• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

N/A
N/A
upi nunu

Academic year: 2025

Membagikan "Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN

IMUNISASI (PD3I)

(2)

Tujuan Pembelajaran Umum

Pada akhir sesi peserta mampu memahami tentang PD3I yang terdapat pada program imunisasi nasional

Tujuan Pembelajaran Khusus Pada akhir sesi peserta mampu:

• Menyebutkan jenis-jenis PD3I dari program imunisasi nasional

• Menyebutkan gambaran klinis PD3I dari program imunisasi nasional

• Menyebutkan surveilans AFP dan PD3I lainnya yang memiliki

komitmen global

(3)

POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN

• Jenis PD3I dari program imunisasi

• Gambaran klinis PD3I dari program imunisasi

• Surveilans AFP dan PD3I lainnya yang memiliki

komitmen global

(4)

JENIS PD3I

dari PROGRAM

IMUNISASI NASIONAL

(5)

8 (delapan) macam PD3I pada Program Imunisasi Nasional :

Difteri

Pertusis

Tetanus

Tuberkulosis

Campak

Rubella

Poliomielitis

Hepatitis B

Meningitis

Pneumonia

Japanese Encephalitis

Human Papiloma Virus

Dan PD3I lain yang tidak termasuk dalam Program Imunisasi Nasional seperti Tifoid, Influenza, Rotavirus, Mumps, Varicela, Hepatitis A, Rabies

• Vaksin baru: Malaria, dengue, HIV

(6)

GAMBARAN KLINIS PD3I dari PROGRAM

IMUNISASI NASIONAL

(7)

DIFTERI

KASUS DIFTERI

Penyebab : Bakteri Corynebacterium Diphtheriae yang menghasilkan toksin difteri

Cara Penularan: melalui udara (batuk / bersin)

(8)

GEJALA KLINIS DIFTERI

Demam atau tanpa demam

Munculnya

pseudomembran putih keabuan, sulit lepas dan mudah berdarah jika dilepas/

dimanipulasi

Sakit waktu menelan

94%

kasus Difteri mengenai tonsil dan faring

lainnya difteri kulit

Leher

membengkak

Sesak nafas disertai bunyi

KOMPLIKASI DIFTERI

(9)

CARA PENULARAN DIFTERI

melalui droplet (percikan ludah) sewaktu batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau

kontak langsung dari lesi di kulit.

SIAPA YANG BISA TERTULAR DIFTERI?

Semua kelompok usia dapat tertular penyakit ini, terutama yang belum mendapatkan imunisasi lengkap

Difteri pada dewasa sulit terdeteksi MASA INKUBASI DIFTERI

antara 1 – 10 hari, rata-rata 2 – 5 hari

Kasus dapat menularkan penyakit ke orang lain 2- 4 minggu sejak masa inkubasi

Seseorang dapat menjadi Carrier tanpa gejala selama 6 bulan

KEMATIAN

Bila tidak diobati dengan tepat angka kematian 5 – 10 % pada anak usia <5 tahun dan

pada dewasa (diatas 40 tahun) mencapai 20 % Kematian akibat kelumpuhan otot jantung atau sumbatan jalan nafas.

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DIFTERI

Suatu wilayah dinyatakan KLB Difteri jika ditemukan 1 (satu) kasus difteri konfirmasi

dilaporkan dalam 24 jam ke Kementerian Kesehatan

(PHEOC – Public Health Emergency Operation Centre).

(10)

Mortimer E.A.and Wharton M., in Vaccines, 1999.

Patogenesis Difteria

Percikan ludah

Terhirup Kolonisasidi tenggorokan

dan memproduksi toksin

Nekrosis setempat dan terkumpul jaringan mati

Toksindiserapdan masuk ke peredaran darah menyebar

ke otot jantung, ginjal, syaraf perifer

Terbentuk pseudo membran

Miokarditis, neuritis

(11)

Difteri dapat disembuhkan apabila orang yang terjangkit tidak terlambat dalam mendapatkan pertolongan

APAKAH DIFTERI DAPAT DISEMBUHKAN?

