PERSEPSI AKUNTAN DAN MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA
Oleh:
Bela Ashari Dosen Pembimbing:
Drs. Nasikin, MM., Ak.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan persepsi antara akuntan dan mahasiswa akuntansi Universitas Brawijaya terhadap kode etik IAI. Analisis didasarkan pada jawaban responden yang diperoleh melalui kuesioner, yang disebarkan di kota Malang. Uji hipotesis menggunakan uji Mann- Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan dan mahasiswa akuntansi terhadap kode etik IAI. Secara keseluruhan semua responden memiliki persepsi positif tentang kode etik, namun akuntan memiliki persepsi yang lebih baik tentang kode etik IAI. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pengalaman antara akuntan dan mahasiswa akuntansi.
Kata kunci: Persepsi, Kode etik, Akuntan, Mahasiswa Akuntansi
ABSTRACT
PERCEPTIONS OF ACCOUNTANTS AND ACCOUNTING STUDENTS ON THE CODE OF COUNDUCT OF INSTITUTE OF INDONESIA
CHARTERED ACCOUNTANTS
By:
Bela Ashari
Advisor:
Drs. Nasikin, MM., Ak.
The purpose of this research is to identify the differences in perception regarding the code of conduct og IAI (Institue of Indonesia Chartered Accountants) between accountants and accounting students of Universitas Brawijaya. The analysis was based on respondents’ responses on the questionnairies distributed in Malang city. The hypotheses were tested using Mann-Whitney test. This study finds a great perceptiondifference regarding IAI’s code of conduct between accountants and the accounting students. In general, both respondent groups have a positive perception, but accountants have a better perception since they are more experienced.
Keywords: Perception, Code of conduct, Accountant, Accounting student
PENDAHALUAN
Di era globalisasi dan kompetitif seperti sekarang ini, persaingan dalam dunia kerja menjadi sangat ketat dan setiap profesi dituntut untuk bekerja secara profesional. Keahlian khusus (hard skill) yang dimiliki oleh setiap profesi adalah suatu keharusan agar mampu bersaing dalam dunia bisnis saat ini. Namun kenyataannya, kemampuan dan keahlian khusus saja tidak mejamin keberhasilan dalam menjalankan suatu profesi. Suatu profesi harus mempunyai etika yang harus ditaati dalam menjalankan profesi tersebut.
Etika profesi berperan sangat penting dalam menunjang suatu profesi. Etika menjadi batasan dan norma standar yang sudah ditetapkan dalam suatu organisasi untuk meningkatkan kualitas jasa yang baik dan mencegah terjadinya kesalahpahaman, konflik, serta penyimpangan oleh orang-orang di bidang profesi tersebut. Dengan berpedoman pada etika profesi, kepercayaan masyarakat terhadap profesi tersebut juga pasti akan meningkat, karena setiap pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan standar kode etik pasti mempunyai tujuan serta pencapaian yang baik, sehingga mempunyai hasil yang baik pula. Kepercayaan dan kualitas jasa yang diberikan suatu profesi menjadi alasan yang mendasari adanya kode etik.
Kelompok-kelompok profesional, seperti akuntan, memiliki kode etik perilaku yang disebut etika profesional. Kode etik tersebut berupaya untuk memastikan standar kompetensi yang tinggi diantara anggota-anggota kelompok, mengatur hubungan mereka, dan meningkatkan serta melindungi citra profesi dan kesejahteraan komunitas profesi (simamora, 2002: 44).
Kode etik profesi disusun sebagai panduan prinsip yang dirancang untuk membantu seorang profesional melakukan tugasnya dengan penuh kejujuran dan integritas yang tinggi. Maka dari itu, kode etik dalam organisasi dapat menggambarkan misi dan nilai dari organisasi tersebut di mata masyarakat.
Oleh karena itu Akuntan berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang dibuat sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara Akuntan dengan klien dan masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Kode etik akuntan ini, membantu para Akuntan untuk mengambil keputusan-keputusan dalam memberikan jasa kepada masyarakat dengan komitmen moral yang tinggi, sehingga dapat terus meningkatkan mutu, reputasi dan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap profesi Akuntan di Indonesia.
Penelitian mengenai etika profesi akuntan ini dilakukan karena dalam melaksanakan pekerjaannya, profesi akuntan memegang peran yang penting dalam masyarakat untuk memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib sehingga harus menerapkan dan memahami kode etik untuk menunjukkan dedikasi dalam mencapai profesionalisme tertinggi. Penelitian ini juga dilakukan kepada mahasiswa jurusan akuntansi karena mereka adalah calon akuntan yang terlebih
dahulu dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan khusus dalam kode etik yang menjadi pegangan dalam mengemban dan melaksanakan profesi akuntan nantinya. Dengan adanya kemauan untuk memahami sedini mungkin dibangku perkuliahan mengenai kode etik profesi akuntan maka akan mengurangi terjadinya pelanggaran etika di Indonesia.
