• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Anak KEDUDKAN ANAK

N/A
N/A
Diva Insyahilahiyah

Academic year: 2024

Membagikan "Perlindungan Anak KEDUDKAN ANAK "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Dwiva Insya Hila Hiya

Nim : 21022014

Matkul : Perlindungan Anak Tugas 3

KEDUDKAN ANAK

Berkaitan dengan kedudukan anak di mata hukum dikenal istilah anak sah dan anak tidak sah. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 42-49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 memberikan defenisi tentang anak dari segi kedudukan seorang anak di mata hukum sebagai berikut:

1. Anak sah

Anak sah adalah anak yang dilahirkandalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Yang dimaksud dengan perkawinan yang sah adalah apabila perkawinan dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan. Dan dalam Islam terdapat rukun dan syarat perkawinan yang harus dipenuhi untuk dapat dinilai perkawinan tersebut sah menurut agama Islam.

Selanjutnya pasal 99 Kompilasi Hukum Islam memberikan batas yan lebih luas dan jelas tentang anak sah, yakni anak sah tidak saja anak yang lahir dalam atau akibat perkawinan yang sah, tetapi juga anak yang merupakan hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.

(Departemen Agama RI, 1996:t.h.) 2. Anak luar kawin

Dalam penjelasan pasal 186 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak yang lahir di luar perkawinan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau akibat hubungan yang tidak sah. Maksudnya perkawinan yang dilakukan tidak memenuhi rukun dan syarat sahnya perkawinan menurut ketentuan agama atau hubungan yang dilakukan di luar ikatan perkawinan (zina).

(2)

Dengan demikian kedudukan anak di mata hukum tergantung kepada status perkawinan orang tuanya. Terhadap perkawinan yang sah, anak mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah dan ibunya, sedangkan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya (pasal 100 Kompilasi Hukum Islam) (Manan, 2002: 353).

Sehingga terhadap anak yang lahir di laur perkawinan yang sah hukum hanya diakui sebagai anak ibunya, dan bukan anak dari ayahnya. Sekalipun jelas laki- laki yang bersangkutan yang telah menghamili ibunya sehingga menghadirkan ia ke dunia ini.

A. Identitas

Menurut Weeks, singkatnya, identitas adalah soal kesamaan dan perbedaan, tentang aspek personal dan sosial, „tentang kesamaan anda dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan. Dalam kajian yang dilakukan Erikson (1989)7, identitas dibedakan menjadi dua macam, yaitu identitas pribadi dan identitas ego. Identitas pribadi seseorang berpangkal pada pengalaman langsung bahwa selama perjalanan waktu yang telah lewat, kendati mengalami berbagai perubahan, seseorang iru akan tetap tinggal sebagai pribadi yang sama. Identitas pribadi akan dapat disebut identitas ego jika identitas tersebut disertai dengan kualitas eksistensial sebagai subjek yang otonom yang mampu menyelesaikan konflik-konflik di dalam batinnya sendiri serta masyarakatnya. Menurutnya proses pembentukan identitas terjadi secara perlahan-lahan dan pada awalnya terjadi secara tidak sadar dalam diri individu. Proses pembentukan identitas itu sebenarnya sudah dimulai pada periode pertama, yakni periode kepercayaan dasar lawan kecurigaan dasar.

B. Anak Dari Perkawinan Campuran

Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak hanya menyangkut pribadi kedua calon suami istri tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat(Soerojo, 1971). Dalam sebuah perkawinan seseorang dapat memilih yang terbaik bagi kehidupannya kelak, tidak jarang seseorang

(3)

melakukan perkawinan dengan orang yang berbeda suku, agama, dan bangsa. Dengan kata lain, perkawinan campuran tetapi tujuan yang terpenting dalam sebuah perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal(Mokoginta, 2017).

Perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang yang di Indonesia tunduk kepada hukum yang berlainan. Hadikusuma (2007) menulis tiga pengertianperkawinan campuran, yaitu:pertama, perkawinan antar kewarganegaraan, Pasal 57 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini untuk perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Pasal 57 ini membatasi makna perkawinan campuran pada perkawinan antara seorang WNI dengan WNA. Kedua, perkawinan antar adat, Perkawinan campuran menurut pengertian hukum adat, yaitu perkawinan yang terjadi antara suami isteri yang adat istiadatnya berlainan, baik dalam kesatuan masyarakat hukum adat dari suatu daerah asal atau suku bangsanya berlainan.Ketiga, perkawinan antar agama, Perkawinan campuran antar agama terjadi apabila seorang pria dan seorang wanita yang berbeda agama melakukan perkawinan dengan tetap ingi mempertahankan agama masing-masing.

Prosedur dan syarat untuk mendapatkan status dan kedudukan anak dari perkawinan campuran dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 22 tahun 2012 orangtua harus melaporkan perkawinan dan mendaftarkan anak mereka jika di Indonesia didaftarkan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan jika di luar wilayah Indonesia didaftarkan kepada Kepala Perwakilan Republik Indonesia (KPRI) dan pejabat imigrasi yang ditunjuk Kemenkum HAM yang wilayah kerjanya sesuai tempat tinggal anak dengan memenuhi syarat-syarat yang diperlukan dalam proses pendaftaran.Kepastian hukum anak hasil perkawinan campuran di Indonesia dapat disimpulkan bahwa di

(4)

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang menurut Undang- Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memberikan kepastian hukum yaitu Akta Kelahiran sebagai bukti otentik.Perlindungan Hukum bagi anak dari perkawinan campuran dapat disimpulkan bahwa di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Malang memberikan perlindungan utama yaitu Akta kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA) sampai anak berumur 17 tahun atau dewasa dan berhak mendapatkan Kartu Tanda Penduduk. Hal ini wujud dari Undang- Undang nomor 12 tahun 2006 yang memberikan pelindungan hukum terhadap anak.

C. Kuasa Asuh

Pengasuhan/Kuasa Asuh/Hadhanah merupakan hak preogratif orang tua untuk mengasuh, memelihara, mengajar, mengamankan, melindungi anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri serta menumbuh kembangkan anak sesuai dengan keyakinan agamanya dan bakat minatnya masing-masing. Pengasuhan atau pemeliharaan anak memiliki makna sebuah tanggung jawab atau amanah yang diberikan oleh Allah SWT yang berupa anak salah satunya betujuan untuk ibadah mendekatkan diri kepadanya serta mengemban kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua segala bentuk kebutuhan dan kepentingan anak.

Kemudian tidak hanya memenuhi kewajiban saja orang tua juga bertanggungjawab mengawasi keberlangsungan hidup anak yang semuanya itu bersifat wajib serta berkelanjutan sampai anak tersebut bisa dikategorikan dewasa secara ketentuan legal yang sudah mengatur mengenai hal tersebut.

D. Perwalian

Perwalian (Voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang dibawah umur, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua. Oleh sebab itu perwalian dapat diartikan sebagai orang tua pengganti terhadap anak yang belum cakap melakukan suatu perbuatan hukum. Kata wali sendiri dalam bahasa arab berasal dari kata wilayah ( kata benda ) kata

(5)

kerjanya walia yang berarti berkuasa. Pada umumnya dalam setiap perwalian hanya ada seorang wali saja, kecuali apabila seorang wali-ibu (moerdervoogdes) kawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi medevoogd. Jika salah satu dari orang tua tersebut meninggal, maka menurut undang-undang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali bagi anak-anaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut undang-undang (Wettelijke Voogdij).

Seorang anak yang lahir diluar perkawinan, berada dibawah perwalian orang tua yang mengakuinya. Dan jika seorang anak tidak berada dibawah kekuasaan orang tua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan mengangkat seorang wali atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau karena jabatanya (datieve voogdij). Namun ada kemungkinan, seorang ayah atau ibu dalam surat wasiatnya (testamen) mengangkat seorang wali bagi anaknya. Perwalian semacam ini disebut perwalian menurut Wasiat

(tertamentair voogdij).

Referensi

Dokumen terkait

 Pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan.  Pengadilan dalam daerah hukum di tempat tinggal kedua suami isteri.  Pengadilan dalam daerah hukum di tempat

Kedua; akibat terhadap suami isteri menurut menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu isteri tidak mendapatkan nafkah selama iddah serta tidak mendapatkan bagian harta bersama, serta

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa perjanjian perkawinan adalah suatu perjanjian yang mengatur mengenai harta kekayaan suami isteri dalam perkawinan saja,

Cara pelepasan Hak Milik atas tanah yang diperoleh suami isteri dalam perkawinan campuran adalah dengan cara memberikan persetujuan kepada suami atau isteri yang

Setelah putusnya perkawinan tidak serta merta kedua pasangan yang telah bercerai lepas dari akibat hukum yang harus ditanggung.Salah satunya adalah apabila kedua pasangan suami

Harta Kekayaan Perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah berdasarkan ketentuan Pasal 119 KUH Perdata, apabila calon suami isteri sebelum perkawinan dilangsungkan

Kedua , akibat hukum bagi anak Pasal 28 UUP tetap anak sah dan bagi istri dengan itikad baik, perkawinan tetap mempunyai akibat hukum yang sah bagi suami dan istri.. Apabila

Kesetaraan dan Kepemilikan Harta Bersama Perkawinan Perspektif Hukum Adat Harta perkawinan menurut hukum adat ialah semua harta yang dikuasai suami-istri selama dalam ikatan