• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS 11

N/A
N/A
Ambo Attang

Academic year: 2024

Membagikan "RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS 11"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh:

Nama : Sriyana No Peserta : 11201822686

Jurusan : PPG Prajabatan Bahasa Indonesia

PENDIDIKAN PROFESI GURU

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018

(2)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 7 Malang

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester Materi Pokok

: XI/Genap : Drama

Alokasi Waktu : 8 x 45 menit (4 x pertemuan)

A. Kompetensi Inti

K1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

K2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia K3 Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah

K4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Dasar Indikator

3.19 Menganalisis isi dan kebahasaan

drama yang dibaca atau ditonton 3.19.1 Menafsirkan isi teks drama 3.19.2 Menelaah kaidah kebahasaan teks

drama 4.19 Mendemonstrasikan sebuah naskah

drama dengan memerhatikan isi dan kebahasaan

4.19.1 Menyajikan ulang drama satu babak dengan memerhatikan isi dan kaidah kebahasaan

4.19.2 Menampilkan pementasan drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaanya

C. Tujuan pembelajaran

1. Melalui membaca naskah drama dan menyimak video naskah drama, peserta didik mampu menafsirkan isi dalam naskah drama secara tepat;

2. Melalui diskusi menafsirkan isi dalam naskah drama, peserta didik mampu menelaah kaidah kebahasaan naskah drama yang telah dibaca secara cermat;

(3)

3. Melalui tanya jawab telaah kaidah kebahasaan, peserta didik mampu menyajikan ulang drama satu babak dengan memerhatikan isi dan kebahasaan drama secara bertanggung jawab dan penuh kerja sama;

4. Melalui penyajian ulang drama satu babak peserta didik dapat mementaskan satu naskah drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaanya secara kreatif;

sehingga peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya, mengembangkan sikap keberanian, cermat, kreatif, tanggung jawab, kerja sama dan disiplin, serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, berkreasi (4C), berliterasi dan berkarakter.

D. Materi 1. Isi drama

2. Kaidah kebahasaan drama

3. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendemonstrasikan drama 4. Langkah-langkah mementaskan drama

E. Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran

1.Pendekatan : Saintifik

2.Model Pembelajaran : Discovery dan Project Based Learning

3.Metode : tanya jawab, diskusi, penugasan, presentasi, bermain peran F. Media/Alat

1. powerpoint

2. Video pementasan drama “Bulan dan Kerupuk”

3. Naskah drama yang berjudul:

a. “Panembahan Reso” karya WS Rendra, b. “Sang Mandor” karya Rahman Arge, c. “Ayahku Pulang” karya Usmar Ismail, d. “Badai Sepanjang Malam” karya Max Arifin,

e. “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noor, f. “Penjual Bendera” karya Hermana HMT

4. Kartu kata 5. Papan peran 6. Laptop 7. LCD

G. Sumber Belajar

Khamdanah.2017. Modul Pembelajaran Drama. Semarang:Universitas Negeri Semarang.

Rumadi, Ahmad.1998. Kumpulan Drama Remaja.Jakarta: PT Gramedia.

Sam, Hisam.2018.Seluk Beluk Drama Modern. (Online),

(http://www.dosenpendidikan.com/drama dan pementasannya), diakses 25 Oktober 2018.

Suherli.2016. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas XI SMA/SMK/MA/MAK.

Jakarta:Kemendikbud.

Suherli.2016. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas XI SMA/SMK/MA/MAK.

Jakarta:Kemendikbud.

(4)

H. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1 (2 ×45 menit) Indikator:

3.19.1 Menafsirkan isi naskah drama yang dibaca

3.19.2 Menelaah kaidah kebahasaan naskah drama yang dibaca Kegiatan Pendahuluan (15 Menit)

1. Pendidik membuka pembelajaran dengan salam dan doa.

2. Pendidik mengecek kehadiran peserta didik.

3. Peserta didik merespon pertanyaan tentang pembelajaran pada pertemuan sebelumnya terkait pembahasan analisis alur, babak, dan konflik dalam drama.

4. Peserta didik menyimak kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

5. Peserta didik menyimak kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dan sistem penilaiannya.

Kegiatan Inti (60 menit)

Fase 1: Stimulus/Pemberian Rangsangan

1.Peserta didik menyiapkan diri untuk menyimak video pementasan drama berjudul

“Bulan dan Kerupuk”

2.Peserta didik dan pendidik tanya jawab isi video drama “Bulan dan Kerupuk”.

3.Peserta didik dan pendidik menyimpulkan isi video drama “Bulan dan Kerupuk”

4.Pendidik memberikan kartu undian yang berisi judul naskah drama yang akan dianalisis isi dan kaidah kebahasaan.

5.Peserta didik membentuk kelompok 3-4 orang berdasarkan judul naskah drama yang diterima.

Fase 2: Identifikasi Masalah

6.Setiap kelompok membaca naskah drama masing-masing.

7.Peserta didik menandai kata maupun kalimat yang merupakan ciri kebahasaan drama Fase 3: Pengumpulan Data

8.Peserta didik mendaftar beberapa kata yang termasuk dalam kaidah kebahasaan menggunakan kartu kata

9.Peserta didik menandai bagian naskah drama yang merupakan bukti kutipan isi dari naskah drama yang dibaca.

Fase 4: Pengolahan Data

10.Peserta didik mendiskusikan hasil temuan masing-masing terkait isi dan kebahasaan drama dalam kelompok.

11.Peserta didik menyimpulkan isi dan kebahasaan naskah drama yang dibaca.

12.Peserta didik menulis hasil diskusi kelompok pada LKPD 1.

Fase 5: Pembuktian

13.Peserta didik mempresentasikan hasil diskusi kelompok pada forum diskusi kelas.

14.Pendidik membimbing proses jalannya diskusi.

15.Kelompok lain memberikan tanggapan hasil analisis kelompok lain.

Fase 6: Penarikan Simpulan

16.Pendidik mengevaluasi hasil telaah isi dan kaidah kebahasaan drama yang telah dilakukan oleh peserta didik.

(5)

17.Pendidik memberikan penguatan tentang isi dan kaidah kebahasaan drama yang telah dilakukan peserta didik.

Kegiatan Penutup (15 Menit)

1. Peserta didik menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Peserta didik membuat refleksi diri terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

3. Pendidik menjelaskan kegiatan pembelajaran selanjutnya.

4. Pendidik memberikan tugas kepada kelompok untuk menemukan dan memilih satu naskah drama yang akan dipentaskan.

5. Pendidik menutup pembelajaran dengan doa dan salam.

Pertemuan 2 (2 ×45 menit) Indikator:

5.19.1 Menyajikan ulang drama satu babak dengan memerhatikan isi dan kaidah kebahasaan

5.19.2 Menampilkan pementasan drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaannya Kegiatan Pendahuluan (15 menit)

1. Pendidik membuka pembelajaran dengan salam dan doa.

2. Peserta didik merespon pertanyaan dari pendidik berhubungan dengan materi sebelumnya.

3. Peserta didik menyimak kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

4.

Peserta didik menerima informasi tentang hal-hal yang akan dipelajari, langkah pembelajaran dan penilaian pembelajaran.

Kegiatan Inti (60 menit)

Fase 1: Stimulus (Pemberian Rangsangan)

1. Peserta didik berkelompok sesuai dengan pembagian kelompok pada pertemuan sebelumnya.

2. Peserta didik melaporkan tugas pada pertemuan sebelumnya yaitu mencari naskah drama yang akan dipentaskan.

3. Peserta didik menjelaskan isi dari naskah drama yang dipilih secara singkat.

Fase 2: Identifikasi Masalah

4. Peserta didik membuat organisasi atau pembagian tugas selama persiapan pementasan drama.

5. Peserta didik dalam kelompok berdiskusi menganalisis isi naskah drama Fase 3: Pengumpulan Data

6. Peserta didik membedah naskah drama dengan memanfaatkan berbagai sumber referensi buku, internet, maupun video pementasan drama dari naskah yang telah dipilih peserta didik.

7. Peserta didik menulis hasil telaah naskah drama pada LKPD 3.

8. Setelah membedah naskah dan menonton video drama, peserta didik memilih salah satu babak untuk disajikan ulang di kelas.

Fase 4: Pengolahan Data

9. Peserta didik berlatih vokal, ekspresi, mimik, dan gerak sesuai tokoh yang akan diperankan

10. Peserta didik saling mengoreksi latihan drama yang dilakukan

(6)

Fase 5: Pembuktian

11. Masing-masing kelompok praktik bermain peran di kelas menggunakan papan peran.

12. Kelompok lain memberikan tanggapan hasil praktik drama satu babak oleh kelompok lain.

Fase 6: Penarikan Simpulan

13. Peserta didik dan pendidik mengevaluasi praktik drama satu babak yang telah dilakukan

14. Peserta didik menyimpulkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mementaskan drama

Kegiatan Penutup (15 menit)

1. Peserta didik dan pendidik menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan

2. Pendidik menjelaskan kegiatan pembelajaran selanjutnya kepada peserta didik

3. Peserta didik merefleksi diri dengan menulis kekurangan atau kelebihan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

4. Pendidik menutup pembelajaran dengan doa dan salam.

(7)

Pertemuan 3 (2 ×45 menit) Indikator:

4.19.1 Menyajikan ulang drama satu babak dengan memerhatikan isi dan kaidah kebahasaan

4.19.2 Menampilkan pementasan drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaanya Kegiatan Pendahuluan (10 menit)

1. Pendidik membuka pembelajaran dengan salam dan doa.

2. Peserta didik merespon pertanyaan dari pendidik berhubungan dengan materi sebelumnya.

3. Peserta didik menyimak kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Peserta didik menerima informasi tentang hal-hal yang akan dipelajari, langkah dan penilaian pembelajaran

Kegiatan Inti (65 menit)

Fase 1: Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek

1.Peserta didik membentuk kelompok yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya 2.Masing-masing kelompok melaporkan tugas mencari naskah drama

Fase 2: Mendesain Perencanaan Proyek

3.Peserta didik merancang kegiatan pementasan drama

4.Peserta didik membentuk organisasi atau pembagian tugas untuk pementasan drama Fase 3: Menyusun Jadwal

5.Peserta didik merancang kegiatan persiapan pementasan drama Fase 4: Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek

6.Membimbing siswa untuk mempersiapkan pementasan drama

7. Peserta didik mendaftar perlengkapan pementasan drama yang diperlukan.

8. Peserta didik menyusun jadwal latihan sebelum pementasan drama

9. Pendidik memberikan evaluasi pada latihan drama yang telah dilakukan peserta didik

Kegiatan Penutup (15 menit)

1. Peserta didik dan pendidik menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan

2. Pendidik menjelaskan kegiatan pembelajaran selanjutnya dan memberikan tugas membuat laporan perkembangan persiapan pementasan drama.