Persepsi perlu diteliti karena sebagai gambaran pemahaman terhadap kode etik profesi. Dengan pengetahuan, pemahaman, serta kemauan yang lebih untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dapat mengurangi berbagai pelanggaran etika (Ludigdo 1999, dalam Arisetyawan, 2010: 5). Peneliti memfokuskan penelitian pada Prinsip-Prinsip Etika dalam Kode Etik Akuntan yaitu, Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Publik, Integritas, Objektivitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, serta Standar Teknis.
Sebagai acuan dari studi ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Dari penelitian Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta (2006) diperoleh hasil, yaitu pertama tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria, mahasiswa akuntansi, dan karyawan bagian akuntansi dengan akuntan wanita, mahaisiswi akuntansi dan karyawan bagian akuntan terhadap etika bisnis dan yang kedua, tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan pria dan mahasiswa akuntansi dengan akuntan wanita dan mahasiswa akuntansi terhadap etika profesi dan terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara karyawan bagian akuntansi pria dengan karyawan bagian akuntansi wanitz terhadap etika profesi.
Marini dan Murtanto (2003) hasil penelitiannya menunjukkan yang pertama, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar Akuntan Pria dan Wanita terhadap etika bisnis dan etika profesi akuntan. Kemudian, terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa dan mahasiswi akuntansi terhadap etika profesi akuntan. Dan terakhir terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa dan mahasiswi akuntansi terhadap etika bisnis.
Ronald Arisetyawan (2010) hasil penelitian yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan persepsi terhadap kode etik akuntan antara mahasiswa akuntansi PPAk dan akuntan publik. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di atas, maka penulis akan memfokuskan penelitian ini yang akan menguji perbedaan persepsi terhadap 8 prinsip-prinsip etika dalam kode etik akuntan antara profesi akuntan yang merupakan praktisi (meliputi akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidik, dan akuntan pemerintahan) dengan mahasiswa jurusan akuntansi sebagai akademisi yang berada di Universitas Brawijaya Malang. Untuk itu berdasarkan penelitian sebelumnya, Maka dari itu penelitian ini diberi judul“Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.”
Rumusan Masalah
Banyaknya masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang melibatkan profesi akuntan, membuat masyarakat memandang negatif peran akuntan. Padahal apabila kode etik akuntan dipahami dan dilaksanakan dengan niat yang baik maka pelanggaran-pelanggaran etika tidak akan terjadi.
Dengan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran penuh untuk menjalankan etika yang sesuai dengan kode etik maka akan mengurangi terjadinya berbagai tindakan pelanggaran etika profesi akuntan. Berdasarkan hal itu, maka dalam penelitian ini masalah yang diangkat adalah:
1. Bagaimana persepsi akuntan terhadap prinsip-prinsip Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia?
2. Bagaimana persepsi mahasiswa jurusan akuntansi terhadap prinsip-prinsip Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia?
3. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara akuntan dan mahasiswa jurusan akuntansi terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia?
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi
Persepsi menurut Ikhsan (2010 :93) adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan sebenarnya. Pada kenyataannya, setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Uraian kenyataan seseorang mungkin jauh berbeda dengan uraian orang lain.
Kamus besar Bahasa Indonesia (1995) mendefinisikan persepsi sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindra. Sementara itu, dalam lingkup yang lebih luas, persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang ditunjukkan oleh pancaindra. Dengan kata lain, persepsi merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu sendiri (pengetahuan-pengetahuan sebelumnya).
Jadi, persepsi dapat diartikan sebagai pemahaman terhadap suatu hal yang didapatkan berdasarkan pengetahuan dan kejadian yang dialaminya, sehinga menciptakan pemahaman yang berbeda-beda satu sama lain.
Persepsi sendiri juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat membentuk persepsi dan kadangkala membiaskan persepsi. Faktor-faktor tersebut dapat terletak pada orang yang mempersepsikannya, obyek atau sasaran yang
dipersepsikan, atau konteks dimana persepsi itu dibuat. Sedangkan karateristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan. (Robhin, Stephen P., 2002: 52) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa. Dengan demikian persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas. (Ikhsan 2010: 94)
Dari beberapa definisi persepsi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi setiap individu mengenai suatu objek atau peristiwa sangat tergantung pada kerangka ruang dan waktu yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor dalam diri seseorang (aspek kognitif) dan faktor dunia luar (aspek stimulas visual). Robbins menjelaskan bahwa persepsi suatu individu terhadap objek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lain terhadap objek yang sama. Fenomena ini menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor.
Etika dan Etika Profesi Etika
Pengertian etika pada hakekatnya adalah merupakan pandangan hidup dan pedoman tentang mana yang baik dan tidak baik atau yang benar dan salah dalam berperilaku dan bertindak sesuai dengan kesadaran manusia. Etika juga merupakan penilaian kualifikasi terhadap perbuatan seseorang (Mertokusumo, 1991: 35).
Etika berasal dari Bahasa Yunani yaitu dari kata ethosyang berarti “karakter”.
Nama lain untuk etika adalah moralitas yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari kata mores yang berarti “kebiasaan”. Moralitas berfokus pada “benar” dan
“salah” dalam perilaku manusia. (Jusup, Al Haryono, 2001: 89).
Etika merupakan peraturan-peraturan yang dirancang untuk mempertahankan suatu profesi pada tingkat yang bermartabat, mengarahkan anggota profesi dalam hubungannya satu dengan yang lain, dan memastikan kepada publik bahwa profesi akan mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi.
Titik tolak yang baik untuk mempertimbangkan etika adalah dengan memeriksa konteks di mana sebagian persoalan etis muncul terhadap hubungan di antara orang-orang. Setiap hubungan di antara dua atau lebih individu menyertakan di dalamnya ekspektasi pihak-pihak yang terlibat (Simamora, 2002: 44).
Etika Profesi
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi. Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia. Etika profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
Prinsip dasar di dalam etika profesi adalah:
1. Tanggung jawab
Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umunya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Prinsip kompetensi, melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan.
4. Prinsip perilaku profesional, berperilaku konsisten dengan reputasi profesi.
5. Prinsip kerahasiaan, menghortmati kerahasiaan informasi.
Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dan klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama.
Peran etika dalam profesi adalah untuk menanamkan nilai-nilai moral dan kode etik yang disepakati bersama sebagai pegangan untuk mengendalikan suatu profesi dengan keahlian khusus yang menuntut profesionalisme dalam mengemban tanggung jawabnya agar bisa memberi kesejahteraan bagi kelompok masyarakat.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan perilaku, etika dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya.
Dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesi (IAI) untuk pertama kalinya menyusun kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia senantiasa mengalami penyempurnaan pada saat berlangsungnya Kongres IAI pada tahun 1986, 1990,
dan 1994. Penyempurnaan terakhir dilakukan ketika berlangsungnya Kongres IAI pada tanggal 23-25 September 1998 di Jakarta. Berdasarkan hasil Kongres IAI tahun 1998 tersebut, Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri atas tiga bagian prinsip etika, aturan etika, dan interpretasi aturan etika (Simamora, 2002:
45-46).
Prinsip etika profesi adalah prinsip yang memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan sebagai landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Kerangka Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia memuat delapan prinsip-prinsip etika (Standar Profesional Akuntan Publik, 2001: 001.14) sebagai berikut:
1. Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pamakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
2. Kepentingan publik
Akuntan sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memang memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, kreditor, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
3. Integritas
Akuntan sebagai seorag profesional, dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Objektivitas
Dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menujukkan objektivitas mereka dalam berbagai situasi.
Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang- orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuia dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan
Akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diterapkan.
7. Perilaku profesional
Akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar teknis
Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang- undangan yang relevan.
METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah Akuntan dan Mahasiswa jurusan akuntansi Universitas Brawijaya Malang. Sedangkan sampel menurut Sugiyono (2011:81) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sehingga sampel merupakan bagian dari populasi yang ada, sehingga didasarkan oleh pertimpangan- pertimbangan yang ada. Dalam teknik pengambilan sampel ini penulis menggunakan teknik sampling purposive. Sugiyono (2011:84) menjelaskan bahwa sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kriteria responden untuk akuntan dalam penelitian ini adalah:
1. Seluruh profesi akuntan, baik yang bekerja sebagai akuntan publik, akuntan intern, akuntan yang bekerja dipemerintahan, maupun akuntan sebagai pendidik yang berada di kota Malang.
2. Telah terdaftar pada Departemen Keuangan dan mempunyai nomor register sebagai akuntan resmi.
Krieria responden untuk mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah:
1. Masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan akuntansi Strata 1 di Universitas Brawijaya.
2. Telah menempuh mata kuliah Auditing dan Teori akuntansi bagi mahasiswa akuntansi Strata 1 (mahasiswa tingkat akhir).
Dalam menentukan jumlah sampel yang akan digunakan peneliti menggunakan pedoman kasar (rules of thums) yang dikemukakan oleh Roscoe dalam Sartika (2006), yaitu:
1. Jumlah sampel yang tepat untuk penelitian adalah 30<n<500.
2. Jika sampel terbagi dalam beberapa subsampel, maka jumlah sampel minimum untuk tiap subsampel adalah 30.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menetapkan jumlah sampel sebanyak 150 eksemplar yang disebar dengan komposisi sebagai berikut:
Untuk Akuntan : 75 responden
Untuk Mahasiswa Akuntansi : 75 responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dasar pengambilan keputusan dengan menggunakan perbandingan antara nilai signifikansi. Jika nilai Sig. < 0,05, maka perbedaannya signifikan dan berarti H3
diterima. Sedangkan Jika nilai Sig. > 0,05 maka perbedaannya tidak signifikan dan berarti H3ditolak.
Tabel 4.17
Uji Mann-Whitney Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi
Variabel Mann-Whitney U Z Sig. Keterangan
Tanggung jawab Profesi 845.5 -4.564 0.000 Berbeda Signifikan Kepentingan Publik 1274 -2.077 0.038 Berbeda Signifikan
Integritas 1037 -3.587 0.000 Berbeda Signifikan
Objektivitas 1252.5 -2.216 0.027 Berbeda Signifikan
Kompetensi dan
Kehati-hatian profesional
1259.5 -2.135 0.033
Berbeda Signifikan
Kerahasiaan 1210.5 -2.440 0.015 Berbeda Signifikan
Perilaku Profesional 1215.5 -2.399 0.016 Berbeda Signifikan
Standar Teknis 1215 -2.397 0.017 Berbeda Signifikan
Sumber : Data primer diolah
Berdasarkan pada Tabel 4.17 didapatkan hasil uji t berpasangan untuk masing–masing variabel sebagai berikut :
a. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Tanggung Jawab Profesi menunjukkan nilai Z hitung sebesar 4,564 dengan nilai sig. sebesar 0,000, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96.Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,000) < 0,05, maka H3diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa tanggung jawab profesi kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
b. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Kepentingan Publik menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2,077 dengan nilai sig. sebesar 0,038l, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96. Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,000) < 0,05, maka H3 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa Kepentingan Publik kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
c. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Integritas menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2,077 dengan nilai sig. sebesar 0,000, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96.Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,000) < 0,05, maka H3diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa Integritas kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
d. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Objektivitas menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2.216 dengan nilai sig. sebesar 0,027, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96.Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,027) < 0,05, maka H3diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa Objektivitas kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
e. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Kompetensi dan Kehati-hatian profesional menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2,135 dengan nilai sig.
sebesar 0,033, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96. Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,033) < 0,05, maka H3
diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi.
Berdasarkan statistik didapatkan bahwa kompetensi dan Kehati-hatian profesional kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
f. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Kerahasiaan menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2,440 dengan nilai sig. sebesar 0,015, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96.Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,015) < 0,05, maka H3diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa Kerahasiaan kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
g. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Perilaku Profesional menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2,399 dengan nilai sig. sebesar 0,016, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96. Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,016) < 0,05, maka H3 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa Perilaku Profesional kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi
h. Hasil uji Mann Whitney untuk variabel Standar Teknis menunjukkan nilai Z hitung sebesar 2,397 dengan nilai sig. sebesar 0,017, sedangkan Z tabel dengan α = 5% sebesar 1,96.Karena Z hitung lebih besar daripada Z tabel atau nilai sig. (0,017) < 0,05, maka H3diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Berdasarkan statistik didapatkan bahwa Standar Teknis kelompok akuntan lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Akuntansi.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif mengenai gambaran umum antara kelompok Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi dapat diketahui bahwa kelompok Akuntan memilik persepsi yang lebih baik terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan dibandingkan dengan Mahasiswa Akuntansi. perbedaannya bisa dilihat dengan rata-rata nilai mean pada kelompok Akuntan dalam semua variabel pertanyaan dalam tabel 4.16 analisis deskripsi. Namun secara keseluruhan semua responden baik kelompok Akuntan dan Mahasiswa Akuntansi memiliki persepsi yang positif terhadap Kode Etik Akuntan. Perbedaan ini tentu saja dikarenakan para Akuntan sudah mempunyai pemahaman dan pengalaman yang lebih banyak dalam
penerapan Kode Etik Akuntan secara langsung dibandingkan dengan Mahasiswa Akuntansi yang belum mempunyai pengalaman sama sekali di bidang tersebut. Pemahaman dan persepsi mahasiswa akuntan terhadap Kode Etik Akuntan ini diharapkan menjadi bekal serta pedoman dalam menjalankan tanggung jawab sebagai akuntan yang sesungguhnya di dunia kerja, sehingga bisa mengharumkan reputasi akuntan dan menjaga profesionalisme sebagai Akuntan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan hasil analisis dengan uji Mann-Whitney di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai persepsi antara Kelompok Akuntan dengan Mahasiswa Akuntansi. Dilihat dari rata-rata nilai mean pada tabel 4.16 Analisis Deskripsi dari Kelompok Akuntan lebih besar dibanding rata-rata nilai mean pada Kelompok Mahasiswa Akuntansi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Akuntan memilik persepsi yang lebih baik mengenai Kode Etik Ikatan Akuntan. Hal ini wajar saja karena kemungkinan dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan pemahaman yang sudah didapatkan oleh Akuntan dalam menerapkan Kode Etik Akuntan selama menjalankan pekerjaannya, sedangkan Mahasiswa Akuntansi masih belum dan akan dipersiapkan untuk profesi akuntan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2006). Metode Penelitian: Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Arisetyawan, Ronald. (2010). “Analisis Persepsi Akuntan Publik dan Mahasiswa Pendidikan Profesi Akuntansi Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indoensia”. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi.
Universitas Dipnegoro: Semarang
Bartens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius
Brooks, Leonard J. (2007). Etika Bisnis dan Profesi, Edisi 5, Penerbit Salemba Empat
Etika Profesi. (2010). Pengertian Etika Profesi. Diambil dari:
http://for7delapan.wordpress.com/2012/06/22/definisi-etika-profesi- menurut-para-ahli/. (Diakses 15 April 2017)
Husein, Umar. (2009). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajawali Pers
IAI. (2016). Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.www.iaiglobal.or.id.
Indiana, Farid Martadi dan Sri Suranta. (2006). “Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akuntansi, dan Karyawan Bagian Akuntansi Dipandang dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi”. Surakarta: Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang
Ikatan Akuntan Indonesia. (2009). Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntan. Komite Evaluasi dan Rekomendasi Pendidikan Profesi Akuntansi Ikatan Akuntan indonesia Kompartemen Akuntan Publik. (2001). Standar
Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat
Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. (2005). Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat: Jakarta
Ikhsan, Arfan Lubis. (2010). Akuntansi Keperilakuan. Salemba Empat: Jakarta Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis
untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPEE
Joseph A., Schmidt., dan Norman T., Sheehan. (2015).“Preparing Accounting Students for Ethical Decision Making: Developing Individual Codes of Conduct Based on Personal Values”.Jurnal. Diambil dari:
www.elsevier.com/locate/jaccedu
Jusup, Al Haryono. (2001). Auditing (Pengauditan). Yogyakarta: STIE YKPN Keraf, A. S. 1998. Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius Ludigdo, Unti. (2007). Paradoks Etika Akuntan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mardalis. 2009. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal). Cetakan 11.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Marini. Dan Murtanto. (2003).“Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta Mahasiswa dan Mahasiswi Akuntansi terhadap Etika Bisnis dan Etika
Profesi Akuntansi”.Jurnal Diambil dari:http://unissula.ac.id/wp- content/uploads/2012/04/poniman.pdf
(Diakses 10 April 2017)
Regar, Moenaf H. (2007). Mengenal Profesi Akuntan dan Memahami Laporannya Robbins, Stephen P. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Edisi 5. Jakarta:
Erlangga
Sihwahjoeni dan M. Gudono. (2000). Persepsi Akuntan terhadap Kode Etik Akuntan. Surabaya: SNA II
Simamora, Henry. (2002). Auditing I. Yogyakarta: UPP AMP YKPN
Singarimbun, M. Dan Sofyan E., (1995). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Utomo, Teguh. (2014). Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
http://teguhutomo60.blogspot.co.id/2014/12/kode-etik-ikatan-akuntansi- indonesia.html. Diakses 04 Mei 2017.
Ward, Suzanne Dinac, D.R. Ward dan A.B. Deck. (1993). Certified Publics Accountants; Ethical Perception Skill and Attitudes on Ethics Education, Journal of Business Ethics 12 : 600-610
Yatimin, Abdullah, M. (2006). Pengantar Studi Etika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada