• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana Oktober 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana Oktober 2015"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA

RIGHT TO NATURAL RESOURCES SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA: BELAJAR DARI PEMBERIAN RIGHT

TO NATURAL RESOURCES BAGI SUKU NAVAJO INDIAN DI AMERIKA SERIKAT

TIM PENGUSUL

1. MADE SUKSMA PRIJANDHINI DEVI SALAIN.,SH.,MH.,LLM (Ketua) NIP. 198204032005012002

2.I GUSTI NGURAH PARIKESIT WIDIATEDJA,SH.,M.Hum.,LLM.

NIP. 198103212008121002

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA OKTOBER 2015

Bidang Ilmu: Hukum

(2)
(3)

HALAMAN PENGESAHAN I'ENELITIAN DOSEN MUDA

a.

b.

c.

d.

a.

b.

d.

e.

f.

Judul Penclitian

Bidang IImu Ketua Peneliti

e.

Pengalamanpenelitian

f.

Program Studi/Jurusan

g.

Fakultas

h.

Alamat Rumah / HP

i.

E-mail

Jumlah Tim Peneliti Pembimbing

g,

Fakultas Lokasi Penelitian Kerjapama fiika ada)

a.

Nama Instansi

b.

Alamat

Jangka waktu penelitian Biaya Penelitian

Mengetahui, Nama lengkap dengan gelar NTPNIDN

PangkaVGol

Jabatan Fun gs ional/Stuktural

Nama lengkap dengan gelar NIPAIIDN

Pangkat/Gol Jabatan Fungsional Pengalaman penelitian Program Studi/Jurusan

Right To Nalurol Resources Sebagai Bentuk Pcrlindungan Hukum Bagi Masyarakat Adat Di Indonesia: Belajar Dari Pemberian Right To Naturol Resources Bagi Suku Navajo Indion di Amerika Serikat

Ilmu ltrukunr

Made Suksrna PrijandhiniDevi Salain, SH., MH., LLM

r 982040320 050 12A021 A00304ri20 r

lll/b / Penata Muda Tk.l Asisten Ahli

( It' r I um pir du I t tm (' V\

Ilrrtu I Iukurn Hukum

Jl. WR. Supratman No. 179 Denpasar/081353661722

su ksrnadcv i (r) gm a i l. conr 2 (Dua) orang

Prof.Dr, Ida [3agus Wyasa Putra, SI{., M.}{um 19620131r98803r003

Pcnrbina'f ingkat I/lVb (luru Bcser

(terlumpir dalutn Cl)

llmu ['{Lrkurn I Iuku rn

I'ror irrsi

Illli

6 lenanrl bulan

Ifp. 9.000.000,- (Sembilan Juta Rupiah )

l)enpasar, 13 Oktober 201 5

Ketua Peneliti,

Made Suksma PrijandhiniDS, SH., MH., LLM NrP. 19820403 200501 2 002

Universitas Udayana

Wairocana, SH., ry

'dJg Ketua Bagian Hukum Internasional

lda Bagus EIfuin Ranawijaya, SH., MfJ NIP. 19730220200312 1 001

I 98003 I 004

MI_I

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI....

RINGKASAN...

JUDUL PENELITIAN...

BAB I PENDAHULUAN.

l.l.Latar Belakang.

1.2. Permasalahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Right to Natural Resources bagi Masyarakat Adat dalam Konvensi Internasional...

2.2.Kerangka Teori.

2.2.1. Teoi Justice as Fairness dalam Menganalisis Tujuan Pemberian Right to Natural Resources bagi Masyarakat Hukum Adat.

2.2.2. Teori Perlindungan Hukum dalam Menganalisis Urgensi Pemberian Right to Natural Resources bagi Masyarakat Adat.

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.

3. 1. Tujuan Penelitian.

3 .2. Mar:f,aat Penelitian.

BAB IV METODE PENELITIAN...

4.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan.. . .

4.2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum.

4.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.

4.4. Metode Analisis Bahan Hukum.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.

5.1. Pengaturan Right to Natural Resources Bagi Masyarakat Hukum Adat di Indonesia.

5.2. Pengaturan Right to Natural Resources Bagi Suku Navojo Indian di Amerika Serikat.

5.2.1. Eksistensi Suku NavaTo Indian di Amerika

Serikat.

.. . .:... ....

Hal

i iii

I I I

4 5 5 7

7

9

t2 t2 t2 t3

13

l5 t6 t7

18 18 20 20

(5)

5.2.2.1. Peraturan Masyarakat AdatNavajo

Indian.

22

5.2.2.2. Right to Equitable Benefit Sharing dan Accountabilityfor

Breach.

24

5.3. Model Pemberian Right to Natural Resources Bagi Komunitas Masyarakat Adat di

Indonesia...

25

5.3.1. Model Kewenangan dalam Mengeluarkan Peraturan. ..

.

25

5.3.2. Model Pembagian Keuntungan yang Adil atas Sumber Daya

Alam.

26

BAB VI

KESIMPULAN.

29

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(6)

Bidang Ilmu: Hukum

LAPORAN AKHIR

HIBAH PEN-ELITIAN DOSEN MUDA

RIGHT TO NATURAL RESOURCES SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA: BELAJAR DARI PEMBERIAJI RIGHT

TO NATARAL RESOARCE,S BAGI SUKU NAVAJO INDIANDI AMERIKA SERIKAT

TIM PENGUST'L

1. MADE SUKSMA

PRIJAITDHIMEYI

SALAIN.,SH.,MIT.,LLM (Ketua) h[IP. 198204032005012002

2.I GUSTI NGURAH PARIIGSIT WIDIATEDJA,SH.,II{.Hum.,LLM.

N[IP. 1 981 03 21200812fiA2

PROGRAM

STUDI

ILMU HUKTIM FAKULTAS IIT'KUM

I]NIVERSITAS UDAYANA

OKTOBER

2015

(7)

1 JUDUL PENELITIAN

RIGHT TO NATURAL RESOURCES SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA: BELAJAR DARI PEMBERIAN RIGHT TO NATURAL RESOURCES BAGI SUKU NAVAJO INDIAN DI AMERIKA SERIKAT

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada hakekatnya, masyarakat adat mempunyai hak untuk memiliki, mengelola, dan mengontrol sumber daya alam yang berada di wilayah territorialnya.1 Meskipun pengakuan ini telah secara eksplisit tertuang dalam beberapa perjanjian internasional, pengakuan tersebut membutuhkan pengaturan yang lebih jelas dan tegas di sebagian besar negara. Dalam era globalisasi, timbul suatu paradoks dengan munculnya eksploitasi ekonomi dan ekstraksi agresif dari sumber daya alam di tanah masyarakat adat dengan mengabaikan prinsip partisipatif dan pembagian keuntungan yang adil dan merata.2 Salah satu kelemahan mendasar yang mengakibatkan ketidakadilan ini terjadi adalah kurangnya kemampuan masyarakat adat untuk mengatur atau mengelola sendiri (self-govern) urusan mereka di dalam wilayahnya.3

Di Indonesia sejak era kolonial hingga kini, proses diskursif mengenai masyarakat adat menimbulkan pola hubungan yang tidak seimbang dimana satu pihak berada di posisi yang superior (Negara dan masyarakat modern) sementara kelompok lainnya berada di posisi inferior (Masyarakat adat), khususnya dalam pemanfaatan sumber daya alam.4 Realitas kesenjangan ini terjadi tatkala Negara atau pemerintah tidak mengakui hak-hak masyarakat adat atas tanah,

1 S. James Anaya, International Human Rights and Indigenous Peoples, Elective Series, (New York:Aspen Publisher, 2009), p.1

2 Jide James-Eluyod, Collective Rights to Lands and Resources: Exploring the Comparative Natural Resource Revenue Allocation Model of Native American Tribes and Indigenous African Tribes, The Arizona Journal of International Law and Comparative Law, Vol. 29 (2012), p.177.

3 Eric Lemont, Developing Effective Process of American Indian Constitutional and Governmental Reform: Lessons from the Cherokee Nation of Oklahoma, Hualapai Nation,Navajo Nation, and Northern Cheyenne Tribe, The American Indian Law Review, Vol. 26.(2002), p.155.

4Steny, Bernadinus, Politik Pengakuan Masyarakat Adat atas Tanah dan Sumber Daya Alam: Dari Hindia Be landa hingga Indonesia Merdeka dalam Sulistyowati Irianto, Hukum yang Bergerak: Tinjauan Antropologi Hukum. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2009),hlm.34.

(8)

2 wilayah, dan sumber daya alam.5 Tidak kalah pentingnya, proses pendefinisian dan pemaknaan terhadap masyarakat adat yang dilakukan pemerintah melalui serangkaian aturan hukum justru membatasi ruang gerak mereka. Di sisi lain, pemerintah justru membuka peluang bagi timbunya sejumlah kekerasan dan perampasan hak-hak masyarakat adat yang justru mengancam eksistensi masyarakat adat itu sendiri.6

Konflik diantara pemerintah dan pemilik modal dengan masyarakat adat dalam pemanfaatan sumber daya alam menjadi realitas yang tidak dapat dihindarkan dari pola relasi yang tidak seimbang bagi masyarakat adat. Bahkan beberapa konflik belum terselesaikan secara tuntas hingga saat ini. Sebagai contoh, kasus yang melibatkan PT Freeport McMoran Indonesia dengan Suku Amungme dan Komoro, dimana konsesi pertambangan diberikan di atas wilayah adat yang justru berakhir pada pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat. Sejumlah pelanggaran tersebut terkualifikasi sebagai pelanggaran hak asasi manusia seperti; pelanggaran hak atas kepemilikan, hak atas makanan dan gizi yang mencukupi, hak terhadap standar hidup yang layak.7

Tak hanya kasus yang terjadi di Papua diatas, di daerah lain juga terdapat konflik yang berakar pada ketidakseimbangan pola relasi antara pemerintah, pemilik modal dengan masyarakat adat. Sebagai contoh, konflik Masyarakat Adat Moronene, Sulawesi Tenggara dengan Pengelola Taman Nasional Opa Watumohai pada Kawasan Konservasi,8 Konflik Masyarakat Adat Peminggir, Lampung atas pengelolaan Hutan Lindung,9 dan Konflik Masyarakat Adat Bunaken, Sulawesi Utara atas pengelolaan Taman Laut Bunaken.10 Di Provinsi Bali, pertumbuhan industri pariwisata yang tak terkendali telah menimbulkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan kawasan industri pariwisata. Kondisi ini tentu menimbulkan kerugian

5 Rafael Edy Bosko, Hak-Hak Masyarakat Adat Dalam Konteks Pengelolaan Sumber Daya Alam, (Jakarta:Elsam, 2006), hlm.78-82

6 Sebagai contoh, sejak pihak swasta asing, dalam negeri dan BUMN memperoleh kesempatan dalam pemanfaatan hutan dalam bentuk HPH, HPHH, HTI, masyarakat di sekitar dan di dalam hutan, khususnya masyarakat hukum adat dirugikan dalam pemanfaatan hutan karena hutan adat dianggap “milik” nasional sehingga terjadilah ekploitasi hutan berlebihan, penebangan ilegal, serta konflik dengan masyarakat hukum adat yang berkepanjangan atas pemilikan dan penasionalan manfaat hutan adat didalam wilayah adat.

7 Rafael Edy Bosko, op.cit., h. 99.

8 Bediona Philipus, dkk. Penduduk Asli dan Pengelolaan Taman Nasional: Kasus Orang Moronene Buton Sulawesi Selatan, Menuju Pengelolaan Kawasan Lindung yang Lebih Manusiawi, (Jakarta:P3AE-UI &

ELSAM, 1999), hlm.27

9 Kusworo A, Pengusiran Penduduk Dari Kawasan Hutan di Lampung, (Watala:ICRAF-ORSTOM Pustaka Latin, 2000),hlm112.

10 Ruwiastuti R. Maria”Pengakuan Hak Ulayat: Antara Harapan dan Kenyatan, Makalah disampaikan pada Roundtable Discussion yang diselengarakan bersama-sama antara Elsam-PKPM Unika Atma Jaya dan KPA, Jakarta, 13 Juli 1999, hlm.32.

(9)

3 yang cukup signifikan bagi masyarakat adat yang umumnya memanfaatkan tanah pertanian yang berada diwilayahnya untuk menopang kehidupan perekonomiannya.11

Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, suku asli Amerika, termasuk Navajo Indian, memiliki ruang partisipasi yang luas dalam menangani isu-isu tentang eksploitasi, manajemen, dan distribusi sumber daya alam yang ditemukan di wilayah mereka.12 Mereka diberikan kewenangan untuk menetapkan beberapa kebijakan dalam mempertahankan kontrol atas sumber daya alam mereka.13 Selain itu, mereka diberikan keleluasaan dalam menentukan mekanisme atau prosedur yang bertujuan untuk menjaga dan menjamin standar kualitas lingkungan di wilayah mereka.14 Di sisi lain, pemerintah federal bertindak sebagai wali dari masyarakat adat tersebut.15 Oleh karenanya, peran ini mengharuskan pemerintah federal untuk menjamin pengelolaan yang adil dalam pemanfaatan sumber daya alam yang terletak di wilayah masyarakat adat. 16

Dengan ketiadaan pemberian hak atas pemanfaatan alam bagi masyarakat adat akan berpotensi mengancam eksistensi masyarakat adat tersebut. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi sejumlah pelanggaran-pelanggaran yang menghilangkan hak masyarakat adat untuk hidup secara layak, menentukan nasibnya sendiri, dan menjalankan aktivitas-aktivitas kebudayaan yang menjadi salah satu ciri pembeda dari masyarakat adat tersebut. Oleh karena itu, pemerintah patut mempertegas pengaturan pengelolaan sumber daya alam dengan memberikan right to Natural Resources bagi masyarakat adat. Perumusan pengaturan ini sudah barang tentu mengacu kepada aturan-aturan hukum yang bersifat internasional dan praktek-praktek Negara lain yang telah memberikan right to natural resources bagi masyarakat adat.

11 Jan Hendrik Peters dan Wisnu Wardhana, Discovering the Spirit of Bali dalam Michael Gerbert Faure (ed).

Sustainable Tourism and Law, (The Hague: Eleven International Publishing, 2014), hlm. 31.

Lihat juga R. Butler dan T.Hinch, Tourism and Indigenous Peoples: Issues and Implications, (Elsevier, Qxford, 2007), hlm. 2.

12 Eluyod,op.cit., p. 181

13 Mark Allen, Native American Control of Tribal Natural Resource Development in the Context of the Federal Trust and Tribal Self-Determination, The British Columbia Environmental Law Review, Vol. 16 (1989), hlm.

857.

14 S. James Anaya & Robert A. Williams, Jr., The Protection of Indigenous Peoples’ Rights over Lands and Natural Resources Under the Inter-American Human Rights System, The Harvard Human Rights Journal, Vol. 14 (2001), hlm. 33.

15 Janice Aitken, The Trust Doctrine in Federal Indian Law: A Look at Its Development and at How Its Analysis Under Social Contract Theory Might Expand Its Scope, The Northern Illinois University Law Review, Vol. 18 (1997), hlm. 115.

16 Kevin Gover, An Indian Trust for the Twenty-First Century, The Natural Resources Journal, Vol. 46 (2006), hlm. 317-340.

(10)

4 Sejalan dengan realitas di atas, maka penelitian ini mengambil judulRight to Natural Resources sebagai Bentuk Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Adat di Indonesia:

Belajar dari Pemberian Right to Natural Resources bagi Suku Navajo Indian di Amerika Serikat. Pada langkah pertama, penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis sejumlah peraturan nasional dan daerah yang mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam dan kontribusinya bagi masyarakat adat sekitar. Selanjutnya, penelitian ini akan menjelaskan praktek pemerintah federal Amerika Serikat dalam pemberian right to natural resources untuk Suku Navajo Indian sebagai bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat adat. Sebagai pamungkas, penelitian ini berupaya merumuskan pola pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat di Indonesia setelah terlebih dahulu mempelajari pola pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat yang dilakukan oleh Pemerintah Federal Amerika Serikat.

1.2 Permasalahan

Dalam menganalisis Right to Natural Resources sebagai Bentuk Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Adat di Indonesia: Belajar dari Pemberian Right to Natural Resources bagi Suku Navajo Indian di Amerika Serikat, terdapat tiga permasalahan pokok meliputi:

1. Bagaimanakah pengaturan Right to Natural Resources bagi masyarakat adat di Indonesia dan Amerika Serikat?

2. Dengan mempelajari Right to Natural Resources bagi Suku Navajo Indian, bagaimanakah model pemberian Right to Natural Resources harus diberikan kepada komunitas masyarakat adat di Indonesia?

(11)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Right to Natural Resources bagi Masyarakat Adat dalam Konvensi Internasional

Organisasi Perburuhan Internasional atau the International Labor Organization (ILO) Konvensi No. 16917 dan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat atau the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) tahun 200718 telah secara tegas mengakui hak-hak dari masyarakat adat yang mencakup hak-hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang mereka warisi. dan untuk melaksanakan kontrol dan administrasi atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam mereka.19 Hak-hak ini merupakan kelanjutan dari pemberian pengakuan atas hak untuk menentukan nasib sendiri (self determination). Hak ini memberikan kebebasan bagi semua orang untuk menentukan status politik dan mengejar pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya, yang mencakup kebebasan untuk mengelola kekayaan dan sumber daya alam.20

Menurut Konvensi ILO No. 169, hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam yang berkaitan dengan tanah dan wilayah mereka harus mendapatkan pengakuan yang tegas.21Secara khusus, hak-hak ini harus mencakup hak masyarakat adat untuk ikut serta dalam penggunaan, pengelolaan, dan konservasi sumber daya alam di wilayah mereka.22

Sementara itu, Pasal 26 UNDRIP dengan tegas menyatakan:

1. Indigenous groups have the right to the lands, territories and resources that they have traditionally owned, occupied or otherwise used or acquired.

2. Indigenous groups have the right to own, use, develop and control the lands, territories and resources that they possess by reason of traditional ownership or other traditional occupation or use, as well as those which they have otherwise acquired, and;

17 International Labour Organisation, Indigenous and Tribal Peoples Convention, 1989, No. 169

18 Declaration on the Rights of Indigenous Peoples, G.A. Res. 61/295, U.N. Doc. A/RES/61/295, 2007 [hereinafter UNDRIP].

19 United Nations Department of Economic and Social Affairs, State of The World’s Indigenous People, U.N. Doc.

ST/ESA/328, U.N. Sales No. 09.Vol.13 (2009), p.86

20 International Covenant on Civil and Political Rights, G.A. Res. 2200 (XXI) A, U.N.Doc.A/RES/220(XXI) (Dec.

16, 1966); International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, G.A. Res. 2200 (XXI) A, U.N.Doc.A/RES/220(XXI) (Dec. 16, 1966)

21 ILO Convention op.cit, pasal. 15(1)

22 Ibid.

(12)

6 3. States shall give legal recognition and protection to these lands, territories and resources. Such recognition shall be conducted with due respect to the customs, traditions and land tenure systems of the indigenous peoples concerned.23

Selain kedua konvensi internasional diatas, beberapa konvensi dan komitmen internasional juga memberikan perhatian khusus bagi keberadaan masyarakat adat khususnya dalam pemberian right to natural resources. Pasal 22 Deklarasi Rio 1992 memberikan perhatian yang lebih serius terkait pengakuan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat dengan memberikan perlakuan yang lebih adil bagi mereka.24 Selanjutnya Resolution of World Conservation Strategy, Caring for the Earth pada 1991, menyetujui peran khusus masyarakat adat dalam menjaga sumber daya alam.25

Sementara itu, Resolution of General assembly of World Conservation Union (IUCN), secara aklamasi mendukung hak-hak masyarakat adat yang meliputi hak untuk memanfaatkan sumber aya alam secara bijaksana berdasarkan kebiasaan yang telah berlangsung turun temurun.26 Selanjutnya dalam IUCN Working Group on Community Involvement in Forest Management pada tahun 1996, telah merekomendasikan agar regenerasi hutan secara natural yang terintegrasi dalam sistem pengelolaan hutan oleh masyarakat adat harus diakui sebagai alternatif cara pemulihan hutan.27

Dalam International Tropical Timber Agreement pada 1994, dinyatakan bahwa aktivitas pengelolan hutan harus memperhatikan kepentingan masyarakat adat yang hidupnya bergantung pada pemanfaatan hutan.28 Tidak kalah pentingnya, Convention on Biological Diversity tahun 1992 telah mengakui pentingnya perlindungan terhadap hak hak atas kekayaan intelektual dari masyarakat adat.29 Perserikatan Bangsa-bangsa juga memberikan perhatiannya. Melalui United Nations Declaration and Programme of Action to Combat Racism and Racial Discrimination di 1978, dinyatakan bahwa masyarakat adat memiliki hak untuk memelihara struktur ekonomi

23 UNDRIP, op.cit, h. 26.

24 Rio Declaration on Environment and Development 1992, Pasal 21

25 Resolution of World Conservation Strategy, Caring for the Earth 1991.

26 Resolution of 18th General assembly of World Conservation Union, IUCN,Perth, Australia,1990.

27IUCN Working Group on Community Involvement in Forest Management 1996.

28 International Tropical Timber Agreement 1994.

29 Convention on Biological Diversity 1992

(13)

7 tradisional dan budaya mereka, serta hubungan khusus dengan tanah dan sumber daya alam yang tidak boleh dipisahkan dari mereka.30

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dalam National Forestry Action Plan menyatakan bahwa proses perencanaan pemanfaatan hutan harus melibatkan partisipasi masyarakat adat. Selain itu, masyarakat adat yang tinggal di dalam hutan harus dilihat sebagai bagian integral dari ekosistem.31 Sebagai pamungkas, hasil deklarasi International Alliance of Indigenous-Tribal Peoples of the Tropical Forest pada tahun 1996 menyatakan bahwa program konservasi lingkungan harus dilakukan secara berkelanjutan sebagai sarana dalam mempertahankan eksitensi masyarakat adat. Selain itu, konservasi lingkungan dapat membantu meningkatkan pengembangan swadaya dan mendapatkan hubungan yang saling menguntungkan berdasar atas keterbukaan dan akuntabilitas.32

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Teori Justice as Fairness dalam Menganalisis Tujuan Pemberian Right to Natural Resources bagi Masyarakat Adat

Teori Justice as Fairness ini akan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisis tujuan dari pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat di Indonesia. John Rawls dengan tegas menyatakan suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.33Pada konteks ini, Rawls menyebut “Justice as fairness”

yang ditandai dengan adanya prinsip rasionalitas, kebebasan dan kesamaan.34

Berangkat dari pemahaman di atas, diperlukan prinsip-prinsip keadilan yang lebih mengutamakan asas hak daripada asas manfaat. Lebih lanjut Rawls35 merumuskan dua prinsip keadilan distributif, sebagai berikut:

30 United Nations Declaration and Programme of Action to Combat Racism and Racial Discrimination 1978.

31 Food and Agriculture Organization (FAO),National Forestry Action Programmes as tools for sustainable forest development, 1999.

32 International Alliance of Indigenous-Tribal Peoples of the Tropical Forest 1996.

33 John Rawls. A Theory Of Justice. (Massachusetts: The Belknap Press of Harvard University Press of Cambride, 1999), hlm .10.

34 Andre Ata Ujan. Keadilan dan Demokrasi (Telaah Filsafat Politik John Rawls). (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm.71

35 John Rawls. Op.Cit. h. 107

(14)

8 1. The Greatest Equal Principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak asasi) yang harus dimiliki semua orang. Hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (prinsip kesamaan dasar).

2. Ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diperhatikan asas atau prinsip berikut:

a. The different principle

b. The principle of fair equality of opportunity

Keadilan harus dipahami sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati pelbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keuntungan tersebut juga harus membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan prospek hidupnya..

Menarik untuk diperhatikan adalah bahwa konsep kesamaan menurut Rawls harus dipahami sebagai “kesetaraan kedudukan dan hak” bukan dalam arti “kesamaan hasil” yang dapat diperoleh semua orang. Bagi Rawls, kesamaan hasil bukanlah suatu alasan untuk membenarkan sebuah prosedur. Keadilan sebagai fairness atau sebagai pure procedure justice tidak menuntut setiap orang yang terlibat dan menempuh prosedur yang sama juga harus mendapatkan hasil yang sama. Sebaliknya, hasil prosedur yang fair itu harus diterima sebagai adil, juga apabila setiap orang tidak mendapat hasil yang sama. Terkait dengan hal demikian, konsep keadilan yang lahir dari suatu prosedur yang diterima oleh semua pihak juga harus diterima sebagai konsep yang pantas berlaku untuk umum.36

Keadilan ini akan selalu bergandengan dengan kepatutan. Di mana kepatutan ini sangat diperlukan untuk melengkapi berlakunya keadilan. Menurut Aristoteles37 “epieikeia” (equity;

billijkheid; kepatutan) merupakan penjaga dari pelaksanaan undang-undang, karena equity terletak diluar undang-undang (hukum) yang menuntut keadilan dalam keadaan dan situasi tertentu. Equity merupakan gagasan fairness dalam pelaksanaan hukum, dengan demikian memberi peluang untuk penilaian yang melengkapi sifat umum dari undang-undang. G.W. Paton menegaskan bahwa equity dalam pelaksanaannya tidak berlawanan dengan hukum, bahkan

36 Andre Ata Ujan. Op.Cit. hlm. 45

37 Ibid. hlm. 9

(15)

9 pengaruhnya semakin kuat dalam penyelesaian sengketa ketika aspek hukum tidak mengaturnya.38

Equity tidak bermaksud untuk mengubah atau mengurangi keadilan, melainkan sebatas memberikan koreksi dan atau melengkapi dalam keadaan individu tertentu, kondisi serta kasus tertentu. Eksistensi equity sebagai pelengkap keadilan, dalam praktik telah banyak dikembangkan, terutama melalui keputusan-keputusan pengadilan. Hal ini disebabkan equity sangat mempertimbangkan aspek-aspek penting yang melingkupi suatu kasus, yaitu: Itikad baik, maksud para mitra, dan situasi atau keadaan-keadaan. 39

Pada konteks pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat, hak untuk mengelola sumber daya alam sesungguhnya merefleksikan adanya kesempatan yang sama untuk menikmati haknya itu dan menghindari ketidakadilan. Keadilan menuntut agar ketidakadilan ditiadakan, agar setiap orang diperlakukan menurut hak-haknya, dan agar tidak ada perbedaan yang sewenang-wenang dalam memperlakukan anggota-anggota masyarakat.40 Menurut Rawls, keadilan harus mampu memberikan kesempatan yang fair serta hak yang sama bagi semua anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap proses pengambilan keputusan politik dan ekonomi.41 Teori Rawls ini sesungguhnya sejalan dengan sila kelima Pancasila yang menyatakan

“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Spirit inilah yang harus menjiwai pengakuan dan pemenuhan hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk untuk melindungi dari hal-hal yang mengancam kebebasan untuk melaksanakan hak tersebut.

2.2.2 Teori Perlindungan Hukum Dalam Menganalisis Urgensi Pemberian Right to Natural Resources bagi Masyarakat Adat.

Perlindungan hukum menurut Hadjon meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat meliputi:42

1. Perlindungan Hukum Preventif : dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif

38 George White Paton. A Text Book Of Jurisprudence. (Oxford:Oxford University Press, 1969), hlm. 57

39 O.Notoamidjojo. Op.Cit. h. 27

40 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 90.

41 John Rawls, A Theory of Justice, op.cit., hlm. 228

42 M. Philippus Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya:Bina Ilmu, Surabaya, 1988) hlm.1

(16)

10 2. Perlindungan Hukum Represif; dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.

Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Adapun elemen dan ciri-ciri Negara Hukum Pancasila ialah:43

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan.

2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara

3. Prinsip penyelesian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir.

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan elemen-elemen tersebut, perlindungan hukum bagi rakyat terhadap pemerintah diarahkan kepada:44

1. Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa atau sedapat mungkin mengurangi terjadinya sengketa, dalam hubungan ini sarana perlindungan hukum preventif patut diutamakan daripada sarana perlindungan represif.

2. Usaha-usaha untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat dengan cara musyawarah.

3. Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan terakhir, peradilan hendaklah merupakan ultimum remedium dan peradilan bukan forum konfrontasi sehingga peradilan harus mencerminkan suasana damai dan tentram terutama melalui hubungan acaranya.

Terkait dengan adanya pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat, secara preventif, Negara memiliki kewajiban untuk mengantisipasi dan mencegah tindakan-tindakan yang akan merugikan hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebagai contoh, pengusiran paksa masyarakat adat dari wilayah yang telah ditempati secara turun temurun hanya karena wilayah tersebut akan diberikan ijin HPH. Disamping itu, setiap tahapan pengelolaan sumber daya alam, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, harus mengikutsertakan pendapat atau aspirasi dari masyarakat adat. Sementara itu secara represif, pemerintah wajib menyediakan pola penyelesaian sengketa yang independen dan tidak

43 Ibid, hlm.90

44 Ibid

(17)

11 memihak apabila hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam telah dilanggar oleh suatu pihak tertentu.

(18)

12 BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan

Pada langkah pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis sejumlah peraturan nasional dan daerah yang mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam dan kontribusinya bagi masyarakat adat sekitar. Kedua, penelitian ini bertujuan menjelaskan praktek pemerintah federal Amerika Serikat dalam pemberian right to natural resources untuk Suku Navajo Indian sebagai bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat adat. Ketiga, penelitian ini bertujuan merumuskan pola pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat di Indonesia setelah terlebih dahulu mempelajari pola pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat yang dilakukan oleh Pemerintah Federal Amerika Serikat.

3.2 Manfaat

Terdapat beberapa manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini. Bagi masyarakat adat, penelitian ini akan memberikan pengetahuan dan informasi yang berharga terkait pengaturan Right to Natural Resources bagi masyarakat adat di Indonesia. Selain itu, mereka pun akan dapat membandingkan bagaimanakah Right to Natural Resources diberikan oleh Pemerintah Federal Amerika Serikat kepada suku Navajo Indian. Bagi pemerintah, penelitian ini akan bermanfaat dalam membantu pemerintah dalam merumuskan model model pemberian Right to Natural Resources yang tepat kepada komunitas masyarakat adat di Indonesia, dengan merujuk pada Right to Natural Resources bagi Suku Navajo Indian di Amerika Serikat.

(19)

13 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Secara umum penelitian yang diambil disini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan- perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.

Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut sebagai penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap asas- asas hukum, sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum.45 Sementara itu, Peter Mahmud Marzuki merumuskan penelitian hukum sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.46

Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis tata hukum positif untuk memahami ius constitutum yang dalam konteks ini adalah konstruksi pengaturan right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam secara internasional maupun nasional. Tidak hanya itu, penelitian ini juga merupakan penelitian dalam asas-asas hukum untuk menemukan ius constituendum yang dalam penelitian ini akan merekomendasikan adanya suatu pengaturan yang tegas terkait pengakuan right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam setelah mempelajari beberapa konvensi internasional dan studi komparatif dengan praktek pemberian right to natural resources oleh Pemerintah Federal Amerika Serikat kepada suku Navajo Indian.

Terkait dengan metode pendekatan, Peter Mahmud Marzuki menguraikan pendekatan- pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum meliputi:47

a. Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

45 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.12.

46 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, (Jakarta : Kencana, 2008). hlm. 29

47 Ibid, hlm.93.

(20)

14 b. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap.

c. Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.

d. Pendekatan komparatif pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan undang- undang suatu negara dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama.

e. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

Penelitian ini akan menggunakan beberapa metode pendekatan. Pertama pendekatan undang-undang dimana penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaturan right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam. Proses ini melibatkan pengaturan yang berdimensi internasional yang tertuang dalam beberapa konvensi internasional dan pengaturan yang berdimensi nasional yang tertuang dalam undang-undang di Indonesia dan Amerika Serikat.

Selanjutnya, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus mengingat penelitian ini akan menggunakan beberapa yurisprudensi dari Mahkamah Agung Amerika Serikat yang telah memiliki kekuatan hukum mengikat, khususnya dalam memaparkan posisi, kewenangan, dan hubungan hirarki dari suku Navajo Indian di Amerika Serikat.

Kemudian, penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif karena dalam memformulasikan pengaturan right to natural resurces bagi masyarakat adat di Indonesia, mengacu kepada pengaturan right to natural resources bagi suku Navajo Indian di Amerika Serikat. Amerika Serikat dipilih sebagai obyek perbandingan mengingat praktek pemberian right to natural resources telah dijalankan sejak akhir tahun 1800-an dan suku Navajo Indian merupakan salah satu komunitas adat terbesar di dunia yang masih eksis hingga saat ini. Selain itu, pemberian right to natural resources telah dikuatkan oleh keputusan pengadilan (mahkamah agung) sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat sejalan dengan prinsip binding force of precedent dalam konstruksi adversarial legalism di Amerika Serikat.

Pada akhirnya, penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual karena menganalisis konsep-konsep dan doktrin-doktrin tentang keadilan sebagai dasar tujuan

(21)

15 pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat dan diskursus perlindungan hukum baik secara preventif dan represif dalam menjelaskan urgensi pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat.

4.2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah jenis data sekunder yang dalam penelitian ini dijadikan bahan utama.48 Data ini diperoleh dari sumber kepustakaan. Macam data hukum dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer: yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam, baik yang berdimensi internasional dan nasional meliputi:

1. International Labour Organisation, Indigenous and Tribal Peoples Convention, 1989.

2. Declaration on the Rights of Indigenous Peoples 2007.

3. International Covenant on Civil and Political Rights, 1966.

4. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,1966.

5. Rio Declaration on Environment and Development 1992.

6. Resolution of World Conservation Strategy, Caring for the Earth 1991.

7. Resolution of 18th General assembly of World Conservation Union, 1990.

8. International Tropical Timber Agreement 1994.

9. Convention on Biological Diversity 1992

10. Navajo Nation Air Pollution Prevention and Control Act

11. Navajo Nation Water Code

12. Navajo Nation Solid Waste Act

13. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

14. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

15. Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

16. Undnag-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

17. Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

48 Soejono dan H. Abdurahman, op.cit., h.57

(22)

16 18. Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

19. Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

b. Bahan hukum sekunder: yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisis dan pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas: 49

1. Penjelasan dari konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan hukum primer;

2. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam;

3. Hasil-hasil penelitian khususnya tentang konflik-konflik pemerintah, pemilik modal dan masyarakat adat yang sebelumnya pernah terjadi;

4. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis;

5. Artikel atau tulisan dari para ahli;

6. Sarana elektronika (westlaw, bloomberg law dan lexisnexis) yang sangat membantu proses pencarian bahan hukum primer dan sekunder.

c. Bahan hukum tersier: bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu: 50

1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Hukum

3. Kamus Ilmiah Populer 4.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan cara menggali kerangka normatif menggunakan buku-buku yang membahas tentang right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

a. Bahan Hukum Primer didapat dengan cara:

Mempelajari ketentuan-ketentuan hukum terkait pengaturan pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat berdasarkan pada sejumlah konvensi internasional

49 S. Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta :Raja Grafindo Persada,2003) hlm.23

50 Ibid, hlm.56

(23)

17 dan praktek Pemerintah Federal Amerika Serikat yang telah memberikan right to natural resources bagi suku Navajo Indian.

b. Bahan Hukum Sekunder didapat dengan cara:

1. Mengutip penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan

2. Menelusuri pendapat para ahli hukum dan para ahli yang berkompeten dalam penelitian penulis yang ada di buku-buku pustaka.

3. Melakukan akses di internet atau tulisan artikel yang berkaitan.

4.4. Metode Analisis Bahan Hukum

Berbagai informasi dan bahan yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis).51 Metode ini menguraikan materi peristiwa hukum atau produk hukum secara rinci guna memudahkan interpretasi dalam pembahasan.

Terdapat dua content analysis method, yaitu:52

1. Tinjauan Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan mengungkapkan segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan menitiberatkan pada penggunaan data sekunder yakni produk hukum.

2. Analisis Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan mengungkapkan segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan menitiberatkan pada penggunaan data primer yang bersumber dari para intelektual dan lapisan masyarakat bawah serta data sekunder.

Penelitian ini lebih menitikberatkan pada tinjauan yuridis dengan mengungkapkan sisi negatif dalam suatu peraturan seperti potensi kekaburan norma dan konflik norma dalam pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat di Indonesia. Selanjutnya untuk mempertajam analisis, penelitian ini juga menggunakan teori-teori tentang keadilan dalam melihat tujuan pemberian right to natural resources bagi masyarakat adat dan teori-teori perlindungan hukum dalam menjelaskan urgensi pengaturan right to natural resources bagi masyarakat adat di Indonesia.

51Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal, Era Hukum No.6 Tahun 2002.hlm. 27

52 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm.

52

(24)

18 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengaturan Right to Natural Resources bagi Masyarakat Adat di Indonesia

Dalam Undang-undang nasional, eksistensi masyarakat adat telah mendapatkan pengaturan tersendiri sebagai refleksi pemberlakukan pluralism hukum di Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat tercantum dalam pasal 18B ayat (2), yaitu; “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Tidak hanya itu, pasal 28 I ayat (3) menyebutkan “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”

Dalam level undang-undang, Pasal 5 Undang-undang No.5 Tahun 1960 menyatakan bahwa “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang didasarkan atas persatuan bangsa.”53 Disamping itu, Pasal 6 Undang-undang No. 39 tahun 1999 menyatakan bahwa terkait penegakkan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat, dan pemerintah.

Selanjutnya, indentitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan jaman. 54

Dalam penjelasan pasal 6 diatas, disebutkan bahwa “hak adat” yang secara nyata masih berlaku dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka perlindungan dan penegakn Hak Asasi Manusia dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan perundangan-undangan. Selanjutnya, bahwa dalam rangka penegakan hak asasi manusia, identitas budaya nasional masyarakat hukum adat, hak-hak adat yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas hukum negara yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat.55

53 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 5

54 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 6.

55 Ibid, penjelasan Pasal 6

(25)

19 Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahkan mengakui adanya wilayah masyarakat hukum adat, seperti dinyatakan dalam pasal 1 angka 6: “Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Kendatipun demikian, pasal ini masih belum menunjukkan pengakuan hak masyarakat adat atas sumber daya alam dalam wilayahnya, karena hutan adat dapat dikategorikan sebagai hutan negara, seperti tercantum dalam pasal 5 ayat (2), bahwa: “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat”; dan bahwa “Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (pasal 1 angka 4).56

Selanjutnya Undang-undang otonomi daerah No. 32 Tahun 2004 memberikan pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat untuk mengelola sistem politik dan pemerintahannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum adat setempat. Sebagai contoh, Pasal 203 ayat (3), menyebutkan: “Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.”57

Dalam Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 6 menyebutkan bahwa penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan.

Tidak hanya itu, hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.58

Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pasal 3 menyebutkan dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengeiolaan mineral dan batubara adalah: meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja uiituk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.59 Undang-undang ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan ijin pertambangan rakyat dimana disebutkan Bupati/walikota dapat memberikan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR)

56 Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

57 Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

58 Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 6.

59 Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pasal 3.

(26)

20 terutama melalui penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.60

Dalam Pasal 67 Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa desa berhak:mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa.61 Dalam Pasal 103, disebutkan bahwa kewenangan desa adat meliputi: a. pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli; b.

pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat; c. pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat; dan d. penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah.62

Pada hakekatnya, konstruksi undang-undang nasional telah mengakui eksistensi masyarakat adat sebagai kesatuan mandiri yang memiliki ciri, karakteristik, dan sistem pengelolaan yang otonom. Kendatipun demikian, undang-undang nasional belum mencantumkan secara eksplisit dan tegas right to natural resources bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam yang berada di wilayah masyarakat adat. Bahkan terdapat aturan hukum yang menempatkan wilayah territorial masyarakat adat sebagai aset negara. Sebagai contoh, Pasal 5 Undang-undang 41 Tahun 1999 yang menempatkan hutan adat sebagai hutan negara.63

5.2 Pengaturan Right to Natural Resources Bagi Suku Navajo Indian di Amerika Serikat 5.2.1 Eksistensi Suku Navajo Indian di Amerika Serikat

Dalam skema konstitusi di Amerika Serikat, masyarakat adat memiliki kedaulatan yang mandiri selain kedaulatan yang dimiliki pemerintah negara bagian dan federal.64 Saat ini, setidaknya terdapat 500 masyarakat adat yang secara bertahap melaksanakan kekuasaan mereka di bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif..65 Lebih penting lagi, masyarakat adat tidak diwajibkan untuk mematuhi Konstitusi Amerika Serikat dalam membangun model pemerintahan

60 Ibid, pasal 67.

61 Undang-undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 67.

62 Ibid, pasal 109.

63 Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pasal 5.

64 Gloria Valencia Weber, Tribal Courts: Custom and Innovative Law, The New Mexico Law Review Vol. 24 (1994), hlm.225 N.M. L. Rev. 225

65 Ibid, hlm. 227

(27)

21 dan menentukan hukum yang berlaku bagi mereka karena mereka merupakan pihak extra- constitutional.66

Sebagai contoh, sesuai dengan Perjanjian pada tahun 1866 antara Pemerintah Federal Amerika Serikat dan Cherokee Nation, Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam kasus Cherokee Nation v. Journeycake, menyatakan bahwa tanah dan wilayah yang tunduk pada perjanjian adalah milik bersama semua masyarakat adat Cherokee dan mereka memegang hak penuh atas segala properti yang berada di wilayah mereka.67 Dengan demikian, kedudukan mereka terpisah dari pemerintah federal dan pemerintah negara bagian. Skema ini menunjukkan bahwa pemerintah adat merupakan pemerintahan tersendiri dan menciptakan hubungan antara pemerintahan adat dan pemerintah federal sebagai hubungan government to government."68 Dalam menjalankan kekuasaannya, sebagian besar masyarakat adat di Amerika Serikat telah memiliki konstitusi formal dan peraturan-peraturan lain yang memberikan kewenangan untuk melaksanakan yurisdiksi atas berbagai kegiatan di dalam wilayah mereka, termasuk tindak pidana, hubungan hukum privat, dan perpajakan.69

Salah satu masyarakat adat paling berpengaruh di Amerika Serikat adalah Navajo.

Mereka merupakan masyarakat adat terbesar dari semua suku asli di Amerika Serikat.70 Mereka tersebar di 27.000 mil persegi, meliputi wilayah tenggara Utah, wilayah timur laut Arizona, dan wilayah barat laut New Mexico.71 Dalam sejarahnya, Navajo didirikan sebagai wilayah berdaulat melalui Perjanjian antara masyarakat Navajo dan Pemerintah Federal Amerika Serikat di tahun 1868.72 Pada dasarnya, masyarakat Navajo telah lama memiliki struktur pemerintahan tersendiri, namun penemuan minyak dan sumber daya alam lainnya di wilayah Navajo di awal abad ke-20 mengharuskan mereka untuk membentuk pemerintahan Navajo yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.73 Pada tahun 1923, struktur pemerintahan formal masyarakat Navajo telah diakui oleh Amerika Serikat. Pengakuan ini dilakukan untuk memberikan ha katas pengelolaan atas

66 Yurisprudensi dalam Kasus di Mahkamah Agung Amerika Serikat pada kasus Santa Clara Pueblo v. Martinez, (1978), hlm. 62-63

67 Lihat Yurisprudensi dalam Kasus di Mahkamah Agung Amerika Serikat pada kasus Cherokee Nation v.

Journeycake, (1894), hlm 196.

68 Ibid

69 Eluyod, op.cit, p 164.

70 Navajo People, The Dine,http://navajopeople.org/ diakses pada 2 Januari 2015.

71 Ibid.

72 Raymond Darrel Austin, Navajo Courts and Navajo Common Law: a Tradition of Tribal Self-Governance (Minesota: University of Minesota Press, 2009), hlm.6

73 Ibid, hlm 37.

(28)

22 sumber daya alam mengingat di wilayah Navajo terdapat perusahan-perusahaan minyak dan pertambangan.74 Selain itu, batu bara yang terdapat di wilayah Navajo telah menghasilkan pendapatan yang besar bagi masyarakat Navajo.75

5.2.2 Pengaturan Right to Natural Resources bagi Suku Navajo Indian di Amerika Serikat Bagian ini akan menjelaskan bagaimana masyarakat adat Navajo memiliki kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri di dalam wilayahnya, khususnya terkait dengan hak atas sumberdaya alam. Terdapat dua parameter bagaimana mereka dapat menggunakan hak sumber daya alamnya. Pertama, bagaimana kewenangan mereka dalam mengeluarkan peraturan dalam mengontrol sumber daya alam mereka; kedua, bagaimana mereka memiliki hak untuk mendapatkan pembagian keuntungan yang adil atas sumber daya alam dan akuntabilitas untuk setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah mereka

5.2.2.1 Peraturan Masyarakat Adat Navajo Indian

Dalam pengeluaran peraturan, masyarakat adat Navajo telah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya the Air Pollution Prevention and Control Act, the Clean Water Act, dan the Solid Waste Act.76

a. Navajo Nation Air Pollution Prevention and Control Act77

Mengingat potensi polusi udara yang ditimbulkan dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, masyarakat adat Navajo telah mengeluarkan The Navajo Nation’s Air Pollution Prevention and Control Act ("NN APPCA"). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengontrol tingkat polusi udara di wilayah adat Navajo. Hal ini dilakukan untuk menjamin kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum dari semua masyarakat Navajo, dan segala asset yang menyertainya termasuk kehidupan tumbuhan dan hewan di wilayah Navajo.78

Selain itu, NN APPCA mengharuskan pemerintah Navajo untuk membuat laporan berkala dari kualitas udara sehingga akan dapat mengetahui wilayah yang memiliki tingkat polusi udara tertinggi di wilayah Navajo. Setiap proyek-proyek baik pemerintah atau swasta

74Navajo Tourism Departement, The History of Cowboys and Indians, DISCOVER NAVAJO, http://

discovernavajo.com/Cowboys%20&%20Indians-1.pdf. diakses pada 31 Desember 2014.

75 Ibid.

76S. Solomon et al. eds. Intergovernmental Panel on Climate Change, Summary for Policymakers, in Climate Change 2007 available at http://www.ipcc.ch/pdf/assessment-report/ar4/wg1/ar4-wg1-spm.pdf diakses pada 29 Desember 2014.

77Navajo Nation Air Pollution Prevention and Control Act, Navajo Nation Code Ann. tit. 4, Pasal 1101-1162 (2010); St. Regis Mohawk Tribe, Tribal Implementation Plan (2004), available at http://www.srmtenv.org/pdf_files/airtip.pdf

78 Navajo Nation Air Pollution Prevention and Control Act

(29)

23 yang dapat memiliki dampak besar pada kualitas udara79 harus melengkapi persyaratan tingkat polusi udara yang diperkenankan oleh NN APPCA.80

Mekanisme penegakan hokum juga terdapat dalam NN APPCA. Hal ini terjadi ketika Direktur Eksekutif Navajo Nation of the Environmental Protection Agency Navajo Nation ("Direktur") menyimpulkan bahwa NN APPCA telah dilanggar, Direktur dapat mengeluarkan beragam tindakan meliputi: 1) mengeluarkan perintah untuk mematuhi NN APPCA;81 2) mengeluarkan sanksi administratif;82 3) mengajukan gugatan perdata,83 dan 4) pengajuan tindak pidana.84

b. Navajo Nation Clean Water Act85

Mengingat hubungan yang erat antara pembangunan sumber daya alam, terutama untuk keperluan energi, dan penggunaan air, masyarakat Navajo telah mengeluarkan Clean Water Act ("NN CWA").86 Peraturan ini menyatakan bahwa pelepasan bahan-bahan polutan ke perairan Navajo oleh perusahaan industri, dan ketidaktepatan manajemen pengelolaan limbah, berpotensi membahayakan kesehatan, kesejahteraan, dan lingkungan masyarakat Navajo.87

Hal yang menarik, di dalam Pasal 1311 disebutkan bahwa standar kualitas air harus dirancang untuk melindungi "nilai budaya" yang dimiliki oleh masyarakat Navajo dalam pengelolaan air.88 Hal ini disebabkan karena air memiliki nilai khsusu bagi masyarakat Navajo yang mencakup dimensi budaya dan spiritual.89

Sama dengan NN APPCA, NN CWA juga menyiapkan mekanisme penegakan hokum yang meliputi: 1) perintah kepatuhan;90 2) sanksi administrasi; 913) gugatan perdata.92 dan 4) tuntutan pidana.93

79 Ibid

80 Ibid

81 Ibid, Pasal 1152(C)

82 Ibid, Pasal 1155(A)

83 Ibid, Pasal 1154(A)

84 Ibid, Pasal 1154(B).

85 Navajo Nation Water Code, 1984 Pasal 1101-1405

86 Ibid, pasal 1303(A)(1)

87 Ibid

88 Ibid, pasal 1311(A)

89 Judith V. Royster, Climate Change and Tribal Water Rights: Removing Barriers to Adaptation Strategies, in Randall S. Abate & Elizabeth Ann Kronk eds.,Climate Change and Indigenous Peoples: The Search for Legal Remedies (Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited, 2013), hlm 57.

90 Navajo Nation Water Code,op. cit, pasal 1382

91 Ibid. Pasal 1384.

92 Ibid. Pasal 1383(A).

93 Ibid. Pasal 1383(B)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap kedudukan hak restitusi dalam sistem hukum positif di Indonesia dan untuk mengetahui bentuk hak

Tulisan ini menyimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan untuk Jemaat Ahmadiyah Indonesia diatur dalam Undang-undang Dasar Negara

Ditarik permasalahan yakni, pertama mengenai hubungan hukum antara perusahaan Go-Jek, pengemudi Go-Jek, dan pengguna jasa Go-Jek, serta yang kedua mengenai perlindungan

Maka dari itu di dalam penelitian akan dibahas mengenai sistem pemberian upah bagi pekerja outsourcing pada Bank CIMB NIAGA di Denpasar dan dasar untuk pembayaran

Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik

Praktek pemberian bantuan hukum dari penasehat hukum militer (anggota TNI) dan mendampingi terdakwa yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil TNI dalam beracara pada

Citra Aditya Bakti Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti ---, 2000, Perlindungan HAM dan

Perlindungan hukum terhadap pasien dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dapat dikategorikan sebagai perlindungan hukum secara preventif atau berupa