MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Gugatan dan Permohonan di Peradilan Agama, Tata cara Permohonan dan Gugatan di Pengadilan Agama dan Tata Cara
Penyelesaian Sengketa secara Litigasi dan Non Litigasi
Dosen Pengampu: Rahmi Murniwati, S.H., M.H.
Disusun Oleh:
Adillah Kamal (2210113013) Joanda Octa Nughraha (2210113021)
Tafaul Abrari (2210113036) Firstshila Shelomitha (2210113067)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., karena dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam tidak lupa kami kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw, serta segenap keluarga dan sahabat yang telah memperjuangkan agama Islam.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen dari mata kuliah ini. kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu penyusunan makalah ini. Selain itu, penulisan makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan serta pengetahuan tentang mata kuliah yang saat ini sedang dipelajari.
kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapakan, dengan harapan sebagai masukkan dalam perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Padang, Maret 2024
DAFTAR ISI
MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA...1
KATA PENGANTAR...2
DAFTAR ISI...3
BAB I...4
PENDAHULUAN...4
1.1 Latar Belakang...4
1.2 Rumusan Masalah...5
1.3 Tujuan Penulisan...5
BAB II...6
PEMBAHASAN...6
2.1 Gugatan dan Permohonan di Peradilan Agama...6
2.2 Tata cara Permohonan dan Gugatan di Pengadilan Agama....9
2.3 Penyelesaian sengketa secara Litigasi dan Non Litigasi....11
BAB III...16
PENUTUP...16
3.1 Kesimpulan....16
DAFTAR PUSTAKA...17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyebut “perkara” apabila menghadapi persoalan yang tidak dapat diselesaikan antara pihak-pihak. Untuk mengatasinya mereka minta penyelesaian melalui pengadilan. Perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan ke Pengadilan yang didalamnya terdapat konflik.
Perkara gugatan disini termasuk dalam lingkup perkara perdata yang diatur sendiri oleh hukum acara perdata. Disamping perkara gugatan, dimana terletak pihak penggugat dan tergugat, ada perkara-perkara yang disebut permohonan, yang diajukan oleh seorang pemohon atau lebih secara bersama-sama. Gugatan dan Permohonan merupakan sebuah pengajuan perkara di Pengadilan. Dalam Peradilan Agama gugatan atau Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang dilimpahkan kepada hakim.
Persoalan yang dihadapi seseorang yang diajukan ke pengadilan perdata dalam bentuk tuntutan hak ada dua macam, yaitu berupa persoalan yang mengandung konflik dan persoalan yang tidak mengandung konflik. Tuntutan hak dalam pasal 142 ayat (1) Rbg / pasal 118 ayat (1) HIR disebut tuntutan / gugatan perdata (burgerlijke vordering), merupakan tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”atau main hakim sendiri.
Sengketa antara para pihak dapat diselesaikan melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) ataupun non litigasi (di luar pengadilan). Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi yaitu penyelesaian sengketa diantara para pihak yang dilakukan melalui pemeriksaan di hadapan hakim dalam sebuah lembaga peradilan. Litigasi (pengadilan) adalah metode penyelesaian sengketa paling lama dan lazim digunakan dalam menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang bersifat publik maupun yang bersifat privat. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebutuhan
masyarakat akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar, maka penyelesaian sengketa melalui litigasi lambat laun dirasakan kurang efektif lagi. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dirasakan terlalu lama dan memakan biaya yang cukup besar. Kondisi demikian menyebabkan pencari keadilan mencari alternatif lain yaitu penyelesaian segketa diluar proses peradilan formal.1
1.2Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Gugatan dan Permohonan di Peradilan Agama?
1.2.2 Bagaimana Tata cara Permohonan dan Gugatan di Pengadilan Agama?
1.2.3 Bagaimana Tata Cara Penyelesaian Sengketa secara Litigasi dan Non Litigasi?
1.3Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui Gugatan dan Permohonan di Pengadilan Agama.
1.3.2 Untuk mengetahui Tata cara Permohonan dan Gugatan di Pengadilan Agama 1.3.3 Untuk mengetahui tata cara penyelesaian sengketa secara Litigasi dan Non
Litigasi
1 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, (Rajawali Pers, Jakarta, 2011), hlm. 19-20
BAB II PEMBAHASAN
2.1Gugatan dan Permohonan di Peradilan Agama
Dalam suatu Perkara tersimpul dua keadaan, yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, ada yang dipertengkarkan, ada yang disengketakan. Perselisihan atau persengketaaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak sendiri, melainkan memerlukan penyelesaian melalui pengadilan sebagai instansi yang berwenang dan tidak memihak. Tugas hakim adalah menyelesaikan sengketa dengan adil, dengan mengadili pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang pengadilan dan kemudian memberikan putusannya. Tugas hakim demikian ini termasuk dalam Jurisdictio Contentiosa artinya kewenangan mengadili dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan suatu putusan keadilan dalam suatu sengketa. Hakim dalam menjalankan tugas berdasarkan Jurisdictio Contentiosa harus bersifat bebas dari pengaruh atau tekanan dari pihak mana pun (independent Justice).
Gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa, di mana sekurang- kurangnya terdapat dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Ciri khas dari gugatan adalah bersifat berbalasan, berhubung tergugat kemungkinan besar akan membalas lagi gugatan dari penggugat.2 Contoh gugatan yaitu gugatan sengketa warisan, sengketa jual beli tanah, sengketa sewa menyewa rumah, dan sebagainya.
Permohonan adalah tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, di mana hanya terdapat satu pihak saja yang disebut sebagai pemohon. Tidak ada sengketa di sini maksudnya tidak ada perselisihan, yang bersangkutan tidak minta peradilan atau keputusan dari hakim, melainkan minta ketetapan dari hakim tentang status dari suatu hal, sehingga mendapatkan kepastian hukum yang harus dihormati dan diakui oleh
2 Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 31
semua orang.3 Ciri khas dari permohonan adalah bersifat reflektif yaitu hanya demi kepentingan pihaknya sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Contohnya: permohonan melakukan adopsi, konsinyasi, ganti nama, menjadi wali, dan sebagainya.
Perkara contentiosa, perkara yang di dalamnya terdapat sengketa atau perselisihan.
Perkara voluntaria, perkara yang di dalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan, kepentingan yang bersifat sepihak semata ( For the benefit of one party only), tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat Ex parte, Petitum Permohonan harus murni tentang permintaan penyelesaian kepentingan pemohon dengan acuan sebagai berikut :
a. Isi petitum berupa permintaan yang bersifat Deklaratif;
b. Petitum Tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak ikut sebagai pemohon;
c. Petitum Tidak bersifat Comdemnatoir;
d. Harus terinci tentang hal-hal yang dikehendaki pemohon;
e. Petitum tidak boleh bersifat Compositur atau ex Aeque et bono.4
Ada beberapa perbedaan antara Jurisdiction Contentiosa dan Jurisdiction Voluntaria yaitu :
a) Pihak yang Berperkara.
Dalam Jurisdictio Contentiosa selalu ada dua pihak yang berperkara sedangkan dalam Jurisdiction Voluntaria hanya ada satu pihak yang berkepentingan.
b) Aktivitas hakim yang memeriksa perkara.
Pada jurisdictio contentiosa aktivitas Hakim terbatas pada yang dikemukakan dan diminta oleh pihak-pihak, sedangkan pada jurisdictio voluntaria aktivitas Hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan karena tugas pengadilan bercorak administratif yang bersifat mengatur (administratif regulation).
c) Kebebasan Hakim.
3 Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso. Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. (Yogyakarta: Gama Media), 2007, hal. 30 dan 32
4 Martha Eri Safira, M.H, Hukum Acara Perdata (CV. Nata Karya, 2017), hlm.18
Dalam Jurisdictio Contentiosa hakim hanya memperhatikan dan menerapkan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang dan tidak berada dibawah pengaruh atau tekanan dari pihak manapun juga. Hakim hanya menerapkan ketentuan hukum positif. Dalam Jurisdictio Voluntaria hakim selalu memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaan yang dipandang perlu untuk mengatur sesuatu hal.
d) Kekuatan mengikat putusan hakim.
Dalam Jurisdictio Contentiosa putusan hakim hanya mempunyai kekuatan mengikat pihak-pihak yang bersengketa serta orang-orang yang telah didengar sebagai saksi. Dalam Jurisdictio Voluntaria putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat terhadap semua orang.
Isi dan Ciri-Ciri Surat Gugatan dan Permohonan 1. Isi dan ciri-ciri permohonan :
a. Dalam membuat permohonan pada dasarnya memuat : 1) Identitas pemohon;
2) Uraian kejadian (posita);
3) Permohonan(petitum);
b. Permohonan ini merupakan kepentingan sepihak dari pemohon yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain.
Ciri dari voluntair ini diantaranya:
1) Masalah yang diajukan berisi kepentingan sepihak
2) Permasalah yang diselesaikan di pengadilan biasanya tidak mengandung sengketa.
3) Tidak ada pihak lain atau pihak ketiga yang dijadikan lawan. 5 1. Isi dan ciri-ciri gugatan :
a. Isi gugatan secara garis besar memuat hal-hal sebagai berikut :
1) Identitas para pihak Identitas para pihak meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, agama, kewarganegaraan.
5 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992), Hlm 41.
2) Uraian kejadian (posita) Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang terjadi dan hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan. Posita juga disebut fundamentum petendi.
3) Permohonan (petitum) Petitum atau tuntutan berisi rincian apa saja yang diminta dan diharapkan penggugat untuk dinyatakan dalam putusan penetapan kepada para pihak terutama pihak tergugat dalam putusan perkara.6
b. Ciri – ciri dari gugatan ini diantaranya:
1) Ada pihak yang bertindak sebagai penggugat dan tergugat.
2) Pokok permasalahan hokum yang diajukan mengandung sengketa diantara para pihak.7
2.2Tata cara Permohonan dan Gugatan di Pengadilan Agama.
1. Tahap Persiapan
Sebelum mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pihak yang berpekara : Setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat menjadi pihak dalam berpekara di pengadilan.
b. Kuasa : Pihak yang berpekara di pengadilan dapat menghadapi dan menghadiri pemeriksaan persidangan sendiri atau mewakilkan kepada orang lain untuk menghadiri persidangan di pengadilan.
c. Kewenangan Pengadilan : Kewenangan relative dan kewenangan absolut harus diperhatikan sebelum me,buat permomohan atau gugatan yang di ajukan ke pengadilan. 8
2. Tahap pembuatan permohonan atau Gugatan
6 Abdullah Tri Wahyudi, Hukum Acara Peradilan Agama, (Solo, CV. Mandar Maju) 2014. Hlm 94 7 H. A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008).,hlm 28
8 Abdulah Tri Wahyudi, Op. Cit., Hlm 131.
Permohonan atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR)9namun para pihak tidak bisa baca tulis (buta huruf) permohonan atau gugatan dapat dilimpahkan kepada hakim untuk disusun permohonan gugatan keudian dibacakan dan diterangkan maksud dan isinya kepada pihak kemudian ditandatangani oleh ketua pengadilan agama hakim yang ditunjuk berdasarkan pasal 120 HIR.10
3. Tahap Pendaftaran Pemohon Atau Gugatan
Setelah permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar perkara. Dengan membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau pemohon mendapatkan nomor perkara dan tinggal menunggu panggilan sidang.
Perkara yang telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera disampaikan kepada ketua pengadilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang memeriksa, memutus, dan mengadili perkara dengan suatu penetapan yang disebut penetapan majelis hukum (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai ketua majelis dan dua orang hakim sebagai hakim anggota serta panitera sidang. Apabila belum ditetapkan panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat menunjuk panitera sidang sendiri.
4. Tahap Pemeriksaan Permohonan atau Gugatan
Pada hari sidang telah ditentukan apabila satu pihak atai kedua belah pihak tidak hadir maka persidangan ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya kepada yang hadir diperintahkan menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil dan yang tidak hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek pemanggilan pihak yang tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila :
a. Penggugat tidak hadir maka gugatan gugur. Tergugat tidak hadir maka pemeriksaan dilanjutkan dengan putusan verstek atau putusan tanpa hadirnya pihak tergugat.
9 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R).
10 H.A.Mukti Arto. Op Cit., Hlm 59.
b. Apabila terdapat beberapa tergugat yang hadir ada yang tidak hadir, pemeriksaan tetap dilakukan dan kepada yang tidak hadir dianggap tidak menggunakan haknya untuk membela diri.
c. Penggugat dan tergugat hadir, maka Pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
2.3Penyelesaian sengketa secara Litigasi dan Non Litigasi.
Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan melalui pengadilan atau yang sering disebut dengan istilah “litigasi” yaitu suatu penyelesaian sengketa yang dilaksanakan oleh hakim di pengadilan, untuk mengatur dan memutuskan sengketa yang dilaksanakan oleh hakim.11 Litigasi adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan, sengketa diselesaikan dengan seadil-adilnya, supaya perkara yang diadili pada saat persidangan mendapat solusi yang baik dan efektif dan kedua belah pihak tidak menimbul kekecewaan terhadap putusan hakim.
Penyelesaian melalui pengadilan termasuk amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, pada Pasal 49 Undang-Undang ini dikatakan bahwa: Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: (a) perkawinan; (b) waris; (c) wasiat; (d) hibah; (e) wakaf; (f) zakat; (g) infaq; (h) shadaqah; dan (i) ekonomi syari’ah.12
Undang-undang diatas menerangkan bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syariah bisa diselesaikan melalui litigasi dan bisa juga penyelesaian sengketa melalui non litigasi, sebagai alternatif lain untuk menerapkan menyelesaikan sengketa khususnya ekonomi syariah. Supaya tidak terjadinya monopoli penyelesaian sengketa pada pengadilan maka perlu ada wadah alternatif untuk penyelesaian sengketa.
Alternative Dispute Resolution (ADR) atau dikenal juga dengan Alternatif
11 Ah. Azharuddin Lathif dan Diana Mutia Habibaty, “Disparitas Penyelesaian Sengketa Jalur Litigasi Pada Polis Asuransi Syariah Dan Putusan Pengadilan,” Αγαη 8, no. 5 (2019),Hlm. 55.
12 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
penyelesaian Sengketa (APS) merupakan cara yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan sengketa disebut juga non litigasi.
Jalur Litigasi dan Non litigasi
1. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi
Penyelesaian sengketa dilakukan dengan melibatkan pengadilan disebut juga litigasi. Bila ada pelanggaran yang dilakukan terkait ekonomi syariah maka yang menyelesaikan perkara itu pengadilan Agama.13 Menurut Nurnaningsih Amriani Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak- haknya dimuka pengadilan. hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah putusan yang menyatakan win-lose solution.
Adapun tata cara penyelesaian sengketa melalui litigasi (pengadilan Agama) penyelesaian sengketa ekonomi syariah9 dipengadilan menggunakan 2 perangkat hukum, yaitu: acara sederhana dan acara biasa.
a. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi sebagai berikut:
1. Pendaftaran;
2. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
3. Penetapan hakim dan penunjukkan panitera pengganti;
4. Pemeriksaan pendahuluan;
5. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
6. Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
7. Pembuktian;
8. Putusan
13 Hendrianto Hendrianto, Juhaya S. Praja, and Nurrahman, “Sharia Philosophy Correlation and the Islamic Economic Philosophy,” Economit Journal: Scientific Journal of Accountancy, Management and Finance 1, no. 1 (2021): 12–20, https://doi.org/10.33258/economit.v1i1.370
Prosedur melalui litigasi, pada prinsipnya lebih bersifat formal dan teknis, sehingga ada sebagian yang merasa puas terhdap penyelsaian dan ada pula yang kurang puas, akhirnya bila tidak merasa puas dia mencari cara lain dalam menyelesaikan perakara, cara lain dari litigasi adalah non litigasi yang tidak menyelesaikan perkara melalui pengadilan.
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non Litigasi
Penyelesaian sengketa selain dari litigasi juga ada non litigasi. Mengenai non litigasi salah satu upaya alternatif untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan, supaya masalah tidak bertumpuk pada pengadilan semua. Apalagi setiap manusia punya masalah bila masalahnya hanya bertumpuk di satu tempat14 hal ini dikhawatirkan terjadinya pekerjaan tidak efektif dan efisien, oleh sebab itu perlu alternatif lain supaya penyelesaian masalah bisa efektif dan efisien.
Adapun alternatif penyelesaian masalah, yaitu sebagai berikut:
a. Alternative Dispute Resolution (ADR)
ADR merupakan lembaga penyelesaian sengketa yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara :
1. Konsultasi
Konsultasi adalah menyelesaikan sengketa melalui konsultan. Konsultan berupaya membantu klien yang bersengketa dengan cara berkonsultasi terkait perihal tersebut, untuk diselesaikan dengan cara berdamai. Bukti perdamaian ditanda tanda tangani kedua belah pihak dan disaksikan oleh konsultan.
2. Mediasi
14 Hendrianto Hendrianto and Hasan Bisri, “Implementation of Qawa’id AlFiqhiyyah Mazhab Hambali in Islamic Economic,” AL-FALAH : Journal of Islamic Economics 6, no. 1 (2021): 61,
https://doi.org/10.29240/alfalah.v6i1.2521.
Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga atau mediator, karena mediator sebagai juru damai untuk mendapat arahan dan saran.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah upaya mempertemukan kedua belah pihak untuk diselesaikan perkara. Namun keputusan diberikan kepeada kedua belah pihak dengan mepertimbangkan dari hasil konsiliator.
4. Penilaian para ahli.15
Penilaian Ahli adalah upaya mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih untuk melihat tanggapan para ahli dari hasil temuan ilmiahnya.
b. Arbitrase (Tahkim)
Arbitrase merupakan suatu lembaga alternatif yang diselenggarakan dan berdasarkan kehendak serta itikad baik dari pihak yang berselisih agar perselisihan mereka tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan angkat sendiri, dengan pengertian bahwa putusan yang diambil oleh hakim tersebut merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya.
Tahapan-tahapan prosedur penyelesaian sengketa adalah sebagai berikut:16 1) Permohonan Arbitrase
2) Penunjukan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis 3) Jawaban, Eksepsi dan Rekonvensi Termohon 4) Perdamaian
5) Pembuktian dan Saksi/Ahli 6) Pencabutan Permohonan
15Atang Abd Hakim Sofyan Al-Hakim, “KERANGKA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH Atang Abd Hakim Sofyan Al-Hakim Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Bandung,” 2004, 33–49.
16 Riski Riski Rinanda, “Penyelsaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasioanl (BASYARNAS),” Pactum Law Journal 1, no. 2 (2018): 145–54.
7) Putusan
8) Pendaftaran Putusan
9) Eksekusi Putusan BASYARNAS
Tahap-tahap penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS di atas dapat kita jelaskan bahwa diawalai dengan adanya pendaftaran untuk mendapatkan arbiter, dalam hal ini melakukan perjanjian dengan disertai klausula yang memuat bahwa sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase, setelah itu baru kertua BASYARNAS menanggapi permohonan tersebut dengan menunjukkan arbiter tunggal atau arbiter majlis, arbiter yang sudah ditunjuk segera memeriksa perkara sesuai aturan yang berlaku dan memanggil kedua belah pihak, untuk dilihat pertanggung jawaban perkara yang diajukan dan pihak arbiter berupaya untuk memberikan perdamaian terlebih dahulu. Bila perdamaian tidak terwujud perkara akan diproses oleh arbiter, sebelum terjadinya putusan kedua belah pihak boleh mencabut perkara untuk tidak dilanjutkan ke tahap selanjutnya atau tahap putusan. Bila kedua belah pihak tidak mau mencabut perkara maka akan diproses pendalamannya seminggu kemudian diberikan putusan dan untuk biaya akan ditanggung kedua belah pihak.
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan.
1. Gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa, di mana sekurang- kurangnya terdapat dua pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Ciri khas dari gugatan adalah bersifat berbalasan, berhubung tergugat kemungkinan besar
akan membalas lagi gugatan dari penggugat. Contoh gugatan yaitu gugatan sengketa warisan, sengketa jual beli tanah, sengketa sewa menyewa rumah.
Permohonan adalah tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, di mana hanya terdapat satu pihak saja yang disebut sebagai pemohon. Tidak ada sengketa di sini maksudnya tidak ada perselisihan. Contohnya: permohonan melakukan adopsi, konsinyasi, ganti nama, menjadi wali.
2.
3.2 Saran.
DAFTAR PUSTAKA
I. Undang-Undang
Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
II. Buku
Amriani, Nurnaningsih. (2011). Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: Rajawali Pers.
Eri Safira, Martha. (2017). Hukum Acara Perdata. CV. Nata Karya
H. A. Mukti Arto. (2008). Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kadir Muhammad, Abdul. (1992). Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Tri Wahyudi, Abdullah. (2014). Hukum Acara Peradilan Agama. Solo: CV.
Mandar Maju.
Wardah, Sri, Bambang Sutiyoso. (2007). Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media.
III. Jurnal
Atang Abd Hakim Sofyan Al-Hakim. (2004). Kerangka Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Atang Abd Hakim Sofyan Al-Hakim Fakultas Syariah Dan Hukum Uin Bandung. Hal. 33–49.
Hendrianto Hendrianto and Hasan Bisri. (2021). Implementation of Qawa’id AlFiqhiyyah Mazhab Hambali in Islamic Economic. AL-FALAH : Journal of Islamic Economics Vol.6. Hal.61 https://doi.org/10.29240/alfalah.v6i1.2521.
Hendrianto, Juhaya S. Praja, and Nurrahman. (2021). Sharia Philosophy Correlation and the Islamic Economic Philosoph. Economit Journal:
Scientific Journal of Accountancy, Management and Finance). Vol 1.
Hal. 12–20.
Lathif, Azharuddin, Diana Mutia Habibaty. (2009) Disparitas Penyelesaian Sengketa Jalur Litigasi Pada Polis Asuransi Syariah Dan Putusan Pengadilan. Vol 5. Hlm. 55.
Rinanda,Risky. (2018). Penyelsaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasioanl (BASYARNAS). Pactum Law Journal Vol 1. Hal. 145–54.