3. Peserta didik merefleksi diri dengan menulis kekurangan atau kelebihan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

4. Pendidik menutup pembelajaran dengan doa dan salam.

(8)

Pertemuan 4 (2 ×45 menit)

4.19.1 Menyajikan ulang drama satu babak dengan memerhatikan isi dan kaidah kebahasaan 4.19.2 Menampilkan pementasan drama dengan memperhatikan isi dan kebahasaanya

Kegiatan Pendahuluan (10 menit)

1. Pendidik membuka pembelajaran dengan salam dan doa.

2. Peserta didik merespon pertanyaan dari pendidik berhubungan dengan materi dan proyek membuat cerita pendek sebelumnya.

3. Peserta didik menyimak kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

4.

Peserta didik menerima informasi tentang hal-hal yang akan dipelajari, langkah pembelajaran dan penilaian pembelajaran

Kegiatan Inti (60 menit) Fase 5: Menguji Hasil

1. Peserta didik praktik mementaskah sebuah naskah drama dengan memerhatikan isi dan kebahasaan

Fase 6: Mengevaluasi Pengalaman

2. Peserta didik yang lain memberikan tanggapan atau apresiasi atas pementasan drama yang 3. Peserta didik dan pendidik mengevaluasi pementasan drama yang telah dilakukan.

Kegiatan Penutup (15 menit)

1. Peserta didik dan pendidik menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan 2. Pendidik menjelaskan kegiatan pembelajaran selanjutnya kepada peserta didik.

3. Peserta didik merefleksi diri dengan menulis kekurangan atau kelebihan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

4. Pendidik menutup pembelajaran dengan doa dan salam.

I. Penilaian Hasil Belajar 1. Sikap

a. Teknik penilaian : observasi dan penilaian diri

b. Bentuk instrumen : lembar observasi sikap dan lembar penilaian diri 2. Pengetahuan

a. Teknik penilaian : tes tulis dan penugasan b. Bentuk instrumen : uraian dan lembar penugasan 3. Keterampilan

a. Teknik penilaian : praktik b. Bentuk instrumen : daftar cek J. Rencana Remidi dan Pengayaan

1. Bagi siswa yang remidi diberikan perlakuan antara lain:

a. Memberikan materi penguatan yang belum dapat dituntaskan oleh peserta didik b. Tugas membuat rangkuman dengan materi pokok dari indikator yang tidak

mampu dicapai

(9)

c. Tugas mandiri untuk mempelajari materi dari indikator yang belum dapat dicapai

d. Tugas belajar bersama teman sebaya mengenai indikator yang belum dicapai 2. Bagi siswa yang melaksanakan pengayaan

a. Merangkum materi dari indikator yang telah dicapai dalam bentuk laporan tertulis

b. Menjadi tutor sebaya kepada teman yang belum tuntas IPK-nya

c. Menentukan hal-hal lain yang dapat menjadi daya tarik dalam pementasan drama

(10)

Lampiran 1

MATERI AJAR A. Faktual

Teks Drama

Panembahan Reso karya W.S. Rendra

Di rumah Panembahan Reso pagi hari, ada Aryo Lembu, Aryo Jambu, Aryo Bambu, Aryo Sumbu, Aryo Sekti, Ratu Dara, dan Panembahan Reso.

Sekti : “Panembahan Reso, jadi saya datang kemari untuk mengantar teman-teman Aryo, yang dulu diutus oleh almarhum Sri Baginda Raja Tua untuk keliling kadipaten-kadipaten, menghadap kepada Anda”. (sambil kedua tangan mengepal di dada seraya memberi hormat kepada Panembahan Reso)

Reso : “Selamat datang, para Aryo. Kedatangan Anda di ibu kota sangat kami nantikan. Terutama oleh Sri Baginda Maharaja.”

Lembu : “Sebelum menghadap Sri Baginda Raja.”

Sekti :”Maaf, Maharaja, bukan Raja.”

Lembu : “Ah, ya! Ampun seribu ampun! Sebelum kami menghadap Sri Baginda Maharaja, kami lebih dahulu menghadap Anda dan juga Sri .... Ratu Dara?”

Sekti : “Ya, betul! Sri Ratu Dara!”

Lembu : “Oh! Kami lebih dahulu menghadap Anda dan Sri Ratu Dara, untuk lebih meyakinkan diri bahwa kami tidak akan membuat kesalahan yang sama sekali tidak kami, maksudkan?”

Bambu : “Selama kami pergi bertugas, telah banyak terjadi perubahan dengan menurut cara yang sah. Kami akan menyesuaikan diri dengan perubahan ini”

Jambu : “Pendeknya, kami mengakui kedaulatan Sri Baginda Maharaja Gajah Jenar dan tunduk kepada semua keputusan yang telah disabdakan oleh Sri Baginda.” (tersenyum gembira)

Sumbu : “Kami telah menjalankan tugas yang justru kami anggap penting untuk mempertahankan keutuhan kerajaan. Sekarang kami tetap patuh dan bersedia untuk membela keutuhan kerajaan di bawah naungan Sri Baginda Maharaja Gajah Jenar.”

Reso : “Bagus! Bagus! Dengan cepat saya bisa mengumpulkan bahwa Anda berempat abdi Raja yang tahu diri dan tahu akan kewajiban. Bagus. Bagus.

Sri Baginda pasti akan ikhlas menerima bakti Anda semua.”

Jambu : “Syukurlah kalau begitu. Kami juga sangat berterima kasih kepada Sri Baginda karena beliau telah memberikan perhatian besar kepada para istri kami. Bagaimanakah keadaan mereka? Saya sendiri sudah merasa sangat kangen dengan istri saya, setelah sekian lama dipisahkan oleh tugas demi kerajaan.”

Reso : “Jangan khawatir. Keadaan mereka sangat mewah dan sejahtera. Mereka dibawa ke istana demi keamanan mereka sendiri. Jangan sampai mereka menjadi korban dari pancaroba perubahan. Nanti setelah Anda menghadap Maharaja, pasti istri Anda akan diantar ke rumah kembali. Sri Ratu Dara dan Sri Ratu Kenari selalu bermain-main dengan mereka.” (berkata dengan penuh yakin lalu mengelus jenggotnya)

(11)

Dara : “Kami sering bermain bersama sampai agak larut malam. Kami saling bercerita tentang pengalaman hidup masing-masing.”

Jambu : “Sungguh kami sangat berhutang budi untuk kebaikan hati semacam itu.

Reso : “Jadi, kerajaan dalam keadaan kurang lebih utuh!”

Lembu : “ Begitulah, kecuali keadaan di Tegalwurung! Panji Tumbal berhasil ditawan oleh Pangeran Kembar. Pangeran Bindi menduduki seluruh Kadipaten Tegalwurung dan menyatakan menentang kedaulatan Maharaja kita, Berta menobatkan dirinya sendiri menjadi Raja. Pangeran Kembar mendukungnya.”

Reso : “Hmm! Ini bukan persoalan remeh.” (sambil membuang muka) Dara : “Ia bukan putra tertua dari almarhum Sri Baginda Raja yang dulu.”

Reso : “Atas dasar kekuatan! Setiap orang yang merasa dirinya kuat boleh saja menobatkan dirinya menjadi Raja. Seperti juga Raja yang dulu mendirikan kerajaan ini. Tinggal soalnya apakah ia akan bisa membuktikan bahwa dirinya benar-benar yang terkuat di seluruh negara ? Bisa tidak ia menundukkan semua tandingan yang ada?”

Dara : “Jadi, ia menantang kekuasaan Maharaja kita?”

Reso : “Sanggupkah maharaja kita menyingkirkan dia atau sanggupkah dia menyingkirkan maharaja kita? Itu saja persoalannya.”

Bambu : “Dengan dukungan Anda sebagai pemangku, maharaja kita pasti akan bisa menumpas tandingannya, di Tegalwurung!”

Jambu : “Besar kepercayaan kami kepada Anda untuk bisa mengatasi keadaan ini, Panembahan.”

Lembu : “Dari sejak masih tinggal di istana, Pangeran Bindi sangat mengerikan tingkah lakunya. Tanpa ragu-ragu saya akan membantu Anda untuk membela maharaja kita.”

Reso : “Aryo Sumbu, apakah Anda juga mempunyai kemantapan seperti itu?”

Sumbu : (Jelas dan tegas) “Ya, Panembahan!”

Reso : “Setelah Anda semua beristirahat beberapa hari, bantulah Sri Baginda untuk memerangi para pemberontak. Anda semua mempunyai pengalaman yang luas di dalam pertempuran.”

Lembu : “Di bawah pimpinan Anda kami semua patuh dan setia.”

Reso : “Silakan pulang dulu dan nanti sore menghadap Maharaja di Istana.”

(kemudian keempat Aryo mohon diri lalu keluar.)

Sekti : “Pengaruh Anda terhadap para Aryo, para Panji, dan para Senapati sungguh sangat besar. Memang hanya Anda yang bisa menyelamatkan kerajaan dari bencana perpecahan. Sekarang saya pamit dulu, Panembahan. Di rumah saya ada tamu yang menginap. Setelah minum kopi sore hari dengan tamu itu, saya akan menghadap maharaja ke istana.”

Reso : “Apakah kamu itu akan tinggal lama di rumah Anda?”

Sekti : “Seperti biasanya, agak lama juga. Salam, Ratu Dara. Salam, Panembahan”

(pergi).

Dara : “Anakku seorang diri tak akan bisa mempertahankan takhtanya.”

Reso : “Itulah sebabnya kita harus membantu Baginda.”

Dara : “Maharaja boneka itu mulai memuakkan saya.

Reso : “Tidak baik berkata begitu sementara Baginda ialah darah dagingmu sendiri.

Dara : “Panembahan suamiku, ternyata Anda begitu kuat dan kuasa, kenapa Anda tidak ingin menjadi raja?”

Reso : “Hahahaha! Apa kurang enaknya menjadi orangtua dan pemangku.”

(12)

B. Konseptual

1. Kaidah Kebahasaan Dama

a) Menggunakan konjungsi urutan waktu

Urutan waktu yang digunakan dapat berupa kemudian, beberapa jam kemudian, lalu, dan lain-lain. Urutan waktu ini biasanya digunakan untuk memperjelas waktu adegan yang tertulis pada kramagung atau notasi. Penggunaan konjungsi urutan waktu ini dapat dilihat pada kutipan drama berikut.

Reso : “Jangan khawatir. Keadaan mereka sangat mewah dan sejahtera. Mereka dibawa ke istana demi keamanan mereka sendiri. Jangan sampai mereka menjadi korban dari pancaroba perubahan. Nanti setelah Anda menghadap Maharaja, pasti istri Anda akan diantar ke rumah kembali. Sri Ratu Dara dan Sri Ratu Kenari selalu bermain-main dengan mereka.”

(berkata dengan penuh yakin lalu mengelus jenggotnya)

b) Menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi.

Kata kerja yang digunakan dalam drama lebih dominan pada kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa. Hal ini dikarenakan drama ditulis dengan tujuan untuk dilakonkan atau dipentaskan sehingga dialog-dialog maupun keterangan yang ada pada kramagung merujuk pada suatu kegiatan. Misalnya, Reso sangat marah sambil mengelus dada. Kata mengelus merupakan kata kerja yang menggambarkan suatu lakuan atau perbuatan.

c) Menggunakan kata kerja yang menyatakan suatu yang dipikirkan atau dirasakan Kata kerja yang menyatakan suatu pikiran misalnya, merenung, merasa, menafsirkan, dan lain-lain. Kata kerja yang menyatakan suatu peristiwa tersebut digunakan untuk menegaskan keadaan psikologis dari masing-masing karakter dalam tokoh drama agar lebih mudah dalam mengenali peran atau watak dari tokoh tersebut.

d) Menggunakan kata sifat

Selain menggunakan kata kerja yang menyatakan suatu yang dipikirkan, drama juga menggunakan kata sifat untuk menyuratkan karakter tokoh dalam suatu drama maupun keadaan psikologis tokoh tersebut.

C. Prosedural

1. Langkah menganalisis isi drama

Berikut ini contoh menganalisis isi drama beserta langkah-langkahnya.

BAPAK B. Soelarto

Bagimu, kemerdekaan bumi pusaka. Drama ini terjadi pada tanggal 19 Januari 1949, sebulan sesudah tentara kolonial Belanda melancarkan aksi agresinya yang kedua dengan merebut Ibu Kota Republik Indonesia, Yogyakarta. Tentara Kolonial telah pula siap siaga untuk melancarkan serangan kilat hendak merebut sebuah kota strategis yang hanya dipertahankan oleh satu batalion Tentara Nasional Indonesia.

Di kota itulah, si Bapak dikagetkan dengan kedatangan putra sulungnya yang mendadak muncul setelah bertahun-tahun merantau tanpa kabar berita.

(13)

Si sulung telah kembali pulang dengan membawa sebuah usul yang sangat mengagetkan si Bapak. Waktu itu seputar jam 10.00 si Bapak yang sudah lanjut usia, jalan hilir mudik dengan membawa beban persoalan yang terus menerus merongrong pikirannya.

Bapak : "Dia, putra sulungku. Si anak hilang telah kembali pulang. Dan sebuah usul diajukan; segera mengungsi ke daerah pendudukan yang serba aman tenteram. Hmm ya, ya, usulnya dapat kumengerti. Karena ia sudah terbiasa bertahun-tahun hidup di sana. Dalam sangkar, jauh dari debu prahara. Bertahun- tahun mata hatinya digelap butakan oleh nina bobo dan lela buai oleh si penjajah.

Bertahun-tahun semangatnya dijinakkan oleh suap roti keju. Celaka, oo betapa celaka nian."

(Si Bungsu senyum memandang.)

Bungsu :"Ah, Bapak rupanya lagi ngomong seorang diri."

Bapak :"Ya, anakku, terkadang orang lebih suka ngomong pada diri sendiri.

Tapi, bukankah tadi kau bersama abangmu?"

Bungsu :"Ya, sehari kami tamasya mengitari seluruh penjuru kota. Sayang sekali kami tidak berhasil menjumpai ma..."

Bapak :"Tunanganmu?"

Bungsu :"Ah, dia selalu sibuk dengan urusan kemiliteran melulu. Bahkan, ketika kami mendatangi asramanya, ia tidak ada. Kata mereka, ia sedang rapat dinas.

Heh,eh seolah seluruh hidupnya tersita untuk urusan-urusan militer saja."

Bapak :"Kita sedang dalam keadaan darurat perang, Nak. Dan dalam keadaan begini bagi seorang prajurit, kepentingan negara di atas segalanya. Bukan saja seluruh waktunya, bahkan juga seluruh jiwa raganya. Tapi, eh, mana abangmu sekarang?"

Bungsu :"Oh, rupanya dia begitu rindu kepada bumi kelahirannya. Tapi, kurasa dia akan segera tiba. Dan sudahkah Bapak menjawab usul yang diajukannya itu?"

Bapak :"Itulah, itulah yang hendak kuputuskan sekarang ini, Nak."

Bungsu :"Nah, itulah dia!"

Si sulung datang dengan mencangklong pesawat potret mengenakan kacamata hitam. Terus duduk melepas kacamata dan meletakkan pesawat potret di atas meja.

Sulung :"Huhuh, kota tercintaku ini rupanya sudah berubah wajah. Dipenuhi penghuni baju seragam menyandang senapan. Dipagari lingkaran kawat berduri.

Dan wajahnya kini menjadi garang berhiaskan laras-laras mesin. Tapi, di atas segalanya kota tercintaku ini masih tetap memperlihatkan kejelitaannya."

Bapak :"Begitulah, Nak. Suasana kota yang sedang dicekam keadaan darurat perang."

Sulung :"Ya, pertanda akan hilang keamanan, berganti huru-hara keonaran.

Dan mumpung masih keburu waktu, bagaimana dengan putusan Bapak atas usulku itu?"

Bapak :"Menyesal sekali, Nak..."

Sulung :"Bapak menjawab dengan penolakan, bukan?"

Bapak :"Ya."

Bungsu :"Jawaban Bapak sangat bijaksana"

Sulung :"Bijaksana? Ya, kau benar manisku. Setidak-tidaknya demikianlah anggapanmu karena bukanlah secara kebetulan tunanganmu adalah seorang perwira TNI di sini. Tapi, maaf bukan maksudku menyindirmu, adik sayang."

Bungsu : “Ah, tidak mengapa. Kau hanya sedang keletihan. Mengasolah dulu ya”

(14)

Abang : “Mengasolah, kau begitu capek tampaknya. Bapak, biar aku pergi belanja dulu untuk hidangan makan siang nanti."

Si Bungsu pergi. Si Sulung mengantar dengan senyum.

Bapak : "Nak, pertimbangan bukanlah karena masa depan adikmu seorang.

Juga bukan karena masa depan usiaku."

Sulung :"Hmm, lalu? Karena rumah dan tanah pusaka ini barangkali ya, Bapak?"

Bapak :"Sesungguhnyalah, Nak, lebih karena itu."

Sulung :"Oh, ya? Apa itu ya, Bapak?"

Bapak :"Kemerdekaan!"

Sulung ;"Kemerdekaan? Kemerdekaan siapa?"

Bapak :"Bangsa dan bumi pusaka."

Si sulung tertawa.

Sulung :"Bapak yang baik. Bertahun-tahun sudah aku hidup di daerah

pendudukan sana bersama beribu awak yang tercinta. Dan aku seperti juga mereka, tidak pernah merasa menjadi budak.”

Langkah-Langkah Menemukan Makna Cerita dalam drama “Bapak” karangan B.

Soelarto

1) Memahami alur

Alur dalam drama dibagi dalam babak dan adegan. Drama ini berjalan maju, dalam naskah drama”Bapak” ini, meskipun pada bawah judul tertera lakon dua babak, namun jika dianalisis lebih dalam, seluruh kejadian berlangsung pada satu tempat dan satu waktu, sedangkan adegan pada drama ini, berlatar ruang tamu sebuah keluarga, awalnya diisi dengan Bapak yang berbicara sendiri mengenai putranya yang baru datang merantau, adegan kedua diisi dengan munculnya Bungsu yang menemani Bapak mengobrol. Adegan selanjutnya Sulung datang dan mulai beradu mulut dengan Bapak.

Kemudian Bungsu pergi ke luar. Setelah adu mulut itu, Sulung pergi ke kamarnya, Bapak membuntuti karena curiga mendengar suara radio pemancar. Adegan selanjutnya Bungsu kembali ke ruang tamu karena Perwira datang. Kemudian mereka terkejut dengan suara tembakan. Adegan selanjutnya Bapak muncul dengan pistol dan map-map tebal di tangannya. Perwira pergi ke kamar Sulung dan mendapati Sulung mati. Perwira kembali ke ruang tamu membawa bukti-bukti penghianatan Sulung. Bapak sangat kecewa dan Bungsu menangis. Bapak meminta Perwira membawa pergi Bungsu sedangkan Bapak tetap di rumah dengan perasaan bangga sekaligus kecewa. Konflik dalam drama ini adalah konflik eksternal dan konflik sosial-dalam hal ini keluarga- yang terjadi antara Bapak dengan Sulung. …

Bapak: “Sayang sekali nak, kita tegak pada dua kutub yang bertentangan secara asasi.

Tetapi adalah keliru bila kau menimpakan kesalahan dan tanggung jawab segala duka cita pada pihak kami, nak”

Sulung: “Itu pendapat Bapak? Memang Bapak ada hak penuh untuk berpendapat demikian itu. “

Bapak: “Nak, keyakinanmu salah. Sadarlah!”

Sulung: “Salah bagi Bapak benar bagiku. Dan, aku sadar benar akan itu. Dan dengan penuh kesadaran pula, aku bersedia menganggung segala resikonya”

Bungsu: “Tapi, kenapa mesti Bapak sendiri yang menghakimi.”

Bapak: “Karena, dia anak kandungku pribadi. Karena aku cinta padanya. Ya, karena cintaku itulah, aku tidak rela ia meneruskan langkah sesatnya. Langkah khianatnya, harus ya, wajib dihentikan. Meskipun dengan jalan membunuhnya.

Tapi dengan kematiannya aku telah menyelamatkan jiwanya dari kesesatan

(15)

hanya sampai sekian. Dengan kematiannya, berakhirlah pula kerja nistanya sebagai penghianat.

...

Dalam dialog di atas dapat dipahami bahwa konflik yang dialami Bapak sangat keras.

Setelah bapak beradu mulut dengan anaknya, Bapak dihadapkan pada kondisi untuk memilih membunuh anaknya atau berkhianat pada bangsanya. Apalagi setelah mengetahui ternyata anaknya adalah seorang mata-mata musuh. Akhirnya Bapak memutuskan untuk membunuh Sulung. Bapak merasa kecewa namun juga bangga.

2) Memahami karakter tokoh

Dari uraian di atas selain Bapak disebut sebagai tokoh sentral (tokoh utama) bapak juga merupakan tokoh protagonis dilihat dari sisi perjuangannya membela bangsa.

Keterkaitan tokoh Bapak dengan lain yang sangat banyak, mulai awal hingga akhir adegan. Bapak memiliki karakter teguh dalam memegang prinsip, penyayang, dan nasionalis. Tokoh Sulung merupakan tokoh antagonis karena menjadi lawan Bapak dalam cerita ini. Tokoh Sulung memiliki karakter suka berkhianat, keras kepala, dan pengecut. Selanjutnya tokoh Bungsu dan Perwira sebagai tokoh bawahan memiliki karakter nasionalis.

...

Sulung : “Menyesal ya Bapak, rupanya kita berbeda kutub dalam tafsir makna. “ ...

Bapak: “[……] nak, kaupun tahu aku tidak pernah memaksakan kehendakku pada anak- anakku. Bila ada anakku yang yakin masa depannya ada di daerah pendudukan, akan lebih membahagiakan hidupnya, silahkan pergi. Begitulah bila adikmu mantap untuk mengungsi kesana, silahkan pergi bersamamu. Tapi adikmu dibesarkan dalam alam kemerdekaan, jadi dia tentulah dapat menilai arti kemerdekaan…. Dan kurasa bukanlah soal pernikahannya dengan TNI yang menjadi dasar timbangrasa, timbang hatinya tapi pengertian cintanya pada bumi pusakanya!”

3) Memahami dialog

Dialog dalam drama itu sudah mempertinggi nilai gerak menarik dan wajar karena antar dalog satu dengan yang lain alamiah dan saling mendukung. Dialog-dialog dalam drama ini sudah menggambarkan karakter tokoh-tokohnya dan alur cerita.

4) Memahami babak dan adegan

Drama ini terdiri atas satu babak ditandai dengan satu latar tempat yaitu sebuah rumah di kota Yogyakarta. Ada empat adegan dalam drama ini yaitu adegan tokok Bapak berbincang dengan tokoh Bungsu mengenai cita-cita dan impiannya, adegan tokoh Bapak berdebat dengan tokoh sulung hingga terjadi insiden penembakan si Sulung, adegan tokoh perwira berbincang dengan tokoh Bapak mengenai bukti pengkhianatan tokoh Sulung, dan adegan tokoh Bapak meminta perwira dan Bungsu untuk menyelamatkan diri.

5) Memahami petunjuk pengarang dan prolog

Petunjuk pengarang dan prolog dalam naskah ini membantu pemahaman mengenai latar tempat, waktu, suasana sejarah, sosial, dan budaya.

6) Memahami tema

Tema drama ini adalah cinta tanah air. Dari banyaknya dialog antara Bapak dengan Sulung di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Bapak cinta pada tanah airnya. Ia memilih mempertahankan kemerdekaan bangsa walaupun anak sulung menolak dan mengkhianatinya.

7) Memahami totalitas makna dalam drama

(16)

Rasa cinta tanah air mampu menyingkirkan segala kepentingan pribadi dan untuk itu terkadang membutuhkan pengorbanan yang besar.

2. Langkah mementaskan drama a) Memilih naskah drama

b) Membedah naskah drama yang akan dipentaskan c) Memilih sutradara

d) Melakukan pemilihan peran

e) Mendalami peran yang akan dimainkan f) Sutradara mengatur teknik pentas g) Melakukan latihan rutin

h) Menyiapkan tata kostum, rias, dan panggung i) Latihan terakhir sebelum pentas

3. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mementaskan drama

a) Memahami naskah dan karakter tokoh yang akan kita perankan, yakni melalui dialog-dialognya serta kramagung atau petunjuk laku yang dinyatakan langsung oleh pengarang.

b) Memerankan tokoh dengan memerhatikan aspek lafal, intonasi, nada/tekanan, mimik, dan gerak-geriknya.

1) Lafal adalah cara seseorang dalam mengucapkan kata atau bunyi bahasa. Aspek ini penting kita perhatikan guna kejelasan makna suatu kata.

2) Intonasi adalah naik turunnya lagu kalimat. Kalimat berita, perintah, dan kalimat tanya harus menggunakan intonasi yang berbeda. Intonasi kalimat untuk menyatakan kegembiraan juga berbeda dengan kalimat yang bermakna kecemburuan.

3) Nada/tekanan adalah kuat lemahnya penurunan suatu kata dalam kalimat. Kata yang ingin diperjelas maksudnya mendapat tekanan lebih kuat daripada kata lainnya.

4) Mimik adalah ekspresi atau raut muka yang menggambarkan suatu emosi: sedih, gembira, kecewa, takut, dan sebagainya. Mimik berperan dalam memperjelas suatu maksud tuturan.

5) Gerak-gerik adalah berbagai gerak pada anggota badan atau tingkah laku seseorang dalam menyatakan maksud tertentu. Bentuknya, misalnya, anggukan kepala, menggigit jari.

Daftar Pustaka

Khamdanah.2017. Modul Pembelajaran Drama. Semarang:Universitas Negeri Semarang.

Sam, Hisam.2018.Selik Beluk Drama Modern. (Online),

(http://www.dosenpendidikan.com/drama dan pementasannya), diakses 25 Oktober 2018.

(17)

Suherli.2016. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas XI SMA/SMK/MA/MAK.

Jakarta:Kemendikbud.

Suherli.2016. Buku Siswa Bahasa Indonesia Kelas XI SMA/SMK/MA/MAK.

Jakarta:Kemendikbud.

Lampiran 2

INSTRUMEN PENILAIAN SIKAP A. Lembar Observasi

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : XI/II

Tahun Pelajaran : 2018/2019

Indikator : Peserta didik menunjukkan perilaku keberanian, cermat, kreatif, tanggung jawab, kerja sama dan disiplin dalam dalam pembelajaran secara pribadi hal- hal atau kejadian berdasarkan hasil observasi.

No Waktu Nama Kejadian/perilaku Butir Sikap Positif/negatif

(18)

B. Lembar Penilaian diri

LEMBAR PENILAIAN DIRI

Nama :

Kelas :

NO Pernyataan TP KD SR SL

1 Saya mengikuti diskusi dengan baik

2 Saya ikut berpendapat dalam kegiatan diskusi 3 Saya menyalin pekerjaan teman dalam kegiatan

berdiskusi

4 Saya menerima kritik teman secara lapang dada 5 Saya diam saja ketika berdiskusi

6 Saya tidak hadir ketika latihan drama

7 Saya memberikan penilaian jelek kepada teman kelompok yang tidak saya sukai ketika latihan drama

8 Saya sulit mengekspresikan peran dalam tokoh drama yang tidak sesuai dengan karakter saya pribadi

9 Saya mencari kostum yang sesuai dengan tokoh yang saya perankan dan mengindahkan kostum peran atau tokoh lain

10 Saya datang terlambat ketika latihan drama 11 Saya datang tepat waktu ketika latihan drama Keterangan :

SL = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan SR = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan

KD = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak melakukan

TP = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan

(19)

Lampiran 3

INSTRUMEN PENILAIAN PENGETAHUAN

A. Tes Tulis (Uraian)

Bacalah drama di bawah ini dengan teliti!

(Narrator mendeskripsikan suasana di tepi telaga duka yang tenang dan hening. Hanya ada suara gemericik air dan kicau burung. Saat Retno dan Widodo biasa bertemu di sana)

Narrator 1 : Di punggung ngarai sebuah gunung, di mana burung-burung masih gemar bernyanyi, angin sejuk membelai dedaunan yang rimbun, hening, tenang. Hanya gemericik air yang jernih yang terdengar, terdapat sebuah telaga, dengan bebatuan dan rumput-rumput ilalang yang tumbuh di sekeliling tepiannya. Di bawah langit senja yang kian memerah

(Dilanjutkan dengan dialog antara Retno & Widodo yang menggambarkan karakter Widodo yang romantis, penyayang, peduli dan sering menasihati Retno, sehingga Retno menjadi merasa bergantung padanya)

(Retno dan Widodo berdiri di pinggir telaga)

Widodo : (tersenyum gembira) “Duhai bidadariku, kau tampak cantik sekali sore ini. Siang, malam, bahkan mentari pun enggan beranjak ke peraduannya, ingin berlama-lama menatap wajahmu yang jelita dan angin pun ingin membelai rambutmu.”

Retno : (tersenyum gembira) “Engkaupun terlihat gagah sore ini. Aku juga menantikan saat-saat berjumpa denganmu. Meniti hari, bersama menatap merahnya langit senja, disaksikan oleh nyanyian burung- burung dan sejuknya air telaga ini.”

Widodo : (bingung) “Aku pun demikian. Tetapi, mengapa matamu terlihat sembab? Apa yang terjadi? Apakah kau habis menangis?”

Retno : (tersipu malu) “Ah Kakanda Widodo, aku menangis bukan karenamu.

Tetapi karena banyak orang yang mencaciku. Terutama karena aku belum sukses seperti anak-anak tetangga lainnya.”

Widodo : (menghela nafas panjang) “Bersabarlah. Sabar itu adalah pelita hati, penghias akhlak dan penenang jiwa. Percayalah, buah kesabaran itu manis rasanya. Dan ingatlah selalu pada Sang Maha Kasih, karena Ia- lah kita dapat bertahan hidup di sini.”

Retno : “Ya benar, Kau benar. Kau selalu benar. Tetapi aku seringkali ingin memutar dunia ini lebih cepat sehingga waktu berpacu mengalahkan segala rasa dan membawaku ke senja dimana aku dapat hidup sukses

(20)

dan mapan. Agar aku tidak mendapat gunjingan terus menerus dari tetangga”

Widodo : (tersenyum) “Sabar dan ikhlaslah dalam menjalani hari. Ikhlas menunggu saat-saat bahagia kan menjelang. Berjanjilah padaku kau tak akan menangis lagi?”

Retno : “Aku berjanji. Apapun yang kau katakan adalah titah bagiku.”

Narrator 1 : Di atas bebatuan, di bawah pohon beranting dan berdaun lebat, bersama- sama menyaksikan ratu malam menurunkan tirai hitamnya, menutupi langit senja yang kian memudar bersama mentari.

Soal

1. Tentukan kaidah kebahasaan yang terdapat pada drama satu babak tersebut disertai penjelasan!

2. Tentukan dan berikan penjelasan isi drama tersebut!

(21)

RAMBU-RAMBU JAWABAN

NO Jawaban Kutipan

1 Kaidah kebahasaan yang terdapat pada kutipan drama satu babak tersebut antara lain:

a. Kata sifat

Kata sifat ini terdpat pada bagian prolog yang merupakan deksripsi karakter dari tokoh Widodo

b. Kata kerja yang menggambarkan perbuatan

(Dilanjutkan dengan dialog antara Retno & Widodo yang menggambarkan karakter Widodo yang romantis, penyayang, peduli dan sering menasehati Retno, sehingga Retno menjadi merasa bergantung padanya)

Kata kerja yang

menggambarkan perbuatan terdapat pada kramagung yang digunakan pada drama.

Misalnya,

Widodo: (tersenyum gembira) “Duhai bidadariku, kau tampak cantik sekali sore ini. Siang, malam, bahkan mentari pun enggan beranjak ke peraduannya, ingin berlama- lama menatap wajahmu yang jelita dan angin pun ingin membelai rambutmu.”

Widodo : (menghela

nafas panjang)

“Bersabarlah. Sabar itu adalah pelita hati, penghias akhlak dan penenang jiwa.

Percayalah, buah kesabaran itu manis rasanya. Dan ingatlah selalu pada Sang Maha Kasih, karena Ia-lah kita dapat bertahan hidup di sini.”

2 Drama tersebut berisi tentang Retno yang terus menerus digunjing tetangga karena belum sukses seperti anak-anak tetangga lainnya.

Retno : (tersipu malu) “Ah Kakanda Widodo, aku menangis bukan

(22)

karenamu. Tetapi karena banyak orang yang mencaciku. Terutama karena aku belum sukses seperti anak-anak tetangga lainnya.”

(23)

Lampiran 4

LEMBAR PENUGASAN

ANALISIS KAIDAH KEBAHASAAN DAN TELAAH ISI DRAMA

Kelas : XI

Semester : 2 (Genap)

Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia Materi : Drama

A. Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator

3.19 Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton 4.19 Mendemonstrasikan sebuah naskah

drama dengan memerhatikan isi dan kebahasaan

3.19.1 Menelaah kaidah kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton berjudul “Panembahan Reso”

3.19.2 Menafsirkan isi drama yang dibaca atau ditonton berjudul

“Panembahan Reso”Menyusun kerangka drama

4.19.1 Menyajikan ulang salah satu adegan naskah drama dengan memerhatikan isi dan

kebahasaan.

4.19.2 Mementaskan sebuah naskah drama dengan memerhatikan isi dan kebahasaan.

B. Informasi Pendukung

Lembar kerja ini memandu kalian untuk menelaah kaidah kebahasaan dan menafsirkan isi naskah drama.

1) Materi Pokok : - Drama 2) Alokasi Waktu

45 menit

3) Tujuan Pembelajaran

a. Kalian dapat menelaah kaidah kebahasaan dan menafsirkan isi naskah drama.

(24)

4) Materi Pembelajaran

- Kaidah kebahasaan drama - Langkah menganalisis isi drama C. Petunjuk

Pada kegiatan ini kalian akan menelaah kebahasaan dan menafsirkan isi drama selama 45 menit. Sebelum melakukan kegiatan membaca teks, bacalah petunjuk pada lembar kerja sebagai rambu-rambu dalam mengerjakan tugas.

1. Bacalah naskah drama yang telah dibagikan oleh pendidik kemudian analisis isi dan kebahasaan dan tulis hasil analisis pada tabel yang telah disediakan!

Naskah 1

SANG MANDOR Karya Rahman Arge

Sang Mandor : (merokok, melamun, batuk-batuk) “Kapal-kapal datang dan pergi.

Dan aku cuma disini. Inikah akhir riwayatku? Sebagai Mandor? Sebagai Ayah?

Sebagai Suami? Sebagai Laki-laki? Sebagai…Manusia?”

(Terdengar peluit kapal)

(Batuk-batuk. Ia berusaha melawan rematiknya. Ia merangkak, mencoba bergerak ke jendela dan memandang keluar. Masuk Mulli, isteri mandor)

Isteri Sang Mandor : (meletakkan gelas berisi air putih di meja) “Pak, saatnya minum obat. Jangan dekat-dekat jendela. Disitu banyak angin. Astaga, Bagaimana kau bisa sampai disitu?”

Sang Mandor : “Berapa kali dalam sehari-semalam aku harus mendengar kata itu? Jangan! Jangan! Jangan ini! Jangan Itu!”

Isteri Sang Mandor: “Di situ banyak angin, Pak.”

Sang Mandor : “Kayak anak balita saja, dituntun-tuntun.”

Isteri Sang Mandor : “Obatnya, Pak.”

Sang Mandor : (berteriak) “Ya.”

Isteri Sang Mandor : “Sekarang.”

Sang Mandor : “Iya.”

Isteri Sang Mandor : “Minum sekarang!”

Sang Mandor : “Iya, iya, iya!”

Isteri Sang Mandor : “Obatnya saya bawa kesitu, atau, Bapak yang saya bawa kesini?”

Sang Mandor : (diam. Matanya menyala. Batuk-batuk) “Inikah akhir riwayatku?”

Isteri Sang Mandor : (mendekati mandor. Mencoba membantunya) Ke kursi. “Ayolah, Pak. Saya bantu.”

Sang Mandor : (meledak) “Jauh kau, Perempuan! Jangan Mendekat. Aku laki-laki. Aku mandor. Aku mampu bergerak sendiri.”

(Mencoba bergerak ke kursi, tetapi sangat payah)

“Lautan luas aku jelajahi.”

(25)

(Ia terjatuh. Susah payah ia bangkit)

“Aku kenal kapal-kapal. Begitu banyak kapal…”

(Ia keringatan. Ia batuk-batuk)

“Aku akrab dengan pelabuhan-pelabuhan. Begitu banyak pelabuhan…”

(Ia mengerang. Rematiknya ngamuk)

“Aku bersahabat dengan begitu banyak bangsa. Laki-laki… Perempuan…”

(Tubuhnya terhempas ke lantai. Isteri sang mandor melompat untuk menolong, tetapi segera undur mendengar hardikan sang mandor.)

Sang Mandor : “Jangan dekat! Jangan!”

(Dengan tenaga terakhir ia bangkit. Ia memandang kekursi dengan mata menyala.)

“Telah kuarungi laut sampai Benua eropa. Kutaklukkan badai sebesar apapun. Para jagoan mencium lututku. Lalu… lalu hanya untuk sampai ke kursi itu, aku harus kalah, hah…?”

(Ia roboh)

Isteri Sang Mandor : (Bergegas Akan Menolong) “Semua tak ada yang langgeng, Pak. Sadarlah, tak ada orang bisa hidup tanpa uluran tangan orang lain.

Lebih-lebih disaat kita sakit. Orang-orang, siapapun ia, masing-masing berangkat tua, sakit-sakitan, kesepian…”

Sang Mandor : “Siapa bilang aku kesepian?”

Isteri Sang Mandor : “Tidak. Engkau tidak kesepian. Aku ada.”

Sang Mandor : “Aku tidak kesepian bukan karena kau ada, Perempuan! Kau ada atau tidak ada, aku tidak kesepian. Aku tahu mengurus diriku sendiri, tanpa siapa-siapa…”

Isteri Sang Mandor : (Bangkit Menekan Emosi) “Ayo, laki-laki! Hiduplah sendiri! Uruslah dirimu! Raihlah kursi itu! Letaknya hanya beberapa meter.

Capailah! Tuan Mandor besar!”

Sang Mandor : “Diam! Diam! Diam!”

Isteri Sang Mandor : “Aku tak akan diam! Sepanjang hidupku tak pernah tidak kau koyak-koyak hatiku. Sejak dulu, sampai kini.”

(meratap sedih)

“Kehadiranku di sampingmu tidak pernah kau anggap. Tak pernah kau hargai.

Bagimu, aku ternyata tak pernah ada. Tak pernah kau hitung, bahwa aku juga manusia.”

(meledak lagi)

“Ayo! Merangkaklah! Merangkaklah engkau seorang diri ke kursi itu! Rebut! Rebut!

Rebut kursi itu dengan keangkuhanmu!”

(Kepedihan bercampur kejengkelan)

“Begitu banyak pelabuhan. Begitu banyak negeri. Begitu banyak perempuan. Nah mana semua itu? Mana? Mana? Mana, Tuan Mandor?”

Juki : (Masuk Tergesa-Gasa. Menenangkan Kedua Orang Tuanya)

“Saya tidak mengerti, sampai kapan ayah adan ibu bisa rukun? Sampai kapan hari tua kalian dibiarkan begini terus? Kapan bisa menikmati ketenangan? Rasa tenteram? Kebahagiaan? Kedamaian?”

(26)

Sang Mandor : “Sampai kapan, kau anak kecil, bisa berhenti berkothbah didepan saya?”

Juki :“Kerukunan? Keseiyasekataan?

Sang Mandor : “Khotbah. Hentikan!”

Juki : (Meningkat)“Kasih sayang? Harga-menghargai? Hormat- menghormati? Toleransi? Sipotau? Siamasei?”

Sang Mandor : “Hentikan!”

Juki : “Tepo seliro?”

Sang Mandor : “Hentikan kataku!”

Juki : “Cinta-mencintai?”

Sang Mandor : “Berhentiiiiii!!”

(batuk-batuk, amat marah dan diam.) Naskah 2

AYAHKU PULANG Karya Umar Ismail

Panggung menggambarkan sebuah ruangan dalam dari sebuah rumah yang sangat sederhana dengan sebuah jendela agak tua. Di kiri kanan ruangan terdapat pintu. Di sebelah kiri ruangan terdapat satu set kursi dan meja yang agak tua, di sebelah kanan terdapat sebuah meja makan kecil dengan empat buah kursinya, tampak cangkir teh, kue-kue dan peralatan lainnya diatas meja. Suara adzan di latar belakang menunjukkan saat berbuka puasa.

Sebelum layar diangkat sebaiknya terlebih dahulu sudah terdengar suara beduk bersahut-sahutan diiringi suara takbir beberapa kali sebagai tanda kalau esok adalah Hari Raya Idul Fitri. Suara bedug dan takbir sebaiknya terus terdengar dari mulai layar diangkat/sandiwara dimulai sampai akhir pertunjukkan ini. Ketika sandiwara dimulai/layar panggung diangkat, tampak ibu sedang duduk dikursi dekat jendela.

Ekspresinya kelihatan sedih dan haru mendengar suara beduk dan takbiran yang bersahut-sahutan itu. Kemudian masuk kepanggung Gunarto.

Gunarto :(Memandang Ibu Lalu Bicara Dengan Suara Sesal) “ Ibu masih berfikir lagi...”

Ibu : (Bicara Tanpa Melihat Gunarto) “Malam Hari Raya Narto. Dengarlah suara bedug itu bersahut-sahutan.”

(Gunarto Lalu Bergerak Mendekati Pintu)

“Pada malam hari raya seperti inilah Ayahmu pergi dengan tidak meninggalkan sepatah katapun.”

Gunarto :(Agak Kesal) “Ayah...”

Ibu : “Keesokan harinya Hari Raya, selesai salat ku ampuni dosanya...”

Gunarto : “Kenapa masih Ibu ingat lagi masa yang lampau itu? Mengingat orang yang sudah tidak ingat lagi kepada kita?”

(27)

Ibu : (Memandang Gunarto) “Aku merasa bahwa ia masih ingat kepada kita.”

Gunarto :(Bergerak ke meja makan) “Mintarsih kemana, Bu?”

Ibu : “Mintarsih keluar tadi mengantarkan jahitan, Narto.”

Gunarto :(Heran) “Mintarsih masih juga mengambil upah jahitan, Bu? Bukankah seharusnya ia tidak usah lagi membanting tulang sekarang?”

Ibu : “Biarlah Narto. Karena kalau ia sudah kawin nanti, kepandaiannya itu tidak sia-sia nanti.”

Gunarto : (Bergerak mendekati Ibu,lalu bicara dengan lembut) “Sebenarnya Ibu mau mengatakan kalau penghasilanku tidak cukup untuk membiayai makan kita sekeluarga kan, Bu? (diam sejenak.). Bagaimana dengan lamaran itu, Bu?”

Ibu : “Mintarsih nampaknya belum mau bersuami, Narto. Tapi dari pihak orang tua anak lelaki itu terus mendesak Ibu saja.”

Gunarto : “Apa salahnya, Bu? Mereka uangnya banyak!”

Ibu : “Ah... uang, Narto?”

Gunarto :(Sadar Karena Tadi Berbicara Salah) “Maaf Bu... bukan maksud aku mau menjual adik sendiri.”

(Lalu Bicara Dengan Dirinya Sendiri)

“Ah... aku jadi mata duitan.... yah mungkin karena hidup yang penuh penderitaan ini...”

Ibu :(Menerawang) “Ayahmu seorang hartawan yang mempunyai tanah dan kekayaan yang sangat banyak, mewah diwaktu kami kawin dulu. Tetapi kemudian...

seperti pokok yang ditiup angin kencang...buahnya gugur..karena...”

(Suasana Sejenak Hening, Penuh Tekanan Bathin, Suara Ibu Lemah Tertekan)

“Uang Narto! Tidak Narto, tidak...aku tidak mau terkena dua kali, aku tidak mau adikmu bersuamikan seorang hartawan, tidak...cukuplah aku saja sendiri. Biarlah ia hidup sederhana Mintarsih mestilah bersuamikan orang yang berbudi tinggi, mesti, mesti...”

Gunarto : (coba menghibur Ibu) “Tapi kalau bisa kedua-duanya sekaligus, Bu?

Ada harta ada budi.”

Ibu : “Dimanalah dicari, Narto? Adik kau Mintarsih hanyalah seorang gadis biasa.

Apalagi sekarang ini keadaan kita susah? Kita tidak punya uang dirumah? Sebentar hari lagi uang simpananku yang terakhirpun akan habis pula.”

Gunarto : (Diam berfikir, kemudian kesal) “Semua ini adalah karena ulah Ayah!

Hingga Mintarsih harus menderita pula! Sejak kecil Mintarsih sudah merasakan pahit getirnya kehidupan. Tapi kita harus mengatasi kesulitan ini, Bu! Harus! Ini kewajibanku sebagai abangnya, aku harus lebih keras lagi berusaha!”

(hening sejenak lalu bicara kepada dirinya sendiri)

(28)

Naskah 3

BADAI SEPANJANG MALAM Karya Max Arifin

Begitu layar tersingkap, nampak jamil sedang asyik membaca. Kaki nya ditelusurkan ke atas kursi di depannya. Sesekali ia memijit-mijit keningnya dan membaca lagi. Kemudian ia mengangkat mukanya memandang jauh ke depan, merenung dan kembali lagi pada bacaannya. Di kejauhan terdengar salak anjing melengking sedih. Jangkrik juga menghiasi suasana malam itu. Di kejauhan terdengar seruling pilu membawakan Asmaradhana.

Jamil menyambar rokok di atas meja dan menyulutnya. Asap berkepul ke atas. Pada saat itu istrinya muncul dari balik pintu kamar.

Saenah : “Kau belum tidur juga? Kukira sudah larut malam. Beristirahatlah, besok kan hari kerja.”

Jamil : “Sebentar, Saenah. Seluruh tubuhku memang sudah lelah, tapi pikiranku masih saja mengambang ke sana ke mari. Biasa, kan aku begini malam malam.”

Saenah : “Baiklah, tapi apa boleh akuketahui apa yang kaupikirkan malam ini? “

Jamil : “Semuanya, semua apa yang kupikirkan selama ini sudah kurekam dalam buku harianku, Saenah. Perjalanan hidup seorang guru muda yang ditempatkan di suatu desa terpencil seperti Klulan ini kini merupakan lembaran lembaran terbuka bagi semua orang.”

Saenah : “Kenapa kini baru kau beritahukan hal itu padaku? Kau seakan akan menyimpan suatu rahasia atau memang rahasia?”

Jamil : “Sama sekali bukan rahasia, sayangku! Malam-malam di tempat terpencil seakan memanggil aku untuk diajak merenungkan sesuatu. Dan jika aku tak bisa memenuhi ajakannya aku akan mengalami semacam frustasi. Memang pernah sekali,suatu malam yang mencekam, ketika aku sudah tidur dengan nyenyak, aku tiba pada suatu persimpangan jalan di mana aku tidak boleh memilih. Pasrah saja. Apa yang bisa kaulakukan di tempat yang sesunyi ini? (Dia menyambar buku hariannya yang terletak di atas meja dan membalik balikkannya) Coba kaubaca catatanku tertanggal…(sambil masih membolak balik)..ini tanggal 2 oktober 1977.

(29)

Saenah : (Membaca) “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan. Suatu tempat yang terpacak tegak seperti karang di tengah lautan, sejak desa ini tertera dalam peta bumi. Dari jauh dia angker, tidak bersahabat, panas dan debu melecut tubuh. Ia kering kerontang, gersang. Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak bersahabat ini? Menjadi penonton yang diombangkan-ambingkan oleh…barang tontonannya. Setahun telah lewat dan selama itu manusia ditelan oleh alam”.

(Saenah mengeluh;memandang sesaat pada Jamil sebelum membaca lagi). Aku belum menemukan kejantanan di sini. Orang-orang seperti sulit berbicara tentang hubungan dirinya dengan alam. Sampai di mana kebisuan ini bisa diderita? Dan apakah akan diteruskan oleh generasi-generasi yang setiap pagi kuhadapi? Apakah di sini tidak dapat dikatakan adanya kekejaman?” (Saenah berhenti membaca dan langsung menatap pada Jamil)

Jamil : “Kenapa kau berhenti?jangan tatap aku seperti itu, Saenah.”

Saenah : “Apakah tulisan ini tidak keterlaluan?Bisakah ditemukan kejujuran di dalamnya?”

Jamil : “Kejujuran kupertaruhkan di dalamnya, Saenah.Aku bisa mengatakan, kita kadang-kadang dihinggapi oleh sikap-sikap munafik dalam suatu pergaulan hidup. Ada ikatan-ikatan yang mengharuskan kita berkata “Ya!” terhadap apa pun, sekalipun dalam hati kecil kita berkata”Tidak”. Kejujuranku mendorong aku berkata,”Tidak”,karena aku melatih diri menjadi orang yang setia kepada nurani.

Aku juga tahu, masa kini yang dicari adalah orang orang yang mau berkata”Ya”.Yang berkata “Tidak” akan disisihkan. (berhenti sejenak) Memang sulit, Saenah.Tapi itulah hidup yang sebenarnya terjadi. Kecuali kalau kita mau melihat hidup ini indah di luar, bobrok di dalam. Itulah masalahnya.” (Suasana saat itu menjadi hening. Di kejauhan terdengar salak anjing berkepanjangan)

Saenah : “Aku tidak berpikir sampai ke sana. Pikiranku sederhana saja. Kau masih ingat tentunya, ketika kita pertama kali tiba di sini, ya setahun yang lalu.

Tekadmu untuk berdiri di depan kelas, mengajar generasi muda itu agar menjadi pandai. Idealismemu menyala-nyala.Waktu itu kita disambut oleh Kepala Desa dengan pidato selamat datangnya. (Saenah lari masuk. Jamil terkejut, tapi sekejap mata Saenah muncul sambil membawa tape recorder). Ini putarlah tape ini. Kau rekam peristiwa itu. (Saenah memutar tape itu,kemudian terdengarlah suara Kepala Desa)…Kami ucapkan selamat datang kepada Saudara Jamil dan istri. Inilah tempat kami. Kami harap saudara betah menjadi guru di sini. Untuk tempat saudara berlindung dari panas dan angin, kami telah menyediakan pondok yang barangkali tidak terlalu baik bagi saudara. Dan apabila Anda memandang bangunan SD yang cuma tiga kelas itu. Dindingnya telah robek, daun pintunya telah copot, lemari- lemari sudah reyot, lonceng sekolah bekas pacul tua yang telah tak terpakai lagi.

Semunya menjadi tantangan bagi kita bersama. Selain itu, kami perkenalkan dua orang guru lainnya yang sudah lima tahun bekerja di sini.Yang ini adalah Saudara Sahli, sedang yang berkaca mata itu adalah Saudara Hasan. Kedatangan Saudara ini akan memperkuat tekad kami untuk membina generasi muda di sini. Harapan seperti

(30)

ini menjadi harapan Saudara Sahli dan Saudara Hasan tentunya.” (Saenah mematikan tape. Jamil menunduk, sedang Saenah memandang pada Jamil. Pelan- pelan Jamil mengangkat mukanya.)

Saenah : “Semua bicara baik-baik saja waktu itu dan semuanya berjalan wajar.”

Jamil : “Apakah ada yang tidak wajar pada diriku sekarang ini ?”

Saenah : “Kini aku yang bertanya:jujurkah pada nuranimu sendiri?Penilaian terakhir ada pada hatimu dan mampukah kau membuat semacam pengadilan yang tidak memihak kepada nuranimu sendiri? Karena bukan mustahil sikap keras kepala yang berdiri di belakang semuanya itu. Terus terang dari hari ke hari kita seperti terdesak dalam masyarakat yang kecil ini.”

Jamil : “Apakah masih harus kukatakan bahwa aku telah berusaha berbuat jujur dalam semua tindakanku? Kau menyalahkan aku karena aku terlalu banyak bilang “Tidak” dalam setiap dialog dengan sekitarku.Tapi itulah hatiku yang ikhlas untuk ikut gerak langkah masyarakatku.Tidak, Saenah. Mental masyarakat seperti katamu itu tidak terbatas di desa saja, tapi juga berada di kota.”

Saenah : “Kau tidak memahami masyarakatmu.”

Jamil : “Masyarakat itulah yang tidak memahami aku.”

Saenah : “Siapa yang salah dalam hal ini.”

Jamil : “Masyarakat.”

Saenah : “Yang menang ?”

Jamil : “Aku “ Saenah : “Lalu ?”

Jamil : “Aku mau pindah dari sini.” (Lama sekali mereka berpandangan) Saenah : (Dengan suara rendah) “Aku kira itu bukan suatu penyelesaian.”

Jamil : (Keras) “Sementara memang itulah penyelesaiannya.”

Saenah : (Keras) “Tidak! Mesti ada sesuatu yang hilang antara kau dengan masyarakatmu. Selama ini kau membanggakan dirimu sebagai seorang idealis.

Idealis sejati, malah. Apalah arti kata itu bila kau sendiri tidak bisa dan tidak mampu bergaul akrab dengan masyarakatmu.”

Naskah 4

MATAHARI DI SEBUAH JALAN KECIL Karya Arifin C. Noor

(31)

Sebentar lagi berkas-berkas di langit akan buyar dan matahari akan memulai memancarkan sinarnya yang putih, terang dan panas. Jalan itupun akan mulai hidup, bernafas dan debu-debu akan segera berterbangan mengotori udara.

Jalan itu bukan jalan kelas satu. Jalan itu jalan kecil yang hanya dilalui kendaraan-kendaraan dalam jumlah kecil. Tetapi sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya dan pabrik itu memiliki gedung yang sangat tua. Di depan gedung itulah para pekerja pabrik mengerumuni simbok yang berjualan pecel di halaman.

Seorang laki-laki yang sejak malam terbaring, tidur di ambang pintu yang terpalang tak dipakai itu, bangun dan menguap setelah seorang yang bertubuh pendek membangunkannya. Laki-laki itu adalah penjaga malam.

Penjaga Malam : “Uuuuuh, gara-gara pencuri, aku jadi kesiangan.”

Si Pendek : “Tadi malam ada pencuri?”

Penjaga Malam : “Di sana, di ujung jalan itu!” (menunjuk) Si Pendek : “Tertangkap?”

Penjaga Malam : “Dia licik seperti belut.” (menggeliat lalu pergi) Si Pendek : (duduk lalu membaca koran)

Seorang pemuda (anak laki-laki) membawa baki di atas kepalanya lewat. Ia menjajakan kue donat dan onde-onde. Suaranya nyaring sekali. Tak ada orang mengacuhkannya. Begitu ia lenyap seorang pemuda lewat pula yang berjalan dengan perlahan, berbaju lurik kumal, sepatu kain yang sudah rusak dan buruk, wajahnya pucat. Sebentar ia memperhatikan orang-orang yang tengah makan lalu ia pergi dan ia pun tak diperhatikan orang. Gemuruh mesin yang tak pernah berhenti itu, yang abadi itu, makin lama makin mengendur daya bunyinya sebab lalu lintas di jalan itu mulai bergerak dan orang-orang semakin banyak di halaman pabrik itu. Simbok pun makin sibuk melayani mereka.

Si Tua : (menerima pecel) “Sedikit sekali.”

Simbok : (tak menghiraukan dan terus melayani yang lain) Si Peci : “Ya, sedikit sekali” (menyuapi mulutnya) Si Tua : “Tempe lima rupiah sekarang.”

Si Kacamata : “Beras mahal (membuang cekodongnya) kemarin istriku mengeluh.”

Si Peci : “Semua perempuan ya ngeluh.”

Si Kurus : “Semua orang pengeluh.”

Si Kacamata : “Kemarin sore istriku berbelanja ke warung Nyonya Pungut.

Pulang-pulang ia menghempaskan nafasnya yang kesal……. Harga beras naik lagi, katanya.”

Si Peci : “Apa yang tidak naik?”

(32)

Si Tua : “Semua naik.”

Si Kurus : “Gaji kita tidak naik.”

Si Kacamata : “Anak saya yang tertua tidak naik kelas.”

Si Tua : “Uang seperti tidak ada harganya sekarang.”

Si Kurus : “Tidak seperti…. Ah memang tak ada harganya.”

Si Tua : (mengangguk-angguk) Si Peci : “Ya.”

Si Kacamata: “Ya.”

Si Pendek : “Menurut saya (menurunkan koran yang sejak tadi menutupi wajahnya. (ia berfikir sebentar sementara kawannya bersiap mendengar cakapnya).

Menurut saya, sangat tidak baik kalau kita tak henti-hentinya mengeluh sementara masalah yang lebih penting pada waktu ini sedang gawat menantang kita. Dalam seruan serikat kerja kita pun telah dinyatakan demi menghadapi revolusi dan soal- soal lainnya yang menyangkut negara kita harus turut aktif dan bersiap siaga untuk segala apa saja dan yang terpenting tentu saja perhatian kita.”

Si Tua : (menggaruk-garuk)

Si Pendek : “Ya, baru saja saya baca dari koran….nich, korannya…. Bahwa kita harus waspada terhadap anasir-anasir penjajah, kolonialisme. Kita harus hati-hati dengan mulut yang manis dan licin itu. (tiba-tiba batuk dan keselek)…..tempe mahal tidak enak rasanya… (meneruskan yang semula) beras yang mahal hanya soal yang tidak lama.”

Si Peci : “Ya.”

Si Kacamata: “Ya.”

Si Pendek : “Ya.”

Si Tua : “Dulu (batuk-batuk), dulu saya hanya membutuhkan uang sepeser untuk sebungkus nasi.”

Si Peci : “Dulu?”

Si Tua : “Ketika jaman normal.”

Si Kurus : “Jaman Belanda.”

Si Tua : “Ya, jaman Belanda. Untuk sehelai kemeja saya hanya membutuhkan uang sehelai rupiah.”

Si Kurus : “Tapi untuk apa kita melamun, untuk apa kita mengungkap-ungkap yang dulu?”

Si Pendek : “(makin berselera) Ya, untuk apa? Untuk apa kita melamun? Untuk apa kita mengkhayal? Apakah dulu bangsa kita ada yang mengendarai mobil?

Sepedapun hanya satu dua orang saja yang memilikinya. Kalaupun dulu ada itulah

(33)

mereka para bangsawan, para priyayi dan para amtenar yang hanya mementingkan perut sendiri saja. Sekarang lihatlah ke jalan raya.”

Si Pendek : “ Lihatlah Kemdal Permai, stanplat. Pemuda-pemuda kita berkeliaran dengan sepeda motor. Kau punya sepeda? Ya, kita bisa mendengarkan lagu-lagu dangdut dari radio. Ya?”

Si Kacamata : “Ya.”

Si Pendek : “Ya, tidak?”

Si Kurus : “Ya.”

Si Pendek : “Ya, tidak?”

Si Tua : (mengangguk-angguk)

Si Pendek : “Sebab itu kita tidak perlu mengeluh, apalagi melamun dan mengkhayal, sekarang yang penting kita bekerja, bekerja yang keras.”

Si Kacamata : “Saya juga berpikir begitu.”

Si Pendek : “Kita bekerja dan bekerja keras untuk anak-anak kita kelak.”

Si Kacamata : “Saya ingin anak saya memiiki yamaha bebek.”

Si Pendek : “Asal giat bekerja kita bebas berharap apa saja.”

Si Kurus : “Tapi kalau masih ada korupsi? Anak kita akan tetap hanya kebagian debu-debunya saja dari motor yang lewat di jalan raya.”

Si Peci : “Ya.”

Si Kacamata : “Ya.”

Si Tua : “Ya, sekarang kejahatan merajalela.”

Si Kurus : “Semua orang bagai diajar mencuri dan menipu.”

Si Kacamata : “Semua orang.”

Si Kurus : “Uang serikat kerja kitapun pernah ada yang menggerogoti” (melirik kepada si pendek)

Si Peci : “Ya, setahun yang lalu.” (melirik si pendek)

Si Kacamata : “Ya, dan sampai sekarang belum tertangkap tuyulnya.” (melirik pada si pendek)

Si Tua : (mengangguk-angguk) “Pemuda muncul lagi, mula-mula ragu lalu ia turut bergerombol dan makan pecel.”

Si Peci : “Ya, setahun yang lalu (melirik si pendek) Sekarang kita sukar mempercayai orang.”

Si Kurus : “Bahkan kita takkan percaya lagi pada kucing. Kucing sekarang takut pad tikus dan tikus sekarang besar-besar, malah ada yang lebih besar daripada

(34)

kucing, dan adapula tikus yang panjangnya satu setengah meter dan empat puluh kilogram beratnya. Tapi yang lebih pahit kalau kucing jadi tikus alias kucing sendiri sama kurang ajarnya dengan tikus.”

Si Peci : “Ya, sekarang kucing malas-malas dan kurang ajar.”

Si Kacamata : “Dunia penuh tikus sekarang.”

Si Kurus : “Dan tikus-tikus jaman sekarang berani berkeliaran di depan mata pada siang hari bolong.”

Si Tua : “Omong-omong perkara tikus, (batuk-batuk) sekarang ada juga orang yang makan tikus.”

Si Kacamata : “Bukan tikus, cindel. Orang Tionghoa di tempat saya biasa menelan cindel hidup-hidup dengan kecap, mungkin untuk obat.”

Si Tua : “Bukan cindel, tikus-tikus, wirog. Petani-petani sudah sangat jengkel karena diganggu sawahnya, sehingga mereka dengan geram dan jengkel lalu memakan tikus-tikus sebagai lauk, daripada mubazir. Tapi ada juga yang memakan tikus itu sebab……….lapar.”

SI PECI : “Ya, sekarang sudah hampir umum di kampung-kampung, bahkan ada juga anjuran dari pemerintah setempat.”

Si Kurus : (pada si tua) “Enak?”

Si Tua : “Ha?”

Si Kurus : “Sedap?”

Si Tua : “Saya tidak turut makan” (tersenyum).

Semua tertawa. Lonceng bekerja berdentang. Mereka masing-masing menghitung dan menyerahkan uang pada simbok kemudian pergi bekerja, lewat jalan samping dan yang terakhir adalah Si Pendek.

Si Pendek : “Berapa Mbok?”

Simbok : “Apa?”

Si Pendek : “Nasi pecel dua, tempe satu, tahu satu, rempeyek satu.”

Simbok : “Tujuh puluh lima.”

Si Pendek : “Bon.” (pergi)

Naskah 5

PENJUAL BENDERA Karya Hermana HMT

Ruang tengah dari sebuah rumah yang sederhana. Gareng menyanyi dengan senangnya sambil memegang kedua ujung kain merah dan kain putih yang panjang.

Gambar

3) ilustrasi atau musik 4) aktor lain

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

 Menyusun kembali teks laporan hasil observasi yang dibaca dengan memerhatikan isi, struktur, dan ciri kebahasaan.  Mempresentasikan, menanggapi,dan merevisi teks laporan

1) menelaah struktur sebuah teks deskripsi tentang objek yang dibaca dengan benar, 2) menelaah kebahasaan teks deskripsi berupa menggunakan kalimat perincian untuk..

Melalui kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning peserta didik mampu menganalisis sistematika dan kebahasaan kritik dan esai dan terampil

KOMPETENSI DASAR KD 3.3 : Mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks interaksitransaksional lisan dan tulis yang melibatkan tindakan memberi dan

Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator 3.7 Menganalisis strategi dan bentuk perjuangan bangsa indonesia dalam upaya mempertahankan

KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR Muatan: Bahasa Inggris Kompetensi Dasar Indikator 3.6 Memahami kata, frasa, dan kalimat yang berkaitan dengan My Body 3.6.1 Mengetahui kosakata bahasa

Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi IPK Kompetensi Dasar Dari KI 3 Kompetensi Dasar Dari KI 4 3.5 Membandingkan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan kovalen

KOMPETENSI DASAR Muatan: Bahasa Indonesia No Kompetensi Dasar Indikator 3.8 Merinci ungkapan penyampaian terima kasih, permintaan maaf, tolong, dan pemberian pujian, ajakan,