• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Apoteker dalam Penilaian Kepatuhan Pasien Diabetes di Puskesmas Kota Surabaya

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Apoteker dalam Penilaian Kepatuhan Pasien Diabetes di Puskesmas Kota Surabaya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Apoteker dalam Penilaian Kepatuhan Pasien Diabetes di Puskesmas Kota Surabaya

Khusnul Khotimah1, Abdul Rahem2 dan Lisa Aditama3

ABSTRAK: Ketidakpatuhan pengobatan Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) menjadi masalah global sehingga membutuhkan penatalaksanaan yang komprehensif oleh tenaga kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker di Puskes- mas Kota Surabaya dalam penilaian kepatuhan pengobatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan metode survei kuantitatif menggunakan desain cross sectional yang diikuti oleh 63 responden apoteker di Puskesmas Kota Surabaya. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, yaitu kuesioner pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan pasien DM tipe 2 yang terdiri dari 4 domain, yaitu faktor kondisi penyakit, obat, sistem kesehatan, dan pasien. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik demografi berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh perempuan sebanyak 52 (82,54%) apoteker. Kelompok usia terbanyak pada rentang 40-46 tahun sebanyak 52 (82,54%) apoteker. Penilaian kepatuhan pada faktor obat memiliki rata-rata paling rendah. Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan pada sub domain faktor obat dengan jawaban benar sebanyak 93,65%, sikap setuju dan sangat setuju se- banyak 83,35%, dan praktik selalu dan sering sebanyak 66,65%. Dari penelitian ini dapat disimpul- kan bahwa pengetahuan apoteker terbanyak berada pada kategori baik (100%), sikap apoteker ter- banyak pada kategori baik (66,67%), dan praktik apoteker terbanyak pada kategori cukup (57,14%).

Kata kunci: apoteker; pengetahuan; penilaian kepatuhan; praktik; sikap

ABSTRACT: Non-adherence to treatment of type 2 diabetes mellitus (DM type 2) is a global problem that requires comprehensive management by health workers. The purpose of this research was to study the knowledge, attitudes, and practices of pharmacists at the “puskesmas” of Surabaya City in asses–

sing medication adherence. This study is a descriptive study, with a quantitative survey method using a cross sectional design, followed by 63 pharmacist respondents at the “puskesmas” of Surabaya City.

The instrument developed in this study has met the validity and reliability requirements, namely a ques- tionnaire of knowledge, attitudes, and practices of pharmacists in assessing adherence to type 2 DM patients, which consists of 4 domains, i.e.: disease condition factors, drugs, health systems, and patients.

The results showed that the demographic characteristics based on gender were dominated by women as many as 52 (82.54%) pharmacists. The highest age group was in the range of 40-46 years as many as 52 (82.54%) pharmacists. Assessment of adherence to drug factors has the lowest average. Pharma- cists’ knowledge in assessing adherence to the drug factor sub domain with correct answers as much as 93.65%, agreeing and strongly agreeing attitudes as much as 83.35%, and always and often practice as much as 66.65%. From this study, it can be concluded that the most pharmacists’ knowledge is in the good category (100%), the most pharmacist attitudes are in the good category (66.67%), and the most pharmacist practices are in the sufficient category (57.14%).

Keywords: attitude; compliance assessment; knowledge; pharmacist; practice

1 Program Studi Magister Ilmu Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia

2 Departemen Farmasi Komunitas, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

3 Departemen Farmasi Klinis dan Komunitas, Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya, Indonesia

Korespondensi: Lisa Aditama

Email: lisa_aditama@staff.ubaya.ac.id

Submitted: 21-06-2022, Revised: 26-06-2022, Accepted: 28-06-2022

(2)

1. Pendahuluan

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 muncul sebagai salah satu masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan upaya strategis dalam pengelo- laan jangka panjang, dimana saat ini lebih dari 537 juta orang di dunia menyandang diabetes dan diprediksi meningkat menjadi 783 juta pada tahun 2045 [1,2]. Provinsi Jawa Timur mendudu- ki urutan kelima dengan prevalensi DM sebesar 2,6% [3,4]. Orang dewasa dengan DM memiliki dua hingga tiga kali lipat peningkatan risiko men- derita serangan jantung atau stroke dibanding- kan dengan mereka yang tidak menderita DM [5].

Gula darah yang terkontrol seringkali sulit dica- pai karena gaya hidup, berat badan, olah raga, serta konseling yang kurang optimal [6–8]. Pen- derita DM tipe 2 membutuhkan pengetahuan dan motivasi yang cukup besar, dengan tujuan untuk meningkatkan ketercapaian target gula darah [9].

Apoteker mewakili profesi kesehatan terbe- sar ketiga di dunia setelah dokter dan perawat [10]. Peran apoteker dalam manajemen DM tipe 2 yaitu identifikasi pasien, asesmen, edukasi, memberi rekomendasi (rujukan) dan monitoring.

Intervensi tersebut bisa dilakukan oleh apoteker sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan mencegah kadar gula darah tidak ter- kontrol serta terjadinya komplikasi [11]. Pus–

kesmas di Kota Surabaya sudah 100% memiliki apoteker sebagai penanggung jawab pelayanan kefarmasian, sehingga diharapkan kepatuhan pengobatan pasien DM tipe 2 lebih baik.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu di- lakukan kajian pengetahuan, sikap, dan praktik apoteker dalam melakukan pelayanan kefarma- sian khususnya penilaian kepatuhan pasien DM tipe 2 yang telah dilakukan di Puskesmas Kota Surabaya.

2. Metode

2.1. Populasi, sampel, dan metode penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah apo- teker yang terdaftar di wilayah kerja Puskes-

mas Kota Surabaya, dan sudah bekerja minimal dalam enam bulan terakhir dan bersedia men- jadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Penelitian di- laksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2022. Jumlah sampel yang digunakan adalah semua apoteker yang memenuhi kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan meng- gunakan kuesioner yang dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan kajian literatur dan analisis data dilakukan secara deskriptif.

2.2. Analisis data

Uji validitas dan reliabilitas instrument pene- litian menggunakan IBM SPSS versi 21. Hasil uji validitas pada kuesioner ini memiliki nilai koefisien korelasi tiap item pernyataan ˃0,3; se- hingga pernyataan pada instrumen dinilai valid [12]. Uji reliabilitas kuesioner ini ditentukan dari nilai Cronbach’s Alpha, dimana variabel penelitian ini memiliki reliabilitas tinggi untuk pengetahuan (0,820), sikap (0,951), dan praktik (0,949) [12].

Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan ijin ethical clearance certificate dari Universi- tas Surabaya (sertifikat No: 08/KE/I/2022 pada tanggal 11 Januari 2022).

3. Hasil dan pembahasan 3.1. Demografi responden

Karakteristik demografi responden ditunjuk- kan pada Tabel 1. Responden didominasi oleh apoteker dengan jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 52 (82,54%) dari total 63 orang. Ber- dasarkan kelompok usia apoteker di Puskesmas Kota Surabaya, terbanyak berada dalam ren–

tang 40-46 tahun, yaitu sebanyak 52 (82,54%) orang. Pendidikan terakhir apoteker sebanyak 3 (4,76%) adalah berjenjang S2 Farmasi dan 60 (95,24%) adalah Profesi Apoteker.

3.2. Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan

Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepa–

(3)

tuhan pengobatan pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kota Surabaya diukur menggunakan kuesioner yang diberikan dalam bentuk formulir elektronik (g-form). Pengetahuan apoteker terdiri dari 4 do- main yang merupakan faktor-faktor yang berkon- tribusi terhadap kepatuhan, yaitu kondisi penya- kit, obat, sistem kesehatan, dan pasien. Pengeta- huan apoteker dalam penilaian kepatuhan diu- kur menggunakan skala Guttman, dengan poin 1 untuk jawaban benar, dan poin 0 untuk jawaban salah. Persentase frekuensi masing-masing butir pernyataan, disajikan pada Tabel 2.

Sebanyak 61 apoteker (96,83%) menjawab benar butir pernyataan bahwa adanya gejala penyakit yang tidak reda dengan pengobatan dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa salah satu faktor yang menye- babkan ketidakpatuhan penggunaan obat adalah pasien merasa obat tidak menimbulkan efek, dengan kata lain gejala penyakit tidak reda de–

ngan pengobatan yang diterima pasien, dimana dalam penelitian tersebut sebanyak 4 respon- den (18,2%) tidak patuh disebabkan oleh pasien Tabel 1. Karakteristik demografi responden penelitian

Tabel 2. Deskripsi pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan

No Item pernyataan Frekuensi jawaban benar

(persentase, %) Domain faktor kondisi penyakit

1 Adanya gejala penyakit yang tidak reda dengan pengobatan dapat

mempengaruhi kepatuhan pasien dalam penggunaan obat 61 (96,83) 2 Aspek kenyamanan bentuk sediaan dapat mempengaruhi kepatuhan

penggunaan obat 63 (100)

Domain faktor obat

3 Pasien akan lebih patuh jika pengobatannya cost-effective 59 (93,65) Domain faktor sistem kesehatan

4 Kemudahan akses pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan pasien 63 (100) 5 Komunikasi tenaga kesehatan dengan pasien dapat meningkatkan

motivasi pasien dalam penggunaan obat 63 (100)

Domain faktor pasien

6 Khawatir efek obat terhadap fungsi ginjal/hati sering menjadi

penyebab ketidakpatuhan pasien 63 (100)

*n= 63

Karakteristik Frekuensi (persentase, %)

Jenis kelamin:

Perempuan Laki-laki

52 (82,54) 11 (17,46) Usia (tahun):

26-32 33-39 40-46

4 (6,35) 7 (11,11) 52 (82,54) Pendidikan Terakhir:

Profesi Apoteker S2 Farmasi

60 (95,24) 3 (4,76)

*n= 63

(4)

merasa obat tidak berefek [13]. Faktor lain yang mempengaruhi ketidakpatuhan yaitu instruksi minum obat yang rumit, tidak adanya pengingat, efek samping obat yang tidak diinginkan, pe–

rasaan pengulangan, perasaan bahwa obat tidak efektif, dan kekhawatiran akan efek obat pada ginjal [14].

Seluruh apoteker (100%) menjawab benar butir pernyataan tentang aspek kenyamanan bentuk sediaan dapat mempengaruhi kepatuhan penggunaan obat, kemudahan akses pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan pasien, dan ko- munikasi tenaga kesehatan dengan pasien dapat meningkatkan motivasi pasien dalam penggu- naan obat.

Komunikasi dua arah antara apoteker dan pasien merupakan proses konseling dalam rang- ka mencari dan menyelesaikan masalah terkait obat [15]. Hasil penelitian sebelumnya menye- butkan bahwa konseling apoteker dapat mem- pengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe 2 (p= 0,000) [16].

Pada penelitian ini, sebanyak 59 apoteker (93,65%) menjawab benar pada butir pernyata- an mengenai pasien akan lebih patuh jika pengo- batannya cost-effective. Penyakit DM tipe 2 meru- pakan penyakit yang membutuhkan banyak biaya selama pengobatan dan waktu pengobatan yang lama serta dipengaruhi oleh kepatuhan pasien.

Hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas terapi dan biaya [17].

Salah satu faktor pendukung kepatuhan pasien dalam pengobatan yaitu kemudahan akses pengobatan. Berdasarkan penelitian sebelum- nya, dinyatakan bahwa kemudahan akses pengo- batan mempengaruhi kepatuhan minum obat (p=

0,012) [16]. Modifikasi sediaan obat telah banyak dikembangkan untuk memperbaiki laju pelepa–

san zat aktif, hal tersebut bertujuan untuk menja- min ketersediaan obat dalam jumlah terapi yang cukup dan meningkatkan kepatuhan pasien [18].

Sebanyak 56 (88,89%) apoteker menjawab benar butir pernyataan mengenai kekhawatiran efek obat terhadap fungsi ginjal hati sering men- jadi penyebab ketidakpatuhan pasien. Penelitian

terdahulu pada 48 pasien DM tipe 2 rawat jalan yang bertujuan untuk mengevaluasi faktor keti- dakpatuhan pengobatan, diperoleh hasil bahwa sebesar 3 responden (13,6%) tidak patuh dalam pengobatan disebabkan kekhawatiran akan ter- jadinya efek samping obat [13]. Oleh sebab itu, sangat diperlukan peran apoteker dalam mem- berikan informasi dan edukasi terkait obat yang digunakan.

Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan terkait faktor pasien, yaitu kekha- watiran efek obat terhadap fungsi organ ginjal/

hati merupakan landasan keilmuan yang berkai- tan dengan menjamin keamanan pengobatan khususnya untuk pengobatan penyakit kronis.

Peran apoteker dalam komunikasi, pemberian in- formasi dan edukasi terkait efek obat yang digu- nakan, upaya mencegah efek samping atau efek obat yang tidak dikehendaki selama pengobatan merupakan titik perlu dibangunnya kolaborasi antara pasien, apoteker, dan dokter. Hal ini di- perlukan sebagai kesinambungan informasi dan hubungan kolaboratif, mengingat pasien dapat memutuskan untuk tidak minum obat karena merasa obatnya tidak aman. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk menggali le–

bih lanjut pada perilaku kepatuhan pasien terkait aspek keamanan dan efektivitas pengobatan yang digunakan.

3.3. Sikap apoteker dalam penilaian kepatuhan Sikap apoteker dalam penilaian kepatuhan pengobatan pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kota Surabaya diukur menggunakan kuesioner yang diberikan dalam bentuk formulir elektronik (g-form). Sikap apoteker terdiri dari 4 domain yang merupakan faktor-faktor yang berkontri- busi terhadap kepatuhan, yaitu kondisi penyakit, obat, sistem kesehatan, dan pasien. Sikap apote–

ker dalam penilaian kepatuhan diukur menggu- nakan skala Likert, dimana poin 4, 3, 2, dan 1 ma- sing-masing untuk jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Deskripsi butir pernyataan untuk mengukur sikap apoteker disajikan pada Tabel 3.

