• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN INTENSITAS PEREKONOMIAN UMAT MELALUI PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF

N/A
N/A
Khodijah Amanah

Academic year: 2023

Membagikan "PENINGKATAN INTENSITAS PEREKONOMIAN UMAT MELALUI PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTRIAN AGAMA PROVINSI LAMPUNG

PENINGKATAN INTENSITAS PEREKONOMIAN UMAT MELALUI PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF

Disusun Oleh :

Khodijah Amanah (1851010400)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2019

(2)

PENINGKATAN INTENSITAS PEREKONOMIAN UMAT MELALUI PEMBERDAYAAN ZAKAT PRODUKTIF

Hakikatnya zakat tidak hanya dimaknai secara teologis (ibadah), tetapi juga dimaknai secara sosial-ekonomi, yaitu mekanisme distribusi kekayaan.

Dengan kata lain, di samping membersihkan jiwa dan harta benda, zakat juga merupakan distribusi pendapatan yang ampuh dalam kehidupan ekonomi umat.

Tujuan pokok zakat sendiri adalah untuk mewujudkan kemerataan ekonomi, sebagai asset sumber dana potensial strategis bagi upaya untuk membangun kesejahteraan umat. Karena itu, Al-Quran telah memberi rambu agar zakat benar-benar disalurkan kepada yang berhak menerimanya. Allah berfirman :

ﻟا ِﰲَو ْﻢُﻬُـﺑﻮُﻠُـﻗ ِﺔَﻔﱠﻟَﺆُﻤْﻟاَو ﺎَﻬْـﻴَﻠَﻋ َﲔِﻠِﻣﺎَﻌْﻟاَو ِﲔِﻛﺎَﺴَﻤْﻟاَو ِءاَﺮَﻘُﻔْﻠِﻟ ُتﺎَﻗَﺪﱠﺼﻟا ﺎَﱠﳕِإ ِﻦْﺑاَو ِﻪﱠﻠﻟا ِﻞﻴِﺒَﺳ ِﰲَو َﲔِﻣِرﺎَﻐْﻟاَو ِبﺎَﻗﱢﺮ

ِﻞﻴِﺒﱠﺴﻟا ِﻪﱠﻠﻟا َﻦِﻣ ًﺔَﻀﻳِﺮَﻓ ۖ◌

ٌﻢﻴِﻜَﺣ ٌﻢﻴِﻠَﻋ ُﻪﱠﻠﻟاَو ۗ◌

”Sesungguhnya sedekah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil, para mu'allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. At-Taubah:60)

Zakat sendiri sesungguhnya merupakan instrumen fiskal Islami yang luar biasa potensinya untuk mewujudkan pemerataan pendapatan yang dapat meningkatkan perekonomian bangsa. Bagaimana tidak, berdasarkan riset Islamic Development Bank (IDB) pada 2011 hingga 2016 potensi zakat di Indonesia pun dapat mencapai mencapai Rp 217 triliun dengan perincian Rp 117 triliun dari rumah tangga dan Rp 100 triliun dari perusahaan-perusahaan milik Muslim.

Artinya potensi zakat nilainya hampir 10% dari APBN jika dimaksimalkan.

Sayangnya, zakat yang terhimpun baru 1,2% atau sekitar Rp 3 triliun. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran masyarakat yang seharusnya menjadi

(3)

muzakki dan tingkat kepercayaan mereka terhadap Lembaga Amil Zakat yang belum maksimal, mereka lebih memilih untuk menyalurkan zakatnya sendiri kepada tetangga atau masyarakat sekitar mereka yang kekurangan. Padahal, jika para muzakki mempercayakan penyaluran zakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) terkait akan lebih berpengaruh pada ekonomi masyarakat miskin dalam konteks makro.

Jika manfaat dan nilai potensi zakat sebesar itu dapat dimaksimalkan dan disalurkan untuk zakat produktif, maka kemandirian ekonomi bisa dibangkitkan, karena zakat produktif tidak hanya sekedar menyantuni orang miskin secara konsumtif melainkan juga mempunyai tujuan yang lebih permanen, yaitu mengentaskan kemiskinan dalam jangka panjang. Zakat produktif sendiri adalah dimana sejumlah harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak semerta-merta langsung dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu mereka dalam mendirikan sebuah usaha ataupun mengembangkan usaha yang telah ada, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tentu saja dapat menopang hidup mereka di masa depan secara konsisten dan berkelanjutan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa zakat produktif bertujuan agar dana zakat yang disalurkan tidak seperti dana zakat yang pada umumnya digunakan para mustahik hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumtifnya sehingga sejumlah dana yang diterima akan langsung habis dan tidak menyisakan apapun untuk bekal hidup di kemudian hari, akan tetapi mengupayakan bagaimana cara memberdayakan mereka agar menikmati hidup yang lebih baik lagi dengan memperoleh penghasilan dari usaha yang mereka jalankan.

Zakat produktif ini pun telah diatur dalam UU Pasal 27 ayat 1 sampai 3 yang berbunyi “(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat (2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. (3) Ketentuan lebih

(4)

lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri” . Dengan zakat produktif ini, tentu dana zakat yang direalisasikan dengan baik kepada masyarakat miskin dapat membantu pemerintah dalam mengurangi jumlah masyarakat miskin yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Maret 2019 berjumlah 25,14 juta jiwa atau sekitar 9,41% dari jumlah keseluruhan masyarakat di Indonesia. Hal ini sejalan dengan tujuan pengelolaan zakat dan mendukung peran keuangan syariah untuk mewujudkan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia di masa yang akan datang.

Sehubungan dengan hal itu, maka zakat dapat berfungsi sebagai salah satu sumber dana sosial-ekonomi bagi umat Islam. Artinya pendayagunaan zakat yang dikelola oleh Lembaga Amil Zakat tidak hanya terbatas pada kegiatan- kegiatan tertentu saja, tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi umat, seperti dalam program pengentasan kemiskinan dan pengangguran dengan memberikan zakat produktif kepada mereka yang memerlukan sebagai modal usaha.

Namun, permasalahan utama kemiskinan bukan semata-mata berasal dari minimnya modal untuk usaha yang ingin dijalankan, akan tetapi kesiapan mental dan tata manajemen usaha dari para mustahik tersebut. Maka dari itu, dalam zakat produktif perlu arahan, bimbingan dan pelajaran termasuk di dalamnya juga motivasi dan pelatihan usaha dari para amil untuk kegiatan produktif ini kepada para mustahik. Sehingga, amil tidak hanya sekedar memberikan modal usaha tersebut, akan tetapi disertai arahan bagaimana agar pengelolaan modal tersebut dapat dilakukan secara produktif.

Maka dari itu, dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal apabila dilakukan oleh lembaga amil zakat terkait yang terpercaya untuk mengalokasikan, mendayagunakan, dan mendistribusikannya. Lalu bagaimana peran dan tindakan amil dalam pendayagunaan zakat produktif ini?

(5)

Pertama, Forcasting. Dalam hal ini pihak pengelola zakat harus memberikan taksiran sebelum pemberian zakat, baik dari segi jumlah dana ataupun lainnya.

Kedua, Planning. Perencanaan merupakan yang paling penting dalam melakukan tindakan baik dari membentuk strukturnya hingga menentukan mustahik yang berhak menerima dana.

Ketiga, Organizing. Dalam hal ini, pengelolaan dana zakat perlu diatur.

Perlu diorganisir secara transparan berasal dari mana saja sumber dana zakat yang berhasil dihimpun, dan kepada siapa dana zakat akan disalurkan.

Keempat, Controlling. Pengontrolan terhadap mustahik yang sedang menjalankan usaha dari dana zakat yang diberikan, apakah usaha yang telah ia upayakan, berjalan dengan baik atau tidak, baik dari sisi tata kelola, maupun manajerialnya.

Dalam menyalurkan dana zakat untuk usaha produktif, ada beberapa skema amil dalam memberikannya kepada mustahik :

1. Metode Qard al-Hasan

Metode ini menggunakan sistim pinjaman namun bebas bunga ataupun tambahan dalam pengembaliannya. Ketika pada suatu hari usaha yang dijalankan seorang mustahik tersebut berkembang dengan baik dan mendapatkan keuntungan, maka mustahik mengembalikan dana yang ia dapatkan dari amil tersebut, namun konteksnya disini bukan untuk membayar pergantian pinjaman modal kepada amil, karena pinjaman yang dikembalikan akan disalurkan kembali sebagai zakat untuk diberikan kepada mustahik lainnya.

Ketika si penerima dana (mustahik) mengalami kebangkrutan setelah melakukan usaha yang sungguh-sungguh, maka dana yang dipinjamnya tidak wajib dikembalikan karena dana zakat pada hakikatnya adalah milik mustahik.

2. Mudharabah

(6)

Dalam skema ini disebut juga zakat produktif kreatif, dimana amil bertindak sebagai pemilik modal (shohibul maal) dan mustahik bertindak sebagai pengelola (mudharib). Seperti akad mudharabah umumnya yaitu keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan mudharib dan shohibul maal.

Imbal hasil yang didapatkan amil nantinya akan disalurkan kembali kepihak yang membutuhkan. Namun jika ternyata dikemudian hari mudharib mengalami kerugian, maka kerugian akan ditanggung bersama dan amil tidak boleh meminta pengembalian modal, oleh sebab itu istilah profit and loss sharing digunakan.

3. Murabahah

Akad ini akan menjadikan pihak amil sebagai penjual dan pihak mustahik sebagai pembeli. Dalam akad ini, zakat produktif dikategorikan sebagai zakat produktif tradisional, dimana pihak amil menjual sebuah produk sebesar harga modal ditambah sedikit keuntungan yang disetujui mustahik yang disesuaikan dari kemampuan mustahik. Kemudian untuk kemudahan mustahik, pembayaran boleh dicicil dengan besaran dan tenggat waktu yang disesuaikan dengan keadaan mustahik. Barang yang dijual amil kepada mustahik tentu barang yang memiliki nilai produktif dan bisa mendatangkan keuntungan dari sana, misalnya alat-alat untuk membuat usaha kue, mesin jahit, ataupun barang modal lainnya. Keuntungan yang didapatkan amil, seperti akad sebelumnya akan kembali disalurkan kepada pihak mustahik lainnya.

Dengan mendayagunakan harta zakat secara produktif, berarti zakat harta tidak hanya membantu mengurangi beban para orang-orang miskin saja, namun juga membantu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran yang ada di Indonesia sebab semakin bertambahnya jumlah usaha atau UMKM yang akan berdiri karena pendayagunaan dana zakat secara produktif. Dengan adanya modal dari zakat harta yang didayagunakan tersebut, maka para penerima zakat bisa mengembangkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Dalam hal ini, Lembaga Amil Zakat (LAZ) sangat berperan penting dalam pengrekrutan amil zakat yang profesional dan siap memberdayakan mustahik

(7)

yang akan memulai suatu usaha. Maka dari itu, diharapkan dengan adanya zakat produktif ini lebih dapat membantu para fakir miskin sehingga mereka akan mendapatkan bantuan dari zakat produktif secara terus menerus, serta hasil yang didapatkan akan mengalir terus dan berkembang lebih besar demi kemaslahatan umat, sebagaimana tujuan pengelolaan zakat itu sendiri yaitu mempunyai peran dalam sasaran sosial untuk membangun satu sistem ekonomi yang tidak hanya mengutamakan kesejahteraan dunia namun juga di akhirat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis. 2009. Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

Asnaini. 2008. Zakat Produktif dalam Prespektif Hukum Islam. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Sartika, Mila. 2008. Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif terhadap Pemberdayaan Mustahiq pada LAZ Yayasan Solo Peduli Surakarta. Jurnal Ekonomi Islam La_riba. Vol. II, No, 1.

UU No. 23 tahun 2011, Pasal 27, Ayat 1-3

Badan Pusat Statistik. Presentase Jumlah Masyarakat Miskin Indonesia 2019.

Diakses dariwww.bps.go.id/. pada 1 Desember 2019.

Talqiyudin, Muhammad. Optimalisasi dan Manfaat Zakat Produktif. Diakses dari https://www.kompasiana.com/muhammad-talqiyuddin-

alfaruqi/558fe856aa23bd4b17beeada/optimalisasi-dan-manfaat-zakat- produktif. pada 2 Desember 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Zakat produktif dengan demikian adalah zakat dimana harta atau dana yang diberikan kepada para mustahiq tidak dihabiskan, akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha

Implikasi dari penelitian ini adalah menekankan pada penyaluran Zakat yang lebih mengutamakan pada Zakat Produktif dan Wahyuni, 2016 yang berjudul The efficiency of national zakat