• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Tajdid dan Tajrid

N/A
N/A
Kholishotul Fitriyah

Academic year: 2024

Membagikan " Pengertian Tajdid dan Tajrid"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

GERAKAN MUHAMMADIYAH YANG BERWATAK TADJID DAN TAJRID

Oleh:

Vivi Nur Hidayah/220302049, Kholishotul Fitriyah/220302073, Cyndi Widiyastuti/220302079 Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Gresik [email protected],[email protected],[email protected]

Abstrack:

Tujuan kami membuat makalah ini untuk membahas pengertian tajrid dan tajdid dalam gerakan Muhammadiyah, latar belakang munculnya tajrid dan tajdid, serta model model dan makna gerakan keagamaan muhammadiyah. Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah studi pustaka.

Data yang digunakan berasal dari buku, jurnal, dan artikel ilmiah lainnya yang membahas tentang tajrid dan tajdid dalam gerakan Muhammadiyah. Sebagai organisasi Islam terbesar dan tertua di Indonesia, Muhammadiyah telah berperan dalam pembaharuan, khususnya dalam aspek kehidupan beragama dan kebangsaan. Dengan gerakan tajdidnya, Muhammadiyah telah membawa perubahan nyata, seperti meluruskan arah kiblat sholat umat Islam dan berpartisipasi dalam perjuangan

kemerdekaan. Makalah ini menyoroti kontribusi Muhammadiyah dalam memberikan pencerahan dan bakti nyata kepada Agama, Nusa, dan Bangsa.

(2)

I. PENDAHULUAN

Muhammadiyah yang berdiri tahun 1912 dikenal sebagai gerakan Islam modernisatau reformis dan juga sebagai sebuah gerakan pemabaharuan (tajdid) telah menunjukkaneksistensinya sebagai organisasi Islam yang berkemajuan, dinamis, cerdas dan kreatifdalam melihat tanda-tanda zaman. Sosok KH. Ahmad Dahlan mewakili kecerdasan itu.Beliau tampil elegan dengan gaya pemikiran bebas, kreatif sekaligus arif. Pada dirinyatampil kesempurnaan pemikir pembaharu yang utuh.

Muhammadiyah merupakan salah satu dari dua organisasi Islam besar di Indonesia. Sejak didirikan pada 18 November 1912 di Yogjakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan Muhammadiyah dikenal dengan Gerakan dakwah Islam„Amar ma‟ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) untuk menyiarkan ajaran Islamdari sudut pandang yang humanis dan kembali kepada Al-Qur‟an dan Hadits, karena model gerakan ini membuat Muhammadiyah kurang diminati oleh masyarakat muslim pada umumnya, disebabkan pola keagamaan masyarakat Jawa yang kental dengan tradisi-tradisi peninggalan Hindu dan Budha dikolaborasi dalam nilai-nilai kerohanian Islam (Puspita handayani,2020).

Tajdid atau pembaruan sering digunakan dalam konteks gerakan Islam modern. Istilah ini mempunyai akar yang kuat pada Islam klasik (pra-modern) dan biasanya dihubungkan dengan upaya purifikasi untuk memperbarui iman dan prakteknya. Pada masa modern, biasanya dimaksudkan sebagai upaya para salafi, dan modernis Islam untuk memperkenalkan pengaruh Islam dalam kehidupan Muslim. Dengan demikian, ada dua kecenderungan di sini, yaitu kecenderungan salafi dan kecenderungan reformis/modern (Khalil, 1995: 431).

Tajrid dalam bahasa Indonesia berarti pemurnian. Isltilah ini tidak sepepuler istilah tajdid, sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat khusus. Istilah ini dipopulerkan oleh Din Saymsuddin ketua PP Muhammadiyah melalui bukunya Muhammadiyah untuk semua. Dikatakan bahwa Muhammadiyah berada antara tajrid dan tajdid. Dalam ibadah kita tajrid, hanya ikut Nabi SAW dan tidak ada pembaruan, sedangkan dalam muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan (Syamsuddin, 2014: 14).

munculnya tajdid (pembaruan) dalam Islam. Sebagaimana dipahami, Islam modernis muncul sebagai respon terhadap bewrbagai keterbelakangan yang dialami oleh umat Islam, seperti keterbelakangan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini dinilai tidak sejalan dengan Islam sebagaimana terdapat dalam al- Qur‟an dan al-Sunnah. (Bambang Wahrudin, Alip Sugianto, Wawan Kusnawan, Ahmad Muslich,2021).

Organisasi Muhammadiyah layak men-jadi model gerakan Islam internasionaldi negara- negara barat. ( 9 ) GerakanMuhammadiyah dinilai cocok karenamampu menyeimbangkan perubahandan perkembangan budaya barat, dengan tetap memegang erat nilai – nilaiIslam sebagai dasar utamanya. (Prof. Dr. H. Abdul Djamil,2011). Dalam usahanya untuk memurnikan pengamalan ajaran Islam (purifikasi) sekaligus mengangkat kehidupan umat (Majelis Tarjih Muhammadiyah, 1990, p. 7), Muhammadiyah lebih berani menerapkan sistem dan metode modern(Ira M. Lapidus, 1989, p. 762); meskipun dalam hal ini Muhammadiyah tidak jarang dinilai hanya melakukan adopsi (Karel Steenbrink, 1995, pp. 22–23) atau lebih mendasarkan pada nilai-nilai prgamatis(Mas‟udi, 1995, p. 20), yang seringkali menimbulkan masalah baru yang tidak kalah pelik dan kompleksnya. Dari sinilah kemudian para ahli menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, pembaharu, modernis, reformis, dan sejenisnya.(benda,190,p.70;Deliar Noer,1991).

Pemurnian dilakukan pada aspek akidahdan ibadah, sedangkan peningkatan dan dinamisasi dilakukan pada ranah muamalah. Dengan dua sayap tajdid tersebut diharapkan

(3)

Muhammadiyah mampu memelihara otentitas ajaran Islam, sekaligus memajukan kehidupan manusia melalui ilmu pengetahuan (Anwar, 2018).

II. PEMBAHASAN A. Pengertian Tajdid dan Tajrid

1. Pengertian Tajdid

Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yujaddidu, tajdidan yang berarti memperbarui atau menjadikan baru. Bisa juga ia memiliki makna sebagai membangkitkan, menjadikan (muda, tangkas, kuat). Kata ini berarti pula memperbaharui, memperpan- jang izin, dispensasi, dan kontrak (Ali & Muhdhar, 2003: 656); sedang- kan orang yang melakukan pembaruan disebut mujaddid.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tajdid berarti pembaruan, mo- dernisasi atau restorasi (Depdiknas, 2005: 1123). Walaupun demikian, kata tajdid ini jarang digunakan di masyarakat, dan yang sering menggunakan istilah ini adalah kalangan Muhammadiyah.

Namun, yang dimaksudkan adalah pembaruan yang dititikberatkan pada kehidupan keagamaan, baik berbentuk pemikiran maupun gerakan (Zakiyuddin, 2001).

Banyak ahli juga mendefinisikan pengertian tajdid.. Salah satu- nya adalah Quraish Shihab (2009: 10) yang mengartikan tajdid seb agai pencerahan dan pembaruan. Tajdid dalam makna pencerahan mencakup penjelasan ulang dalam bentuk kemasan yang lebih baik dan sesuai menyangkut ajaran-ajaran agama yang pernah diungkap oleh para pendahulu. istilah tajdid atau pembaruan juga sering digunakan dalam konteks gerakan Islam modern.

Selanjutnya, istilah modernis (Inggris) atau modernisasi (In- donesia) atau pembaruan dalam Islam diartikan sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang masalah ke Islaman yang dilakukan oleh pemikir terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian, yang diperbarui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui atau meng- ubah apa yang terdapat dalam al-Qur'an dan al-Hadist. Entitas yang diubah atau diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap al-Qur'an dan al-Hadist tersebut (Nata, 2001: 155).

Di sisi lain, Nurcholis Madjid (1995: 172) mengatakan bahwa pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang identik, atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi, yang berarti proses perombakan pola berpikir dan tata kerja lama yang ti- dak rasional, dan menggantinya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah.

Pada Musyawarah Tarjih ke-22 di Malang tahun 1989. Hasil muktamar ditanfizkan tahun 1990 yang menyebutkan bahwa tajdid secara bahasa berarti pembaruan dan dari segi istilah me miliki dua arti yaitu: pemurnian dan peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya. Berikut ini pendapat para tokoh Muhammadiyah tentang tajdid yaitu:

a. Tajdid menurut Muhammadiyah bukan sekadar pemurnian, dan juga tidak memadai lagi. Tajdid yang dimaksudkan Ah- mad Dahlan bukan sekadar pemurnian seperti meluruskan arah kiblat, tetapi juga memperbarui cara paham beragama dan mendirikan lembaga-lembaga sosial baru yang bersifat pembaruan dalam rangka pengembangan.

b. Haedar Nashir (2010: 293). Tajdid yaitu memperbarui alam pikiran sesuai zaman modern, melembagakan pendidikan Islam modern, merintis pelayanan-pelayanan sosial yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan spirit Islam modern dan bahkan melawan misi zending dengan langkah-lang- kah yang modern sehingga disebut sebagai gerakan Islam modernis.

(4)

c. Din Syamsuddin (2014: 20-21), tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran Islam, dan dalam arti pemurnian berarti pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber pada al-Qur'an dan al-Sunnah shahihah. Untuk melaksanakan tajdid dari kedua pengertian tersebut, diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang di- jiwai oleh ajaran Islam.

d. Selanjutnya, makna tajdid menurut Syamsul Anwar (dalam Nashir, 2010: 228), ikhtiar menemukan kembali substansi agama untuk pemaknaan baru dalam pengungkapannya dalam suatu konteks baru yang berubah, baik melalui pu- rifikasi maupun dinamisasi. Purifikasi ialah mengemba likan ajaran Islam pada yang asli sebagaimana telah di- tentukan segala sesuatunya secara baku dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang shahih khususnya yang menyangk ibadah dan akidah. Sedangkan dinamisasi atau pembaruan ialah memperbarui urusan-urusan keagamaan sesuai pesan substansial ajaran Islam, lebih khusus di bidang muamalah duniawi.

e. Menurut Asmuni Abdurrahman, tajdid itu berarti pembaru an; dan dari segi istilah memiliki dua arti yakni pemurnian dan pengembangan.

2. Istilah tajrid

Berasal dari bahasa Arab yang berarti pengosongan, pengungsian, pengupasan, pelepasan atau pengambil alihan (Ali, 1999: 410). Tajrid dalam Bahasa Indonesia berarti pemurnian. Isltilah ini tidak sepepuler istilah tajdid, sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat khusus. Istilah ini dipopulerkan oleh Din Saymsuddin ketua PP Muhammadiyah melalui bukunya Muhammadiyah untuk semua. Dikatakan bahwa Muhammadiyah berada antara tajrid dan tajdid. Dalam ibadah kita tajrid, hanya ikut Nabi SAW dan tidak ada pembaruan, sedangkan dalam muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan (Syamsuddin, 2014: 14).

Lebih lanjut dikatakan bahwa Islam berkemajuan yang dimaksud olehMuhammadiyah adalah Islam yang tidak sekedar muncul dalam nilai ibadah semata, tetapi menjadi penyeimbang antara pemurnian dan kemajuan. Misalnya shalat harus dilakukan dengan penghayatan dan pemaknaan walaupun singkat.Karena itu, Muhammadiyah menghendaki agar ada keseimbangan antara pemurnian dan kemajuan (Syamsuddun, 2014: 24).

Menurut istilah, ada beberapa kalangan yang mencoba untuk memberikan batasan.

Syamsul Anwar (2005: 71) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan purifikasi atau pemurnian ialah m,engembalikan ajaran Islam pada sumbernya yang asli sebagaimana telah ditentukan segala sesuatunya secara baku dalam al-Qur‟an dan Sunnah yang shahih khususnya menyangkut ibadah dan aqidah. Menurut Muarif dkk (2014: 46), gerakan pembaruan/purifikasi merupakan cermin dariortodoksi Islam. Gerakan seperti ini umumnya menggunakan jargon “kembali kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah” yang selalu menghendaki orsinalitas ajaran

B. Latar Belakang Munculnya Tajdid dan Tajrid

Islam modernis muncul sebagai respon terhadap berbagai keterbelakangan yang dialami oleh umat Islam, seperti keterbelakangan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan lain sebagainya.Keterbelakangan tersebut disadari setelah abad ke-18, tepatnya ketika Mesir jatuh di tangan Barat (Prancis), yang secara serentak mengagetkan sekaligus mengingatkan umat Islam bahwa ada per- bedaan antara Barat yang maju dan dunia Muslim yang terbelakang dan hal ini merupakan ancaman bagi umat Islam.Kemunduran tersebut, disebabkan oleh kekeliruan dan kesalahan dalam memahami al-Qur'an dan al-sunnah. Penyebab kemunduran tersebut antara lain:

1. Umat Islam mundur karena telah meninggalkan ajaran Is- lam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran-ajaran yang datang dari luar Islam. Paham qada dan qadar diubah menjadi fatalisme, yang membawa umat Islam jadi statis.

(5)

2. Umat Islam mundur karena sebab yang bersifat politis, yaitu berupa perpecahan yang terdapat di kalangan umat Islam, pemerintahan yang absolut, mempercayakan pimpin- an umat kepada orang-orang yang tidak dapat dipercayai.

3. Umat Islam mundur karena lemahnya persaudaraan Islam

4. Umat Islam mundur disebabkan oleh paham jumud (ke adaan membeku), statis, tidak ada perubahan di kalangan umat Islam, karena umat Islam lebih suka berpegang pada tradisi yang memang tidak mau menerima perubahan

5. Umat Islam mundur karena masuknya berbagai macam bid'ah, khurafat dan takhayul ke dalam Islam.

C. Model Model Tajdid dan Tajrid

(Ahmad Jainuri,1997) dalam makalahnya "Model Tajdid Muham madiyah" telah mempertanyakan beberapa hal, antara lain: pertamo apakah Muhammadiyah itu gerakan tajdid atau bukan? Kedua, apak- ah tajdid yang dilakukan Muhammadiyah adalah jawaban terhadap tantangan kemunduran kehidupan atau jawaban terhadap kemajuan yang dicapai Muhammadiyah, atau kedua-duanya? Ketiga, model tajdid yang bagaimana yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah dalam membangun peradaban utama? Dari beberapa pertanyaan itu, sebenarnya tersimpul suatu pola: apa yang dimaksud tajdid dalam Muhammadiyah dan bagaimana perkembangannya satu abad pertama? Secara garis besar, perkembangan tajdid dalam Muhammadiyah. dapat dibedakan dalam tiga fase, yakni fase aksi-reaksi, konsepsional- isasi dan fase rekonstruksi.

Ketika Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah, termasuk KH. Ahmad Dahlan belum memikirkan landasan konsep- sional dan teoretis tentang apa yang akan dilakukannya.

Faktanya, upaya mereka untuk secara praktis dan pragmatis menyebarkan ajar- an Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana menyesuai kan praktik keagamaan yang dilakukan masyarakat pada waktu itu dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah pada satu sisi, tetapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususunya Kristen, yang kebetu lan disebarkan oleh penjajah negeri ini. Kecenderungan yang bers fat reaktif dalam menyelesaikan masalah tarjih yang dihadapi malai terlihat. Pembetulan arah kiblat dalam pelaksanaan shalat, misalnya. menjadi bukti betapa reaktifnya tokoh Muhammadiyah saat itu.

Jargon yang diusung saat itu adalah "kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah" secara apa adanya, terutama dalam masalah aqidah dan ibadah mahdhah. Munculnya istilah TBC (takhayul, bid'ah dan khurafat) merupakan akibat dari gerakan pemurnian periode itu. Produk pemikiran yang dihasilkan Majelis Tarjih didominasi oleh upaya memurnikan bidang akidah dan ibadah itu.

Periode ini ber- langsung sampai tahun 60-an. Kemudian, pada awal tahun 1960-an sampai tahun 1990-an, sudah mulai terasa bagaimana pentingnya membuat dasar dan toeri penyelesaian masalah yang dihadapi oleh umat Islam yang didominasi oleh persoalan muamalah duniawi.

Tentu kaidah ini belum mencakup konsep dan metode penyelesaian masalah secara komprehensif.

Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik Muhammadiyah dalam konteks ini: Pertama, konkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan, hasilnya konkrit dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia.

Suburnya amal salih di lingkungan aktivis Muham- madiyah ditujukan kepada komunitas Muhammadiyah, bangsa dan kepada seluruh umat manusia di dunia dalam rangka rahmatan lil al- amin, Kedua, tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Makna dari ke- terbukaan tersebut adalah bahwa Muhammadiyah mampu mengan- tisipasi perubahan dan kemajuan di sekitar kita. Dari sekian amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki dan dimanfaat- kan oleh siapa pun. Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi dan usaha atau jasa, mereka yang menjadi nasa- bah, mitra dan konsumennya pun bisa siapa saja yang membutuh kan Ketiga, tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita Muhammadiyah untuk menjadikan Islam sebagai agama yang berkemajuan, juga Islam yang berkebajikan yang se nantiasa hadir

(6)

sebagai pemecah masalah-masalah (problem solving), temasuk masalah kesehatan, pendidikan, dan sosial ekonomi.

Dengan demikian, tajdid dalam bidang muamalah berbasis pada upaya dinamisasi, elaborasi, berbasis perubahan menuju capaian prestasi yang berkualitas. Suatu saat nanti, apa yang diusahakan Muhammadiyah hendaknya tampil menjadi pusat-pusat keunggul- an, seperti sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, lembaga-lembaga ekonomi. Sementara itu, tajdid dalam bidang akidah dan ibadah mahdhah bukan dalam makna dinamisasi, tetapi tajdid yang ber wajah tajrid, yaitu purifikasi atau pemurnian ajaran Islam. Artinya, untuk masalah akidah dan ibadah mahdhah, hanya mencukupkan diri pada apa yang dapat dirujuk dalam al-Qur'an dan hadis atau apa yang dikerjakan dan disikapi oleh Nabi Muhammad Saw.

Fungsi tajdid di bidang ini adalah untuk membuat aktif dan hi dup keimanan kita dalam perilaku, dan tajdid Muhammadiyah tidak untuk membekukan keimanan kita dalam perangkat formalisme istilah atau konsep belaka. Dengan demikian, keimanan kita akan memiliki fungsi sosial yang kaya. Dalam konteks inilah, kita dapat memahami kenapa begitu banyak ayat al- Qur'an yang selalu meng gandengkan antara iman dan amal salih. Iman adalah pilihan teolo gis dan amal salih adalah ekpresi teologis yang selaras dengan iman. Iman tanpa amal salih akan kehilangan pijakan sosialnya, dan amal tanpa iman kehilangan arah dan tujuannya.

Tajdid dalam ibadah mahdhah yang berbasis purifikasi atau pemurnian ajaran dalam praktik Muhammadiyah tidak dimaksud kan untuk membekukan fiqh dan syariat pada perangkat formal- isme ritual keagamaan belaka. Aturan dalam ibadah sudah jelas, seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw Tajdid Muhammadiyah tidak berhenti. Muhammadiyah melakukan pengayaan makna, pendalaman hakikat dari fungsi ajaran Islan di tengah kehidupan.

Dalam Muhammadiyah, kekuatan tajdidnya terletak pada upaya menjaga keseimbangan (tawazun) antara purifi kasi dan dinamisasi, sesuai dengan bidangnya. Kalau kesimbangan ini goyah, tajdid menjadi kurang sempurna dan sulit disandingkan dengan perkembangan zaman (Syamsuddin, 2014: 20-21).

Tajdid dalam pandangan Muhammadiyah merupakan salah satu bentuk implementasi nilai ajaran Islam setelah mening- galnya Nabi. Artinya, pembaruan dalam tubuh Muhammadiyah merupakan bentuk aplikasi dari ajaran Islam sebagai filterisasi per- campuran ajaran Islam dengan varian lainnya. Munculnya gerakan tajdid menjadi jawaban terhadap tantangan kemunduran yang di- alami dan/atau tantangan terhadap kemajuan oleh kaum Muslimin. Tajdid juga didasarkan pada landasan teologis yang menyebutkan perlunya pembaruan setiap seratus tahun.

D. Model Model dan Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

Gerakan keagamaan Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari pendirinya yakni KH. Ahmad Dahlan. Sesuai dengan sikap dan pendiriannya KH. Ahmad Dahlan lebih suka mewujudkan gagasan dan pokok-pokok pikirannya melalui tindakan nyata atau gerakan dari pada sekedar pembicaraan dan tulisan. Pada awal perjalanannya, Muhammadiyah sangat miskin dengan rumusan formal mengenai apa yang menjadi gagasan dan pokok-pokok pikiran yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan. Rumusan formalnya hanya dijumpai dalamNegara bangsa yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 menegakkan Negara Republik Indonesia agar tetap berada dalam koridor konstitusi dan cita-cita kemerdekaan, melakukan kerja-kerja kemasyarakatan dan usaha-usaha modernisasi sosial untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Muhammadiyah sebagai salah satu asset sumber daya manusia dalam rangka bahu-membahu demi tercapainya tujuanMengkaji kembali model dan semangat yang dilakukan oleh generasi awal Muhammadiyah.Secara harfiah terdapat perbedaan antara kata «gerak», «gerakan» dan

«pergerakan». Gerak sendiri merupakan perubahan suatu materi dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya, sedangkan gerakan berarti perbuatan atau keadaan bergerak, dan pergerakan adalah usaha atau kegiatan.

Pergerakan identik dengan kegiatan dalam ranah sosial. Dengan demikian, kata gerakan atau pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi yang dinamis dan statis . «Perubahan» adalah kehadiran untuk melakukan perubahan tertentu baik yang evolusioner maupun revolusioner.

Gerakan sosial kemasyarakatan adalah suatu bentuk kolektif berkelanjutan yang mendorong atau

(7)

menghambat perubahan dalam masyarakat atau organisasi yang merupakan bagian dari masyarakat tersebut.

Gerakan Tajdid Muhammadiyah pada 100 Tahun Pertama dan Kedua.Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah agama, tajdid dimaknai sebagai uapaya untuk redifinisi makna di tengah-tengah kehidupan manusia yang progresif. Islam seringkali dimaknai penganutnya sebagai agama yang «Rahmatan lil‟alamin» agama yang senatiasa susuai di setiap tempat dan zaman.

Muhammadiyah dengan cita-cita ingin wujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan menghadirkan Islam sebagai rahmatan lil-alamin memerlukan transformasi dalam aktualisasi gerakannya diberbagai bidang kehidupan, Muhammadiyah mempunyai potensi dan modal dasar yang kuat untuk memasuki abad kedua dengan gerakan pencerahan.

Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadi gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta kehidupan.Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwa dan tajdid yang membebaskan, memberdayakan dan memajukan kehidupan di tengah dinamika abad modern, tahap lanjutnya sarat tantangan. Muhammadiyah dituntut melakukan transformasi pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan usaha-usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan.

Muhammadiyah dituntut untuk terus berkiprah dengan inovatif. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigm dalam membaca teks, yakni bayani, burhani dan irfani. KLZetiga paradigma ini diharapkan mampu menjawab dilemma antara teks dan konteks sehingga menghasilkan Islam yang rahmatan lil-alamin. Pengetahuan dan peradaban manusia senatiasa berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Sebagai bagian dari narasi besar ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu keIslaman pun mengalami pergeseran paradigmatik.

Hal ini terjadi karena ilmu-ilmu yang lahir tidak terlepas dari bingkai social yang mengkonstruk reaslitas. Bingkai social inilah yang selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu, pergeseran paradigma merupakan tuntutan sejarah, sehingga senantiasa relevan dan kontekstual, bahkan berdaya guna.

Perkembangan peradaban manusia kini sampai pada era pluralisme dan multi kulturalisme.

Agama-agama yang selama ini dianggap mapan ternyata mengalami problematika ketika berhadapan dengan realitas luar yang makin kompleks dan plural. Maka, harus ada redefinisi terhadap makna dan orientasi agama, sehingga agama senantiasa relevan dengan peradaban manusia. Tantangan selanjutnya datang dari ranah budaya atau cultural social masyarakat local.

(8)

III. RUJUKAN

Achmad ( 2022 )Analisis Tentang Model Madzhab Fiqh Muhammadiyah (Analisis Tentang Hukum Islam Dalam Perspektif Kaum Modernis Indonesia)Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi IslamVol. 07, No. 02, Edisi 2022

Bambang Dkk (2021)AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN: MERETAS JALAN PENCERAHAN jurnal Muslich Unmuh Ponorogo Press, 2021

Benda, H. J. (1980). The Crescent and Rising Sun, Indonesian Islam Under the Japanese Occupation: 1942-1945. Pustaka Jaya

Deliar Noer. (1991). The Modernist Moslem Movement in Indonesian. LP3ES Ira M. Lapidus. (1989). A History of Islamic Societies. CUP

Karel Steenbrink. (1995). Comrade In Contention: Dutch Colonials and Islam in Indonesia.

Mizan

Mas‟udi, M. F. (1995). Need to Build a Theological Framework. Ulumul Qur‟an, VI, 20.

Majelis Tarjih Muhammadiyah. (1990). Muqaddimah AD-ART Muhammadiyah.

Nashir, Haedar. 2010. Memahami Ideologi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Puspita, H.(2020). Model gerakan dakwah keagamaan muhammadiyah: studi etnografi di kabupaten sidoarjo jawa timur . Jurnal sosiologi reflektif, volume 15, No 1

Referensi

Dokumen terkait

Muhammadiyah terkait dengan fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid mengenai bank. 4.2.Bahan atau Data Penelitian. Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder

Moving ijtihad and tajdid on aMal Usaha MUhaMMadiyah (aUM) in BUilding thE CiviliZation oF islaMiC EConoMy..

Hubungan Latar Belakang Konsumen dengan Pengertian Konsumen tentang Konsep Strata Title……….. Hubungan Latar Belakang Konsumen dengan Pemahaman Konsumen tentang

Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki rencana strategis untuk: Menghidupkan trjih, tajdid, dan pemikiran Islam dalam Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan yang kritis-dinamis

Sejarah IPM Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar yang ingin

Faktor-faktor yang dimaksud adalah pertama, pendidikan Muhammadiyah mengusung gerakan tajdid atau juga disebut sebagai gerakan pembaharuan, maksudnya Sistem Pendidikan Muhammadiyah

Peran ijtihad dan tajdid dalam membangun peradaban ekonomi Islam melalui Amal Usaha Muhammadiyah AUM, organisasi ini telah berkembang menjadi organisasi yang tidak hanya bergerak dalam