• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN POPY AMANDA

N/A
N/A
qwerty

Academic year: 2025

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN POPY AMANDA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE DAN SHARE (SSCS) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

REFLEKTIF SISWA KELAS VIII MTsN 4 TANAH DATAR

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH POPY AMANDA

2130105034

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA FALKUTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR 2023

(2)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga proposal yang berjudul

Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create Dan Share (SSCS) Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa Kelas VIII MTsN 4 Tanah Datar” dapat terselesaikan dengan baik.

Selanjutnya dalam menyelesaikan proposal ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Elda Herlina, M.Pd selaku Dosen pengampu mata kuliah Metodologi Penelitian pendidikan matematika, yang sudah memberikan bimbingan kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal ini.

2. Kepala Sekolah MTsN 4 Tanah Datar serta guru bidang studi matematika atas kesediaannya memberikan izin untuk melakukan observasi di MTsN 4 Tanah Datar.

3. Kedua orang tua yang telah memberikan fasilitas serta dukungan yang luar biasa kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal ini.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal ini yang tidak dapat disebutkan satu-satu. Semoga bimbingan dan arahan serta bantuan yang diberikan menjadi amal kebaikan dan memperoleh balasan dari Allah SWT.

Peneliti menyadari bahwa proposal ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu kritik, saran dan motivasi sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan proposal kedepannya.

Batusangkar, November 2023

Popy Amanda NIM. 21 305 034

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 12

1. Pembelajaran Matematika ... 12

2. Model Pembelajaran ... 12

3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share ... 13

4. Kemampuan Berfikir Reflektif Matematika ... 18

4. Hubungan Model Pembelajaran SSCS dengan Kemampuan Berfikir Reflektif Matematis Siswa ... 23

5. Model Pembelajaran Konvensional ... 25

B. Penelitian Yang Relevan ... 25

C. Kerangka konseptual ... 28

D. Hipotesis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 32

(4)

iii

D. Variabel dan Data ... 36

E. Populasi dan Sampel ... 37

F. Instrumen Penelitian ... 38

G. Teknik Pengumpulan Data ... 43

H. Teknik Analisis Data ... 44 DAFTAR PUSTAKA

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1Hasil Ulangan Harian Siswa kelas VIII MTsN 4 Tanah Datar ... 7

Tabel 2. 1 Sintaks Model SSCS ... 16

Tabel 2. 2 Indikator Berfikir Reflektif Matematis Surbeck Han... 19

Tabel 2. 3 Indikator Berfikir Reflektif Matematis Dewey ... 22

Tabel 3. 1 Rancangan Penelitian ... 31

Tabel 3. 2 Jumlah Siswa Kelas VIII di MTsN 4 Tanah Datar ... 32

Tabel 3. 3 Kriteria Validitas Instrumen ... 40

Tabel 3. 4 Klasifikasi Daya Pembeda... 41

Tabel 3. 5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 42

Tabel 3. 6 Klasifikasi Reliabiltas Soal ... 43

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jawaban Siswa ... 5 Gambar 2 Jawaban Siswa... 6 Gambar 3 Skema Kerangka Konseptual ... 29

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Notoatmodjo dalam buku pengantar pendidikan (Husamah,dkk,2019:33) pendidikan adalah semua upaya yang telah direncanakan dalam mempengaruhi orang lain baik kelompok, individu maupun masyarakat sehingga mereka akan melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dengan adanya pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, keterampilam dan pengalaman.

Pendidikan itu tidak akan lepas dari proses menuntut ilmu antara pendidik dan peserta didik. Proses dari menuntut ilmu terjadi saat manusia dijadikan subjek atau tujuan dari tercapainya pendidikan.

Menuntut ilmu penting bagi manusia sesuai firman Allah dalam Al- Qur’an Surat Az-Zumar (39) ayat 9

لذ أ ي وت سي له لق لالذا و نوملعي ني

ي ببل لا اولو أ ركتي ماّن ا نوملع

Artinya : “Ketahuilah : “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui ?” Bahwasanya manusia yang mempunyai akal yang bisa menerima pengetahuan.” (Q.S Az-Zumar (39):9)

Kandungan dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 9 yaitu membahas manusia yang taat kepada Allah SWT dan manusia yang beriman kepada Allah SWT serta manusia yang tidak taat dan beriman kepada sangat jelas perbedaannya. Derajat manusia yang taat pada Allah akan jelas berbeda dengan yang tidak taat pada Allah SWT. Sehingga jelas pada ayat tersebut yang bisa menerima pengetahuan adalah orang yang berakal.

(8)

Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat mengembangkan kemampuan, watak dan potensi manusia. Di era 5.0 kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi meningkat dengan sangat pesat, hal ini menuntut manusia untuk mampu beradaptasi dan mencari solusi terhadap permasalahan baru yang akan muncul dengan menghubungkan pengetahuan yang telah diperoleh dengan pengetahuan sebelumnya sehingga diperoleh kesimpulan dalam menyelesaikan permasalahan yang akan muncul. Cara seperti itu yang dapat dikembangkan dalam pendidikan matematika.

Matematika merupakan mata pelajaran wajb yang diajarkan di semua tingkatan pendidikan baik di SD, SMP dan SMA. Kegiatan matematika telah menjadi bagian dari tujuan kurikulum untuk setiap kelas yaitu sejak revisi kurikulum matematika pada tahun 1998 (Nila Mareta Murdiyan, 2020:43).

Matematika berkaitan dengan ide-ide, berpikir logis,dan konsep- konsep yang abstrak serta tersusun secara hierarki dan penalarannya deduktif. Dikarenakan konsep matematika tersusun secara hierarki, maka dalam belajar matematika tidak boleh ada langkah atau tahapan konsep yang terlampaui. Siswa harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan membangun pengetahuan baru, pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

(9)

2

Dilihat dari kenyataannya justru matematika dianggap sulit serta mata pelajaran yang menakutkan bagi setiap orang dan hanya orang tertentu yang menyenangi matematika. Hal ini menyebabkan siswa pasif dalam pembelajaran matematika.

Menurut Permendikbud No. 58 tahun 2014 pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik dapat :

1. Memahami konsep matematika, adalah kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah serta mampu membuat generalisasi berdasarkan data yang ada.

3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu dan teknologi) meliputi kemampuan memahami masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model serta menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka pemecahan masalah.

4. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram atau media lain agar memperjelas keadaan atau masalah.

5. Mempunyai sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

6. Mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya seperti taat azaz, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, tangguh, ulet, kreatif, menghargai

(10)

3

kesemestaan (konteks, lingkungan), kerja sama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes, mempunyai kemauan berbagi rasa dengan orang lain.

7. Melakukan kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika.

8. Menggunakan alat peraga sederhana ataupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain. Sekalipun tidak dikemukan secara eksplisit kemampuan berkomunikasi muncul dan diperlukan di berbagai kecakapan misalnya untuk menjelaskan gagasan pada pemahaman konseptual, menyajikan rumusan dan penyelesaian masalah atau menemukan argumen pada penalaran.

Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang pertama yaitu memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Jadi, untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika yang pertama maka dibutuhkan kemampuan berpikir reflektif matematika.

Kemampuan berpikir reflektif matematika adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh setiap peserta didik dalam pembelajaran matematika. Berpikir reflektif matematis merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk memanfaatkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya guna menghadapi dan menyelesaikan persoalan matematika (Anies Faudy, 2018:104).

Kemampuan ini muncul saat peserta didik kebingungan dalam mengerjakan dan mencari solusi dari persoalan matematika. Berfikir secara reflektif menjadi penunjang peserta didik untuk memilih rancangan penyelesaian dan memudahkan peserta didik dalam memilih penyelesaian masalah yang tepat. Dalam ilmu matematika refleksi nya

(11)

4

adalah dapat mengasah keterampilan pemecahan masalah peserta didik secara sistematis dan konseptual.

Menurut Nuriadin, Kusumah, Sabandar, dalam (Ririn, Yaya, Elah, 2020) menyatakan indikator dari kemampuan berpikir reflektif matematis adalah

1. Menggunakan berbagai macam strategi untuk mencari solusi penyelesaian masalah

2. Menggunakan hubungan antar topik matematika

3. Mengidentifikasi konsep dan rumusan matematika yang terlibat dalam masalah matematika yang tidak sederhana

4. Mengevaluasi ataupun menguji kebenaran argument berdasarkan konsep atau sifat matematika

5. Menyimpulkan dari data yang telah disajikan agar dapat menentukan kebenaran kesimpulan dan alasannya

Dapat disimpulkan bahwa kemampuan berfikir reflektif matematika adalah berfikir yang bermakna. Berfikir reflektif adalah kemampuan peserta didik untuk bisa memanfaatkan dan menghubungkan pengetahuan yang sudah didapatkan dahulu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan matematika. Kemampuan berfikir reflektif muncul saat peserta didik kebingungan dalam mencari solusi dari soal-soal matematika yang sedang dikerjakan. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan bisa mengembangkan kemampuan reflektif.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di MTsN 4 Tanah Datar pada tanggal 10 November 2023 terdapat beberapa permasalahan siswa dalam mempelajari matematika yang menyebabkan tujuan dalam pembelajaran matematika tidak tercapai. Siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan soal karena siswa terbiasa dengan soal rutin. Ketika diberikan soal berbentuk cerita ataupun non rutin siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan soal. Siswa kesulitan dalam membuat permisalan matematika dan siswa juga bingung untuk memulai langkah penyelesaian apa terlebih dahulu.

(12)

5

Peneliti melihat ketika diberikan siswa soal matematika, siswa mengerjakannya dengan melihat penyelesaian soal dari siswa lainnya.

Sehingga peneliti menanyakan kepada guru matematika MTsN 4 Tanah Datar mengenai minat siswa dalam belajar matematika. Ternyata minat siswa sangat sedikit dalam belajar matematika karena kebanyakan siswa berfikir bahwa matematika itu sulit. Siswa juga mudah melupakan pengetahuan yang sudah didapatkan sebelumnya dan sulit mengaitkan nya dengan pengetahuan yang baru. Sehingga ketika diberikan persoalan matematika yang berkaitan dengan pengetahuan sebelumnya siswa kebingungan untuk mencari penyelesaian soal.

Peneliti menanyakan metode apa yang digunakan guru dalam mengajar dan guru tersebut menjawab bahwa beliau menggunakan metode demonstrasi dan tanya jawab. Peneliti memberikan sebuah soal kepada siswa untuk melihat kemampuan reflektif siswa. Soalnya sebagai berikut :

Anton mempunyai kolam berbentuk persegi dengan ukuran panjang pada setiap sisinya 2𝑥 meter. Anton berencana untuk memperluas kolam tersebut, pada sisi pertama diperpanjang menjadi lima kali ukuran semula dan sisi kedua ditambah 6 meter dari ukuran semula.

Berapakah luas kolam Anton yang baru ? (Nyatakan dalam bentuk 𝑥) Gambar di bawah ini merupakan jawaban siswa

Gambar 1 Jawaban Siswa

Dari gambar diatas dapat disimpulkan, siswa tidak membuat langkah- langkah pengerjaan matematika seperti diketahui, ditanyakan dan penyelesaian. Untuk pengerjaan soal siswa sudah mengaitkannya dengan

(13)

6

pengetahuan terdahulu yaitu operasi aljabar dan luas pesergi. Untuk langkah pengerjaannya hampir benar yaitu mencari panjang sisi kolam baru dan menghitung luas kolam yang baru. Namun, terdapat kesalahan saat dalam operasi aljabar siswa. Dimana pada gambar tersebut siswa langsung mengalikan 10x dengan 2x dan menambahkannya dengan 6.

Seharusnya langkah pengerjaan yang dilakukan siswa adalah memberi kurung di 10x dan kurung di 2x+6 lalu dikalikan dan hasilnya adalah 20x²+60x. Rendahnya kemampuan berpikir reflektif siswa terlihat pada kemampuan siswa dalam mengemukakan permasalahan dan menyelesaikan permasalahan dengan benar.

Gambar 2 Jawaban Siswa

Gambar ini sama dengan gambar pertama dimana siswa tidak membuat langkah-langkah pengerjaan soal. Siswa juga tidak membuat pemisalan matematika yang jelas sehingga terlihat bahwa siswa hanya sekedar mengerjakan namun tidak paham akan proses pengerjaannya. Gambar yang dibuat siswa juga salah karena gambar yang dibuat siswa lebih tepatnya disebut prisma bukan pesergi panjang. Selanjutnya untuk langkah kedua operasi aljabar yang dilakukan siswa juga tidak tepat.

Jawaban yang tepat yaitu

1. Membuat yang diketahui dan ditanya Diketahui :

Kolam Anton mula-mula adalah pesergi dengan panjang setiap sisi=2x Sisi pertama diperpanjang 5 kali ukuran semula

Sisi kedua ditambah 6 meter

(14)

7 Ditanya:

Berapa luas kolam Anton yang baru?

Materi atau konsep yang terkait yaitu Operasi aljabar dan luas pesergi

Menyusun rencana

1. Mencari panjang sisi kolam yang baru 2. Menghitung luas kolam yang baru

Melaksanakan Rencana

1. Mencari panjang sisi kolam yang baru Sisi(S) = 2x

S1 = 5x2x =10x S2 = 2x + 6

2. Menghitung luas kolam yang baru L= S1x S2

L= (10x)+ (2x + 6) L= 20+ 60x Melihat kembali

Masukkan nilai yang kamu diperoleh ke dalam persamaan awal pada soal untuk menentukan persamaan awal pada soal untuk menentukan kebenaran dari solusi.

Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan reflektif matematis siswa rendah yaitu terlihat dari langkah-langkah pengerjaan soal siswa yang tidak sistematis dan operasi aljabar siswa yang hal ini terus dibiarkan maka akan berpengaruh saat siswa menemukan permasalahan matematika yang lebih tinggi lagi dan siswa akan kebingungan dalam pengerjaan soal. Hal ini tentunya akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

Tabel 1. 1Hasil Ulangan Harian Siswa kelas VIII MTsN 4 Tanah Datar Kelas Jumlah siswa Siswa yang

tuntas

Siswa yang tidak tuntas

(15)

8

VIII.1 22 5 orang 17 orang

VIII. 2 22 3 orang 19 orang

VIII. 3 21 6 orang 17 orang

VIII.4 21 5 orang 16 orang

VIII.5 21 4 orang 15 orang

Kurangnya kemampuan berpikir reflektif matematis dan aktivitas belajar siswa berdampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa, dari tabel dapat dilihat banyak siswa yang tidak tuntas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa sehingga hasil belajar siswa akan baik.

Salah satu solusi untuk penyelesaian permasalahan ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1988 oleh Edward L. Pizzini, seorang spesialis pendidikan dalam pendidikan sains di University of Iowa Center for Science Education. Model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) adalah model Pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, karena siswa dilibatkan pada setiap tahapannya dan suatu model yang telah diakui dan mendapat penghargaan untuk dikembangkan dan digunakan pada mata pelajaran Matematika dan IPA (Irwan, 2018:10).

Model pembelajaran ini berpusat pada peserta didik, peserta didik berperan aktif untuk menemukan masalah dan mencari solusi dari permasalahan dan bekerjasama serta dapat memecahkan masalah dengan argument yang rasional dan pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di kelas.

Dengan menerapakn model pembelajaran ini diharapkan siswa lebih aktif dalam belajar dan mampu menggunakan langkah-langkah yang sistematis dalam pengerjaan soal. Model pembelajaran terdiri dari 4 fase yaitu Fase Search (Pencarian), Fase Solve (Menuliskan Penyelesaian),

(16)

9

Fase Create (Menciptakan Penyelesaian) dan Fase Share (Mendiskusikan).

Berdasarkan temuan masalah yang dilanjutkan dengan uraian singkat alternatif solusi tersebut, peneliti berusaha mengungkapkan lebih dalam tentang penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) pada pelaksanaan pembelajaran melalui penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create Dan Share (SSCS) Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa Kelas VIII Mtsn 4 Tanah Datar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut

1. Kemampuan berpikir reflektif siswa rendah 2. Hasil belajar siswa yang kurang memuaskan 3. Metode pembelajaran yang kurang tepat

4. Pemikiran siswa yang selalu mengatakan matematika sulit C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, untuk menghindari kesalahan persepsi dan perluasan permasalahan, maka dalam hal ini peneliti membatasi permasalahan tersebut mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan pikiran dari penelitian sendiri. Permasalahan yang diteliti yaitu kemampuan berpikir reflektif matematis siswa masih rendah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah melihat perbandingan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) dengan kemampuan berpikir reflektif yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

(17)

10 E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah melihat perbandingan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) dengan kemampuan berpikir reflektif yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna : 1. Bagi Siswa

Semoga dengan diadakannya penelitian ini dapat menjadi inovasi baru dalam memperoleh informasi pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif siswa.

2. Bagi guru

Sebagai masukan bagi guru menerapakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa setelah penelitian ini.

3. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti serta untk mengetahui model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) dalam pembelajaran matematis siswa.

G. Definisi Operasional

1. Kemampuan Berpikir reflektif

Kemampuan berpikir reflektif adalah kemampuan peserta didik dalam menyeleksi pengetahuan yang telah dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk mampu menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi dalam mencapai solusi dari persoalan.

2. Model Pembelajaran Search, Solve, Create And Share (SSCS)

Model Pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) ialah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, peserta didik

(18)

11

berperan aktif untuk menemukan masalah dan mencari solusi dari permasalahan dan bekerjasama serta dapat memecahkan masalah dengan argument yang rasional dan pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di kelas.

3. Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran secara langsung yang dalam pelaksanaannya secara umum lebih banyak menggunakan metode ceramah. Model ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penyajian lisan secara langsung kepada siswa. Model ceramah merupakan cara belajar atau mengajar yang menekankan pemberitahuan satu arah dari guru kepada siswa.

(19)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran berasal dari terjemahan kata learning dan sering disamakan dengan istilah teaching atau instructions. Pembelajaran merupakan aktivitas yang diciptakan supaya terjadi proses belajar.

Sugiharto dalam (Prihantini, 2021) menyebutkan pembelajaran adalah upaya yang dilakukan pendidik atau guru secara sengaja dengan tujuan menyampaikan ilmu pengetahuan, dengan cara mengoordinasikan dan menciptakan suatu sistem belajar dengan metode sehingga peserta didik dapat belajar secara optimal.

Dari definisi di atas maka dapat diterangkan bahwa belajar akan memberikan perubahan yang besar bagi peserta didik baik itu secara afektif, kognitif dan psikomotorik. Perubahan ini dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang disebut dengan kegiatan pembelajaran.

Murdiani (2018:35) menyatakan matematika merupakan suatu pembelajaran dengan materi yang bersifat abstrak. Keabstrakan matematika terdapat pada objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip.

Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan dalam mengembangkan kemampuan bernalar deduktif dan induktif siswa terhadap ilmu tentang kuantitas dan ukuran.

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran digunakan untuk menuntun pendidik dalam membuat pembelajaran yang menarik dan memudahkan peserta didik dalam kegiatan belajar. Model pembelajaran untuk mempermudah dan

(20)

13

menghemat waktu ketika proses penyampaian materi yang akan diajarkan. Definisi model Pembelajaran yaitu suatu proses perencanaan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran merupakan salah satu bentuk pendekatan yang digunakan pendidik dalam rangka membentuk perubahan perilaku peserta didik agar meningkatkan motivasi dalam proses pembelajaran.

Konsep model pembelajaran berkaitan erat dengan gaya belajar peserta didik dalam meningkatkan prestasi belajar (Ponidi, dkk, 2021:

10).

Penerapan model pembelajaran yang sesuai akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang afektif. Pemilihan model pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor peserta didik, faktor ketersediaan fasilitas pembelajaran, faktor tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, faktor materi pembelajaran, faktor alokasi waktu pembelajaran dan faktor kesanggupan guru. Sebagai seorang pendidik salah satu langkah yang dapat dilakukan sebagai pembimbing peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di sekolah adalah memilih model pembelajaran yang tepat.

Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan proses yang dilakukan dengan sistematis dipergunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran yang memiliki strategi, metode, teknik, bahan ajar, media pembelajaran, dan alat penilaian pada proses pembelajaran.

3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share

a. Pengertian Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

Berdasarkan pernyataan (Haniyah dkk., 2020), model pembelajaran SSCS pertama kali dikembangkan pada tahun 1988 oleh Edward L. Pizzini, seorang spesialis pendidikan dalam pendidikan sains di University of Iowa Center for Science Education. Lebih lanjut Pizzini dan rekan-rekannya

(21)

14

menyempurnakan model SSCS dan menyatakan bahwa model tersebut tidak hanya dapat diterapkan pada pendidikan IPA tetapi juga cocok untuk pendidikan matematika.

Model Pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, karena siswa dilibatkan pada setiap tahapannya dan suatu model yang telah diakui dan mendapat penghargaan untuk dikembangkan dan digunakan pada mata pelajaran Matematika dan IPA (Irwan, 2018:10).

Astuti.,dkk. (2019) menjelaskan bahwa model pembelajaran SSCS merupakan model pembelajaran yang bisa melatih siswa berfikir sistematis, logis, teratur serta teliti. Hal ini dikarenakan model pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang sudah menekankan pada penggunaan pendekatan saintifik. Adapun tujuan utama dari model pembelajaran SSCS supaya dapat membantu siswa untuk mengkonstruksi konsep secara terstruktur dan memahaminya.

Resty, dkk. (2019) menambahkan bahwa model pembelajaran SSCS menjadi strategi pembelajaran pemecahan masalah yang terbukti memberikan stimulan yang baik bagi siswa sehingga kemampuan berpikir siswa mengalami peningkatan

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, peserta didik berperan aktif untuk menemukan masalah dan mencari solusi dari permasalahan dan bekerjasama serta dapat memecahkan masalah dengan argument yang rasional dan pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di kelas.

Model pembelajaran SSCS bermanfaat untuk mengasah ide peserta didik dan mengajarkan peserta didik dalam merumuskan dan menyelesaikan masalah, serta menuntut peserta didik aktif berdiskusi di dalamnya.

(22)

15

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

Adapun langkah-langkah model pembelajaran SSCS menurut (Astuti, dkk., 2019) yaitu

1) Fase Search (Pencarian)

Fase Search (Pencarian) terdiri dari kegiatan penyelidikan awal tentang suatu masalah yang diberikan kepada peserta didik.

Selama fase ini, peserta didik dapat mengeluarkan ide-ide dalam sebuah bentuk apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam sebuah soal.

2) Fase Solve (Menuliskan Penyelesaian)

Peserta didik dapat menuliskan dan merumuskan suatu rencana yang akan digunakan saat menyelesaikan permasalahan yang terdapat di soal. Pada fase ini peserta didik menuangkan ide kreatif nya, memanfaatkan keterampilan berpikirnya serta mengumpulkan data untuk menyelesaikan persoalan.

3) Fase Create (Menciptakan Penyelesaian)

Pada fase ini peserta didik dituntut menciptakan solusi dari setiap kemungkinan penyelesaian yang telah ditemukan sebelumnya. Pada tahapan ini peserta didik diarahkan untuk memeriksa kemungkinan yang telah disebutkan apakah salah atau benar. Hasil yang telah dikerjakan akan disusun menarik sesuai dengan kemauan peserta didik.

4) Fase Share (Mendiskusikan)

Pada fase terakhir peserta didik diarahkan agar berdiskusi dengan teman sekelompok nya atau dengan kelompok lain dan dengan pendidik untuk menyimpulkan solusi atas setiap permasalahan yang dikemukakan. Penyampaian hasil diskusi bisa berupa media, laporan, dan yang lain.

(23)

16

Berdasarkan penjelasan di atas, sintaks atau langkah-langkah dari model SSCS sebagai berikut

Tabel 2. 1 Sintaks Model SSCS

Search 1)Peserta didik membaca soal, kemudian menuliskan apa yang diketahui dari soal dan pertanyaannya.

2)Peserta didik menuliskan kondisi yang telah disebutkan

3)Peserta didik menuliskan pertanyaan singkat atas permasalahan yang ada.

4)Peserta didik mengumpulkan dan mencari sumber Informasi

Solve 1) Peserta didik merumuskan penyelesaian guna menghasilkan solusi.

2) Peserta didik mengarahkan peserta didik untuk berpikir dalam menemukan solusi.

3) Peserta didik menentukan solusi permasalahan.

4) Peserta didik mengumpulkan dan menyelidiki ide atau informasi.

Create 1) Peserta didik melakukan dan memilih solusi.

2)Peserta didik memeriksa salah atau tidaknya kemungkinan yang telah disebutkan.

3)Peserta didik menampilkan hasil semenarik mungkin.

Share 1)Peserta didik berdiskusi dengan rekan sekelompok, kelompok lain dan dengan pendidik.

2)Peserta didik menyampaikan hasil pengerjaan yang telah diperoleh.

3)Peserta didik dapat bersifat terbuka dalam menerima saran dan masukan dari kelompok lain.

(24)

17

4)Peserta didik menyimpulkan hasil dari permasalahan yang telah dikemukakan pada fase sebelumnya.

c. Kelebihan dan kelemahan model Pembelajaran SSCS

Kelebihan Model Pembelajaran Search, Solve,Create, and Share (SSCS)

1. Model SSCS dapat mencakup siswa dalam situasi baru, mempunyai opsi untuk mempertimbangkan pertanyaan menarik 2. Dengan penggunaan model pembelajaran SSCS, siswa

berpartisipasi secara aktif dalam penerapan proses pembelajaran yaitu siswa mampu menemukan sebuah konsep serta meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

3. Model SSCS memberikan sebuah solusi dalam peningkatan dan penggunaan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kekurangan dari model pembelajaran SSCS yaitu membutuhkan pemahaman lebih konseptual dan tingkat berpikir yang sangat tinggi saat pembelajaran. Namun, pada kenyataannya siswa sangat kesulitan pada setiap tahapan dari model pembelajaran SSCS karena siswa dituntut untuk bisa memahami maksud dari persoalan dan mengaitkan dengan informasi terdahulu sehingga peran dan perhatian guru pembelajaran pada siswa sangat diperlukan supaya siswa mampu melakukan eksperimen dengan begitu baik.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa model pembelajaran SSCS terdapat kelebihan serta kekurangan. Model pembelajaran SSCS mempunyai kelebihan dimana siswa mampu menyelesaikan pemecahan masalah dengan model pembelajaran tersebut, dan kekurangannya siswa memerlukan pemahaman konsep materi yang sangat tinggi sehingga siswa yang mempunyai kemampuan rata- rata akan kesulitan untuk beradaptasi dengan model pembelajaran ini.

(25)

18

4. Kemampuan Berpikir Reflektif Matematika

a. Pengertian Kemampuan Berfikir Reflektif Matematika

Pada pembelajaran matematika perlu dilakukan refleksi supaya peserta didik mengetahui manfaat dalam mempelajari matematika.

Rodger dalam (Praha, 2019:93) menyatakan bahwa reflektif matematika adalah tindakan untuk mengasah keterampilan peserta didik untuk menuliskan rancangan-rancangan matematika Berpikir reflektif merupakan keterampilan berpikir matematis peserta didik dalam memilih rancangan untuk mencari solusi permasalahan dan mengembangkan ide secara kreatif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan.

Menurut Anies Faudy (2018) Berpikir reflektif matematis ialah kemampuan peserta didik dalam memanfaatkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya guna menyelesaikan persoalan matematika. Kholid dalam (Aditya dan Dori, 2021:132) juga mengemukakan bahwa berpikir reflektif matematis merupakan sebuah upaya berpikir untuk mengatasi kebingungan terhadap permasalahan matematis melalui langkah-langkah yang terencana dengan berdasarkan pengalaman, pengetahuan serta keterampilan pemecahan masalah.

Kemampuan Berpikir reflektif muncul saat peserta didik mengalami hambatan dan bingung dalam menyelesaikan persoalan matematika. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa berfikir reflektif terjadi ketika Peserta didik berada pada situasi kebingungan dan melakukan penyelidikan berulang-ulang sampai menemukan penyelesaian. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka berpikir reflektif adalah kemampuan peserta didik dalam menyeleksi pengetahuan yang telah dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk mampu menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi dalam mencapai solusi dari persoalan.

(26)

19

b. Indikator Berfikir Reflektif Matematika

Surbeck, Han & Moyer dan Nisak (dalam Nur dan Indrie, 2019) menyebutkan ada beberapa indikator kemampuan berpikir reflektif matematis yaitu

Tabel 2. 2 Indikator Berpikir Reflektif Matematis Surbeck Han

Menurut Muin, A,dkk dalam (Nabilah, dkk, 2022) adapun indikator Berfikir reflektif yaitu :

Fase/Tingkatan Indikator

Reacting a. Menyebutkan apa yang sedang ditanyakan.

b. Menyebutkan apa yang sedang diketahui.

c. Menyebutkan hubungan yang ditanya dengan yang diketahui.

d. Mampu menjelaskan apa yang diketahui sudah cukup untuk menjawab apa yang ditanyakan

Elaborating a. Menjelaskan jawaban pada permasalahan yang dulu pernah didapatkan

b. Mengaitkan masalah yang pernah ditanyakan dengan masalah yang pernah dihadapi

Contemplating a. Menentukan maksud dari permasalahan.

b. Mendeteksi kesalahan pada jawaban.

c. Memperbaiki dan menjelaskan apabila terjadi kesalahan pada jawaban.

d. Membuat kesimpulan dengan benar.

(27)

20 1. Mendeskripsikan masalah

a. Siswa bisa menulis dengan tepat yang diketahui b. Siswa menulis apa yang ditanyakan dari soal

c. Siswa mampu menuliskan hubungan antara yang ditanyakan dan yang diketahui.

2. Mengidentifikasi masalah

a. Siswa bisa menyebutkan konsep yang berhubungan dengan masalah matematika yang diberikan.

b. Siswa mampu memilih dan menentukan konsep matematika dalam penyelesaian permasalahan matematika yang rumit.

3. Mengevaluasi

a. Siswa bisa menyelidiki kebenaran suatu pernyataan berdasarkan konsep matematika yang relevan

b. Siswa mampu mendeteksi kesalahan terhadap jawaban yang diungkapkan

c. Siswa bisa memperbaiki jika terjadi kesalahan jawaban yang telah diutarakan.

4. Menyimpulkan

a. Siswa bisa membuat kesimpulan berdasarkan hasil penyelesaian masalah dalam soal matematika dengan benar Lee dalam Toyyibah (2018) juga menyebutkan indikator berpikir reflektif meliputi:

1. Recall (mengingat fakta)

Yaitu peserta didik mampu menggambarkan aspek apa yang dialami, menginterpretasikan situasi berdasarkan ingatan terhadap pengalamannya tanpa memberikan penjelasan, mencoba mencari cara lain yang mirip (imitasi) yang telah dipikirkan dan dialami.

2. Rationalization (rasionalisasi hubungan)

Yaitu peserta didik mampu mencari hubungan antara bagian- bagian berdasarkan pengalaman, menginterpretasikan dengan

(28)

21

penjelasan (rasionalisasi), mencari informasi mengapa hal itu terjadi dan menggeneralisasi pengalaman yang diperoleh.

3. Reflectivity (reflektivitas)

Yaitu peserta didik bisa melakukan pendekatan pengalaman untuk memprediksi, menganalisis pengalaman dari sudut pandang yang berbeda dan membuat keputusan dari pengalaman yang diperoleh.

Kusumaningrum mengungkapkan indikator atau langkah-langkah berpikir reflektif adalah sebagai berikut

1. Mengetahui permasalahan

Masalah matematika diterima peserta didik setelah peserta didik melihat atau membaca persoalan. Jadi, dalam tahap ini peserta didik memahami dan mengetahui permasalahan.

2. Menentukan dan menyebutkan permasalahan

Dalam tahap ini peserta didik diharapkan mampu berpikir secara konseptual dalam menentukan dan menyebutkan permasalahan.

3. Mengemukakan penyelesaian

Pada tahap ini peserta didik dibimbing mencari ide dan informasi guna menyelesaikan permasalahan.

4. Mengeluarkan pemikiran dalam menyelesaikan permasalahan Pada tahap ini mengarahkan peserta didik menemukan ide dan mengeluarkan ide tersebut guna memecahkan masalah.

5. Memberikan tes untuk memeriksa dan mengetahui solusi permasalahan

Pada tahap ini peserta didik diarahkan dapat mengerjakan persoalan yang diberikan, agar kemampuan memecahkan masalah peserta didik bisa berjalan dengan baik dalam menemukan sendiri kebenaran solusi yang ditemukannya.

(29)

22

Selanjutnya juga ada indikator Berfikir reflektif menurut John Dewey dalam (Salmiyah,2021)

Tabel 2. 3 Indikator Berfikir Reflektif Matematis Dewey Langkah Berpikir Reflektif Indikator

Recognize or felt difficulty problem

Menjelaskan dan menuliskan informasi yang diketahui dari soal Location and definition of the

problem

1. Menjelaskan atau menuliskan permasalahan yang ditanyakan dari soal.

2.Menjelaskan informasi yang diketahui telah cukup untuk menjawab permasalahan yang ditanyakan dari soal serta berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau didapat sebelumnya.

Suggestion of possible solution

Menjelaskan langkah-langkah atau rencana penyelesaian soal dengan menggunakan strategi atau alternatif penyelesaian soal yang dipilih.

Rational elaboration of an idea

Menjelaskan atau menuliskan solusi penyelesaian soal berupa persamaan, rumus atau perhitungan matematika dengan benar dan berdasar pada langkah-langkah atau rencana serta strategi yang telah disusun sebelumnya.

Test and formation of conclusion

1.Mendeteksi apabila terjadi kesalahan atau melakukan pengujian

(30)

23

4. Hubungan Model Pembelajaran SSCS dengan Kemampuan Berfikir Reflektif Matematis Siswa

Model Pembelajaran SSCS adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, karena siswa dilibatkan pada setiap tahapan nya.

Model pembelajaran SSCS adalah suatu model yang telah diakui dan mendapat penghargaan untuk dikembangkan dan digunakan pada mata pelajaran Matematika dan IPA (Irwan, 2018:10).

Model pembelajaran SSCS mampu meningkatkan kemampuan berpikir sistematis siswa. Sedangkan kemampuan berpikir reflektif matematis menurut Kholid dalam ( Aditya dan Dori, 2021:132) adalah upaya berpikir untuk mengatasi kebingungan terhadap permasalahan matematis melalui langkah-langkah yang terencana dengan berdasarkan pengalaman, pengetahuan serta keterampilan pemecahan masalah. Kemampuan Berpikir reflektif muncul saat peserta didik mengalami hambatan dan bingung dalam menyelesaikan persoalan matematika.

Model pembelajaran SSCS mempunyai hubungan yang erat dengan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa. Model pembelajaran SSCS menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif siswa hal ini dikarenakan model pembelajaran SSCS mempunyai langkah-langkah yang sesuai dengan kemampuan berpikir reflektif matematis siswa.

Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran SSCS adalah 1. Fase Search (Pencarian)

Fase Search (Pencarian) terdiri dari kegiatan penyelidikan awal tentang suatu masalah yang diberikan kepada peserta didik. Selama

ulang terhadap proses pemerolehan solusi penyelesaian soal.

2. Melakukan penarikan kesimpulan berdasarkan pengujian yang telah dilakukan.

(31)

24

fase ini, peserta didik dapat mengeluarkan ide-ide dalam sebuah bentuk apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam sebuah soal.

2. Fase Solve (Menuliskan Penyelesaian)

Peserta didik dapat menuliskan dan merumuskan suatu rencana yang akan digunakan saat menyelesaikan permasalahan yang terdapat di soal. Pada fase ini peserta didik menuangkan ide kreatif nya, memanfaatkan keterampilan berpikirnya serta mengumpulkan data untuk menyelesaikan persoalan.

3. Fase Create (Menciptakan Penyelesaian)

Pada fase ini peserta didik dituntut menciptakan solusi dari setiap kemungkinan penyelesaian yang telah ditemukan sebelumnya. Pada tahapan ini peserta didik diarahkan untuk memeriksa kemungkinan yang telah disebutkan apakah salah atau benar. Hasil yang telah dikerjakan akan disusun menarik sesuai dengan kemauan peserta didik.

4. Fase Share (Mendiskusikan)

Pada fase terakhir peserta didik diarahkan agar berdiskusi dengan teman sekelompok nya atau dengan kelompok lain dan dengan pendidik untuk menyimpulkan solusi atas setiap permasalahan yang dikemukakan.

Langkah-langkah dari model pembelajaran SSCS menjadi solusi untuk meningkatkan dan mencapai kemampuan berpikir reflektif siswa. Pasalnya, pada model pembelajaran SSCS mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Seperti pada indikator dari kemampuan berpikir reflektif siswa yaitu peserta didik dituntut untuk mampu menjelaskan atau menuliskan informasi yang didapatkan dari soal hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran SSCS yaitu pada tahapan search.

Pada tahapan solve di model pembelajaran SSCS peserta didik dapat menuliskan dan merumuskan perencanaan untuk penyelesaian

(32)

25

masalah dan mengumpulkan data untuk penyelesaian masalah.

Sehingga pada tahapan solve ini akan meningkatkan kemampuan reflektif siswa pada indikator menjelaskan langkah-langkah atau rencana penyelesaian soal.

5. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran secara langsung yang dalam pelaksanaannya secara umum lebih banyak menggunakan metode ceramah. Menurut Djamarah (2010: 97) model ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penyajian lisan secara langsung kepada siswa.

Model ceramah merupakan cara belajar atau mengajar yang menekankan pemberitahuan satu arah dari guru kepada siswa.

Model pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Meski pembelajaran ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada siswa, tetapi pembelajaran ini tetap tidak bisa di tinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang terkait dengan penelitian peneliti yaitu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Made Septya Harsini Utami dari program studi Tadris Matematika diajukan kepada Universitas Pendidikan Ganesha pada tahun 2021 dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Serta Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII-6 SMP Negeri 2 Singaraja”. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pemahaman Konsep Matematika siswa cukup baik dengan penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS).

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Made Septya Harsini Utami dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama

(33)

26

menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS. Beda nya penelitian oleh Made Septya Harsini Utami tidak membandingkan dengan pembelajaran konvensional sedangkan peneliti membandingkan dengan pembelajaran konvensional, dan perbedaan lainnya penelitian yang dilakukan Maria Wilda Malo untuk melihat kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Safriadi Yusda dari program studi Tadris Matematika diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Sumatera utara pada tahun 2018 dengan judul "Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Pada Siswa Al-Hidayah Medan”.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Pemahaman Konsep Matematika siswa dapat meningkatkan dengan penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS). Seperti yang ditulis oleh Safriadi Yusda bahwa nilai rata-rata ketuntasan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada siklus 1 dengan siklus II mengalami peningkatan sebesar 81,04.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Safriadi Yusda dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And Share (SSCS).

Bedanya penelitian oleh Safriadi Yusda tidak membandingkan dengan penbelajaran konvensional sedangkan peneliti membandingkan dengan pembelajaran konvensional, dan perbedaan lainnya penelitian yang dilakukan Safriadi Yusda untuk melihat kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Verta Amelia dari program studi Tadris Matematika diajukan kepada Universitas Islam Raden Intan Lampung pada tahun 2018 dengan judul "Pegaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau Dari Kreativitas Belajar Matematika”.

(34)

27

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dimana peserta didik yang mendapat pembelajaran SSCS memiliki kemampuan pemecahan masalah lebih baik dibanding dengan perlakuan pembelajaran konvensional.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Verta amelia dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) dan juga sama-sama membandingkan dengan pembelajaran konvesnsional serta untuk uji hipotesisnya sama-sama menggunakan uji barlett.

Bedanya dengan penelitian peneliti adalah Verta Amelia untuk melihat kemampuan pemecahan masalah matematis..

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Safi’i dari program studi Tadris Matematika diajukan kepada Universitas Islam Raden Intan Lampung pada tahun 2020 dengan judul "Pengaruh Model Pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) Terhadap Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik”. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan Berpikir Reflektif Matematis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik cukup dipengaruhi oleh model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS).

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Safi’i dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu sama-sama menggunakan model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS ) dan sama-sama melihat pengaruh model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) terhadap kemampuan berfikir reflektif siswa. Beda nya penelitian oleh Ahmad Safi’i tidak membandingkan dengan pembelajaran konvensional sedangkan peneliti membandingkan dengan pembelajaran konvensional.

(35)

28 C. Kerangka konseptual

Menurut Notoatmodjo (2018), kerangka konsep merupakan konsep- konsep yang akan diukur maupun diamati dalam suatu penelitian.

Menurut Suracman, rahmat dan Supardi dalam ( Tukatman, dkk,2023:44) Syarat Kerangka Konseptual yang baik adalah

1. Penelitian mempunyai variabel yang jelas

2. Penelitian harus menjelaskan adanya hubungan antara variabel yang diteliti didasari teori.

3. Jelas serta mudah dipahami kerangka konsep dalam penelitian merupakan hal yang menjadi satu kesatuan dengan kerangka teori yang utuh sehingga dapat mencari jawaban secara ilmiah yang digunakan dalam penelitian.

Jadi, dengan adanya kerangka konseptual, peneliti dapat memperlihatkan secara terbuka penelitian yang akan dilaksanakan beserta variabelnya. Variabel independen dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create And Share (SSCS) di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol dan variabel dependennya kemampuan berpikir reflektif siswa.

(36)

29

Skema Kerangka Konseptual

Gambar 3 Skema Kerangka Konseptual

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan asumsi atau dugaan atau pernyataan yang masih lemah kebenarannya tentang karakteristik populasi (Tarjo,2019:78).

Hipotesis adalah jawaban terhadap rumusan masalah atau sub masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori dan masih harus dicari kebenarannya, karena sifatnya masih sementara maka perlu dibuktikan dengan data empiris.

Siswa

SSISWA

Kelas Eksperimen

SSISWA

Kelas Kontrol

SSISWA

Pembelajaran dengan model pembelajaran

SSCS

Pembelajaran dengan model pembelajaran

Konvensional

Kemampuan Berfikir Reflektif Siswa

Kemampuan Berfikir Reflektif Siswa

Dibandingkan

SSISWA

(37)

30

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka teoritis, maka hipotesis penelitian ini adalah pengaruh model pembelajaran Search, Solve, Create And share (SSCS) Terhadap Kemampuan berpikir Reflektif Siswa MTsN 4 Tanah Datar lebih baik dari pada pengaruh model pembelajaran konvensional terhadap kemampuan berpikir reflektif siswa MTsN 4 Tanah Datar.

(38)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Menurut Sugiyono (2019:77) penelitian eksperimen semu adalah penelitian yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Dengan kata lain tidak semua variabel yang muncul dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Peneliti tidak mengubah kelas dalam menentukan subjek sebagai kelompok eksperimen atau kontrol. Oleh karena itu, randomisasi hanya dapat dilakukan pada saat penentuan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara memberikan perlakuan (treatment) pada kelas eksperimen dengan cara penerapan model SSCS dan memberikan perlakuan biasa pada kelas kontrol. Penelitian eksperimen diakukan untuk melihat kemampuan berpikir reflektif matematis peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Rancangan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Randomized control Group Only Design, yaitu sebagai berikut :

Tabel 3. 1 Rancangan Penelitian

Kelas Sampel Perlakuan Tes Akhir

Kelas Eksperimen X T

Kelas Kontrol O T

(Siska Arimadona dan Ika Anggraeni, 2018)

(39)

32 Keterangan :

X = Perlakuan dengan model pembelajaran Search, Sove, Create And (SSCS)

O= Pembelajaran Konvensional

T= Test Kemampuan Berpikir Reflektif B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di MTsN 4 Tanah Datar, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat.

2. Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan di semester ganjil pada November 2023 tahun pelajaran 2023/2024 di kelas VIII

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di MTsN 4 Tanah Datar.

Tabel 3. 2 Jumlah Siswa Kelas VIII di MTsN 4 Tanah Datar

No Kelas Jumlah Siswa

1 VIII.1 22 Orang

2 VIII.2 22 Orang

3 VIII. 3 21 Orang

4 VIII. 4 21 Orang

5 VIII. 5 21 Orang

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi dan didapatkan dengan menggunakan metode tertentu kemudian dianggap menjadi wakil dari

(40)

33

populasi yang menjadi fokus penelitian. Menurut Arikunto, sampel yaitu bagian terkecil dalam populasi dan dianggap mewakili populasi penelitian yang sedang dilakukan (Masayu dan Rafiqah, 2021:130).

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak (Random Sampling) artinya setiap populasi mempunyai kesempatan yang sama dipilih sebagai sampel dalam penelitian. Mengingat jumlah populasi yang akan diteliti adalah berjumlah 5 kelas maka hanya dibutuhkan 2 kelas sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Maka teknik simple random sampling adalah pengambilan sampel secara acak, dimana setiap populasi berpeluang menjadi sampel. Asumsinya populasi harus mempunyai karakteristik yang sama dan jumlah populasi harus terhingga.

Dalam penelitian ini dibutuhkan dua kelas sebagai sampel yaitu a. Kelompok eksperimen, pada kelompok ini akan diberikan suatu

treatment atau perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

b. Kelompok kontrol, pada kelompok ini diberikan suatu treatment atau perlakuan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan nilai ulangan harian pertama matematika semester ganjil tahun ajaran 2023/2024 Kelas VIII di MTsN 4 Tanah Datar b. Melakukan uji normalitas, homogenitas variansi, dan kesamaan

rata- rata populasi, yaitu:

1) Uji normalitas

Melakukan uji normalitas populasi terhadap nilai ujian mid semester genap matematika Kelas VIII MTsN 4 Tanah Datar.

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah populasi tersebut

(41)

34

berdistribusi normal atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji Liliefors. Hipotesis yang diajukan adalah:

Ho: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1:Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Langkah-langkah dalam menentukan uji yaitu:

a) Susun data sampel dari yang kecil sampai yang terbesar dan tentukan frekuensi tiap-tiap data

b) Tentukan nilai z dari tiap-tiap data tersebut.

c) Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai z berdasarkan tabel z dan diberi nama F(z)

d) Hitung frekuensi kumulatif relatif dari masing-masing nilai z dan sebut dengan S(z) hitung proporsinya, kalau n=10, maka tiap-tiap frekuensi kumulatif dibagi dengan n. Gunakan nilai Lhitung yang terbesar

e) Tentukan nilai Lhitung=|F(Zi)-S(Zi)| hitung selisihnya, kemudian bandingkan dengan nilai Lhitung dari tabel liliefors Jika Lhitung < Ltabel maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal (α=0,05).

2) Uji homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah populasi tersebut memiliki variansi yang homogen atau tidak. Uji yang dilakukan adalah uji Barllet. Uji dilakukan karena variansi populasinya lebih dari dua

Hipotesis yang diajukan yakni Ho :12𝜎=22𝜎=32𝜎=42𝜎=52𝜎

H1: Paling kurang ada satu pasang variansi yang tidak sama Dengan pengujiannya sebagai berikut (Sudjana, 2005: 261) a) Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan.

(42)

35

b) Hitung k buah ragam contoh 𝑠1, 𝑠2, … . , 𝑠𝑘 dari contoh-contoh berukuran 𝑛1, 𝑛2,….𝑛𝑘,dengan

𝑁 = ∑ 𝑛1

𝑘

𝑖=1

c) Gabungkan semua ragam contoh sehingga menghasilkan dugaan gabungan:

𝜎𝑝2 =∑𝑘𝑖=1𝑛1 − 1 𝑁 − 𝐾 𝜎𝐼

N adalah jumlah semua sampel dan K adalah jumlah kelompok

d) Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai sebaran barlett

𝑏 =[(𝜎12)𝑛1−1[(𝜎22)𝑛2−1… [(𝜎𝑘2)𝑛𝑘−1]1/(𝑁−𝑘) 𝜎𝑝2

Dengan kriteria pengujian:

Jika,

𝑏 ≥ 𝑏2(𝑎; 𝑛), 𝐻𝑜 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑟𝑡𝑖 𝑑𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛 𝑏 < 𝑏2(𝑎; 𝑛), 𝐻𝑜 𝑑𝑖𝑡𝑜𝑙𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑟𝑡𝑖 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛

3) Kesamaan rata-rata

Untuk melihat kesamaan rata-rata populasi, yang bertujuan untuk melihat apakah populasi mempunyai kesamaan rata-rata atautidak. Analisis ini menggunakan teknik ANOVA satu arah.

Langkah-langkah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi yaitu (Sudjana, 2005: 151):

a) Tulis hipotesis statistik yang diajukan

(43)

36 𝐻0: 𝜇1 = 𝜇2 = 𝜇3 = 𝜇4 = 𝜇5

𝐻1=𝑠𝑒𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔−𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑚𝑎

b) Tentakan taraf nyatanya (α)

c) Tentukan wilayah kritiknya dengan : 𝑓 > 𝑓𝛼[𝑘 − 1, 𝑁 − 𝐾]

d) Tentukan perhitungannya dengan mengunakan rumus:

Rumus Jumlah Kuadrat Total

𝐽𝐾𝑇 = ∑ ∑ 𝑥1𝑗2

𝑛𝑖

𝑗=1 𝑘

𝑖=1

−𝑇2 𝑁

Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah kolom 𝐽𝐾𝐾 =∑𝑘𝑖=1𝑇12

𝑁 −𝑇𝑘2 𝑁

Jumlah Kuadrat galat(JKG) = JKT - JKK e) Keputusannya:

Diterima 𝐻0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓 ≤ 𝑓𝛼[𝑘 − 1, 𝑁 − 𝑘]

Ditolak 𝐻0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑓 > 𝑓𝛼[𝑘 − 1, 𝑁 − 𝑘]

setelah kelima kelas berdistribusi normal, mempunyai variansi yang homogen serta punya kesamaan rata-rata maka diambil sampel dua kelas secara acak (random).

D. Variabel dan Data 1. Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi pengamatan objek penelitian. Variabel pada penelitian ini adalah:

a. Variabel bebas yaitu perlakuan berupa penggunaan model pembelajaran Search, Solve, Create And Share (SSCS) terhadap kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.

(44)

37

b. Variabel terikat yaitu kemampuan berpikir reflektif matematis pada kedua kelas sampel dalam pembelajaran matematika Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

2. Data

Jenis Data yang digunakan adalah

a. Data primer, yaitu data yang langsung diambil dari sampel yang diteliti, Dalam penelitian ini yang menjadi data primer adalah data hasil tes kemampuan berpikir reflektif matematis siswa kelas eksperimen dan kelas control

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari orang lain. Dalam penelitian ini data sekunder nya adalah hasil ulangan harian 1 pada mata pelajaran matematika kelas VIII di MtsN 4 Tanah Datar.

E. Populasi dan Sampel 1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan penelitian adalah sebagai berikut

a. Meninjau sekolah tempat penelitian diadakan.

b. Meminta surat permohonan penelitian ke Program studi

c. Memasukkan surat permohonan ke sekolah yang dituju dan instrumen yang dipakai

d. Konsultasi dengan guru bidang studi yang bersangkutan.

e. Menetapkan jadwal penelitian 2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini, dilakukan pembelajaran yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan model SSCS pada pembelajaran matematika, sedangkan kelas kontrol melaksanakan pembelajaran matematika secara konvensional. Langkah-langkah yang dilakukan pada kelas eksperimen sesuai dengan langkah-langkah yang terdapat pads model

(45)

38

pembelajaran SSCS dan yang dilakukan pada kelas kontrol sesuai dengan pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan di sekolah.

3. Tahap Penyelesaian

Pada tahap akhir, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan tes kemampuan berpikir reflektif matematis, kemudian hasil tes kedua kelas diolah serta dianalisis untuk menentukan apakah hasil tes kemampuan berpikir reflektif matematis siswa dengan model pembelajaran SSCS lebih baik dari pada hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematis dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes uraian essay yang sesuai dengan karakteristik kemampuan berpikir reflektif matematis.

Rincian dari instrumen penelitian yang berupa soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Tes

a. Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu untuk mendapatkan hasil tes kemampuan berpikir reflektif matematis

b. Membuat batasan terhadap bahan pelajaran yang akan diujikan c. Menyusun kisi-kisi soal tes kemampuan berpikir reflektif

matematis

d. Menyusun butir-butir soal tes kemampuan berpikir reflektif matematis..

e. Membuat pedoman penskoran soal tes kemampuan berpikir reflektif matematis dan pemberian skor terhadap jawaban siswa.

2. Validitas Tes

Tes dikatakan valid apabila telah mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur Validitas yang diuji dalam penelitian ini adalah validitas isi dan validitas muka.

3. Melaksanakan Uji Coba Tes

(46)

39

Supaya soal yang disusun memiliki kriteria soal yang baik, maka soal tersebut perlu diuji cobakan terlebih dahulu dan kemudian dianalisis untuk mendapatkan soal-soal yang memenuhi kriteria.

4. Analisis Butir Soal

Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi soal-soal yang baik kurang baik, dan yang tidak baik. Hal yang dilakukan dalam melakukan analisis butir soal adalah

a. Validitas empiris

Validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya validitas instrumen penelitian yang dinyatakan dengan koefisian korelasi yang diperoleh melalui perhitungan. Untuk menghitung validitas tes menggunakan rumus koefisien korelasi Product Moment Pearson yaitu sebagai berikut (Lestari, 2015: 193)

𝑟𝑥𝑦 = 𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋 ∑ 𝑌)

√{𝑁 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2{𝑁 ∑ 𝑌2(∑ 𝑌)2

Keterangan :

X= skor yang diperoleh subjek dari seluruh item Y= skor total yang diperoleh dari seluruh item

∑ 𝑋 =jumlah skor dalam distribusi X

∑ 𝑌 =jumlah skor dalam distribusi Y

∑ 𝑋2 = jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

∑ 𝑌2 =jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y 𝑁= banyaknya tes

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) pada Peserta Didik Kelas X-1 SMA Islam

dan siswa mengenai pengaruh model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) terkait tentang solusi nyata dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE (SSCS) TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMA..

Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu representasi visual matematis siswa yaitu Search, Solve, Create and Share (SSCS), model pembelajaran

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Penerapan Model Pemecahan Masalah Matematis Tipe Search, Solve, Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model Search Solve Create Share (SSCS) terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis dibandingkan pembelajaran

Pemberdayaan kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan melalui model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dengan media video.Tujuan penelitian adalah

"Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Search Solve Create Share SSCS terhadap Pemahaman Konsep Matematis ditinjau dari Pengetahuan Awal Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kampar