• Tidak ada hasil yang ditemukan

penilaian tingkat kesehatan bank versi camel, camels

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "penilaian tingkat kesehatan bank versi camel, camels"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

18 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK VERSI CAMEL, CAMELS DAN RGEC

Lis Sintha, SE, MM

Dosen Akademi Perbankan YUKI Abstract

Soundness of banks based on CAMELS, had been effective in providing an overview of the bank but need to be refined according to the complexity of the bank's business development and meet the increasingly high expectations of stakeholders. Bank Indonesia Regulation No.

13/24/PBI/2011menyatakan that the scoring system health analysis of CAMELS bank converted into RGEC (Risk profile, Good corporate governance, Earnings, and Capital), as well as replace Bank Indonesia Regulation Number 6/10/PBI/2004. PBI is a new, classified assessment factors to just four factors: the risk profile or risk profile (R), 8 types of risk yaitun include (a) credit risk, (b) market risk, (c) liquidity risk, (d) operating risks , (e) legal risks, (f) strategic risk, (g) compliance risk, and (h) the reputation risk. Asset quality factor (A), liquidity (L), and sensitivity to market risk (s) on the CAMELS system merges into the risk profile factors (R); Good Corporate Governance (GCG) (G); Profitability or Earnings (E) and Capital or Capital. (C)

Keywords: Risk profile, Good corporate governance, Earnings, and Capital PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui, salah satu konsep manajemen yang dikenal secara umum adalah P.O.A.C. - Planning, Organizing, Actuating & Controlling. Salah satu aspekyang terdapat dalam Controlling adalah Evaluation- yaitu bagaimana mengukur pencapaian- pencapaian dari strategi yang telah dilakukan.

Tingkat Kesehatan Bank sebagai ukuran pencapaian kinerja bank yang komprehensif merupakan input untuk planning ke depan. Bagi bank, tujuan penilaianTingkat Kesehatan Bank adalah memperoleh gambaran mengenai tingkat kesehatan bank sehingga dapat digunakan sebagai input bagi bank dalam menyusun strategi dan rencana bisnis ke depan serta memperbaiki kelemahan-kelemahan yang berpotensi menganggu kinerja bank. Bagi regulator, penilaian tingkat kesehatan bank menjadi input dalam menyusun strategi dan rencana pengawasan bank yang efektif sehingga bersama-sama dengan bank dapat menciptakan individual bank dan sistem perbankan yang sehat dan berkesinambungan.

Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam dapat meningkatkan eksposur risiko dan profil risiko Bank. Sejalan dengan itu pendekatan penilaian secara internasional juga mengarah pada pendekatan pengawasan berdasarkan risiko. Peningkatan eksposur risiko dan profil risiko serta penerapan pendekatan Pengawasan berdasarkan risiko tersebut selanjutnya akan mempengaruhi penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank wajib memelihara kesehatannya. Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus

(5)

19 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

pengawasan terhadap Bank. Selain itu, kesehatan Bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa Bank.

Sesuai dengan perkembangan usaha Bank yang senantiasa bersifat dinamis dan berpengaruh pada tingkat risiko yang dihadapi, maka metodologi penilaian Tingkat Kesehatan Bank perlu disempurnakan agar dapat lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Penyesuaian tersebut perlu dilakukan agar penilaian Tingkat Kesehatan Bank dapat lebih efektif digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja Bank termasuk dalam penerapan manajemen risiko dengan fokus pada risiko yang signifikan, dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta penerapan prinsip kehati-hatian.

Penyesuaian tersebut dilakukan dengan menyempurnakan penilaian Tingkat Kesehatan Bank menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dan menyesuaikan faktor-faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank.

Jika dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya yaitu dengan metoda CAMEL (tanpa faktor S yaitu Sensitivity to Market Risk) sistem yang berakhir pada tahun 2011 ini memang lebih komprehensif, atau bisa diartikan lebih banyak komponen atau rasio-rasio yang dinilainya, termasuk penambahan komponen baru yaitu Sensitivity to market risk . Sebagai lembaga keuangan yang juga mengambil alih resiko dalam pengelolaan dana masyarakat, kepekaaan terhadap resiko pasar tidak bisa dipungkiri merupakan prinsip perbankan yang tidak bisa ditawar. Namun, Bank Indonesia akan lebih baik jika memperluas pengertian kepekaan tersebut dengan mendorong kepedulian bank terhadap pembangunan nasional yang terasa masih megap-megap, atau kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat yang telah rela menyimpan dananya di bank.

Sedang penilaian CAMELS tidak hanya bersifat kuantitatif saja, namun juga mempertimbangkan aspek kualitatif dalam bentuk expert judgment- baik dari penilaian dari bank yang bersangkutan maupuan dari pemeriksa di BI.Inilah perbedaan yang signifikan dari CAMELS dibandingkan CAMEL.

Pada CAMEL, sebagian besar proses penilaian kesehatan bank menggunakan rumus- rumus matematika dan sistem scoring dari hasil penilaian untuk setiap parameter, yaitu dengan skala 0 sampai 100. Dan nilai akhir dari kesehatan bank pun akhirnya berupa angka yang selanjutnya menentukan klasifikasi kesehatan bank yaitu “Sehat”, “Cukup Sehat”,

“Kurang Sehat” dan “Tidak Sehat”.

Sedangkan pada versi CAMELS menggunakan matriks penilaian yang tidak hanya sekedar pendekatan kuantitatif saja. Hasil akhirnya pun adalah “Komposit 1″ yang identik

“sangat baik” atau “sehat” sampai “Komposit 5″ yang bisa dikategorikan “buruk” atau “tidak sehat”.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011menyatakan bahwa sistem penilaian analisis kesehatan bank diubah dari CAMELS menjadi RGEC (Risk profile, Good corporate governance, Earnings, & Capital), sekaligus menggantikan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004.

TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis CAMELS

Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality

(6)

20 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

(A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S).

Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:

a. Permodalan (Capital)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).

Tabel 1.

Matriks Kriteria Peringkat Komponen Permodalan

Rasio Peringkat

CAR ≥ 12% 1

9% ≤ CAR < 12% 2

8% ≤ CAR < 9% 3

6% < CAR < 8% 4

CAR ≤ 6% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) b. Kualitas Aset (Asset Quality)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).

Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank.Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).

Tabel 2

Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP

Rasio Peringkat

KAP1 ≤ 2 1

2 < KAP1 ≤ 3% 2

3% < KAP1 ≤ 6% 3

6 < KAP1 ≤ 9% 4

KAP1> 9% 5

(7)

21 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167).

Tabel 3

Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAP

Rasio Peringkat

KAP ≥ 110% 1

105% ≤ KAP2< 110% 2 100% ≤ KAP2< 105% 3 95% ≤ KAP2< 100% 4

KAP2< 95% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

c. Manajemen (Management)

Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba.

Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.

Tabel 4

Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPM

Rasio Peringkat

NPM ≥ 100% 1

81% ≤ NPM < 100% 2

66% ≤ NPM < 81% 3

51% ≤ NPM < 66% 4

NPM < 51% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

d. Profitabilitas (Earnings)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).

ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).

(8)

22 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

Tabel 5

Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROA

Rasio Peringkat

ROA > 1,5% 1

1,25% < ROA ≤ 1,5% 2

0,5% < ROA ≤ 1,25% 3

0 < ROA ≤ 0,5% 4

ROA ≤ 0% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)

Tabel 6

Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROE

Rasio Peringkat

ROE > 15% 1

12,5% < ROE ≤ 15% 2

5% < ROE ≤ 12,5% 3

0 < ROE ≤ 5% 4

ROE ≤ 0% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167).Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.

Tabel 7

Matriks Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOM

Rasio Peringkat

NIM > 3% 1

2% < NIM ≤ 3% 2

1,5% < NIM ≤ 2% 3

1% < NIM ≤ 1,5% 4

NIM ≤ 1% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

(9)

23 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120).Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.