CARA PENCEGAHAN PENULARAN DIFTERI

Pencegahan: Imunisasi Difteria Toxoid (DPT-HB-Hib, DT, Td)

Apabila dalam suatu wilayah ditemukan satu kasus difteri maka dilakukan ORI (Outbreak Response Immunization) pada wilayah dan kelompok usia yang tepat dengan cakupan yang tinggi dan merata .

Setelah imunisasi dasar, vaksin difteri harus diulang setiap 10 tahun

Penggunaan masker dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)

Pemberian antibiotika pada kontak erat kasus (carrier) Erythromysin 4 x sehari selama 7 hari

Tatalaksana kasus dengan pemberian Anti Difteri Serum (ADS) dan

(12)

PERTUSIS

Penyebab :

bakteri Bordetella pertussis  rongga mulut, hidung, dan tenggorokan

(13)

PERTUSIS/BATUK REJAN/BATUK 100 HARI

Cara penularan :

 percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin

 sangat menular, terutama menyerang anak-anak yang belum di imunisasi

 penderita yang tidak diobati dapat menularkan penyakit sampai dengan tiga minggu setelah batuk yang khas timbul pada penderita.

(14)

PERTUSIS/BATUK REJAN/BATUK 100 HARI (2)

Gejala :

sepuluh hari setelah seseorang terinfeksi gejala ILI (influenzae like illness)

batuk terus menerus (> 2 minggu), tanpa jeda & diakhiri dg napas dalam, serta muntah selama /setelah batuk (whooping cough)

kadang hingga muka kebiruan dan pendarahan di mata

Komplikasi berat :

Radang paru, henti napas, kematian mendadak

Pengobatan:

Antibiotika

Pencegahan:

Imunisasi lengkap sesuai usia: DPT-HB-Hib

Penggunaan masker dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)

Pemberian antibiotika pada kontak erat kasus

(15)

TETANUS

Penyebab :

bakteriClostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin (tetanospasmin)

neurotoksin menyebabkan rasa sakit yang berat dan kejang pada otot yang dapat menyebabkan kematian

(16)

Cara penularan :

 tidak menyebar langsung dari orang ke orang

 masuk ke luka yang tak bersih, kuku yang kotor, luka

dalam akibat gigitan binatang, pemotongan tali pusat bayi yang tidak steril, pisau, peralatan persalinan yang tidak steril pada saat bayi lahir

Masa inkubasi :

sekitar 21 hari dan dapat juga sampai beberapa bulan tergantung keadaan lukanya.

(17)

Gejala :

 Pada anak dan orang dewasa  gejala rahang terkunci (trismus atau lock jaw) umum terjadi  diikuti oleh kaku pada otot leher, otot perut atau otot punggung

(opisthotonus), sulit menelan, kejang otot, berkeringat dan panas badan.

 Pada bayi (tetanus neonatorum) terdapat juga gejala berhenti menetek antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir  Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.

Komplikasi berat :

 Otot pernafasan terkena  kesulitan bernafas  kematian

 Pneumonia

 Tulang belakang dan tulang lainnya terpengaruh posturnya  akibat otot spasmus &

kejang

 Kelainan saraf pada orang-orang yg bertahan hidup dari tetanus neonatorum

(18)

Pengobatan:

 pemberian anti tetanus serum, antibiotik, perawatan luka dan pengobatan suportif

Pencegahan:

 Imunisasi Tetaus Toxoid ( DPT-HB-Hib, DT, Td)

 Persalinan yang bersih dan steril tetap harus dilakukan walaupun ibu hamil tersebut sudah mendapatkan imunisasi Td.

