DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KHAIRUN
MENINGITIS
DISUSUN OLEH
Miftahul Hassanah (10119230123) Tety Tarwiani Muchsin (10119230140
PEMBIMBING dr. Hj. Husni Sunusi, Sp. S
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2024
REFERAT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......i
DAFTAR GAMBAR... ii
BAB I PENDAHULUAN...1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......2
A. Anatomi Meninges...2
B. Definisi Meningitis...3
C. Klasifikasi dan Etiologi Meningitis...3
D. Epidemiologi Meningitis... 5
E. Patofisiologi Meningitis...5
F. Manifestasi klinis Meningitis...6
G. Diagnosis Meningitis...6
H. Penatalaksanaan Meningitis...8
I. Komplikasi Meningitis...9
J. Prognosis Meningitis...10
BAB III KESIMPULAN...11
DAFTAR PUSTAKA...12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi meninges...2 Gambar 2. Patogenesis meningitis bakterial...6
BAB I PENDAHULUAN
Meningitis adalah suatu kondisi serius yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Meningitis telah menjangkit di berbagai negara. Penderita meningitis yang meninggal di Indonesia pada 2016 mencapai 4.313 orang dari 78.018 kasus. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus dan tingkat kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat meningitis (Pusparisa, 2020).
Meningitis terjadi akibat peradangan yang mempengaruhi tiga lapisan membran pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang, yang disebut meninges. Lapisan luar meninges disebut dura mater, diikuti oleh arachnoid mater dan pia mater. Dua lapisan dalam (arachnoid dan pia mater) juga disebut leptomeninges dan dipisahkan oleh ruang subarachnoid, yang berisi cairan cerebrospinal (CSF). Bakteri adalah agen penyebab meningitis yang paling umum, namun virus dan jamur juga dapat menyebabkan meningitis. Patogen dapat mencapai CSF melalui penyebaran hematogen melalui dua mekanisme utama, yaitu dengan menginfeksi sel imun, yang selanjutnya membawa patogen ke sistem saraf, dan dengan melintasi kapiler darah dan memasuki CSF sebagai patogen bebas (Kenadeed, dkk, 2020).
Meningitis dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi tergantung pada usia dan kekebalan tubuh. Gejala biasanya meliputi demam, nyeri kepala, dan kaku pada leher. Gejala yang lebih non-spesifik termasuk fotofobia, pusing, kebingungan, mengigau, dan mual muntah. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (perubahan status mental, defisit neurologis, dan kejang) menandakan prognosis yang buruk (Kenadeed, Francisco and Noah, 2023).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Meninges
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Meninges merupakan struktur yang menyelimuti otak dan medula spinalis, terdiri dari dura mater, arachnoid mater, dan pia mater. Ruang antara pia mater dan arachnoid mater disebut subarachnoid yang terisi oleh cairan cerebrospinal (Melti Suriya & Zuriati, 2019).
Gambar 1. Anatomi meninges
1. Lapisan luar (dura mater)
Dura mater adalah lapisan meningeal terluar, dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian luar dan bagian dalam. Dura mater bagian luar disebut periosteum yang merupakan selaput tulang tengkorak sedangkan dura mater bagian dalam disebut meningeal yang meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falx cerebrum, tentorium cerebri, dan diafragma sella (Melti Suriya & Zuriati, 2019)
2. Lapisan tengah (arachnoid)
Arachnoid terletak diantara dura mater dan pia mater. Dura mater dan arachnoid membentuk sebuah ruangan yang disebut ruangan subdural, ruangan ini berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening, cairan cerebrospinal, serta pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen (Melti Suriya & Zuriati, 2019).
3. Lapisan dalam (pia mater)
Pia mater merupakan selaput halus yang terdiri dari banyak
pembuluh darah kecil yang berfungsi untuk menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini mengikuti struktur dari gyrus otak dan melekat erat pada jaringan otak. Pia mater dan arachnoid membentuk sebuah ruangan yang dinamakan ruangan sub-arachnoid. Pada saat terjadi radang, ruangan ini akan berisi sel-sel radang (Melti Suriya & Zuriati, 2019) .
B. Definisi Meningitis
Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada meninges atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis. Lapisan luar meninges disebut dura mater, diikuti oleh arachnoid mater dan pia mater. Dua lapisan dalam (arachnoid dan pia mater) juga disebut leptomeninges dan dipisahkan oleh ruang subarachnoid, yang berisi cairan cerebrospinal (WHO, 2023).
C. Klasifikasi dan Etiologi Meningitis
1. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak a. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumonia (pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococcus haemoliticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
b. Meningitis Serosa
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan cerebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah Mycobacterium tuberculosis. Penyebab lainnya yaitu Toxoplasma gondii dan Riketsia.
2. Berdasarkan mikroorganisme penyebab a. Bakteri
Meningitis bakteri adalah peradangan selaput otak yang lebih serius dan berisiko tinggi, dan disebabkan oleh infeksi bakteri tertentu
yang dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Penyakit ini memiliki potensi cukup besar mengancam jiwa penderita sebab dapat menimbulkan komplikasi serius yang berakibat fatal. Meski banyak penderita meningitis bakteri yang bisa sembuh, tak sedikit yang mengalami kerusakan otak permanen, kehilangan pendengaran, bahkan kematian (Ferri, 2022).
Terdapat beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan meningitis, seperti Streptococcus pneumoniae, grup B Streptococcus, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenza, dan Listeria monocytogenes (Ferri, 2022a).
b. Virus
Meningitis virus adalah jenis meningitis yang paling umum terjadi. Sebagian besar orang yang terkena meningitis virus akan membaik dengan sendirinya, bahkan tanpa memerlukan pengobatan.
Akan tetapi, jika meningitis virus mulai menimbulkan gejala, pasien harus segera memeriksakan ditangani untuk mencegah komplikasi (CDC, 2022).
Meningitis virus paling sering disebabkan oleh infeksi Enterovirus. Selain enterovirus, dapat juga disebabkan oleh virus herpes (seperti Epstein-Barr, herpes simplex, dan varicella-zoster), morbili, influenza, serta arbovirus (CDC, 2022).
c. Jamur
Meningitis jamur dapat berkembang setelah infeksi jamur menyebar dari bagian lain tubuh ke otak atau sumsum tulang belakang.
Beberapa penyebab meningitis jamur antara lain Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidioides, dan Candida. Seseorang dapat terinfeksi apabila ia menghirup udara yang telah terkontaminasi spora jamur-jamur tersebut. Namun, jamur yang memasuki tubuh belum tentu akan menyebabkan meningitis. Meningitis hanya akan terjadi ketika jamur menyebar dari paru-paru menuju otak atau sumsum tulang belakang. Meski semua orang bisa saja terserang meningitis jamur,
orang-orang dengan sistem imun tubuh yang buruk memiliki risiko lebih tinggi. Beberapa di antaranya adalah pasien HIV, kanker, serta penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis (Ferri, 2022)
D. Epidemiologi Meningitis
Meningitis telah menjangkit di berbagai negara. Penderita meningitis yang meninggal di Indonesia pada 2016 mencapai 4.313 orang dari 78.018 kasus. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus dan tingkat kematian tertinggi di Asia Tenggara akibat meningitis (Pusparisa, 2020).
E. Patofisiologi Meningitis
Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya penyakit faringitis, tonsilitis, pneumonia, dan bronchopneumonia. Masuknya organisme melalui sel darah merah pada Blood Brain Barrier. Penyebaran organisme bisa terjadi akibat prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadinya hubungan antara CSF (Cerebro-Spinal Fluid) dan dunia luar.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat melalui ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan seperti pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan oleh mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia, sehingga terjadi peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu tubuh meningkat atau terjadinya hipertermi (Hersi, Gonzalez and Kondamudi, 2024).
Gambar 2. Patogenesis Meningitis Bakterial F. Manifestasi Meningitis
Gejala klinis yang timbul pada meningitis bakterial berupa sakit kepala, lemah, menggigil, demam, mual, muntah, nyeri punggung, kaku kuduk, kejang, dan kesadaran menurun (CDC, 2021).
Gejala meningitis akut dapat berupa bingung, stupor, semi-koma, peningkatan suhu tubuh, frekuensi nadi dan pernafasan meningkat, tekanan darah biasanya normal, pasien biasanya menunjukkan gejala iritasi meningeal seperti kaku pada leher, Brudzinki sign positif, dan Kernig sign positif (Nicholas Metrus, 2024).
G. Diagnosis Meningitis 1. Anamnesis
Awitan gejala akut (<24 jam) disertai trias meningitis yaitu demam, nyeri kepala hebat dan kaku kuduk. Gejala lain yaitu mual, muntah, fotofobia, kejang fokal atau umum, dan gangguan kesadaran. Selain itu, dapat ditemukan riwayat infeksi paru-paru, telinga, sinus, ataupun katup jantung. Pada bayi atau neonatus, gejala bersifat nonspesifik seperti demam, iritabilitas, letargi, muntah, dan kejang (Meisadona, Soebroto and Estiasari, 2020).
2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis (Mahar Mardjono and Priguna Sidharta, 2016)
a) Pemeriksaan Fisik
Terdiri atas inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien.
Berdasarkan penilaian keadaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan yang memerlukan pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relative stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.
b) Pemeriksaan Neurologis
Perhatikan sikap penderita waktu berbaring apakah tenang dan santai yang menandakan penurunan kesadaran tidak dalamAdanya gerakan menguap dan menelan menandakan bahwa turunnya kesadaran tidak dalam. Kelopak mata yang terbuka dan rahang yang tergantung di dapatkan pada penurunan kesadaran yang dalam.
1) GCS (Glasgow Coma Scale)
GCS digunakan untuk memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang dan memberi nilai pada respons tersebut. Tanggapan/respon penderita yang perlu diperhatikan adalah: membuka mata, respons verbal, dan respons motorik.
2) Nervus Cranialis I-XII 3) Rangsang Meningeal
Kaku kuduk, Kernig sign, Lasegue sign, dan Brudzinski sign.
3. Pemeriksaan Penunjang (Mahar Mardjono and Priguna Sidharta, 2016) a) Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
b) Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur
1) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit dan glukosa
2) Pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED 3) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit,
protein, dan neutrofil.
c) Pemeriksaan Radiologis
Pada pemeriksaan foto polos kepala, dapat ditentukan apakah terdapat fraktur tulang tengkorak dan infeksi sinus-sinus paranasalis, sebagai penyebab atau faktor resiko meningitis. Pemeriksaan foto dada dilakukan untuk menentukan adanya pneumonia, abses paru, proses spesifik, dan massa tumor. CT Scan dan MRI dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat edema otak, ventrikulitis, hidrosefalus, dan massa tumor.
d) Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik.
H. Penatalaksanaan Meningitis
1. Terapi meningitis bakterial (Kurnia Ary Wiartika and Kamelia, 2022) a) Terapi antibiotik yang digunakan harus dapat menembus sawar darah
otak, contohnya rifampicin, chloramphenicol, dan quinolone.
b) Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur c) Pada orang dewasa, Benzyl penicilin G dengan dosis 1-2 juta unit
diberikan secara intravena setiap 2 jam
d) Pada anak dengan berat badan 10-20 kg, diberikan 8 juta unit/hari, anak dengan berat badan kurang dari 10 kg diberikan 4 juta unit/hari
e) Ampicilin dapat ditambahkan dengan dosis 300-400 mg/KgBB/hari untuk dewasa dan 100-200 mg/kgBB/hari untuk anak-anak
2. Terapi meningitis viral (Kurnia Ary Wiartika and Kamelia, 2022)
a) Diberi anti emetik seperti ondansentron dosis dewasa 4-8 mg IV tiap 8 jam, dosis pediatrik 0,1 mg/kg IV lambat max 4 mg/dosis dan dapat diulang tiap 12 jam
b) Diberi antiviral seperti acyclovir, diberikan secepatnya ketika didiagnosis herpetic meningoencephalitis, dosis dewasa 30 mg/kg IV tiap 8 jam.
3. Terapi meningitis jamur (Kurnia Ary Wiartika and Kamelia, 2022)
a) Meningitis kriptokokus diobati dengan obat anti jamur, seperti Flukonazol
b) Jika pasien intoleran dengan flukonazol dapat digunakan dengan amfoterisin B dan kapsul Flusitosin. Jika memiliki riwayat alergi dengan amfoterisin B, dapat diatasi dengan pemberian ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B digunakan.
I. Komplikasi Meningitis
Komplikasi yang dapat terjadi pasien pasien meningitis ialah (Kurnia Ary Wiartika and Kamelia, 2022).
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural.
2. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
3. Hidrocephalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medula spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intracranial.
4. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5. Epilepsi.
6. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.
J. Prognosis Meningitis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung (Ananya Mandal, 2023):
1. Umur penderita 2. Jenis kuman penyebab 3. Berat ringan infeksi
4. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan
BAB III KESIMPULAN
Meningitis merupakan peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk duramater, arachnoid dan piamater yang melapisi otak dan medula spinalis. Meningitis umumnya terjadi karena infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Keluhan yang dialami dapat berupa demam, nyeri kepala, dan tanda rangsang meningeal dengan hasil positif. Meningitis akibat virus biasanya dapat sembuh sendiri, sementara meningitis bakteri dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, bahkan menyebabkan kematian. Penegakan diagnosis yang segera dan manajemen terapi yang sesuai dapat menghentikan perjalanan penyakit dan mencegah timbulnya komplikasi. Prognosis meningitis tergantung pada umur penderita, jenis kuman penyebab, berat infeksi ringan, lama sakit sebelum mendapat pengobatan, kepekaan kuman terhadap antibiotik yang diberikan, dan penanganan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Ananya Mandal (2023) ‘Meningitis’, News Medical Life Sciences [Preprint].
CDC (2021) ‘Bacterial Meningitis’, Centers for Disease Control and Prevention [Preprint]. Available at: https://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html.
CDC (2022) ‘Meningitis virus’, Centers for Disease Control and Prevention [Preprint]. Available at: https://www.cdc.gov/meningitis/viral.html.
Ferri (2022) ‘Meningitis bakteri’, Elsevier [Preprint]. Available at:
https://www.clinicalkey.com.
Ferri (2022) ‘Meningitis jamur’, Elsevier [Preprint]. Available at:
https://www.cdc.gov/meningitis/parasitic.html.
Hersi, K., Gonzalez, F.J. and Kondamudi, N.P. (2024) ‘Meningitis.’, in. Treasure Island (FL).
Kenadeed, H., Francisco, J.G. and Noah, P.K. (2020) ‘Meningitis’. StatPearls.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557577/.
Kurnia Ary Wiartika, I.G.N. and Kamelia, L.P.L. (2022) ‘Laporan Kasus: Bakterial Meningitis’, Ganesha Medicine, 2(2), pp. 80–83. Available at:
https://doi.org/10.23887/gm.v2i2.47386.
Mahar Mardjono and Priguna Sidharta (2016) Neurologi Klinis Dasar.
Meisadona, G., Soebroto, A.D. and Estiasari, R. (2020) ‘Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis’, 42(1), pp. 15–19.
Melti Suriya & Zuriati (2019) ‘Anatomi dan Fisiologi Manusia - Available at:
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=9BMBEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=anatomi+rongg a+manusia&ots=fmGMJnMWRB&sig=mdwbdBr6rTAi-
2QcjJU3UQKkL4Q&redir_esc=y#v=onepage&q=anatomi rongga manusia&f=false.
Nicholas Metrus (2024) ‘Causes and Risk Factors of Meningitis’.
Pusparisa, Y. (2020) ‘Meningitis dan Persebarannya di Asia Tenggara, Indonesia Tertinggi’, Databoks.Katadata.Co.Id, (April), p. 2020. Available at:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/09/meningitis-dan- persebarannya-di-asean.
WHO (2023) ‘Meningitis’, World Health Organization [Preprint]. Available at:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/meningitis.