petunjuk bagaimana mempelajari materi yang akan disajikan.

b) Hubungan dengan materi atau pelajaran yang lain. Materi pada modul sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang perlu dipelajari tersedia dalam modul. Bila materi tersebut tersedia pada buku teks maka arahan tersebut dapat diberikan dengan menuliskan judul dan pengarang buku teks tersebut.

c) Uraian materi, yaitu uraian yang merupakan penjelasan secara terperinci tentang materi yang disampaikan dalam modul. Apabila materi yang akan dituangkan cukup luas, maka dapat dikembangkan ke dalam beberapa Kegiatan Belajar (KB). Setiap KB memuat uraian materi, penugasan, dan rangkuman. Di dalam uraian materi setiap kegiatan belajar baik susunan dan penempatan naskah, gambar, maupun ilustrasi diatur sedemikian rupa sehingga informasi mudah mengerti.

d) Penugasan, bagian modul yang perlu untuk menegaskan kompetensi apa yang diharapkan setelah mempelajari modul. Penugasan juga menunjukan kepada siswa bagian mana dalam modul yang merupakan bagian penting.

e) Rangkuman yaitu, bagian dalam modul yang menelaah hal-hal pokok dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada bagian akhir modul.

(51)

35 3. Bagian Penutup

a) Glossary atau daftar istilah yang berisikan definisi-definisi konsep yang dibahas dalam modul. Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk mengingat kembali konsep yang telah dipelajari.

b) Tes akhir yaitu, merupakan latihan yang dapat siswa kerjakan setelah

mempelajari suatu bagian dalam modul. Aturan umum untuk tes akhir adalah tes tersebut dapat dikerjakan oleh siswa dalam waktu sekitar 20% dari waktu mempelajari modul. Jadi, jika suatu modul dapat diselesaikan dalam tiga jam maka tes akhir harus dapat dikerjakan oleh peserta belajar dalam waktu sekitar setengah jam.

c) Indeks, adalah bagian yang memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman di mana istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam modul supaya siswa mudah menemukan topik yang ingin dipelajari.

Beberapa penelitian tentang pengembangan modul telah dilakukan diantaranya oleh Astiti, dkk (2014); Devita, dkk (2013); Lestari dan As’ari (2013); Somasa (2013); dan Dewi (2014). Hasil penelitian Astiti, dkk (2014); Devita, dkk (2013);

dan Somasa (2013) menunjukkan bahwa modul dapat meningkatkan hasil belajar.

Lestari dan As’ari (2013) menunjukkan bahwa modul dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa dalam menyelesaikan soal cerita berbahasa inggris. Selanjutnya hasil penelitian Dewi (2014) menunjukkan bahwa modul dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Secara garis besar, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan menggunakan modul, siswa dapat belajar secara mandiri, kapan pun dan di mana

(52)

36 pun. Kurangnya sumber belajar selain buku teks dan LKS dapat disiasati dari pemakaian modul sehingga modul dapat membantu siswa memahami materi yang dijelaskan oleh guru saat pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran juga tidak lagi terpusat pada guru dan siswa dapat mengingat materi yang diajarkan dengan baik karena siswa membangun pemahamannya sendiri. Hal ini menjadikan pembelajaran menjadi lebih menarik dan efektif bagi siswa.

D. Strategi PQ4R

Strategi PQ4R bernaung di bawah teori kontruktivisme. Mathews (Suparno, 1997:17) mengatakan konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Konsep ini bermakna bahwa PQ4R merupakan strategi yang bisa membentuk kemampuan kognitif dari diri sendiri.

Strategi PQ4R dikembangkan oleh Thomas dan Robinson pada tahun 1972 merupakan juga salah satu strategi elaborasi (Anderson, 2007). Menurut Purwanto dkk. (2007), elaborasi adalah suatu proses dengan menambahkan perincian informasi sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian. Sehingga, strategi PQ4R dapat diterapkan dalam pembelajaran agar informasi baru menjadi lebih berarti.

Beberapa peneliti terdahulu mengatakan PQ4R adalah salah satu strategi dalam membaca. Onukwufor (Anderson,1990) mengungkapkan tentang strategi membaca seperti PQ4R sering digunakan peneliti sebagai strategi untuk

Gambar

Gambar 3.1 Langkah-langkah Metode Penelitian dan Pengembangan
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif
Tabel 3.4 Validitas Instrumen Berpikir Kreatif
Tabel 3.3 Kriteria Validitas Instrumen
+5

Referensi

Dokumen terkait

yang telah diberikan Tuhan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika dan prestasi belajar siswa melalui strategi pembelajaran rotation

Analisis Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dalam Mengajukan Masalah Matematika Berdasarkan Kemampuan Matematika Kelas XI MIA- G SMA Negeri 1 Probolinggo ; Maulinda

Problem Solving terhadap kemampuan berpikir kreatif ditinjau dari kemandirian belajar, untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif biologi yang memiliki

Berdasarkan simpulan yang diperoleh, maka beberapa saran untuk peningkatan kualitas pembelajaran matematika, terutama peningkatan kemampuan berpikir kritis dan kreatif

Salah satu strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kepercayaan diri siswa adalah strategi pembelajaran Contextual Teaching

PENGEMBANGAN E-MODUL DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK KELAS VII PADA MATERI ALJABAR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu

Kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar yang sedang maupun