 Pemotongan tali pusat secara steril

 Orang yang sembuh dari tetanus tetap harus diberi imunisasi tidak

punya kekebalan dan dapat terinfeksi kembali

(19)

TUBERCULOSIS

Penyebab :

Bakteri Mycobacterium tuberkulosis

Biasanya menyerang paru-paru bisa juga menyerang bagian tubuh yang lain seperti tulang, sendi, dan otak

Tidak semua orang yang terinfeksi bakteri tuberkulosis jatuh sakit

TB Paru TB Spinal/Spondylitis TB)

(20)

Cara penularan :

 Dari orang ke orang melalui udara (droplet) pada saat penderita batuk atau bersin

 Menular sangat cepat terutama: daerah padat dan kumuh, akses terhadap pelayanan kesehatan kurang, masyarakat yang kurang gizi

 Rentan terhadap infeksi tuberkulosis: anak usia < 3 tahun dan orangtua

(21)

Masa inkubasi :

4-12 minggu, dapat juga infeksi berlangsung beberapa bulan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya gejala klinis.

Seseorang yang terinfeksi, setelah 2 minggu setelah mendapat pengobatan tidak menularkan lagi

Gejala:

Badan lemah, berat badan turun, demam dan keringat pada waktu malam.

TB paru: batuk terus menerus terkadang batuk darah disertai rasa nyeri di dada.

Anak-anak: gangguan pertumbuhan.

TB extraparu: TB milier, tulang dan sendi (pembengkakan sendi, nyeri pada sendi dan gangguan pergerakan pada sendi, disertai rasa sakit misalnya pada sendi paha, lutut, dan tulang belakang), dapat menyerang pada organ otak (meningitis TB).

Tuberkulosis dapat muncul dengan berbagai gejala pada stadium awal sulit untuk menegakkan mendiagnosis.

(22)

Komplikasi:

 Jika tidak diobati  kecacatan & kematian.

 Kematian dapat cepat terjadi apabila yang bersangkutan juga menderita HIV/AIDS

Pengobatan:

Directly observed treatment short-course (DOTS)  pengobatan yang lengkap dengan obat tuberkulosis dalam 2 fase selama enam bulan

Pencegahan:

 Paling efektif melalui imunisasi BCG

(23)

CAMPAK

Penyebab :

 Virus RNA dari genus Morbillivirus dari keluarga Paramyxoviridae.

 Virus tersebut mudah mati karena panas dan cahaya

(24)

Cara penularan :

 Droplet yang keluar dari hidung, mulut atau tenggorokan orang yang terinfeksi virus campak pada saat bicara, batuk, bersin atau melalui sekresi hidung.

 Masa penularan: empat (4) hari sebelum timbul rash sampai dengan empat (4) hari setelah timbul rash.

 Puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit.

Masa inkubasi:

7 – 18 hari, rata-rata 10 hari

(25)

Gejala :

 Panas badan (biasanya > 38oC selama 3 hari atau lebih) + salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair;

 Bercak kemerahan/rash/ruam yang dimulai dari belakang telinga berbentuk makulopapular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari kemudian (4-7 hari) akan menyebar ke seluruh tubuh;

 Tanda khas (patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal);

 Bercak kemerahan makulopapular setelah 7 – 30 hari akan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) dan disertai kulit bersisik.

 Sebagian besar penderita campak akan sembuh tanpa pengobatan

(26)

Komplikasi:

 Sering terjadi pada anak usia < 5 tahun

 Komplikasi yang sering terjadi yaitu: diare, ulkus mukosa mulut, malnutrisi, otitis media, kebutaan, bronchopneumonia, pneumonia, encephalitis,

subacute sclerosing panencephalitis (SSPE).

 Kasus campak pada penderita malnutrisi/defisiensi vitamin A/immune defisiency (HIV)  komplikasi campak yang lebih berat atau fatal.