Tabel 8.

Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPO

Rasio Peringkat

BOPO ≤ 94% 1

94% < BOPO ≤ 95% 2

95% < BOPO ≤ 96% 3

96% < BOPO ≤ 97% 4

BOPO > 97% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) e. Likuiditas (Liquidity)

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to Deposit Ratio (LDR). LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).

Tabel 9.

Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDR

Rasio Peringkat

LDR ≤ 75% 1

75% < LDR ≤ 85% 2

85% < LDR ≤ 100% 3 100% < LDR ≤ 120% 4

LDR > 120% 5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004) f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)

Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap risiko pasar.IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.

2. Analisis Risk Based Bank Rating (RBBR)

Risk Based Bank Rating (RBBR) menurut Peraturan Bank Indonesia NOMOR:

13/1/PBI/2011 Pasal 7 faktor-faktor penilaiannya adalah : a. Profil risiko (risk profile)

(10)

24 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional Bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi.

b. Good Corporate Governance (GCG)

Dalam Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 2 penilaian terhadap faktor GCG sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf b meruapakan penilaian terhadap manajemen bank atas prinsip-prinsip GCG.Adapun prinsi-prinsip GCG tersebut diantaranya: keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi serta kewajaran.

c. Earnings

Dalam Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 2 sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c meliputi penilaian terhadap kinerja earnings, dan sustainbility earnings bank.

d. Capital

Dalam Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 2 sebagimana dmaksud dalam pasal 6 huruf d meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan.

PEMBAHASAN

Dulu kita mengenal dengan adanya Analisis Kesehatan Bank dengan menggunakan sistem penilaian CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity &

Sensitivity to market risk) berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004.

Sekarang, menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, maka sistem penilaian analisis kesehatan bank pun diubah dari CAMELS menjadi RGEC (Risk profile, Good corporate governance, Earnings, & Capital).

Sebenarnya sistem penilaian kesehatan bank antara CAMELS tidak berbeda jauh dengan RGEC. Beberapa bagian tampak masih sama seperti masih digunakannya sistem penilaian Capital dan Earnings. Adapun sistem penilaian Management pun diganti menjadi Good Corporate Governance. Sedangkan untuk komponen Asset Quality, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk akhirnya dijadikan satu dalam komponen Risk Profile.

Tingkat kesehatan bank berdasarkan CAMELS, selama ini telah efektif dalam memberikan gambaran kesehatan bank namun perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan kompleksitas bisnis bank dan memenuhi ekspektasi stakeholders yang semakin tinggi. Untuk lebih memahami apa fokus penyempurnaan CAMELS, berikut disajikan diagram Penilaian Tingkat Kesehatan Bank berdasarkan metode CAMELS, sebagai berikut :

(11)

25 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

Dari diagram tersebut terlihat, bahwa keterkaitan antara faktor-faktor dalam CAMELS belum terhubung sehingga belum memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana bank dikelola. Masing-masing komponen dan faktor dalam diagram masih dianalisis secara terpisah, dan belum mempehatikan adanya keterkaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya. Berikut uraian tentang hal dimaksud :

Faktor Manajemen tentunya sangat terkait dengan faktor lainnya, karena faktor-faktor lain merupakan hasil (resultan) dari apa yang dilakukan manajemen. Dengan demikian terdapat keterkaitan yang erat antara penilaian penilaian faktor Manajemen dengan faktor lainnya.

Faktor Capital dan Earnings sangat dipengaruhi oleh faktor Asset Quality, karena Asset Quality yang buruk akan menyebabkan kecukupan permodalan terganggu untuk mengantisipasi kerugian dimasa depan.

Selain dari belum adanya keterkaitan antara faktor dan komponen, CAMELS juga belum memperhitungkan kinerja masa depan serta perbandingan bank dengan bank sejenis (peer analysis). Misal dalam penilaian faktor Asset Quality, CAMELS belum memperhitungkan potensi penurunan kualitas kredit / potensi peningkatan NPL. Hal-hal tersebut, menjadi alasan mengapa perlu penyesuaian metode Penilaian Tingkat Kesehatan dari CAMELS ke RBBR.

Konsep Risk Based Bank Rating (RBBR)

Evaluasi kinerja yang dilakukan bank selama ini lebih banyak terfokus sisi upside bisnis (pencapaian laba dan pertumbuhan), tetapi hanya sedikit membahas sisi downside (risiko). Evaluasi yang hanya fokus pada sisi upside cenderung bias dan tidak berorientasi pencapaian jangka panjang sehingga penilaian tingkat kesehatan bank (mencakup sisi upside dan downside) menjadi solusi penilaian kinerja yang lebih komprehensif.

Penilaian RBBR mencakup empat faktor yaitu : 1). Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG), 2). Profil Risiko, 3). Earning (pendapatan) & 4). Capital (permodalan).

Diagram berikut mengilustrasikan hubungan antara masing-masing faktor dalam RBBR, yaitu :

(12)

26 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

Dari diagram di atas, terlihat bahwa Peringkat Komposit TKB berdasarkan RBBR adalah dilakukan berdasarkan penilaian kualitas manajemen bank yang diukur dari penerapan GCG dan manajemen risiko. Dengan kata lain, penilaian faktor Pendapatan dan faktor Permodalan hanya merupakan dampak (impact) dari strategi yang telah dilakukan manajemen.

Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholdersyang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Profil Risiko adalah proses penilaian keseluruhan proses dari identifikasi risiko, analisa risiko dan evaluasi risiko yang dihadapi bank, yang diilustrasikan sebagai berikut :

(13)

27 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

Profil Risiko mencakup penilaian atas risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko pada 8 jenis risiko sebagai berikut :

Inherent Risk - Risiko Inheren adalah risiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun tidak dapat dikuantifikasikan, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan bank. Inherent Risk dapat berupa parameter yang bersifat ex-post (telah terjadi) maupun parameter yang bersifat ex-ante (belum terjadi).

Risk Control System (RCS) - Kualitas Penerapan Manajemen Risiko merupakan penjabaran dari penerapan Basel II Pilar 2 – Supervisory review yang telah dijabarkan di perbankan Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Tentang Penerapan Manajemen Risiko.

Penilaian Inherent Risk dan RCS selanjutnya menghasilkan net risk per jenis risiko dan kesimpulan risiko komposit bank secara keseluruhan.

Bisnis bank adalah bisnis risiko, sama dengan bisnis lainnya. Namun karena bank menggunakan dana masyarakat, standar pengelolaan risiko harus lebih tinggi dari bisnis lainnya. Sama dengan konsep manajemen risiko, risiko bukanlah hal yang harus dihindari tapi dikelola untuk mendapatkan keuntungan sehingga manajemen risiko bukanlah hal yang membatasi bisnis namun mendukung bisnis.

Sesuai Pilar II Basel 2, permodalan bank harus mampu menyerap semua risiko yang ada dibank. Penilaian permodalan ini mencakup :

Kecukupan permodalan :1).modal dapat menyerap risiko, 2). mendukung rencana bisnis dan 3). Kualitas modal (komposisi tier 1)

Pengelolaan Permodalan :1). Efektifitas perencanaan dan penggunaan modal untuk menghasilkan pendapatan, 2). Pemupukan modal organik, 3). Kemampuan akses bank kepada sumber permodalan.

 Penilaian terhadap faktor pendapatan (earning) dilakukan berdasarkan aspek Kinerja Earnings, sumber-sumber earning, diversifikasi pendapatan, earning sustainibility.

1. Capital CAMELS vs Capital RGEC

Ada sedikit perbedaan antara sistem penilaian Capital pada CAMELS dan RGEC.Hal itu terkait dengan beberapa perubahan regulasi yang turut juga merubah parameter atau indikator dalam melakukan penilaian kesehatan bank antara CAMELS dan RGEC.Salah satunya terkait dengan adanya perubahan regulasi dari Basel I menjadi Basel II, dimana Basel

(14)

28 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

II baru mulai dibentuk pada tahun 2004.Dampak dari adanya perubahan regulasi tersebut berkaitan dengan perhitungan rasio kecukupan modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio) yang merupakan salah satu parameter atau indikator dari komponen Capital.

Untuk perhitungan CAR baik untuk CAMELS maupun RGEC menggunakan rumus yang sama. Tetapi yang membedakan adalah terletak pada perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Pada CAMELS, yang masih menggunakan regulasi Basel I, hanya memperhitungkan ATMR dengan menggunakan risiko kredit dan risiko pasar saja.

Sedangkan untuk perhitungan ATMR pada RGEC, dimana regulasi Basel II sudah digunakan, selain menggunakan risiko kredit dan risiko pasar, maka ditambah dengan menggunakan risiko operasional.

2. Asset Quality + Liquidity + Sensitifity to Market Risk = Risk Profile

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011, Risk Profile yang wajib dinilai terdiri dari Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Untuk penilaian Asset Quality memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Kredit pada Risk Profile.Adapun untuk penilaian Liquidity memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Likuiditas pada Risk Profile.Sedangkan untuk penilaian Sensitifity to Market Risk memiliki kesamaan dalam penilaian Risiko Pasar pada Risk Profile.

Dalam penilaian CAMELS, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada Asset Quality, Liquidity, & Sensitifity to Market Risk buruk, maka dapat diprediksi bahwa bank tersebut akan mengalami kebangkrutan. Tetapi dalam penilaian RGEC, jika hasil peringkat suatu bank pada parameter atau indikator pada Risk Profile buruk, maka bank tersebut belum dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan selama parameter penanganan risiko bank itu sangat baik sehingga dapat mencegah atau meminimalisasi akan terjadinya kebangkrutan.

3. Kredit Asset Quality vs Kredit Risk Profile

Seperti halnya perbedaan Capital seperti penjelasan diatas, maka penilaian kredit pada Asset Quality dan Risk Profile pun mengalami perbedaan yang terkait dengan adanya perubahan regulasi juga yaitu adanya revisi PSAK No. 50 dan No. 55 pada tahun 2006 tentang Instrumen Keuangan. Adanya revisi tersebut mengakibatkan adanya perubahan padanan PPAP menjadi CKPN.Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebenarnya PPAP sejenis dengan CKPN karena sama-sama merupakan pencadangan pada kredit.Yang membedakan adalah perlakuannya, dimana pencadangan kredit pada PPAP didasarkan pada ketentuan kolektibilitasnya sedangkan untuk pecadangan kredit pada CKPN didasarkan pada data kerugian kredit yang telah terjadi.

4. Liquidity CAMELS vs Liquidity Risk Profile

Parameter atau indikator yang digunakan untuk memperhitungkan antara Liquidity CAMELS dengan Liquidity Risk Profile sebagian besar memiliki persamaan.Yang membedakan adalah bahwa pada parameter Liquidity CAMELS terdapat perhitungan rasio LDR (Loan Deposits Ratio) sedangkan pada parameter Liquidity Risk Profile tidak terdapat adanya perhitungan rasio tersebut.

(15)

29 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

5. Market Risk CAMELS vs Market Risk Profile

Perbedaan yang signifikan antara Market Risk CAMELS dengan Market Risk Profile adalah adanya parameter atau indikator strategi dan kebijakan bisnis setiap masing-masing bank pada penilaian pada Market Risk Profile.Sedangkan untuk Market Risk CAMELS lebih terfokus pada penerapan sistem manajemen risiko pasar.

6. Management CAMELS vs Good Corporate Governance RGEC

Pada Management CAMELS, selain menggunakan parameter atau indikator Good Corporate Governance pada manajemen umum, digunakan pula penerapan sistem manajemen risikonya serta kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, dimana pada komponen RGEC, kepatuhan tersebut terdapat dalam penjelasan mengenai Risiko Kepatuhan pada Risk Profile.

7. Earnings CAMELS vs Earnings RGEC

Pada Earnings CAMELS, terdapat parameter atau indikator perhitungan BOPO (Beban Operasional dibagi dengan Pendapatan Operasional), sedangkan Earnings RGEC tidak ada perhitungan BOPO.Sebagai gantinya, pada Earnings RGEC terdapat parameter atau indikator Beban Operasional dibagi dengan Total Aset dan Pendapatan Operasional yang juga dibagi dengan Total Aset.

KESIMPULAN

1. Penilaian tetap bersifat self-assessment oleh masing-masing bank yang dilakukan setiap semester, namun pihak BI akan melakukan pemeriksaan sebagai langkah validasi atau konfirmasi terhadap penilaian yang dilakukan oleh pihak bank. Apabila terdapat perbedaan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan hasil self assesment oleh pihak bank maka yang berlaku adalah hasil penilaian tingkat kesehatan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia.Hasil self-assessment tersebut wajib diketahui oleh Direksi dan dilaporkan kepada Dewan Komisaris dan BI. BI secara eksplisit tidak mewajibkan hasil akhir penilaian kesehatan bank tersebut dipublikasikan secara detail kepada masyarakat. Masyarakat hanya bisa melihat posisi keuangan bank secara umum dan beberapa rasio keuangan saja, misalnya Capital Adequacy Ratio, Efisiensi Biaya, dan Kualitas Aktiva Produktif.

2. Skala atau predikat penilaian masih sama dengan sebelumnya yaitu “Peringkat 1″ sampai

“Peringkat 5″ dimana urutan peringkat faktor yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih baik. Sedangkan hasil akhir penilaiannya disebut Peringkat Komposit yaitu peringkat akhir hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Misalnya, Peringkat 1 mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya, sedangkan Peringkat 5 mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Pada penilaian sebelumnya berdasarkan PBI Nomor 6/10/PBI/2004, BI telah menyediakan kerangka kerja atau lembar kerja yang menjelaskan bagaimana menghitung dan menilai setiap indikator.Panduan tersebut disajikan dalam bentuk matriks.Untuk PBI tahun 2011 ini, panduan dalam acuan matriks tersebut belum disediakan oleh Bank Indonesia.

(16)

30 Vol 2 No. 2 Januari 2014

ISSN 9772339112136

3. Versi 2011 hanya pengelompokan dan pembobotan ulang terhadap faktor atau dimensi penilaian-yang dari segi cakupan relative tidak banyak berubah.

DAFTAR PUSTAKA

Anshori,Muslich dan Iswati,2006. “Metodologi penelitian kuantitatif”. Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga,Surabaya.

Lexy J. Moleong, 2006.” Metodologi Penelitian Kualitatif” . PT. Remaja Rosdakarya Offset,Bandung.

Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 10/ 1/PBI/2004 Pasal 1 ayat 4 Tentang Ketentuan Umum Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 10/1/PBI/2004 Pasal 4 Tentang Ketentuan Umum Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum

Peraturan Bank Indonesia NOMOR.13/1/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 13/1/PBI/2011 Pasal 7 Tentang Mekanisme Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Secara Individual.

Peraturan Bank Indonesia NOMOR: 13/1/PBI/2011 Pasal 2 ayat 1. Tentang Ketentuan Umum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

http://www.bi.go.id/web/id/

http://www.bankirnews.com/

Referensi

Dokumen terkait

Kinerja bank dapat dinilai dengan beberapa indikator penilaian.Salah satunya adalah metode RGEC yaitu penilaian tingkat kesehatan dengan menggunakan pendekatan risiko RiskBased Bank

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank BRI dengan menggunakan metode RGEC ini menunjukkan predikat kesehatan bank tersebut sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia,