BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Post partum atau masa nifas adalah masa penyembuhan dari kelahiran plasenta dan selaput janin hingga kembalinya alat reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota baru. (Taviyanda, 2019).
Anemia merupakan suatu keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia biasanya disebut dengan kurang darah, kadar sel darah merah (Hb) dibawah nilai normal. Penyebab biasanya kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Tetapi yang biasa terjadi adalah anemia kekurangan zat besi.(Ai Yeyeh Rukiyah dkk,2010.
WHO (2019) Angka Kematian Ibu (AKI) didunia yaitu sebanyak 303.000 jiwa.
Angka Kematian Ibu (AKI) di ASEAN yaitu sebesar 235 per 100.000 kelahiran hidup (ASEAN Secretariat, 2020). Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007- 2012. Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan pada tahun 2012-2015 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu di Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 kasus (Kemenkes RI, 2019).
Anemia pada masa nifas tidak banyak diteliti layaknya anemia pada ibu hamil, kekurangan zat besi pada ibu nifas adalah merupakan permasalahan yang serius tetapi sulit diidentifikasi. (Bregman, 2010) Dampak jika anemia pada ibu post partum tidak terdeteksi dapat meningkatkan angka kesakitan yang berkaitan dengan anemia baik penurunan secara fisik dan emosional dibandingkan dengan ibu nifas yang tidak mengalami anemia. Ibu nifas secara fisik memerlukan kesiapan dalam mengurus bayi yang baru dilahirkan, harus bangun malam menyusui bayinya, secara psikologis ibu juga harus siap dengan peran barunya terutama bagi ibu nifas dengan anak pertama, oleh sebab itu status anemia sangat berpengaruh pada ibu nifas (Butwick, 2016)
Kekurangan zat besi setelah melahirkan adalah kadar zat besi dalam darah kurang dari 10 g/dl, keadaan seperti ini adalah permasalahan biasa terjadi dalam bidang obstetri, walaupun ibu hamil yang mengalami kekurangan jumlah zat besi yang normal, kadar zat besi selalu berada pada nilai 11-12 g/dl sebelum melahirkan. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk apabila terjadi hilangnya darah waktu proses kelahiran dan pada masa post partum. Perkembangan obstetric modern permasalahan perdarahan pada masa post partum apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 500 ml. kontraksi uterus tidak adekuat bisa menyebabkan kehilangan darah pada masa nifas, mempermudah kejadian infeksi masa nifas, jumlah ASI yang keluar berkurang serta gampang mengalami infeksi payudara ini merupakan pengaruh anemia pada masa nifas (Prawirohardjo, 2010)
Faktor-faktor yang memengaruhi kadar HB atau anemia pada ibu posta partum adalah jumlah kehilangan darah yang banyak, yang disebabkan oleh adanya intervensi pada saat persalinan seperti: adanya laserasi jalan lahir, persalinan dengan dengan tindakan vakum ekstraksi, serta persalinan dengan sectio secaria, hasil penelitian menyatakan persalinan dengan sectio caesarea signifikan meningkatkan kejadian anemia pada post partum (Pergialiotis, 2014)
Anemia adalah kondisi medis yang terjadi ketika tubuh kekurangan jumlah sel darah merah yang sehat atau hemoglobin yang cukup dalam darah. Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah yang bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Jika jumlah hemoglobin atau sel darah merah berkurang, maka organ dan jaringan tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen untuk berfungsi dengan baik. (Lahasa, Mutmainna dan Kasim, 2022).
Berdasarkan Data Awal yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Hajja Andi Depu Polewali. pada ibu nifas anemia ringan post sc pada tahun 2022 sebanyak 148 kasus, pada tahun 2023 angka kejadian anemia ringan post sc sebanyak 88 kasus, dan pada tahun 2024 angka kejadian anemia ringan post sc sebanyak 77
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada Ny. .... Post SC (Sectio Caesarea) Hari ke ....
Dengan diagnosa Medis Anemia Ringan di RSUD Hajjah Andi Depu Polewali
1.3 Tujuan Penulia 1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memahami asuhan kebidanan pada klien pst SC (Sectio Caesarea) dengan anemia ringan di ruang bersalin RSUD Hajjah Andi Depu Polewali.
1.3.2 Tujuan khusus
1.Mampu melakukan pengkajian pada klien post sc dengan anemia ringan di ruang bersalin RSUD Hajjah Andi Depu Polewali.
2.Mampu menganalisis diagnosa kebidanan pada klien post SC dengan anemia ringan.
3.Mampu menyusun rencana kebidanan pada klien post sc dengan anemia ringan.
4.Mampu melaksanakan tindakan kebidanan pada klien post sc dengan anemia ringan.
5.Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan kebidanan yang telah dilakukan pada klien post sc dengan anemia ringan.
1.4 Manfaat Penulis 1.4.1 Manfaat teoritis
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan proses asuhan kebidanan pada klien post sc dengan anemia ringan.
1.4.2 Manfaat praktis a. Bagi institusi
Digunakan sebagai pelengkap bahan ajar untuk materi post sc dengan anemia ringan.
b. Bagi profesi bidan
Untuk memberikan informasi bagi tenaga profesi bidan tentang pentingnya memberikan kenseling kepada ibu post sc tentang bahaya anemia.
c. Bagi instansi / RSUD Hajjah Andi Depu
Di harapkan dapat dipergunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam melakukan pemeriksaan Hb pada ibu post sc dan untuk menghindarkan ibu post sc dari anemia yang dapat menyebabkan kematian.
d. Bagi mahasiswi
Penerapan penyuluhan bahaya anemia kehamilan serta pembuatan tugas – tugas mengenai anemia.
e. Bagi Ibu Hamil
Diharapkan ibu hamil dapat memahami lebih baik lagi mengenai bahaya anemia / kurang darah merah selama hamil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Post Partum (Masa Nifas)
a. Pengertian Post Partum
Post partum merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir Ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidaknyamanan pada awal post partum, yang tidak menutup kemungkinan menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan yang baik.
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Siti Saleha, 2013). (Fajiriah, 2021).
b. Klasifikasi Masa Nifas dibagi Menjadi 3 Periode yaitu :
1. Puerpurium Dini Yaitu pulihnya ibu setelah diperbolehkan berdiri dan berjalan- jalan. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja selama 40 hari.
2. Puerpurium Intermedial kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6- 8 minggu.
3. Remote Puerpurium Adalah waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila selama kehamilan atau waktu persalinan mempunyai komplikasi
c. Pengertian Sectio Caesarea
Persalinan SC adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suati insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawiroharjo,2010 ).
Jenis persalinan juga mempengaruhi risiko anemia postpartum. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan dengan metode sectio caesarea (SC) lebih berisiko mengalami anemia postpartum dibandingkan dengan ibu yang
melahirkan secara normal (p=0,004). Selain itu, riwayat anemia selama kehamilan memperbesar kemungkinan ibu mengalami anemia pasca-persalinan, menandakan perlunya pemantauan kadar hemoglobin selama masa kehamilan hingga persalinan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
1. Indikasi Section Caeseria a. Indikasi pada ibu
Panggul Sempit Absolute
Tumor Jalan Lahir
Stenosis Serviks Atau Vagina
Plasenta Previa, Plasenta Letak Rendah
Ruptur Uteri 2) Indikasi pada janin
Kelainan Letak
Gawat janin
3) Pada umunya SC tidak dilakukan pada : a. Janin Mati
b. Syok Anemia Berat c. Kelainan Congenital Berat
(Prawiroharjo,2010 )
2.2 Anemia
Menurut World Health Organization (WHO), anemia postpartum adalah kondisi dimana kadar hemoglobin pasca persalinan <11 g/dL satu minggu setelah persalinan dan <12 g/dL pada tahun pertama setelah persalinan. Hemoglobin merupakan protein yang mengandung zat besi dan dapat mengikat oksigen menjadi ikatan oksihemoglobin (HbO2) yang kemudian dibawa ke jaringan seluruh bagian tubuh
1. Defenisi anemia
Definisi Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin dalam aliran darah berada pada tingkat yang lebih rendah daripada yang dianggap normal. Jenis anemia dapat dibagi menurut ukuran sel-sel darah merah. Sel darah merah dewasa memilki diameter rata-rata 7,2 mikron dengan kisaran 6-9 mikron. Ketebalan rata-rata sel darah merah normal adalah 2,1 mikron dengan mean corpuscular volume (MCV) rata-rata 87 mikron kubik (femtoliter).
2. Macam – macam Anemia : a. Anemia Aplastik
Definisi Anemia Aplastik adalah anemia akibat penurunan tingkat sel darah merah yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel induk dalam sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel baru. Obat-obatan tertentu menekan sumsum tulang dan dapat menyebabkan anemia aplastik sebagai efek samping.
1) Anemia defisiensi besi
Definisi Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum, yang disebabkan oleh kurangnya zat besi. Penyebabnya dapat berupa asupan kurang, masalah penyerapan, atau kehilangan zat besi dalam sel darah yang hilang oleh perdarahan atau okultasi. Sebagian besar kasus kehilangan zat besi disebabkan oleh kondisi usus seperti ulserasi, gastritis, esofagitis, atau tumor kolon. Pada wanita usia subur, kehilangan darah menstruasi merupakan penyebab umum dari kekurangan zat besi.
2) Anemia hemolitik mikroangiopati
Definisi Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia) adalah subkelompok dari anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor-faktor di dalam pembuluh darah kecil. Kondisi ini disebut sebagai anemia Runner. Beberapa penyakit seperti sindrom uremik hemolitik, hipertensi maligna, dll dapat menyebabkan kerusakan lapisan endotel pembuluh kecil yang mengakibatkan deposisi fibrin dan agregasi platelet.
3) Anemia megaloblastic
Definisi Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh megaloblas berlebihan di dalam sirkulasi, terutama disebabkan oleh kekurangan asam folat, vitamin B12, atau keduanya.
4) Anemia normositik
Definisi Anemia normositik adalah jumlah sel darah merah abnormal rendah, namun ukuran sel-selnya normal. Kondisi ini dapat bawaan atau dapatan. Anemia normositik bawaan (kongenital) disebabkan oleh pemecahan sel darah merah. Contoh dari kondisi ini adalah penyakit sel sabit. Penyebab paling umum dari bentuk anemia normositik dapatan adalah. Penyakit kronis yang dapat menyebabkan anemia normositik termasuk penyakit ginjal, kanker, reumatoid artritis dan tiroiditis. Beberapa obat juga dapat menyebabkan anemia normositik, tapi jarang sekali.
6. Anemia pernisiosa
Definisi Anemia pernisiosa adalah tahap akhir dari peradangan autoimun di perut yang mengakibatkan kerusakan sel-sel lambung oleh antibodi sendiri. Perusakan progresif dari sel-sel yang melapisi lambung menyebabkan penurunan sekresi asam dan enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan vitamin B12 dari makanan. Anemia pernisioas adalah jenis khusus anemia megaloblastik (kekurangan darah yang ditandai dengan banyaknya sel darah merah imatur dan disfungsional di sumsum tulang) sebagai akibat dari kekurangan B12.
7. Anemia sel sabit
Definisi Anemia sel sabit adalah penyakit keturunan di mana mutasi pada gen protein salah satu hemoglobin menghasilkan molekul hemoglobin yang rusak, yang dikenal sebagai hemoglobin S. Individu homozigot untuk mutasi ini (memiliki dua gen hemoglobin S) memiliki sel darah merah yang berubah dari bentuk diskoid normal menjadi bentuk sabit ketika suplai oksigen rendah. Sel sabit ini mudah terperangkap dalam kapiler dan rusak, yang mengakibatkan anemia berat. Individu
yang heterozigot (memiliki satu gen hemoglobin S dan satu gen hemoglobin normal) memiliki peningkatan resistensi terhadap malaria.
8. Anemia sideroblastic
Definisi Anemia sideroblastik adalah kelompok anemia yang ditandai oleh akumulasi deposit besi pada mitokondria sel darah merah imatur. Sel-sel darah merah imatur abnormal ini gagal menjadi matang dan banyak yang hancur dalam sumsum tulang sebelum mencapai sirkulasi. Anemia sideroblastik dapat diturunkan, idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), atau disebabkan oleh faktor-faktor yang beragam seperti obat-obatan tertentu, alkohol, atau kekurangan tembaga.
3. Kriteria anemia
Untuk memenuhi definisi anemia , maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau hematokrit yang di anggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut.
Batasan yang umum digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968.
dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai dengan kriteria sebagai berikut :
1) Laki-laki dewasa Hb < 13gr/dl 2) Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3) Perempuan hamil Hb <11 gr/dl
4) Anak Usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl 5) Anak usian 6 bulan -6 tahun Hb < 11 gr/dl 4. Derajat anemia
Derajat anemia di tentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut:
1) Ringan sekali Hb 10 gr/dl-13 gr/dl 2) Ringan Hb 8 gr/dl-9,9 gr/dl 3) Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 gr/dl
4) Berat Hb < 6 gr/dl
5. Patofisiologi anemia
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebih atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang belakang terjadi akibat kekurangan nutrisi, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosik akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urine.
Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut :
a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat di bawa oleh darah kejaringan
b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia 6. Gejala klinis anemia
Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu sebagai berikut :
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau anemia sindrom adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawa titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut :
Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papail lidah, stomatitis ngularis.
1. Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue) 2. Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali
3. Anemia aplastik : prdaraha kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
c. Gejala akibat penyakit dasar
Gejala akibat penyakit dasar yang menjaadi penyebab dari anemia.
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang medasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejalah seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarana kuning seperti jerami.
d. Pemeriksaan diagnostik anemia
1) Pemeriksaan laboratorium hematologis
Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai berikut :
a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologo anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : 1. Kadar hemoglobin
2. Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC ) 3. Apusan darah tepi
b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung deferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan ini harus dikerjakan pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan anemia definitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus, pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah mempunyai dugaan diagnosis awal
sehingga fungsinya adalah untuk mengonfirmasi dengan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi komponen berikut :
a) Anemia difisiensi besi b) Anemia megaloblistik c) Anemia hemolitik
d) Anemia pada leokimia akut
e. Pemeriksaan laboraturium nonhematologis Meliputi : a. Faal ginjal
b. Faal endokrit c. Asam urat d. Faal hati e. Biakan kuman
f. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa kasus anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi.
b. Radiologi.
c. Pemeriksaan sitogenetik.
d. Pemeriksaan biologi molekuler 2.2 Teori manajemen kebidanan
A. Pengetian manajemen kebidanan
Varney menjelaskan bahwa proses manajemen merupakan proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat dan bidan pada awal tahun 1970an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode dengan pengorganisasian, pemikiran, dan tindakantindakan dengan urutan yang logis dan menguntungkan bagi klien maupun tenaga kesehatan. Proses ini menguraikan bagaimana perilaku yang diharapkan dari pemberian asuahan. Proses manajemen ini bukan hanya terdiri dari pemikiran dan tindakan saja, melainkan juga perilaku pada setiap langkah agar pelayanan yang komprehensif dan aman dapat tervai.
B. Pengertian varney
varney dalam bukunya menjelaskan bahwa proses penyelesaian masalah merupakan salah satu teori yang dapat dipergunakan dalam manajemen kebidanan.
Varney mengatakan bahwa seorang bidan dalam manajemen yang dilakukannya perlu lebih kritis untuk mengantisipasi diagnosis atau masalah potensial.
Langkah-langkah manajemen kebidanan 1) Langkah 1 pengumpulan data
Pada langkah ini, dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang di perlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap, yaitu
a. Riwayat Kesehatan
b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan c. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
d. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dari segala yang berhubungan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengajukan komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi. Pada keadaan tertentu, bisa terjadi langkah pertama akan overlap dengan langkah kelima dan keenam ( atau menjadi bagian dari langkah-langkah tersebut ) karena data yang diperlukan diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik yang lain. Kadang-kadang bidan perlu memulai manajemen dari langkah keempat untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan kepada dokter.
( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk, 2010 : 162 )
2) Langkah 2 interpretasi data dasar
Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah, dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas dasar data- data yang telah diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik. Diagnosis kebidanan yaitu diagnosis yang ditegakkan oleh profesi ( bidan ) dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
( tata nama ) diagnosis kebidanan. Standar nomenklatur diagnosis kebidanan tersebut adalah :
a. Diakui dan telah disahkan oleh profesi
b. Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan c. Memiliki ciri khas kebidanan
d. Didukung oleh Clinical Judgenment dalam praktik kebidanan e. Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
Kata masalah dan diagnosis digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosis, tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan pengalaman perempuan yang diidentifikasi bidan sesuai dengan pengarahan. Masalah sering menyertai diagnosis. Berikut daftar diagnosis kebidanan yang memenuhi standar nomenklatur, antara lain : Kehamilan normal, Partus normal, Syok, Denyut Jantung Janin ( DJJ ) tidak normal, abortus, solusio plasenta, amnionitis, anemia, atonia uteri, postpartum normal, infeksi mammae, pembengkakan mammae, presentasi bokong, presentasi dagu, presentasi muka, presentasi ganda, eklampsi, ketuban pecah dini, dan lain-lain. ( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 162-163 )
3) Langkah 3. Mengidentifikasi diagnosis atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang telah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
Sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. ( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 163 )
4) Langkah ke 4. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan Segera
Badan mengidentifikasi atas perlunya tindakan segera ole bidan atau dokter untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi, menajemen buka hanya asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama perempuan tersebut bersama bidan terus-menerus, misalnya pada waktu ia berada dalam persalinan.data baru mungkin saja dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat, dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak ( misalnya perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosiabahu ). Dari data yang dikumpulkan akan menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera, sementara yang lain harus menunggu intervensi dari dokter, misalnya prolaps tali pusat. ( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 164 )
5) Langkah 5. Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini, dilakukan perencanaan yang menyeluruh, ditentukan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau di antisipasi.
Informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien, atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap perempuan tersebut., seperti apa yang di perkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang terkait dengan sosial ekonomi, kultural, atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap perempuan hamil sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, bidan dan klien agar dapat dilaksanakan secara efektif karena merupakan bagian dari pelaksanaan rencana.
Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersamasebelum melaksanakannya. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini haruslah rasional dan benar-benar valid, berdasarkan pengtahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau tidak akan dilakukan klien. Rasioanal berarti tidak
berdasarkan asummi, tetapi sesuai dengan keadaan klien dan pengetahuan teori yang benar dan memadai, atau berdasarkan data dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien yang lengkap dan tidak berbahaya.
( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 164- 165)
6) Langkah 6. Melaksanakan perencanaan
Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut secara tepat waktu dan aman. Hal ini akan menghindarkan terjadinya penyulit dan memastikan bahwa ibu dan/atau bayinya yang baru lahir akan menerima asuhan atau perwatan yang mereka butuhkan. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang beberapa intervensi yang dapat dijadikan pilihan untuk kondisi yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi sehingga meraka dapat membuat pilihan yang baik dan benar. Pada beberapa keadaan, penolong sering dihadapkan pada pilihan yang sulit karena ibu dan keluarga meminta penolong yang menentukan intervensi yang terbaik bagi mereka. Penjelasan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan hak klien, memerlukan pengertian dan kerjasama yang baik dari ibu dan keluarganya. Jelaskan bahwa kewajiban petugas adalah memberikan konseling, penjlasan obyektif, dan mudah dimengerti agar klien dan keluarga memahami situasi yang dihadapi dan mampu membuat keputusan untuk memperoleh hasil yang terbaik bagi ibu, bayi dan keluarga. ( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 165-166 )
7) Langkah 7. Evaluasi
Penatalaksaan yang telah dikerjakan kemudian dievaluasi untuk menilai efektivitasnya. Tentukan apakah perlu dikaji ulang atau diteruskan sesuai dengan rencana kebutuhan saat itu. Proses pengumpulan data, membuat diagnosis, memilih intervensi, menilai kemampuan diri, melaksanakan asuhan atau intervensi dan evaluasi adalah proses sirkuler ( melingkar ). Lanjutkan evaluasi asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Jika pada saat evaluasi ditemukan status ibu atau bayi baru lahir telah berubah, sesuaikan asuhan yang diberikan untuk memenuhi perubahan kebutuhan tersebut.( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 166-167 )
Asuhan atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji efektivitasnya apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah diberikan. Apapun jenisnya, asuhan dan intervensi yang diberikan harus efisien, efektif, dan dapat diaplikasikan pada kasus serupa dimasa datang. Bila asuhan atau intervensi tidak membawa hasil atau dampak seperti yang tidak diharapkan maka sebaiknya dilakukan kajian ulang dan penyusunan kembali rencana asuhan hingga pada akhirnya dapat memberi dampak seperti yang diharapkan. ( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 166-167 )
Langkah-langkah manajemen kebidana dalam bentuk SOAP 1. S ( Subjektif ) yaitu apa yang dikatakan oleh klien
2. O ( Objektif ) yaitu apa yang dilihat dan dirasakan oleh bidan sewaktu melakukan pemeriksaan
3. A ( Analisa ) yaitu kesimpulan apa yang dibuat dari data-data Subjektif/Objektif tersebut
4. P ( Planning ) yaitu apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil pengevaluasian tersebut.
( Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, dkk : 166-167 )
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus adalah studi kasus yang mengeksploitasi suatu masalah kebidanan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian studi kasusdibatasi oleh waktu dan tempatserta kasus yang dipelajari berupa peristiwa , aktivitas atau individu ( notoatmodjo,2012)
Dalam hal ini calon peneliti ingin menggambarkan studi kasus asuhan kebidanan pada ibu nifas anemia ringan post sc. Pendekatan yang digunakan pada studi kasus dalam penelitian ini adalah “studi kasus kebidanan pada ibu post sc dengan anemia ringan Di Rumah Sakit UmumHajja Andi Depupolewali ”
3.2 Lokasi Studi Kasus
Dalam menentukan tempat penelitian, penulis harus mempertimbangkan pengaruh hasil penelitian terhadap tempat atau lingkungan tersebut. Contohnya seorang peneliti melakukan penelitian mengenai pendidikan kesehatan yang memfokuskan pada perilaku merokok dan konsumsi alkohol selama hamil pada wanita dengan tingkat sosial tertentu.
Penelitian ini dapat diartikan bahwa kelompok social tertentu cenderung memiliki perilaku hidup yang tidak sehat. Asumsi ini tentunya akan menyinggung kelompok sosial tersebut ( Dudi Zulvadi, 2015). Studi kasus ini akan dilaksanakan Di Rumah Sakit UmumHajja Andi Depupolewali
3.3 Waktu Studi Kasus
Waktu untuk studi kasus adalah waktu yang digunakan penulis untuk mencari kasus ( Jurnal Delima 2016 ). Studi kasus ini telah dilaksanakan pada tanggal ……….
3.4 Sampel Studi Kasus
Sampel adalah bagian ( Subset ) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya ( Sudigdo Sastroamasmoro, 2010 ). Subjek untuk kasus ini yaitu ibu hamil trimester III dengan anemia ringan dipuskesmas Matakali.
Instrumen Studi Kasus
Banyak peralatan mekanis atau elektrik dapat diatur untuk mengurangi variabilitas pengukuran. Demikian pula kuesioner atau bahan wawancara perlu ditulis dengan jelas agar dapat menghindarkan ketidakpastian makna ( Alan Et Al, 2010 )
Instrumen yang digunakan selama melakukan laporan kasus ini adalah dengan menggunakan format asuhan kebidanan pada ibu hamil trimester III dengan anemia ringan dari tujuh langkah varney dan data perkembangan menggunakan SOAP.
3.5 Teknik pengumpulan data 1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. ( Maleong, 2010 : 186 )
Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun.
Pada penelitian/ kasus ini wawancara dilakukan pada pasien atau bidan serta tenaga kesehatan yang terkait dengan menggunakan format asuhan kebidanan tentang bahaya dan dampak anemia pada ibu hamil.
2. Observasi
Observasi dilakukan saat meneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan sifat penelitian karena mengadakan pengamatan secara langsung atau disebut pengamatan terlibat dimana peneliti juga menjadi instrumen atau alat dalam penelitian sehingga penelitian harus mencari data sendiri dengan terjun
langsung atau mengamati dan mencari langsung kebeberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data.
Pada kasus ini yang diobservasi adalah tanda-tanda vital ibu hamil.
3. Pemeriksaan fisik
Menurut Nusalam ( 2008 ), pemeriksaan fisik digunakan untuk mengetahui keadaan fisik pasien secara sistematis dengan cara :
1) Inspeksi
Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan indra penglihatan, pandangan dan penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data. Inspeksi dilakukan secara berurutan mulai dari kepala sampai kaki.
2) Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan seluruh bagian tubuh yang dapat teraba dengan menggunakan bagian tangan yang berbeda untuk mendeteksi jaringan, bentuk tubuh, persepsi getaran atau pergerakan dan konsistensi. Palpasi ini digunakan untuk memeriksa tugor kulit bayi.
3) Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang terbentur dalam organ tubuh untuk mendeteksi perbedaan dari normal. Dialukan untuk memeriksa detak jantung bayi.
4) Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. ( Puput Saeful, 2009 ).
3.6 Analisis Data 3.7.1 Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil wawancara meliputi riwayat kesehatan. Pada catatan perkembangan dilakukan perawatan pada ibu hamil trimister III dengan anemia ringan sampai keadaan klien normal. Pada studi dokumentasi dilihat dari buku catatan kebidanan dan kartu / buku control pasien. Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan. Kemudian disalin dalam bentuk SOAP.
3.7.2 Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori 1. Subjektif ( S )
Data Subjektif (S) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut menurut Helen Varney langkah pertama adalah pengkajian data, terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subjektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatirannya dan keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun. Pada pasien yang bisu, di bagian dada di belakang huruf S diberi tanda huruf O atau X. tanda ini akan memjelaskan bahwa pasien adalah penderita tuna wicara.
(Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrina, Shinta Siswoyo Putri, dkk, 2010 : 158)
2. Objektif ( O )
Data Objektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama ( Pengkajia data ), terutama data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik klien, pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan diagnosis lain. Catatn medik dan informasi dari keluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data Objektif.
Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis. (Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrina, Shinta Siswoyo Putri, dkk, 2010 : 159)
3. Assessment ( A )
A (Analysis/Assessment), merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi ( kesimpulan ) dari data Subjektif dan Objektif.
Analisis/Assessment merupakan pendokumentasian manajemen kebidanan, menurut Helen Varney adalah langkah kedua, ketiga dan keempat, sehingga mencakup hal-hal berikut ini : diagnosisi/masalah kebidanan, diagnosisi/masalah potensial, serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antisipasi diagnosis/masalah potensial dan kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan, meliputi :
tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien. (Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrina, Shinta Siswoyo Putri, dkk, 2010 : 159) 4. Planning ( P )
Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data, rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya. Dalam planning juga harus dicantumkan evaluation/evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil untuk menilai efektivitas asuhan/hasil pelaksanaan tindakan. Evaluasi berisi analisis nilai yang telah dicapai dan merupakan fokus ketepatan nilai tindakan/asuhan.
Jika criteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi bias menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
Untuk mendokumentasikan proses evaluasi ini, diperlukan sebuah catatan perkembangan yang dengan tepat mengacu pada metode SOAP. (Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan, Asrina, Shinta Siswoyo Putri, dkk, 2010 : 159- 160)
3.7.3 Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan format pendokumentasian asuhan kebidanan. Kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas responden.
3.7 Etik Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi Obyek penelitian adalah manusia, maka peniliti harus memahami hak-hak manusia.
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan manusia.
(Aziz, A 2010 ). Oleh karena itu perlu diperhatikan sebagai berikut : a. Informed Consent
Informed Consent adalah merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
b. Anonimty
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek peneliti dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
c. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil peneliti, baik informal atau masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya kelompok atau data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
( Aziz, A 2010 : 39 ).