UNTUK MENDUKUNG UPAYA ELIMINASI CAMPAK-RUBELA/CRS:

SETIAP DITEMUKAN KASUS SUSPEK CAMPAK YAITU SETIAP ORANG DARI BERBAGAI USIA YANG MENGALAMI DEMAM DAN RUAM MACULOPAPULAR HARUS DILAPORKAN DAN DIAMBIL SPESIMEN

SERUMNYA UNTUK DIPERIKSA LABORATORIUM

(27)

Tata Laksana Campak

ANTIVIRAL : tidak perlu

TERAPI SUPORTIF:

istirahat, antipiretik,

nutrisi dan hidrasi, simptomatik

ANTIBIOTIK : bila ada infeksi sekunder bakteri

VITAMIN A DOSIS TINGGI : 100.000 U, per oral (usia 6 bln- 1 thn)

200.000 U, per oral (usia

>1thn),

diulangi pada hari ke-2 dan jika gizi buruk / komplikasi mata diulang 2 minggu kmd

(28)

RUBELA

Penyebab :

Togavirus jenis rubivirus dan termasuk golongan virus RNA.

Cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam dan pemanasan.

Dapat menembus sawar placenta dan menginfeksi janin gangguan pertumbuhan janin: abortus, lahir mati atau cacat berat kongenital (birth defects) Congenital Rubella Syndrome (CRS).

(29)

Cara penularan :

Melalui droplet saluran pernapasan saat batuk atau bersin

Virus dapat berkembang biak di nasofaring dan kelenjar getah bening regional.

Viremia terjadi pada 4–7 hari setelah virus masuk tubuh.

Masa penularan diperkirakan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 7 hari setelah rash.

Masa inkubasi : 14–21 hari.

Pengobatan:

Suportif

(30)

Manifestasi Klinis

Gejala prodromal bervariasi sesuai umur, Pada anak : ruam, coryza ringan, diare sebelum timbul ruam.

Ruam eritematous, makulopapula, dan diskretapertama muka kemudian lengan, badan, dan tungkai.

Progresif, luas, dan lama timbulnya ruam bervariasi.

Limfadenopati: pembesaran kelenjar suboksipital, aurikular posterior, dan servikal., 1-7 hari sebelum timbul ruam dan menetap selama satu minggu atau lebih

Panas badan bervariasi dan biasanya peninggian temperatur minimal, timbul bersamaan dengan timbulnya ruam dan akan kembali normal sesudah ruam hilang.

Arthralgia dan arthritis transien umum terjadi pada anak perempuan yang sudah cukup besar.

(31)

Dampak infeksi rubela pada wanita hamil terutama trimester pertama abortus, lahir mati atau bayi lahir dengan CRS.

Ibu yang mengalami infeksi rubella pada minggu 1-10 kehamilan 90% akan melahirkan bayi dengan CRS.

Bentuk kelainan pada CRS:

Kelainan jantung: Patent Ductus Arteriosus (PDA), Defek Septum Atrial/Atrial Septal Defect (ASD), Defek Septum Ventrikel/Ventricular Septal Defect (VSD), Stenosis Katup Pulmonal/Pulmonary Stenosis (PS);

Kelainan pada mata: Katarak Kongenital, Glaukoma Kongenital, Pigmentary Retinopathy;

Kelainan pendengaran: Tuli Sensouri Neural/ Sensouri Neural Hearing Loss (SNHL);

Kelainan pada sistim saraf pusat: retardasi mental, mikrocephalia dan meningoensefalitis;

Kelainan lain: purpura, splenomegali, ikterik yang muncul dalam 24 jam setelah lahir, radioluscent bone, serta gangguan pertumbuhan.

(32)

Pencegahan rubela dan CRS:

Imunisasi Campak-Rubela

UNTUK MENDUKUNG UPAYA ELIMINASI CAMPAK-RUBELA/CRS:

 SETIAP DITEMUKAN KASUS SUSPEK CAMPAK YAITU SETIAP ORANG DARI BERBAGAI USIA YANG MENGALAMI DEMAM DAN RUAM MACULOPAPULAR HARUS DILAPORKAN DAN DIAMBIL SPESIMEN SERUMNYA UNTUK DIPERIKSA

LABORATORIUM

 SURVEILANS CRS DI RS SENTINEL

(33)
(34)

POLIO

Penyebab :

Virus polio:

o virus polio liar (wild polio virus/WPV)

o Virus polio dari vaksin pada anak yang immunocompromised (vaccine associated polio paralysis/VAPP)

o virus polio dari vaksin yang bermutasi mendapatkan keganasannya kembali (vaccine- derived polio virus/VDPV)

o Tahan sabun, alcohol. Mati dengan formaldehyde, UV

Menginfeksi semua umur, terutama pada anak-anak

1 dari 200 infeksi Polio kelumpuhan permanen (irreversible) jika virus polio menyerang sel saraf sumsum tulang belakang yg mengontrol pergerakan otot

(35)

Cara penularan:

Masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman (orofecal)

Gejala:

Kebanyakan tidak menunjukkan gejala  dapat tetap menularkan virus polio kepada orang lain.

Sekitar 25% dari mereka akan menunjukkan gejala penyakit ringan (demam, nyeri kepala, nyeri tenggorokan)

Kelumpuhan terjadi pada 1% dari mereka yang terinfeksi.

Kematian terjadi sekitar 5-10% dari mereka yang lumpuh.

Masa inkubasi:

5 – 35 hari

Pengobatan :

Tidak ada pengobatan spesifik untuk polio.

Pengobatan yang dilakukan hanya bersifat suportif.

Kesulitan bernafas (dibantu ventilator).

Pengobatan ortopedik bagi yang memerlukan (pakai korset) untuk mengurangi dampak kecacatan dalam jangka panjang.

Rojudin,Campang WayHandak,lumpuh tgl28-05-05 Foto03-07-’05

Cacat Menetap

(36)

Komplikasi berat :

Kelumpuhan dan cacat seumur hidup

Pencegahan:

Polio dapat dicegah secara efektif dengan imunisasi menggunakan oral poliovirus vaccine (OPV) dan inactivated polio vaccine (IPV).

WHO menganjurkan semua negara menggunakan OPV dalam program imunisasi rutin dan minimal satu dosis IPV, (sedang direncanakan untuk pemberian dosis ke-2 IPV bersamaan dengan MR).

UNTUK MENDUKUNG UPAYA ERADIKASI POLIO:

SETIAP DITEMUKAN KASUS AFP YAITU SETIAP ANAK YANG BERUSIA KURANG DARI 15 TAHUN YANG

MENGALAMI KELUMPUHAN MENDADAK DAN BERSIFAT LAYUH, SERTA BUKAN DISEBABKAN OLEH RUDAPAKSA HARUS DILAPORKAN DAN DIAMBIL SPESIMEN SERUMNYA UNTUK DIPERIKSA LABORATORIUM

(37)

HEPATITIS B

Penyebab :

Virus hepatitis B

Infeksi Hep B pada bayi saat lahir (transmisi maternal) atau sebelum usia satu tahun (90% akan menjadi kronis).

Infeksi Hep B pada orang dewasa (90% akan sembuh sempurna).

(38)

Cara penularan :

kontak langsung dengan darah / cairan tubuh:

a. tertular dari ibunya saat proses melahirkan bayi (penularan vertikal dari ibu ke anak, simbah darah);

b. penularan horizontal (lesi minimal: melalui luka kecil, karena teriris barang tajam, gigitan, garukan);

c. penularan melalui hubungan seksual;

d. melalui suntikan dengan jarum terkontaminasi atau transfusi darah yang berasal karier hepatitis B  50- 100 kali lebih infeksius dibandingkan HIV (donor darah PMI sudah melakukan penapisan untuk

hepatitis B, hepatitis C dan HIV).

(39)

Gejala:

 Infeksi HepB akut tidak selamanya bergejala.

 Gejala: lemah, mual, muntah, nyeri perut serta kuning pada kulit dan sklera mata (dibedakan dengan karotenemia, dimana sklera mata berwarna putih).

 Hep B kronis jika terjadi gagal hati  perut membesar (ascites), perdarahan abnormal dan perubahan status mental.

Komplikasi berat :

 Pada infeksi akut: sebagian kecil penderita dapat mengalami hepatitis fulminan dan berakhir dengan kematian.

 Pada infeksi kronis: sirosis hati, kanker hati, kegagalan hati dan kematian.

Pengobatan:

Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis B.

Dapat diobati dengan antiviral (interferon) untuk kasus yang memerlukan.

(40)

Pencegahan:

Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi

Semua bayi harus mendapatkan dosis pertama vaksin Hepatitis B (uniject Hb) segera setelah lahir (dalam 24 jam)  memutuskan transmisi vertikal dari ibu pengidap ke bayinya.

Setelah dosis pertama diberikan, maka dilanjutkan dengan pemberian vaksin kombinasi DTPHB-Hib dalam bentuk vaksin pentavalent sesuai jadwal.

(41)

HAEMOPHILUS INFLUENZAE TIPE B

Penyebab

Haemophilus influenza adalah bakteri yang ditemukan di hidung dan tenggorokan anak.

Ada enam jenis Haemophilus influenza yang memiliki kapsul. Dari enam jenis ini, tipe-b adalah yang paling menjadi

masalah. Haemophilus influenzae type b atau Hib, adalah penyebab 90% dari semua infeksi oleh Haemophilus influenzae.

(42)

Cara penularan :

• Hib ditularkan dari orang ke orang melalui percikan ludah yang dilepaskan pada saat batuk atau bersin.

• Anak-anak dapat mempunyai kuman Hib dalam hidung dan tenggorokannya tanpa ada gejala sakit yang disebut sebagai karier, namun mereka dapat menularkan kepada orang lain.

• Hib merupakan penyebab pneumonia akut, meningitis dan penyakit invasif lainnya, terutama pada anak usia di bawah lima tahun.

Gejala

• Gejala pneumonia seperti demam, menggigil, batuk, nafas cepat dan dada tertarik ke dalam.

• Gejala meningitis seperti demam, nyeri kepala, sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk, delirium dan kesadaran menurun.

(43)

• Hib dapat menimbulkan penyakit lain apabila menyerang bagian tubuh lainnya seperti:

Epiglotitis, yaitu radang pada pintu masuk larynx dengan gejala kesulitan bernafas dan nafas berbunyi/stridor.

Infeksi sistemik pada darah yang menyebabkan demam, menggigil diikuti penyebaran bakteri ke seluruh tubuh (bakteriemi).

• Sekitar 40% dari anak yang terinfeksi Hib dapat menderita disabilitas neurologis

termasuk kerusakan jaringan otak, hilangnya pendengaran dan retardasi mental.

(44)

Pencegahan

• Penyakit yang disebabkan oleh Hib dapat diobati dengan antibiotika. Saat ini ditemukan Hib yang resisten terhadap antibiotika yang umum dipakai di

beberapa tempat di dunia.

• Hib paling tepat dicegah melalui imunisasi dengan vaksin yang mengandung

antigen Hib (pentabio DPT/HB/Hib) kepada bayi diikuti booster pada usia 18

bulan. Imunisasi menjadi sangat penting pada saat makin seringnya ditemukan

Hib yang resisten terhadap antibiotika.

(45)

PNEUMOKOKUS

PENYEBAB

Infeksi pneumokokus disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae (disebut juga sebagai bakteri pneumokokus) yang merupakan penyebab utama pneumonia, yaitu penyakit infeksi saluran napas.

(46)

Cara Penularan

Pneumokokus disebarkan dari orang ke orang melalui percikan ludah pada saat batuk, bersin, atau kontak erat.

Pneumokokus ditularkan secara langsung saat terpapar dengan lendir atau cairan yang berasal dari penderita, atau orang yang kelihatan sehat namun mengandung pneumokokus dalam tenggorokannya (karier).

Gejala

• Demam dan menggigil terjadi hampir pada semua jenis infeksi pneumokokus. Pneumonia pada anak-anak gejalanya batuk, frekuensi nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK).

• Pada anak-anak yang lebih tua, ada keluhan nafas pendek dan sakit pada saat bernafas dan batuk. Penderita dengan meningitis dapat mengeluh nyeri kepala, sensitif terhadap sinar, kaku kuduk, kejang, delirium atau menurunnya kesadaran. Pada otitis, penderita mengeluh rasa

nyeri dan keluar cairan di daerah infeksi, begitu juga pada sinusitis.

(47)

Komplikasi

• Pneumonia dapat diikuti dengan komplikasi bakteriemia (infeksi aliran darah) dan atau empiema (ada pus atau nanah pada cavum pleural yaitu ruangan antara paru dan selaput paru) dan atau abses paru. Penderita meningitis yang sembuh akan mengalami gejala sisa berupa ketulian, retardasi mental, gangguan motorik dan kejang.

• Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak. Pneumokokus juga

menyebabkan meningitis (infeksi selaput otak dan sumsum tulang belakang), bakteriemia (infeksi aliran darah), otitis media, sinusitis dan konjungtivitis terutama pada baduta dan lansia.

• Faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi pneumokokus antara lain umur (balita dan lansia lebih rentan), tidak mendapatkan imunisasi lengkap, tidak mendapatkan ASI

eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan (misalnya asap rokok), berat badan lahir rendah (BBLR), kepadatan penghuni rumah serta kurang ventilasi dalam rumah.

(48)

PENCEGAHAN

• Pencegahan infeksi pneumokokus yang paling efektif adalah dengan imunisasi 3 dosis PCV pada umur 2, 3 dan 12 bulan.

• Upaya lain adalah melalui perilaku hidup bersih dan sehat seperti mencegah

kepadatan hunian dan polusi di dalam rumah seperti mengurangi asap rokok,

mengkonsumsi makanan bergizi dan promosi ASI eksklusif bagi bayi pada usia

enam bulan.

(49)

JAPANESE ENCEPHALITIS

PENYEBAB

Virus JE disebarkan melalui gigitan nyamuk.

Biasanya virus JE menginfeksi burung dan binatang peliharaan lainnya terutama burung dan babi yang bertindak sebagai reservoir, dan seseorang akan tertular apabila nyamuk telah menggigit binatang yang terinfeksi kemudian menggigit orang tersebut.

(50)

GEJALA

• Infeksi JE pada umumnya bergejala ringan bahkan tanpa gejala sama sekali.

• Secara umum hanya satu orang dari 250 orang yang terinfeksi JE akan menunjukkan gejala,

pada 4-14 hari setelah terinfeksi. Gejalanya seperti influenza, demam, menggigil, nyeri kepala, mual dan muntah.

• Pada anak, gejala yang menonjol adalah nyeri perut terjadi pada saat awal infeksi.

• Tanda berupa bingung dan koma timbul 3-4 hari kemudian.

• Penderita pada anak sering disertai kejang.

(51)

Komplikasi

• Mereka yang lolos dari kematian 30-50% akan mengalami gangguan susunan syaraf pusat sampai dengan paralisis.

• CFR (case fatality rate) JE sekitar 20-30%, anak usia muda (kurang dari 10 tahun) mempunyai risiko lebih tinggi terkena JE berat dengan CFR yang lebih tinggi dibanding kelompok usia lain.

PENCEGAHAN

• Tidak ada pengobatan spesifik untuk JE.

• Imunisasi adalah satu-satunya cara pencegahan JE yang paling efektif.

(52)

HUMAN PAPILLOMA VIRUS

Penyebab:

Virus Human Papiloma Virus (HPV). Ada lebih dari 100 jenis HPV, ada jenis tertentu yang hanya menyebabkan condyloma pada vagina, namun ada 13 jenis yang berbeda yang dapat menimbulkan kanker.

(53)

Cara Penularan:

HPV adalah virus yang ditularkan melalui hubungan seksual dan dapat menyebabkan condyloma dan kanker.

HPV menyebar dengan sangat mudah melalui kontak kulit. Hampir semua orang yang aktif secara seksual telah pernah terinfeksi, pada umumnya sudah terjadi saat awal kehidupan seksual mereka.

Manifestasi:

HPV dapat menyebabkan kanker pada anus, alat kelamin bagian luar, kanker mulut pada laki-laki dan perempuan. Sedangkan pada perempuan 99% kanker serviks disebabkan oleh HPV.

Kanker serviks adalah penyebab utama kematian pada perempuan dewasa di negara berkembang. Merupakan jenis kanker nomor dua pada umumnya pada perempuan di seluruh dunia. Hampir 85% kematian karena kanker serviks terjadi di negara

berkembang.

(54)

GEJALA

• Infeksi HPV pada umumnya tanpa gejala sampai beberapa bulan. Hampir 90% baru menunjukkan gejala setelah 2 tahun, namun infeksi terus

berlanjut.

• Infeksi yang berlanjut dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks terutama kalau terinfeksi oleh HPV terutama tipe 16 dan 18.

• Butuh waktu sekitar 20 tahun untuk menjadi kanker serviks, dan baru timbul gejala saat stadium lanjut.

• Gejala umum kanker serviks adalah terjadi perdarahan abnormal pada vagina (terutama setelah hubungan seksual atau perdarahan di antara dua fase menstruasi.

• Rasa sakit pada panggul, pinggang / punggung, tangan, keluar cairan dari

vagina dan berat badan turun. Pada stadium lanjut dapat terjadi anemia,

gagal ginjal, fistula pada vagina

(55)

PENCEGAHAN

Strategi pencegahan dan pengendalian kanker serviks meliputi:

• a) pencegahan primer dengan pemberian vaksinasi HPV kepada gadis usia 9-13 tahun.

Kepada kelompok gadis dan remaja laki-laki diberikan penyuluhan tentang bahaya rokok, pendidikan seks dan penggunaan kondom serta bagi anak laki-laki dianjurkan dilakukan sirkumsisi;

• b) pencegahan sekunder bagi perempuan usia 30-49 tahun dengan pendekatan temukan secara dini dan obati secara dini, mengingat vaksinasi tidak melindungi terhadap semua tipe infeksi HPV penyebab kanker;

(56)

PENCEGAHAN (2)

• c) pencegahan tersier, dengan melakukan tindakan terhadap kanker invasif semua umur.

Vaksin HPV yang ada saat ini dapat mencegah terhadap dua jenis HPV yaitu tipe 16 dan 18 yang diketahui sebagai penyebab 70% kejadian kanker serviks. Vaksinasi penting bagi

negara yang sumber daya kesehatannya kurang untuk melakukan skrining yang efektif.

Skrining dengan Pap smear, HPV-DNA atau dengan IVA dianjurkan bagi perempuan usia 30 dan 49 tahun walaupun sebelumnya sudah pernah mendapatkan vaksinasi HPV mengingat kanker serviks juga bisa disebabkan oleh HPV tipe lain.

Pemakaian kondom dapat juga mencegah terjadinya infeksi HPV.

Untuk perempuan penderita HIV skrining harus dilakukan begitu diagnosis HIV ditegakkan tanpa memandang usia.

Vaksin HPV harus merupakan bagian dari strategi pencegahan kanker serviks yang komprehensif dan terkoordinasikan.

(57)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan imunisasi (PD3I) yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, dan Polio tidak ditemukan di wilayah Kabupaten

Jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) menurut jenis kelamin Kecamatan dan Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2014.. Jumlah kasus penyakit yang

Jumlah Kasus Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan Dan Puskesmas Kota Metro Tahun 2016.. Jumlah Kasus Penyakit Yang

JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, PUSKESMAS, KAB/KOTA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN

Jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) menurut jenis kelamin Kecamatan dan Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2015.. Jumlah kasus penyakit yang

Jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) menurut jenis kelamin Kecamatan dan Puskesmas Kota Banda Aceh Tahun 2016A. Jumlah kasus penyakit yang

TABEL 21 Jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) menurut jenis kelamin, kecamatan, dan puskesmas Kabupaten Jepara tahun 2013 TABEL 22 Jumlah kasus

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan imunisasi (PD3I) yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, dan Polio tidak ditemukan di wilayah Kabupaten