(5)

Pada penelitian ini sikap apoteker pada do- main faktor kondisi penyakit, sebanyak 61 (96,82%) apoteker sangat setuju dan setuju bah- wa perlu menjelaskan penggunaan obat tetap di- lanjutkan sekalipun target pengobatan telah ter- capai. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan pasien ter- hadap regulasi gula darah (p= 0,015) [19]. Apo- teker bertanggung jawab memberikan pelayanan kefarmasian berkualitas yang sesuai dengan ha- rapan pasien. Paradigma pelayanan kefarmasian bergeser yang mulanya drug-oriented menjadi patient-oriented [20].

Berdasarkan Tabel 3, sikap apoteker pada domain faktor obat diketahui bahwa sebanyak 48 apoteker (76,19%) sangat setuju dan setuju bahwa perlu menyampaikan beban ganda biaya pengobatan jika hasil pengobatan tidak terca-

pai. Besarnya biaya kesehatan berdampak pada kepatuhan pasien dalam pengobatan. Salah satu peran apoteker adalah melakukan analisis biaya dan menyampaikan informasi kepada pasien [21].

Intervensi yang diberikan oleh apoteker berupa konseling, informasi, dan edukasi yang berdam- pak pada peningkatan pengetahuan pasien dan keluarga pasien dilakukan dalam rangka mendu- kung pasien agar patuh selama pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien [22].

Pada hasil penelitian ini, sikap apoteker pada domain faktor sistem kesehatan diketahui bah- wa sebanyak 63 apoteker (100%) sangat setuju dan setuju perlu memberikan kualitas pelayanan sebaik mungkin untuk meningkatkan motivasi pasien dalam penggunaan obat dan membangun kepercayaan pasien untuk meningkatkan keyaki- nan dalam penggunaan obat. Penelitian lain juga Tabel 3. Deskripsi sikap apoteker dalam penilaian kepatuhan

No Item pernyataan Frekuensi jawaban (persentase, %)

SS S TS STS

Domain faktor kondisi penyakit

1 Saya perlu menjelaskan penggunaan obat tetap dilanjutkan sekalipun target pengobatan telah dicapai

34 (54,0) 27 (42,9) 2 (3,2) 0

Domain faktor obat

2 Saya perlu menyampaikan beban ganda biaya

pengobatan jika hasil pengobatan tidak tercapai 23 (36,5) 25 (39,7) 14 (22,2)

1 (1,6) 3 Saya perlu menjelaskan obat dengan aturan

pemakaian yang kompleks 32 (50,8) 25 (39,7) 5 (7,9) 1 (1,6) Domain faktor sistem kesehatan

4 Saya perlu memberikan kualitas pelayanan sebaik mungkin untuk meningkatkan motivasi pasien dalam penggunaan obat

37 (58,7) 26 (41,3) 0 0

5 Saya perlu membangun kepercayaan pasien untuk

meningkatkan keyakinan dalam penggunaan obat 37 (58,73) 26 (41,27) 0 0 Domain faktor pasien

6 Saya perlu melakukan konseling pada keluarga pasien tentang tujuan dan target pengobatan yang dilakukan untuk menghindari pengaruh negatif

32 (50,8) 29 (46,0) 2 (3,2) 0

7 Saya perlu memberikan edukasi pada keluarga pasien terkait diabetes dan tatalaksananya supaya bisa mendukung pasien dalam melakukan

pengobatan

34 (54,0) 29 (46,0) 0 0

*n= 63; SS: sangat setuju, S: setuju, TS: tidak setuju, STS: sangat tidak setuju

(6)

menunjukkan terdapat hubungan antara kuali- tas pelayanan kefarmasian terhadap kepuasan pasien [20].

Sikap apoteker pada domain faktor pasien diketahui bahwa 63 apoteker (100%) sangat setuju dan setuju bahwa perlu memberikan edu- kasi pada keluarga pasien terkait diabetes dan tatalaksananya supaya bisa mendukung dalam melakukan pengobatan. Penelitian lain mengung- kapkan bahwa setelah pemberian konseling me–

ngakibatkan penurunan kadar gula darah puasa (GDP) pasien DM tipe 2 dari 175,5 menjadi 144,7 mg/dL (p= 0,001). Hal ini menunjukkan bahwa

konseling dapat meningkatkan kepatuhan dan kualitas hidup pasien [20].

Tujuan pengobatan DM yaitu mencegah ter- jadinya komplikasi melalui pengendalian gula da- rah pasien agar mencapai target terapi. Parame- ter keberhasilan terapi yaitu nilai HbA1c <7, GDP

<100 mg/dL, GD 2 jam pp <140 mg/dL [23]. Pe–

ngendaliaan gula darah dapat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien. Oleh sebab itu, penggunaan obat yang tepat dan benar akan menguntungkan bagi pasien, hal ini disebabkan pada penyakit kronis seperti DM tipe 2 perlu menggunakan obat jangka panjang. Hal ini bertujuan agar gula darah Tabel 4. Deskripsi praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan

No Item pernyataan Frekuensi jawaban (persentase, %)

S SR KK TP

Domain faktor kondisi penyakit

1 Saya melakukan homecare obat kepada pasien yang

mendapat pengobatan lebih dari 1 dokter spesialis 10 (15,9) 6 (9,5) 28 (44,4) 19 (30,2) 2 Saya melakukan rencana kajian pengobatan bersama

dokter jika gejala penyakit tidak reda dengan terapi obat yang diberikan

14 (22,2) 14 (22,2) 30 (47,6) 5 (7,9)

3 Saya melakukan pemantauan penggunaan obat

pasien yang mengalami perburukan gejala penyakit 14 (22,2) 23 (36,5) 21 (33,3) 5 (7,9) Domain faktor obat

4 Saya melakukan konseling penggunaan obat yang tepat dan memberikan solusi ketika mengalami masalah terapi obat untuk meningkatkan kepatuhan pasien

18 (28,6) 32 (50,8) 13 (20,6) 0

5 Saya melakukan pemantauan terapi obat untuk melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terapi untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat

13 (20,6) 21 (33,3) 26 (41,3) 3 (4,8)

Domain faktor sistem kesehatan

6 Saya menggali informasi bagaimana pasien menggunakan obatnya untuk menilai pengalaman pasien dalam pengobatan

24 (38,1) 32 (50,8) 7 (11,1) 0

7 Saya akan membantu pasien yang mengalami masalah terkait obat dengan menghubungi dokter penulis resep

20 (31,8) 32 (50,8) 8 (12,7) 3 (4,7)

Domain faktor pasien

8 Saya memberikan edukasi untuk meningkatkan pemahaman pasien terkait tujuan pengobatan untuk kondisi penyakitnya sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penggunaan obat

22 (34,92) 36 (57,14) 5 (7,94) 0

*n= 63; S= selalu, SR: sering, KK: kadang-kadang, TP: tidak pernah

(7)

pasien dapat terkontrol dan mencegah terjadinya komplikasi, sehingga meningkatkan kulitas hidup pasien.

Sikap apoteker dalam penilaian kepatuhan terkait faktor obat, yaitu beban ganda yang dapat ditimbulkan jika hasil pengobatan belum terca- pai dapat dipertimbangkan sebagai pendekatan untuk menyadari bahwa kondisi penyakit akan mengalami progresivitas ke arah komplikasi dan kompleksitas pengobatan, sehingga tidak hanya meningkatkan pembiayaan tapi juga akan menu- runkan kualitas hidup pasien. Peran apoteker dalam melakukan kajian efektivitas biaya dan memberikan dukungan dalam program peman- tauan terapi obat dapat menjadi pertimbangan upaya strategis untuk meningkatkan kepatuhan dengan penyederhanaan terapi dan mencegah duplikasi pengobatan.

3.4. Praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan Praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan pengobatan pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kota Surabaya diukur menggunakan kuesioner yang diberikan dalam bentuk formulir elektronik (g-form). Sikap apoteker terdiri dari 4 domain yang merupakan faktor-faktor yang berkontri- busi terhadap kepatuhan, yaitu kondisi penyakit, obat, sistem kesehatan, dan pasien. Praktik apo- teker dalam penilaian kepatuhan diukur meng- gunakan skala Likert, dimana poin 4, 3, 2, dan 1 masing-masing untuk jawaban selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Deskripsi bu- tir pernyataan untuk mengukur praktik apoteker disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4, praktik apoteker pada domain faktor kondisi penyakit diketahui bahwa sebanyak 47 apoteker (74,6%) belum optimal menjalankan homecare kepada pasien DM tipe 2 yang mendapatkan pengobatan lebih dari satu dokter spesialis, dan hanya 10 apoteker (15,9%) yang selalu menjalankan praktek pelayanan ke- farmasian melalui homecare. Intervensi yang dapat diberikan oleh apoteker dalam upaya meningkatkan kepatuhan pasien salah satunya

adalah dengan menjalankan edukasi melalui homecare [24]. Penelitian yang dilakukan di salah satu Puskesmas di Yogyakarta menunjukkan bah- wa homecare terhadap pasien DM tipe 2 dapat meningkatkan kepatuhan (p= 0,002). Pembe- rian layanan homecare oleh apoteker dapat me- ningkatkan kepatuhan, kualitas hidup total, dan menurunkan kadar GDS pasien secara signifikan [25]. Apoteker berperan dalam perencanaan pe–

ngobatan pasien, implementasi pengobatan serta pemantauan atau monitoring efektivitas dan efek samping pengobatan pasien yang bertujuan me- ningkatkan kualitas hidup pasien [20].

Praktik apoteker pada domain faktor obat, ter- dapat sebanyak 29 (46%) belum optimal melaku- kan pemantauan terapi obat untuk pemantauan efektivitas dan keamanan terapi, namun seba–

nyak 13 apoteker (20,63%) selalu melakukan pemantauan penggunaan obat pasien yang me–

ngalami perburukan gejala penyakit. Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya efek samping berupa abdominal discomfort, mual, dan diare yang disebabkan kombinasi penggunaan anti- diabetik dengan fitofarmaka [26]. Pelayanan ke- farmasian yang bertujuan mengatasi masalah terkait obat yaitu pemantauan terapi obat, dian- taranya mengkaji pemilihan obat, mengkaji dosis obat dan cara pemberian obat, mengkaji respon terapi obat, dan memberikan rekomendasi pe- rubahan terapi atau terapi yang dapat digunakan sesuai kebutuhan masiang-masiang pasien [27].

Praktik apoteker pada domain faktor sistem kesehatan diketahui bahwa sebanyak 11 (17,5%) belum optimal membantu pasien yang menga–

lami masalah terkait obat dengan menghubungi dokter penulis resep, dan 20 (31,8%) selalu membantu pasien. Peneliti terdahulu melakukan penelitian untuk mengidentifkasi masalah ter- kait obat pada pasien DM tipe 2, dan menemukan bahwa perlu selalu memberikan motivasi dengan mengingatkan kembali pilar-pilar pengelolaan DM tipe 2, serta tidak memandang durasi penya- kit agar kontrol glikemiknya terkendali [28].

Praktik apoteker pada domain faktor pasien,

(8)

ditemukan sebanyak 58 (92,1%) apoteker sudah memberikan edukasi untuk meningkatkan pema- haman pasien terkait tujuan pengobatan untuk kondisi penyakitnya sehingga dapat meningkat- kan kepatuhan penggunaan obat. Apoteker me- miliki sikap positif terkait diabetes, namun pe- nyediaan layanan terkait diabetes kepada pasien masih terbatas. Hambatan dalam penyediaan layanan farmasi untuk pasien diabetes harus dia- tasi untuk memungkinkan pemberian perawatan pasien yang optimal [24].

Praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan terkait faktor kondisi penyakit kronis DM tipe 2, yaitu diperlukannya layanan homecare, kajian (asesmen) pengobatan, dan pemantauan terapi secara kolaboratif pada pasien yang belum men- capai target selama pengobatan dapat menjadi layanan yang dapat dikembangkan sebagai upaya strategis kolaborasi apoteker dengan tenaga ke- sehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer.

Peran spesifik apoteker dalam penilaian kepatu- han terkait faktor obat, yaitu konseling penggu- naan obat serta pemantauan efektivitas dan ke- amanan terapi obat apat dipertimbangkan se–

bagai upaya strategis pelayanan kefarmasian.

3.5. Kategori pengetahuan, sikap, dan praktik tenaga kesehatan

Kategori pengetahuan, sikap, dan praktik di- kategorikan menjadi 3 yaitu kurang, cukup, dan baik seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa seluruh apoteker (100%) memiliki pengetahuan yang baik dalam penilaian kepatuhan pengobatan pasien DM tipe 2 di Puskesmas Surabaya. Sebagai upaya meningkatkan kepatuhan pasien, melalui

pengetahuan apoteker yang baik dapat memberi- kan intervensi kepada pasien melalui program Medication Therapy Management (MTM). Pro- gram tersebut bertujuan mengoptimalkan hasil pengobatan pasien dengan Medication Thera–

py Review (MTR), Personal Medication Record (PMR), dan Medication-related Action Plan (MAP) [29]. Dari penelitian sebelumnya diketahui jika MTM yang dilakukan apoteker dapat mening- katkan kepatuhan pasien dalam pengobatan (p=

0,000). Dari penelitian yang lain juga diketahui jika terdapat perbedaan kepatuhan pasien yang signifikan (p= 0,000) sebelum dan sesudah diberi konseling oleh apoteker [16].

Dari total 63 apoteker, sebanyak 42 apoteker (66,67%) memiliki sikap yang baik dalam pe- nilaian kepatuhan pasien DM tipe 2 di Puskesmas Surabaya. Elemen pelayan seperti sikap apoteker dan daya tarik fasilitas, hal ini dapat mempe–

ngaruhi persepsi pasien [30]. Berdasarkan teo- ri Health Belief Model, persepsi dikategorikan menjadi tiga, yaitu persepsi ancaman, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

Persepsi pasien dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan [31].

Praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan berada pada kategori cukup, yaitu sebanyak 36 apoteker (57,14%). Penelitian sebelumnya me- nyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi im- plementasi pelayanan kefarmasian puskesmas di Kota Semarang yaitu belum tersedianya apoteker di semua Puskesmas, kurangnya pelatihan untuk tenaga farmasi dalam pelayanan farmasi klinik, sarana dan prasarana serta kelengkapan Standar

Indikator Kategori (frekuensi, %)

Kurang Cukup Baik

Pengetahuan 0 (0) 0 (0) 63 (100)

Sikap 0 (0) 21 (33,33) 42 (66,67)

Praktik 1 (1,59) 36 (57,14) 26 (41,27)

Tabel 5. Kategori pengetahuan, sikap, dan praktik tenaga kesehatan

(9)

Operasional Prosedur (SOP) [32]. Peran apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian sangat penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien DM tipe 2. Apoteker melalui praktik kefarmasian, dapat mencegah atau menghentikan interaksi, memantau dan mencegah atau meminimalkan rekasi obat yang merugikan, memantau biaya dan efektivitas terapi obat serta memberikan konse–

ling tentang gaya hidup untuk mengoptimalkan efek terapeutik dari regimen pengobatan yang diberikan [33]. Praktik Apoteker berupa konse–

ling pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit King Abdulaziz Medical City, Riyadh dan King Fahad Medical City menghasilkan persepsi dan kepua- san pasien yang positif terhadap konseling yang diberikan oleh apoteker [34]. Hal ini menunjuk- kan pentingnya meningkatkan praktek pelayanan kefarmasian oleh apoteker melalui pembinaan dan pelatihan yang dilakukan oleh Dinas Kese–

hatan.

4. Kesimpulan

Pengetahuan apoteker terbanyak berada pada kategori baik (100%), sikap apoteker terbanyak pada kategori baik (66,67%) dan praktik apo- teker terbanyak pada kategori cukup (57,14%).

Penilaian kepatuhan pada faktor obat memiliki rata-rata paling rendah. Pengetahuan apoteker dalam penilaian kepatuhan pada sub domain fak- tor obat dengan jawaban benar sebanyak 93,65%, sikap setuju dan sangat setuju sebanyak 83,35%, dan praktik selalu dan sering sebanyak 66,65%.

Praktik apoteker dalam penilaian kepatuhan de–

ngan memperhatikan domain faktor kondisi pe- nyakit dapat ditingkatkan sebagai upaya strate–

gis dalam pelayanan kefarmasian berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.

Ucapan terima kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada se- jawat apoteker di Puskesmas Kota Surabaya yang bersedia mengikuti penelitian ini.

Daftar pustaka

1. Boyko EJ, Magliano DiJ, Karuranga S, Piemonte L, Riley P, Saeedi P, et al. International Diabetes Fe–

deration (IDF). 10th edition. Vol. 102, Diabetes Re- search and Clinical Practice. 2021.

2. Kemenkes RI. Hasil Utama Rikesdas. 2018;44(8):

1-200.

3. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Ta- hun 2018. Kementrian Kesehatan RI. 2018;53(9):

1689-99.

4. 4Kemenkes RI. Infodatin tetap produktif, cegah, dan atasi Diabetes Melitus 2020. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2020.

5. World Health Organisation. Global Report on Dia- betes. Glob Rep Diabetes. 2018;88.

6. Shah V, Kamdar P, Shah N. Assessing the know–

ledge, attitudes and practice of type 2 diabetes among patients of saurashtra region, Gujarat. Int J Diabetes Dev Ctries. 2009;29(3):118-22.

7. Kamal I. Hirbli M, Jambeine MA, Slim HB, Bara- kat WM, Richard J. Habis P, Franci ZM. Preva- lence of diabetes in greater Beirut. Diabetes Care. 2005;28(5):1261.

8. Irwansyah I, Kasim IS, Bohari B. The Relationship between Lifestyle with the Risk of Diabetes Mel- litus in Staff and Lecturers of Universitas Mega- rezky. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences. 2021;9(E):198-202.

9. Hayward RA, Krein SL, Vijan S. Proactive case ma–

nagement of high-risk patients with type 2 diabe- tes mellitus by a clinical pharmacist: a randomized controlled trial. Am J Manag Care. 2005;11:253.

10. FIP. Global Pharmacy Workforce and Migration Report; 2006.

11. Depkes RI. Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes mellitus. Masalah Terapi Obat; 2005.

12. Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta; 2018.

13. Srikartika VM, Cahya AD, Hardiati RS. Analisis fak- tor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan obat pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Mana- jemen dan Pelayanan Farmasi. 2016;6(3):205-12.

14. Aditama L, Athiyah U, Utami W, Rahem A. Adhe–

rence behavior assessment of oral antidiabetic

(10)

medication use: A study of patient decisions in long-term disease management in primary health care centers in Surabaya. J Basic Clin Physiol Phar- macol. 2020;30(6):1-10.

15. Astuti SP, Saibi Y, Asep D. Pelayanan Konseling Pasien Oleh Apoteker di Kota Medan. Farmasains.

2018;5(1):21–5.

16. Fatiha CN, Sabiti FB. Peningkatan Kepatuhan Mi- num Obat Melalui Konseling Apoteker pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Halmahera Kota Semarang. J Pharm Sci Clin Res. 2021;1:41-8.

17. Jannah EN, Ismunandar A, Maulana LH. Analisis efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS di RSUD Bumiayu 2020. Pharmacy Peradaban Journal. 2021;1(2):20-9.

18. Agustin R, Ratih H. Profil Disolusi Tablet Sustained Release Natrium Diklofenak dengan Mengguna–

kan Matriks Metolose 90 SH 4000. J Sains Farm Klin. 2015;1(2):176.

19. Nanda OD, Wiryanto B, Triyono EA. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Diabetik dengan Re–

gulasi Kadar Gula Darah pada Pasien Perempuan Diabetes Mellitus. Amerta Nutr. 2018;2(4):340.

20. Zuanita E, Nufus H, Romli LY. Management Konse–

ling Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2; 2020 21. Putri RE, Darmawan E, Perwitasari DA. Cost of Ill-

ness Diabetes Melitus Tipe 2 dan Komplikasinya pada Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rawat Jalan Rumah Sakit Condong Catur Yog- yakarta. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. 2019;16(2):89-101.

22. Anggreni NPR. Pelaksanaan Konseling Obat Oleh Apoteker Di Apotek Kabupaten Badung. Indones J Leg Forensic Sci. 2021;11(1):10.

23. ADA. NC Diabetes Advisory Council ADA Stan- dards of Medical Care in Diabetes – 2021 Stan- dards of Medical Care in Diabetes – 2021; 2021.

24. Al Haqan AA, Al-Taweel DM, Awad A, Wake DJ. Pharmacists’ Attitudes and Role in Diabe- tes Management in Kuwait. Med Princ Pract.

2017;26(3):273-9.

25. Padmasari S, Azizah FN, Larasati N. Edukasi Home Pharmacy Care terhadap Kepatuhan dan Kontrol Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus. J Sains Farm Klin. 2021;8(2):182.

26. Yulianto Y, Kartini K, Pranoto A, Aditama L, Tjan- drawinata R. Pemantauan Efek Samping Obat Kombinasi Antidiabetes dan Fitofarmaka “X” Pada Pasien DM Tipe-2 di Komunitas. Jurnal Farmasi Galenika. 2019;6(3):187-201.

27. Ayu GA, Syaripuddin M. Peranan Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian pada Penderita Hiperten- si. J Kedokt dan Kesehat. 2019;15(1):10.

28. Wahyuningrum R, Wahyono D, Mustofa M, Pra- bandari YS. Masalah-Masalah terkait Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2: Sebuah Studi Kualitatif.

Indones J Clin Pharm. 2020;9(1):26.

29. Asadina E, Yasin NM, Kristina SA. Pengaruh Medi- cation Therapy Management (MTM) Terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien Hipertensi di Puskesmas Kota Yogyakarta. J Farm dan Ilmu Ke- farmasian Indones. 2021;8(1):46.

30. Guhl D, Blankart KE, Stargardt T. Service quality and perceived customer value in community phar- macies. Heal Serv Manag Res. 2019;32(1):36-48.

31. Chairunisa C, Arifin S, Rosida L. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kepatuhan Minum Obat Anti Diabetes Pada Penderita Diabetes Meli- tus Tipe 2 Tinjauan terhadap Persepsi Ancaman, Persepsi Manfaat, dan Persepsi Hambatan. J Ke- dokt Banjarmasin. 2019;2:33-42.

32. Pratiwi AI, Fudholi A, Satibi S. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Pelayanan Kefarmasian Puskesmas di Kota Semarang. Maj Farm. 2021;17(1):1.

33. Hsu N-C, Lin Y-F, Shu C-C, Yang M-C, Ko W-J. Ad- herence to Long-Term Therapies. Am J Hosp Palliat Med. 2003;1–211.

34. Layqah L, Alakeel Y, Shamou J. the Practice of Counseling in Pharmacy: Patients’ Perspectives.

Indian Res J Pharm Sci. 2018;5(3):1614-22.

Referensi

Dokumen terkait

Mohon memberikan tanda √ pada setiap pernyataan yang anda pilih Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju R = Ragu-ragu TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju no