• Tidak ada hasil yang ditemukan

resiliensi dalam menangani dampak anak broken home

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "resiliensi dalam menangani dampak anak broken home"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

i

RESILIENSI DALAM MENANGANI DAMPAK ANAK BROKEN HOME (Studi Kasus di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota

Mataram).

Oleh

SINTYA APRILIANI 160303033

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI) FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI (FDIK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM 2021

(2)

i

RESILIENSI DALAM MENANGANI DAMPAK ANAK BROKEN HOME (Studi Kasus di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota

Mataram).

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Mataram Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Sosial

Oleh

SINTYA APRILIANI 160303033

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (BKI) FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI (FDIK)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UI MATARAM 2020

(3)

ii

(4)

iii

(5)

v

(6)

vi MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(Q.S. Al-Insyirah ayat 6)1

1Departemen Agama Republik Indonesia, ”Al-qur’an dan Terjemahan”, Juz 1-30, (Edisi Tahun 2002)” Al- Al-Insyirah Ayat 6, hlm. 94.

vii

(7)

vii

PERSEMBAHAN

“Skripsi ini saya persembahkan untuk Keluargaku Tercinta Bapakku H. Ahmad Shabri Akbar dan Ibuku Patisah,

Kakak-kakakku Windayani, Susi Marlina, dan Lalu Betara padmayuda. Terima kasih untuk curahan kasih sayang, cinta, doa, dorongan, semangat dan pengorbanan yang tiada tara. Semoga Allah SWT membalas semua pengorbanan Bapak dan Ibu beserta

Kakak-kakakku dengan keridhoan-Nya.”

viii

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya. Amin.

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan sukses tanpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut.

1. Dr. H. L. Ahmad Zaenuri, Lc., MA sebagai pembimbing I dan Saimun, S.Ag, M.Si sebagai pembimbing II yang memberikan bimbingan, motivasi, dan koreksi menditail, terus menerus, dan tanpa bosan ditengah kesibukannya dalam suasana keakraban menjadikan skripsi ini lebih matang dan cepat selesai;

2. Dr. H. Nazar Na’amy, M.Si dan Azwandi, M.Hum sebagai penguji yang telah memberikan saran konstruktif bagi penyempurnaan skripsi ini;

3. Rendra Khaldun, M.Ag sebagai ketua jurusan Bimbingan dan Konseling Islam;

4. Dr. H. Subhan Abdullah Acim, M.A, selaku dekan Fakultas Dakwan dan Ilmu Komunikasi UIN Mataram;

5. Prof. Dr. H. Mutawali, M.Ag selaku Rektor UIN Mataram yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk menuntut ilmu dan memberi bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di kampus tanpa pernah selesai;

ix

(9)

ix

6. Terimakasih kepada ibuku dan bapakku tercinta yang telah menyertaiku dalam do’a, dukungan, pengorbanan dalam memenuhi kebutuhan selama berproses hingga titik penyelesaian penyusunan skripsi ini.

7. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan terimakasih telah memberikan support, motivasi yang luar biasa hingga penyusunan skripsi ini telah selesai.

Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semesta.

Amin.

Mataram, 01 Februari 2021 Penulis

Sintya Apriliani

x

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ... 7

E. Telaah Pustaka ... 8

F. Kerangka Teori ... 10

1. Keluarga ... 10

a. Pengertian Keluarga ... 10

b. Fungsi Keluarga ... 12 xi

(11)

xi

2. Keluarga Broken Home ... 14

a. Pengertian Broken Home ... 14

b. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Broken Home 15 c. Dampak yang diakibatkan Oleh Broken Home ... 16

3. Resiliensi ... 17

a. Pengertian Resiliensi ... 17

b. Aspek Pembentuk kemampuan resiliensi pada individu ... 18

c. Ciri-ciri Resiliensi ... 19

d. Sumber yang dapat mempengaruhi terbentuknya resiliensi pada individu ... 20

G. Metode Penelitian ... 21

H. Sistematika Pembahasan ... 29

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN ... 31

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

1. Letak Geografis Kelurahan Dasan Cermen ... 31

2. Visi dan Misi Kelurahan Dasan Cermen ... 32

3. Keadaan Demografis Kelurahan Dasan Cermen ... 33

4. Prasarana Dan Sarana Kelurahan Dasan Cermen ... 34

5. Data Anak Broken Home ... 36

B. Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home ... 37

C. Apa Saja Hambatan Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home ... 56

xii

(12)

xii

BAB III PEMBAHASAN ... 62

A. Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home ... 63

1. Aspek-Aspek Kemampuan Resiliensi ... 63

a. Regulasi Emosi ... 63

b. Optimisme ... 64

c. Empati ... 65

d. Efikasi Diri ... 66

e. Reaching Out ... 67

B. Hambatan Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home ... 69

1. Lingkungan ... 70

2. Kurang Percaya Diri ... 71

3. Menjadi Pendiam ... 72

4. Kurang Terbuka Terhadap Orang Lain ... 73

BAB IV PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

xiii

(13)

i

Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home (Studi Kasus Di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram).

Oleh:

Sintya Apriliani NIM:160303033

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan bagaimana Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home (Studi Kasus di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram). Yang bertujuan untuk mengetahui masalah yang biasa dihadapi oleh anak broken home, bagaimana resiliensi pada anak broken home, dan apa saja hambatan resiliensi dalam menangani dampak anak broken home.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam mengumpulkan data- data penelitian peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah [1] Bagaimana resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram?, dan [2] Apa saja hambatan resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram?

Hasil penelitian ini menunjukkan [1] resiliensi dalam menangani dampak anak Broken Home dilakukan dengan cara regulasi emosi, optimis, empati, efikasi diri, dan reaching out, dan [2] yang menjadi hambatan resiliensi dalam menangani dampak anak broken home yaitu lingkungan yang berpengaruh, kurang percaya diri, menjadi pendiam, dan kurang terbuka terhadap orang lain.

Kata Kunci: Resiliensi, Hambatan Resiliensi, Broken Home.

xiv

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa maupun yang sudah dewasa.2 Menurut Kartono, keluarga merupakan unit sosial yang terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan menurut Bustaman keluarga adalah kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan darah atau adopsi yang membentuk satu sama lain dan berkaitan dengan melalui peran- peran tersendiri sebagai anggota keluarga dan pertahanan kebudayaan masyarakat yang berlaku dan menciptakan kebudayaan tersendiri.3 Namun seperti yang kita ketahui keluarga inti pada umumnya dibangun berdasarkan ikatan perkawinan.

Perkawinan menjadi pondasi bagi keluarga, oleh karena itu ketika sepasang manusia menikah akan lahir keluarga yang baru yaitu anak.4

Anak yang dibesarkan dalam keluarga disfungsi perkawinan mempunyai resiko tinggi terjadinya gangguan perkembangan kepribadiannya. Karena itu menciptakan keluarga yang harmonis menjadi sangat penting bagi proses mendidik anak. Hidup bahagia, harmonis, dan penuh cinta kasih merupakan

2Abu Ahmad, “Psikologi Sosial”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 223.

3Sukoco KW, Dino Rozano, Tri Sebha Utami,“Pengaruh Broken Home Terhadap Perilaku Agresif”, Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling, Vol. 2, Nomor 1, 2016, hlm. 38.

4Sri Lestari, “Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga”, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 7.

(15)

2

dambaan setiap pasangan yang menikah, tercantum dalam firman Allah SWT Surah Al-Rum ayat 21 sebagai berikut :

ًةَّد َوَّم ْمُكَنْيَب َلَعَج َو اهْيَلِإ اوُنُكْسَتِ ل اًج َو ْزَأ ْمُكِسُفْنَأ ْنِ م ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتَياَء ْنِم َو َن ْو ُرَّكَفَتَي ٍم ْوَقِ ل ٍتيَ َلَ َكِلَذ ىِف َّنإ ًةَمْح َر َو

( 21 )

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan- pasangan untukmu dan jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-Nya, dan dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”.5

Ayat tersebut menjelaskan tentang pendidikan keluarga untuk menciptakan keluarga yang sakinah sesuai dengan firman Allah SWT, bahwa setiap keluarga harus selalu menciptakan suasana yang indah dan seharmonis mungkin, agar proses mendidik anak pun selalu berjalan dengan baik. Namun tidak semua orang dapat mewujudkan keinginan tersebut, dan malah sebaliknya kebanyakan terjadi permasalahan. Dan permasalahan yang terjadi didalam keluarga yang berujung pada perceraian atau sering disebut broken home. Keluarga yang mengalami broken home kebanyakan mengalami beberapa masalah dalam mendidik anak khususnya mendidik keagamaan pada anak.

Anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi Bangsa dan Negara di masa depan. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, ketentuan Pasal

5Departemen Agama Republik Indonesia, ”Al-qur’an dan Terjemahan”, Juz 1-30, (Edisi Tahun 2002)” Al-Rum Ayat 21, hlm. 572.

(16)

3

28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.6

Broken home yang terjadi secara terus menerus dapat berakibat perceraian.

Perceraian merupakan terputusnya ikatan keluarga, karena salah satu atau kedua pasangan memilih untuk berpisah atau meninggalkan pasangan, sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri, peristiwa perceraian ini selalu mendatangkan ketidak tenangan fikiran dan ketegangan yang memakan waktu lama. Menurut hasil penelitian Hetherington, peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, tertekan dan mengalami depresi serta sering marah-marah.7

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada hari Senin, 27 Juli 2020, dengan kepala lingkungan Zaenuddin. Terdapat beberapa anak yang mengalami dampak dari broken home tersebut. Adapun dampak terbesar dari broken home terhadap anak adalah membuat anak merasa syok, panik, kebingungan, merasa tidak yakin, salah paham, dan menimbulkan kemarahan pada orangtua tersendiri.8 Adapula masalah lain yang dialami oleh subjek Yuliana, dipanggil (Lia), dia sempat merasa malu dan iri melihat keutuhan keluarga teman- temannya yang sering diberikan perhatian penuh oleh keluarganya. Sedangkan Lia

6Rini Fitriani, “Peranan Penyelenggara Perlindungan Anak dalam Melindungi dan Memenuhi Hak-Hak Anak”, Jurnal Hukum, Vol. 11, Nomor 2, Juli-Desember 2016, hlm. 250.

7Save M. Dagun, “Psikologi Keluarga”, (Bandung: PT Asdi Mahasatya, 2004), hlm. 117.

8Zaenuddin, Wawancara, Tanggal 27 Juli 2020.

(17)

4

tidak pernah merasa diperhatikan oleh keluarganya.9 Subjek Hairil Ashab dipanggil (Hairil), diawal perceraian orangtuanya sempat mengalami penurunan prestasi belajar dan perubahan sikap ke arah yang negatif. Pergaulannya di sekolah dipengaruhi oleh faktor lingkungan, mencoba hal yang baru yang menjerumuskan dia bersifat agresif dan suka membantah perkataan dari guru dan keluarganya di sekolah maupun di rumah.10 Perceraian yang terjadi antara kedua orangtua akan berdampak terhadap anak, oleh sebab itu penting bagi setiap individu memiliki kemampuan yang baik dalam merespon masalahnya secara sehat dan positif.

Karena itu anak yang menjadi korban perceraian membutuhkan jiwa dan semangat yang kuat dalam menjalani kehidupannya.

Salah satu cara mengelola masalah yang terjadi dalam kehidupan yaitu adanya resiliensi. Resiliensi merupakan daya lentur atau kemampuan individu untuk beradaptasi dengan berbagai masalah yang ada dikehidupannya dan mampu bangkit dari masalah tersebut. Jadi, dengan kemampuan resiliensi dalam hal ini sangat diperlukan dalam mengatasi dampak perceraian orangtua, mengingat perceraian merupakan salah satu hal yang sulit diterima oleh anak. Untuk itu dengan adanya kemampuan resiliensi seseorang diharapkan dapat melewati perubahan dan tekanan hidup yang dialaminya secara lebih efektif, termasuk dalam proses melewati kondisi pasca peceraian orangtua. Dan tentunya dapat menuntun kita untuk dapat memahami tentang bagaimana seorang anak dengan

9Yuliana, Wawancara, Tanggal 27 Juli 2020.

10Hairil, Wawancara, Tanggal 27 Juli 2020.

(18)

5

latar belakang orangtua bercerai dapat bangkit dari tekanan hidup yang ditimbulkan akibat perceraian, meminimalkan dampak, bahkan mengalihkan dampak-dampak yang merugikan akibat perceraian dengan cara yang lebih positif yakni dengan berprestasi.

Maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut dengan judul “Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home (Studi Kasus di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti memaparkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram ?

2. Apa saja hambatan resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram ?

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

(19)

6

b. Untuk mengetahui apa saja hambatan resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

2. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini diklarifikasikan menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan manfaat teoritis yaitu untuk mengembangkan wawasan ilmu-ilmu pendidikan yang berhubungan dengan resiliensi dalam mengatasi masalah.

b. Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para orangtua untuk memperbaiki cara mendidik anak.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orangtua dalam mendidik anak dan memotivasi anak supaya meningkatkan prestasi belajar anak.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat merangsang penelitian lain untuk meneliti lebih lanjut tentang permasalahan ini untuk mengungkap hal-hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Dalam hal ini ruang lingkup penelitian ini dibatasi supaya penelitian ini jelas dan tidak menyimpang pada tujuan yang sudah di tetapkan yaitu :

(20)

7 1. Lingkup Ilmu

Yang akan di teliti ini termasuk dalam lingkungan Ilmu Bimbingan Konseling Islam dalam resiliensi dalam menangani dampak anak broken home.

2. Lingkup Objek

Objek yang diteliti disini ialah resiliensi dalam menangani dampak anak broken home.

3. Lingkup Subjek

Dalam penelitian ini dilakukan pada anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

4. Setting Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka adalah kajian kritis atas pembahasan suatu topik yang sudah ditulis oleh para peneliti atau ilmuan yang diakui kepakaran dalam bidangnya, yang meliputi berbagai sumber pustaka yang membahas suatu topik atau masalah penelitian yang spesifik.11 Tujuannya adalah untuk menegaskan kebaruan,

11Mushilhin, “Telaah Pustaka dalam Penelitian” dalam https://www.lihin.net/amp/telaah- pustaka-dalam-penelitian/, diakses tanggal 14 Oktober 2019, pukul 19.16.

(21)

8

orisinalitas, dan urgensi penelitian bagi pengembangan keilmuan terkait.12 Adapun penelitian terdahulu sebagai berikut:

1. Skripsi oleh Nianti, dengan judul: “Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Kesulitan Belajar Anak (Studi Kasus di Dusun Merce Desa Selat Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat)”.13 Pada penelitian terdahulu dan sekarang memiliki kesamaan dan perbedaan sebagai berikut: 1) persamaan, pada penelitian terdahulu dan sekarang sama-sama membahas mengenai dampak keluarga broken home. 2) Perbedaan, pada penelitian terdahulu dan sekarang yaitu, penelitian terdahulu membahas tentang dampak keluarga broken home terhadap kesulitan belajar anak (studi kasus di Dusun Merce Desa Selat Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat). Sedangkan peneliti sekarang membahas tentang Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

2. Skripsi oleh Zikenia Suprapti, dengan judul: “Mengatasi Kenakalan Remaja Pada Siswa Broken Home Melalui Konseling Realita Di SMA Negeri 4 Pekalongan”.14 Pada penelitian terdahulu dan sekarang memiliki kesamaan dan perbedaan sebagai berikut: 1) persamaan, pada penelitian terdahulu dan sekarang sama-sama membahas mengenai faktor dan dampak yang ditimbulkan

12Tim Penyusun, “Pedoman Penulisan Skripsi”, (IAIN: Mataram, 2014), hlm. 13.

13Nianti, “Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Kesulitan Belajar Anak Studi Kasus di Dusun Merce Desa Selat Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat”, (Skripsi, IAIN Mataram, 2015).

14Zikenia Suprapti, “Mengatasi Kenakalan Remaja Pada Siswa Broken Home Melalui Konseling Realita Di SMA Negeri 4 Pekalongan”, (Skripsi, Fakutas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, 2011).

(22)

9

oleh broken home di dalam skripsinya. 2) perbedaan, pada penelitian terdahulu dan sekarang yaitu, penelitian terdahulu membahas tentang kenakalan remaja pada siswa broken home melalui konseling realita di SMA Negeri 4 Pekalongan. Sedangkan peneliti sekarang membahas tentang Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

3. Skripsi oleh Pangestu Tri Wulan Ndari, dengan judul: “Dinamika Psikologis Siswa Korban Broken Home Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sleman”.15 Pada penelitian terdahulu dan sekarang memiliki kesamaan dan perbedaan sebagai berikut: 1) Persamaan, pada penelitian terdahulu dan sekarang sama-sama membahas mengenai faktor dan dampak yang ditimbulkan oleh broken home di dalam skripsinya. 2) Perbedaan, pada penelitian terdahulu dan sekarang yaitu, penelitian terdahulu membahas tentang dinamika psikologis siswa korban broken home di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sleman. Sedangkan peneliti sekarang membahas tentang Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

F. Kerangka Teori 1. Keluarga

15Pangestu Tri Wulan Ndari, “Dinamika Psikologis Siswa Korban Broken Home Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Sleman”, (Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2016).

(23)

10 a. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan konsep yang bersifat multidimensi. Para ilmuwan sosial bersilang pendapat mengenai rumusan definisi keluarga yang bersifat universal. Salah satu ilmuwan yang permulaan mengkaji keluarga adalah George Murdock. Murdock, sebagaimana yang dikutip oleh Sri Lestari, dalam buku Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga menguraikan bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Melalui surveinya terhadap 250 perwakilan masyarakat yang dilakukan sejak tahun 1937, Murdock menemukan tiga tipe keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family), keluarga poligami (poliygamous family), dan keluarga batih (extended family).16

Pembentukan keluarga dalam Islam bermula dengan terciptanya hubungan suci yang dijalin seorang laki-laki dan seorang perempuan melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya perkawinan tersebut. Oleh karena itu, kedua suami dan istri itu merupakan dua unsur utama dalam keluarga. Jadi, keluarga dalam pengertiannya yang sempit merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan seorang istri atau dengan kata lain keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seoang laki-laki dan seorang perempuan yang di mana satu merasa

16Sri Lestari, “Psikologi Keluarga Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 3.

(24)

11

tenteram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama dan masyarakat. Dan ketika kedua suami istri dikarunia seorang anak, maka itu menjadi unsur utama ketiga pada keluarga tersebut.17

Menurut Koerner dan Fitzpatrick, sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Ismayana dalam buku Bimbingan & Konseling Studi, Karier, dan Keluarga tentang keluarga setidaknya dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu definisi struktural, definisi fungsional, dan definisi intersaksional.

1) Definisi struktural. Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orangtua, anak, dan kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian tentang keluarga sebagai asal usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).

2) Definisi fungsional. Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, dan pemenuhan peran-peran tertentu. Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.

17Bambang Ismayana, “Bimbingan & Konseling Studi, Karier, dan Keluarga”, (Bandung: PT Refika Aditama, 2015), hlm. 134-135.

(25)

12

3) Definisi transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.18 b. Fungsi Keluarga

Fungsi yang dijalankan keluarga adalah sebagai berikut :

1) Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak.

2) Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3) Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman.

4) Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

18Ibid., hlm. 5.

(26)

13

5) Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.

6) Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7) Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya.

8) Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.19

2. Keluarga Broken Home a. Pengertian Broken Home

Broken home adalah kondisi hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orangtua yang disebabkan oleh beberapa hal.

Bisa karena perceraian, kematian salah satu orangtua (ayah atau ibu meninggal), dan ketidakhadiran dalam waktu tenggang yang lama secara

19https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga, diakses pada tanggal 14 Oktober 2019, pukul 22.56.

(27)

14

kontinyu dari salah satu atau kedua orangtua. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang anak dan hal inilah yang mengakibatkan seorang seorang anak tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas.

Mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan, hal ini dilakukan karena mereka cuma ingin mencari simpati pada temannya bahkan pada gurunya.

Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.

Dari keluarga yang digambarkan di atas akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian, sehingga perilakunya sering salah. Mereka mengalami gangguan emosional dan bahkan neurotic. Kasus keluarga broken home ini sering kita temui di sekitar kita dengan penyesuaian diri yang kurang baik, seperti malas belajar, menyendiri, agresif, membolos, dan suka menentang.20

b. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Keluarga Broken Home Sebuah keluarga dikatakan ideal dan baik adalah keluarga yang berperan secara kondusif dalam proses tumbuh kembang anak-anaknya.

Namun dalam perjalanannya tidak selamanya keluarga berjalan dengan

20Sofyan S, Willis. “Konseling Keluarga”, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 66.

(28)

15

mulus. Salah satunya yaitu terjadinya kondisi broken home. Broken home dapat ditimbulkan dari berbagai faktor diantaranya :

1) Kurangnya Komunikasi, yang sering menjadi faktor putus komunikasi adalah kesibukan orangtua, sehingga anak tidak terurus secara psikologis dan dibiarkan mengambil keputusan sendiri.

2) Sikap Egosentrisme, sikap egoisme dari masing-masing suami istri juga dapat memicu terjadinya cek-cok. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan dirinya sendiri.

3) Masalah Kesibukan, kesibukan adalah suatu kata yang telah melekat pada masyarakat modern di kota. Kesibukannya berfokus pada pencarian materi yaitu harta dan uang.

4) Masalah Ekonomi, dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga yaitu : Pertama kemiskinan, kemiskinan berdampak pada keluarga.

Kedua gaya hidup, gaya hidup yang berbeda antara suami dan istri sehingga menyebabkan pertengkaran dihadapan anak.

5) Perselingkuhan adalah bentuk ketidakpercayaan diantara kedua orangtua.

Sebuah keluarga jika diawali dengan ketidakpercayaan diantara keduanya akan mudah menimbulkan persoalan yang negatif bagi kelangsungan keluarga.

(29)

16

6) Jauh dari Nilai-Nilai Agama, nilai agama yang dimaksud adalah kesediaan untuk memahami dan melaksanakan nilai-nilai agama.21 c. Dampak yang diakibatkan Oleh Keluarga Broken Home

Kasus perceraian sering dianggap suatu peristiwa tersendiri dan menegangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah menjadi bagian kehidupan dalam masyarakat. Kita boleh mengatakan bahwa kasus itu bagian dari kehidupan masyarakat tetapi yang menjadi pokok masalah yang perlu direnungkan, bagaimana akibat dan pengaruhnya terhadap diri anak ?

Perceraian dalam keluarga itu biasanya berawal dari suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa perceraian itu berada di ambang pintu. Peristiwa ini selalu mendatangkan ketidak tenangan berfikir dan ketegangan itu memakan waktu lama.22

Banyak dampak yang ditimbulkan dari keluarga broken home, seperti halnya anak akan merasa kurang diperhatikan, anak akan menjadi kurang percaya diri, bahkan membawa anak kepada rasa trauma dan stress yang dapat mendorong anak melakukan hal-hal negatif. Broken home dapat berdampak kepada moral anak. Seorang anak yang semestinya bersikap hormat kepada orangtua, menjadi membenci ayah yang memang sudah tidak

21Ary Muryani, “Konseling Islami untuk Menurunkan Stress pada Remaja Broken Home”, (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 2015), hlm. 5-6.

22Dagun, Save M. “Psikologi Keluarga”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hlm. 113-114.

(30)

17

tinggal bersama-sama dengannya dan ibunya sehingga dia bersikap kasar kepada ayahnya. Si anak memiliki penilaian terhadap ayahnya bahwa sang ayah merupakan kepala rumah tangga yang tidak bertanggung jawab.23 d. Ciri-ciri Broken Home

Menurut Blair dan Joner ciri-ciri keluarga broken home adalah:

1) Sering berdebat dan tidak ada rasa hormat.

2) Kurangnya kasih sayang.

3) Depresi dan kesepian.

4) Tidak menghabiskan waktu dengan keluarga.

5) Bahasa tubuh.24 3. Resiliensi

a. Pengertian Resiliensi

Resiliensi adalah istilah yang berasal dari Bahasa Inggris yaitu dari kata “recilience” yang artinya daya pegas, daya kenyal atau kegembiraan.

Resiliensi di akui dapat menjadi kekuatan dasar atau pondasi dari semua karakter positif dalam mewujudkan kekuatan emosional dan psikologis seseorang yang ditandai dengan adanya kemampuan untuk menghadapi kesulitan, cobaan, masalah, musibah. Atau juga dapat dikatakan kemampuan

23Ainun Sakinah, “Bimbingan Konseling Islam dengan Pendekatan Rational Emotive Therapy Dalam Menangani Negative Thinking Anak Broken Home Kepada Ayahnya di Desa Sekar kurung Gresik, (Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018), hlm. 13.

24Istiana, “Perbedaan Harga Diri Remaja Ditinjau Dari Status Keluarga Pada SMA AL-ULUM Medan”, Jurnal Psikologi Konseling, Vol. 10, Nomor 1, Juni 2017, Hlm. 33.

(31)

18

untuk merespon secara fleksibel dan kemampuan untuk bangkit dari pengalaman emosional yang negatif.25

Resiliensi dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau kapasitas, proses, serta hasil adaptasi seseorang terhadap perubahan, tekanan, atau kekecewaan yang dialaminya dengan cara yang lebih positif.

Resiliensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk dapat bangkit kembali setelah mengalami situasi traumatis. Lebih lanjut Petranto menjelaskan bahwa resiliensi adalah seberapa tinggi daya tahan seseorang dalam menghadapi stress dan kesengsaraan dan ketidakberuntungan.

Sedangkan menurut Grotberg menjelaskan bahwa resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.26

b. Resiliensi memiliki 7 (tujuh) aspek yang membentuk kemampuan resiliensi pada individu yaitu :

25Khusnul Khotimah, “Faktor Pembentukan Resiliensi Remaja dari Keluarga Broken Home”, Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 12, Nomor 1, Januari-Juni 2018, hlm. 143.

26Salsabila Wahyu Hadianti, R. Nunung Nurwati, Rudi Saprudin Darwis, “Resiliensi Remaja Berprestasi dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai”, Jurnal Penelitian & PKM, Vol. 4, Nomor 2, Juli 2017, hlm. 226.

(32)

19

1) Regulasi emosi, kemampuan untuk tetap tenang dan fokus saat di bawah kondisi menekan.

2) Pengendalian impuls, kemampuan dalam mengendalikan setiap dorongan, keinginan, dan tekanan yang muncul dari dalam diri.

3) Optimis, percaya dapat menangani masalahnya serta meyakini memiliki masa depan yang cemerlang.

4) Empati, kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain.

5) Kemampuan analisis masalah, kemampuan individu untuk mengidentifikasi secara akurat penyebab dari permasalahan yang dihadapi.

6) Efikasi diri, keyakinan individu mampu memecahkan masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan.

7) Peningkatan aspek positif, kemampuan individu untuk memaknai permasalahan yang dihadapi sebagai kekuatan di masa depan.27

c. Ciri-ciri Resiliensi

Seperti halnya dalam memberikan definisi, para ahli juga berbeda pendapat dalam merumuskan ciri-ciri yang dapat menggambarkan karakteristik seorang. Bernard misalnya, seorang yang resilien biasanya memiliki empat sifat-sifat umum, yaitu :

27Berna Detta, Sri Muliati Abdullah, “Dinamika Resiliensi Remaja dengan Keluarga Broken Home”, InSight, Vol. 19, Nomor 2, Agustus 2017, hlm. 75.

(33)

20

1) Social competence (kompetensi sosial): kemampuan untuk memunculkan respon yang positif dari orang lain.

2) Problem-solving kills/metacognition (keterampilan pemecahan masalah/metakognitif): memudahkan untuk mengendalikan diri sendiri dan mencari bantuan dari orang lain dengan akal sehat.

3) Autonomy (otonomi): kemampuan bertindak secara independen serta melakukan pengontrolan terhadap lingkungan.

4) A sense of purpose and future (kesadaran akan tujuan dan masa depan):

kesadaran tujuannya, pentingnya pendidikan, ketekunan, memberikan kesadaran akan pentingnya masa depan yang indah.28

d. Menurut Grotberg ada beberapa sumber yang dapat mempengaruhi terbentuknya sebuah resiliensi pada diri individu, yaitu sebagai berikut : 1) I Am, kekuatan yang berasal dari dalam diri individu.

2) I Have, pemaknaan individu terhadap besarnya dukungan lingkungan sosial terhadap dirinya.

3) I Can, kemampuan individu dalam memecahkan masalahnya dalam berbagai setting kehidupan.29

Sementara itu, menurut Wolins mengajukan tujuh karakteristik internal sebagai tipe orang yang resilien, yaitu :

28Desmita, “Mengembangkan Resiliensi Remaja dalam Upaya Mengatasi Stress Sekolah”, Ta’dib, Vol. 12, Nomor 1, Juni 2009, hlm. 3-4.

29Ibid., hlm. 76.

(34)

21

a) Intitistive (inisiatif), upaya melakukan eksporasi terhadap lingkungan dan kemampuan individu untuk bertindak.

b) Independence (independen), kemampuan seseorang menjauhkan diri dari keadaan tidak menyenangkan.

c) Insight (berwawasan), terlihat dari kesadaran seseorang terhadap kesalahan yang terjadi dalam lingkungannya atau ditunjukkan dengan perkembangan persepsi apa yang salah dan kenapa ia salah.

d) Relationship (hubungan), upaya seseorang menjalani hubungan dengan orang lain.

e) Humor (humor), kemampuan mengungkapkan perasaan humor ditengah situasi menegangkan.

f) Creativitas (kreatifitas), ditunjukkan melalui permainan kreatif dan pengungkapan diri.

g) Morality (moralitas), pertimbangan seseorang tentang baik dan buruk dan bisa mendahulukan kepentingan orang lain dan bertindak integritas.30

e. Hambatan Resiliensi

Hambatan resiliensi muncul sebagai usaha yang asalnya dari dalam diri sendiri remaja yang memiliki sifat atau tujuan untuk menghalangi atau

30Dennis Ilham Romadhon, “Bimbingan Individu dalam Mengembangkan Resiliensi Remaja Broken Home di Rumah Pelayanan Sosial Anak Pamardi Siwi Sragen”, (Skripsi, FUD IAIN, Surakarta, 2019), hlm. 22-23.

(35)

22

melemahkan suatu keinginan atau pun kemajuan yang hendak dicapai.

Secara garis besar Hambatan yang mempengaruhi Resiliensi remaja menurut Hariyadi, dkk dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:

1) Internal a) Motif

Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia. Motif juga dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif menjadi hambatan dalam resiliensi seperti motif berafiliasi dan motif berprestasi. Afiliasi adalah kebutuhan untuk membina hubungan dengan orang lain, dan diterima oleh orang lain. Motivasi berprestasi sebagai usaha mencapai sukses atau berhasil dalam kompetisi dengan suatu ukuran keunggulan.

b) Konsep Diri Remaja

Hambatan yang timbul karena pandangan atas dirinya sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam resiliensi

(36)

23

remaja. Rakhmat menjelaskan bahwa konsep diri adalah apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Persepsi tentang diri ini bisa bersifat psikologi, sosial, dan fisik.

c) Persepsi Remaja

Pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tersebut. Persepsi remaja terhadap realitas mengubah kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan yang realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai.

d) Sikap Remaja

Kecenderungan remaja untuk berperilaku positif atau negatif.

Remaja yang bersikap positif terhadap segala sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang proses resiliensi yang baik dari pada remaja yang sering bersikap negatif.

e) Kepribadian

Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, tempramen, ciri khas dan juga perilaku seseorang.

f) Minat

(37)

24

Intelegensi merupakan modal untuk menalar, dan menganalisis sehingga dapat menjadi dasar resiliensi. Ditambah dengan minat, pengaruhnya akan lebih nyata bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses resiliensi diri akan lebih cepat.

2) Eksternal a) Keluarga

Pola asuh orangtua. Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses resiliensi secara efektif. Tingkat Resiliensi dan pertumbuhan remaja tergantung pada suasana psikologi dan sosial dalam keluarga. Permasalahn-permasalahan resiliensi yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis dalam keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup dalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecendrungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, disamping kurang kepekaan terhadap penerimaan social dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.

b) Prasangka Sosial

Menurut David O. Sears, prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan

(38)

25

pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada objek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut. Adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka terhadap para remaja, misalnya memberi label remaja negatif, nakal, sukar diatur, suka menentang orangtua dan lain-lain, prasangka semacam itu jelas akan menjadi kendala dalam proses resiliensi remaja.

c) Kelompok Sebaya

Kelompok teman sebaya ini ada yang menguntungkan pengembangan resiliensi tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja. Teman sebaya sangat penting sekali pengaruhnya bagi kehidupan remaja, baik itu teman sekolah, organisasi maupun teman bermain. Pada usia remaja mereka berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak bergantung pada orangtua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanak. Oleh karena itu, kita wajib berhati-hati dalam memilih teman, karena

(39)

26

pergaulan yang salah dapat mempengaruhi proses dan pola-pola resiliensi.

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan salah satu pendekatan penelitian yang dapat digunakan dengan melihat fenomena atau kejadian sosial secara nyata (diamati langsung) dan kemudian dikemas dalam bentuk laporan sehingga hasilnya dapat dipahami. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti yang dimaksud disini adalah peran dan upaya peneliti dilapangan dalam memperoleh data. Tujuan utama kehadiran peneliti di lokasi penelitian adalah untuk mendapatkan data yang valid. Adapun cara yang peneliti gunakan untuk mendapatkan data atau informasi adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dengan kehadiran peneliti dapat secara langsung melihat dan menilai apa yang akan diteliti dalam penelitian ini. Guna untuk mendapatkan data yang lebih valid dan akurat seperti yang di harapkan oleh peneliti.

(40)

27

Adapun mengenai hal-hal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengadakan survey awal sehingga peneliti dapat mengetahui anak-anak broken home.

b. Meminta izin kepada pihak-pihak yang berwenang dan orang-orang yang dijadikan sebagai obyek penelitian.

c. Melakukan penelitian untuk mencari data yang terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dalam hal ini akan dilakukan observasi dan wawancara dengan anak yang mengalami broken home.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram karena merupakan tempat tinggal peneliti sehingga dapat memudahkan peneliti untuk mencari anak broken home untuk mengetahui apa saja dampak-dampak dari broken home terhadap anak dan resiliensi dalam menangani dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

4. Sumber dan Jenis Data a. Sumber Data

Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah ketersediaan sumber data. Dalam penelitian kualitatif lebih sumber data

(41)

28

lebih bersifat understanding (memahami) terhadap fenomena atau gejala sosial, karena bersifat to learn about the people (masyarakat sebagai subyek) yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.

b. Jenis Data

Jenis-jenis penelitian di bedakan berdasarkan jenis data yang diperlukan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan sekunder.31

1) Data Primer

Data primer membutuhkan data atau informasi dari sumber pertama, biasanya kita sebut dengan responden. Data dan informasi di peroleh melalui observasi dan wawancara. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah anak broken home yang berjumlah 5 orang.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder adalah data-data yang di dapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari profil Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.32 5. Tehknik Pengumpulan Data

31Onathan Sarwono, “Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif”, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 16.

32Sugiono, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 402.

(42)

29

Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian maka yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi ataupun pengamatan dalam metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan pengindraan. 33

1) Observasi Partisipatif

Dalam observasi partisipatif observer atau pengamat ikut ambil bagian dalam kegiatan obyeknya atau observe sebagaimana yang lain dan tidak nampak perbedaan dalam sikap jadi observer ikut aktif berpartisipasi pada aktivitas dalam segala bentuk yang sedang diselidiki.

2) Observasi non partisipatif

Jenis observasi ini observer melibatkan diri kedalam observe hanya pengamatan dilakukan secara sepintas pada saat tertentu kegiatan observenya. Pengamatan tidak terlibat ini, hanya mendapatkan gambaran obyeknya sejauh penglihatan dan terlepas pada saat tertentu tersebut tidak dapat merasakan keadaan sesungguhnya yang terjadi pada observe.34

33Burhan Bungini, “Penelitian Kualitatif”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm 115.

34Sugiono, “Metode Penelitian Bisnis”, (Bandung: CV Alfabeta, 2008), hlm.145.

(43)

30

Adapun teknik observasi yang digunakan peneliti adalah observasi non partisipatif yang dimana observasi non partisipatif merupakan suatau proses pengamatan observasi tanpa ikut dalam kehidupan sebagai pengamat.35 Observasi non partisipan yang digunakan peneliti ialah tidak ikut serta dalam kegiatan yang berperan sebagai pengamat. Kalaupun ikut dalam kegiatan itu hanya dalam lingkup yang terbatas sesuai kebutuhan peneliti untuk memperoleh data yang benar-benar valid. Teknik ini di pilih peneliti agar lebih fokus dalam melakukan pengamatan pada objek yang sedang diamati sehingga data yang dihasilkan benar-benar valid. Jadi peneliti menggunakan teknik observasi non partisipan yaitu pengamatan yang hanya melakukan satu fungsi yaitu tentang anak broken home.

b. Wawancara

Teknik wawancara ini merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan rumusan masalah yang akan diteliti.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban.

Wawancara merupakan komunikasi atau percakapan antara pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interview) yang terjadi

35Margono, “Metode Penelitian Pendidikan”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2015), hlm 161.

(44)

31

secara tatap muka atau langsung. Melalui teknik wawancara, peneliti mudah untuk memperoleh data atau informasi secara detail karena selain melakukan pengamatan wawancara ini akan memberikan informasi yang belum didapatkan melalui tahap observasi.36

Adapun tahap peneliti dalam melakukan wawancara adalah sebagai berikut :

1. Meminta data anak broken home yang bersangkutan di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

2. Mencari informasi tentang dampak-dampak anak broken home di Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan teknik mengumpulkan data yang tidak langsung ditunjukkan ke objek penelitian. Penelitian lapangan yang akan dilaksanakan informasi yang berbentuk dokumen sangat relevan karena tipe informasi ini bisa digunakan berbagai bentuk dan dijadikan sebagai sumber data yang eksplisit.37

Adapun teknik dokumentasi yaitu peneliti menggunakan teknik ini untuk dijadikan sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan penelitian.

36Sugiono, Ibid, hlm.233.

37Robert K. Yin, “Studi Kasus Desain Metode”, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), hlm. 105.

(45)

32

Bentuk dari dokumentasi ini sendiri seperti foto atau video, rekaman, catatan, berkas, data terdahulu, dan lainnya.

6. Teknik Analisis Data

Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis induktif. Artinya, analisis data induktif adalah berfikir yang berangkat dari fakta-fakta atau hal-hal yang bersifat khusus atau peristiwa kongkrit kemudian ditarik suatu kesimpulan. Analisis induktif ini lebih khusus peneliti gunakan untuk menganalisis data hasil wawancara dan observasi guna mendapat suatu kesimpulan yang utama dari beberapa informasi atau hasil wawancara yang didapatkan dari informan atau responden yang kemudian diuraikan dan dibahas dari hal-hal bersifat khusus kemudian ditarik suatu kesimpulan.

7. Uji Keabsahan Data

Menurut Moleong, formulasi pemeriksaan keabsahan data menyangkut kriteria derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan teknik triangulasi.

Triangulasi adalah teknik adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.38

38Ibid., hlm. 330.

(46)

33

Triangulasi dilakukan dengan cara triangulasi teknik, sumber data dan waktu. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti mencari data yang sama dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.

Penerapannya yaitu dengan mengecek hasil wawancara dari berbagai informan yang berkaitan dengan anak broken home. Selain itu data yang diperoleh melalui hasil wawancara juga di cek dengan data yang diperoleh melalui hasil observasi dan dokumentasi.

Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda. Triangulasi waktu artinya pengumpulan data dilakukan pada berbagai kesempatan misalnya konseli memiliki kesempatan yang dimiliki. Melalui triangulasi teknik, sumber, dan waktu. Maka dapat diketahui apakah narasumber memberikan data yang sama atau tidak. Kalau narasumber memberikan data yang sama maka data tersebut dapat dikatakan kredibel atau sah dan benar.

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam penulisan ini dan pembaca, secara garis besar dalam proposal skripsi ini terdapat 2 bagian, yaitu :

1. Bagian Awal

Bagian awal terdiri dari : Sampul depan, halaman judul, persetujuan pembimbing, nota dinas pembimbing, pernyataan keaslian skripsi, lembar

(47)

34

pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan abstrak.

2. Bagian Isi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Dan Manfaat

D. Ruang Lingkup Dan Setting Penelitian E. Telaah Pustaka

F. Kerangka Teori G. Metode Penelitian H. Sistematika Pembahasan

BAB II PAPARAN DAN TEMUAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

B. Bagaimana Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home C. Apa Saja Hambatan Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken

Home

BAB III PEMBAHASAN

A. Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home

B. Hambatan Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

(48)

35 B. Saran

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(49)

36 BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis Kelurahan Dasan Cermen

Kelurahan Dasan Cermen adalah salah satu kelurahan yang ada di Wilayah Kecamatan Sandubaya Kota Mataram. Kelurahan Dasan Cermen merupakah salah satu dari 7 kelurahan yang ada di Kecamatan Sandubaya Kota Mataram. Kelurahan Dasan Cermen memiliki batas Wilayah dengan Kelurahan-kelurahan sebagai berikut:

Tabel 2.1

Batas Wilayah Kelurahan Dasan Cermen

No Batas Desa/kelurahan Kecamatan

1 Sebelah Utara Abiantubuh Baru Sandubaya 2 Sebelah Selatan Bagek Polak Labuapi

3 Sebelah Timur Babakan/bengkel Sandubaya/labuapi 4 Sebelah Barat Pagutan Timur Mataram

Kelurahan Dasan Cermen Kecamatan Sandubaya Kota Mataram terbagi dalam 5 Wilayah pemerintahan yang berupa Lingkungan/dusun, dan masing- masing Lingkungan dikepalai oleh seorang Kepala Lingkungan.39 Yang

39Dokumen, Profil Kelurahan Dasan Cermen, 5 November 2020.

31

(50)

37

bertanggung jawab kepada Kepala Lurah. Adapun nama-nama Lingkungan yang ada di Kelurahan Dasan Cermen adalah sebagai berikut:

a. Dasan Cermen Timur b. Dasan Cermen Barat c. Dasan Cermen Selatan d. Dasan Cermen Utara e. Dasan Cermen Asri 2. Visi Dan Misi

Visi Kelurahan :

Mewujudkan pemerintahan yang efektif, kelurahan yang asri (aman, sehat sejahtera, religius mandiri) dan berbudaya.

Misi :

a. Meningkatkan sistem pelayanan terhadap masyarakat b. Mengembangkan SDM yang beriman dan bertaqwa c. Melestarikan budaya gotong royong

d. Melaksanakan kegiatan kamtibmas e. Melaksanakan kegiatan PHBS

f. Meningkatkan pelayanan posyandu, posbindu, BKB

g. Meningkatkan peran serta lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan

h. Meningkatkan usaha perekonomian kerakyatan dengan mengoptimalkan potensi daerah yang didukung oleh kemandirian masyarakat

(51)

38

i. Meningkatkan peran serta kader posyandu, dasawisma, dan kelompok PKK lingkungan

j. Upaya peningkatan pendidikan dan dan keterampilan masyarakat k. Upaya peningkatan infrastruktur wilayah

l. Upaya perbaikan sanitasi dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat m. Melestaraikan budaya dan adat istiadat lokal

3. Keadaan Demografis Kelurahan Dasan Cermen

Jumlah penduduk di Kelurahan Dasan Cermen secara keseluruhan berjumlah 5139 orang. Jika di paparkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2546 orang dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 2593 orang. Jumlah Kepala Keluarga yang ada sebanyak 1580 KK, dan kepadatan penduduk mencapai 3235 per km.40 Adapun data jumlah penduduk Kelurahan Dasan Cermen adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Kelurahan Dasan Cermen

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki/laki 2546 orang

2 Perempuan 2593 orang

Jumlah Total 5139 orang

Jumlah Kepala Keluarga 1580 KK

40Dokumen, Profil Kelurahan Dasan Cermen, 5 November 2020.

(52)

39

Kepadatan Penduduk 3235 Km

4. Prasarana dan SaranaKelurahan Dasan Cermen a. Prasarana Peribadatan

Tabel 2.3

Prasarana Peribadatan

No Nama Peribadatan Jumlah

1 Masjid 2 buah

2 Mushola 8 buah

3 Wihara 1 buah

4 Pura 1 buah

b. Prasarana Olahraga

Tabel 2.4 Prasarana Olahraga

No Jenis Olahraga Jumlah 1 Lapangan Bulu Tangkis 3 buah 2 Meja Pingpong 5 buah 3 Lapangan Tenis 1 buah 4 Lapangan Voli 1 buah 5 Lapangan Basket 1 buah

(53)

40 c. Prasarana dan Sarana Kesehatan

Tabel 2.5

Prasarana dan Sarana Kesehatan

No Nama Prasarana dan Sarana Jumlah

1 Rumah sakit umum 1 buah

2 Puskesmas pembantu 1 buah

3 Apotik 1 buah

4 Posyandu 6 buah

5 Kantor praktek dokter 1 buah

6 Dokter gigi 1 orang

7 Dukun bersalin 1 orang

8 Bidan 2 orang

9 Perawat 4 orang

10 Dukun pengobatan alternatif 1 orang

(54)

41 d. Prasarana dan Sarana Kebersihan

Tabel 2.6

Prasarana dan Sarana Kebersihan

No Nama Prasarana dan Sarana Jumlah 1 Tempat pembuangan sementara 5 lokasi 2 Tempat pembuangan akhir 1 lokasi

3 Gerobak sampah 10 unit

4 Satgas kebersihan 5 kelompok

5 Anggota satgas kebersihan 10 rang

5. Data Anak Broken Home

Tabel 2.7

Data Anak Broken Home

No Nama Korban Umur Alamat

1 Dende Novia Essa Fitry 17 tahun Dasan Cermen Asri

2 Yuliana 15 tahun Dasan Cermen Timur

3 Hairil Ashab 16 tahun Dasan Cermen Timur

4 Ulfia Antari 15 tahun Dasan Cermen Timur

5 Tyas 16 tahun Dasan Cermen Timur

(55)

42

B. Resiliensi Dalam Menangani Dampak Anak Broken Home

Perceraian memang tidak hanya menimbulkan dampak bagi pasangan yang bercerai tetapi juga anak-anak akan terkena dampaknya. Anak akan merasa terperangkap di tengah-tengah saat orangtua bercerai. Rasa marah, takut, cemas akan perpisahan, sedih, dan malu merupakan reaksi tidak sengaja bagi kebanyakan anak dari dampak perceraian.

Dampak dari broken home juga dapat berakibat kepada hal-hal berikut : Pertama, seseorang yang mengalami broken home akan menimbulkan orang malas belajar dan merasa tidak bersemangat dalam hidupnya. Kedua, mulai memberontak, bersifat kasar, tidak peduli kepada orang lain, suka merusak, dan pergaulan bebas.

Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok, atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak- dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.41

1. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan anak broken home yang bernama Dende novia essa fitry yang berumur 17 tahun, tinggal di Dasan

41Salsabila Wahyu Hadianti, R. Nunung Nurwati, Rudi Saprudin Darwis, “Resiliensi Remaja Berprestasi dengan Latar Belakang Orangtua Bercerai”, Jurnal Penelitian & PKM, Vol. 4, Nomor 2, Juli 2017, hlm. 226.

(56)

43

Cermen Asri bersekolah di SMAN 8 MATARAM. Termasuk anak yang perperilaku agresif, emosian tinggi, suka bergaul dengan teman cowoknya dan hampir jarang bermain dengan teman ceweknya. Karena Essa anaknya supel dalam bergaul. Suka membolos dan sering merokok di sekolahnya.

Tutur bahasanya kasar dan suka ceplas ceplos dan sering menggunakan bahasa yang kasar. Essa orangnya sangat cantik, memiliki tato dibelakang pundaknya, berkulit putih dan selalu menggunakan celana pendek, suka keluar malam dan jarang di rumah, dan pergaulan bebas. Anak dari pasangan keluarga yang bernama ibu Fatmawati dan bapak Jalaludin, yang berpenghasilan 2.000.000 perbulan dan itu termasuk berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Ketika dia mengalami rasa sedih, kecewa, atau marah, anak dari broken home tersebut mengungkapkan atau mengekspresikan rasa sedih, kecewa, marah dengan cara yang berbeda-beda.

Salah satunya mengekspresikan emosinya dengan diam dan ada pula yang mengungkapkan emosinya dengan menceritakan pengalaman kepada orang lain. Perceraian dalam keluarga yang dirasakan Essa merupakan tekanan batin yang sangat menyakitkan dan membuat emosinya kadang berubah- ubah. Ia menginginkan hidup dalam keluarga yang utuh, kehadiran orangtua dan ikut berperan di kehidupannya itu yang dia harapkan. Essa mengalami hidup yang tidak sehat secara mental dan tidak bahagia walaupun itu hanya sesaat. Akan merasakan tekanan batin dan bingung sebagaimana penuturannya saat wawancara :

(57)

44

“Awalnya tidak percaya kak kalau orangtua saya pisah. Saya sebagai anak merasakan sakit batin yang hebat. Ketika ada masalah seperti ini, saya lebih memilih untuk keluar main dan kumpul sama teman- teman, bercanda kak. Sesekali saya ikut ngerokok, ngevave juga biar pikiran saya tenang.”42

Bagi Essa, dengan merokok dan ngevave dan bercanda sama teman- temannya dapat mengurangi beban pikirannya. Hal ini dilakukan oleh Essa yang merasakan kecewa dengan orangtuanya. Essa mengungkapkan :

“Saya kadang kecewa sama orangtua saya, apa yang saya lakukan sekarang ini karena lepas dari tanggung jawab mereka. Dan saya sendiri tidak tahu harus ngelakuin apa jadi saya menyelesaikan masalah dengan bergaul sama teman saya yang cowok maupun cewek, kadang saya mengajak kerumah untuk menghibur saya, ngerokok juga sangat membantu saya biar tenang. Toh juga orangtua saya gak tinggal serumah sekarang sama saya.”43

Hal ini dibenarkan oleh teman sebayanya di rumah yaitu Eka mengatakan bahwa :

“Essa kalau berpakaian tidak pernah tertutup, selalu memakai pakaian yang terbuka. Kadang saya menegur dia tapi jawabannya bodoamat. Kadang juga pernah di depan saya dia ngerokok, saya mencoba untuk menegurnya tetapi dia cuma ketawa aja seakan tidak peduli.”44

Hal ini dibenarkan juga oleh tetangganya Essa inak Ati bahwa :

“Saya melihat dirumahnya banyak mengundang temannya cowok maupun cewek. Apalagi saya tahu kalau ibunya tidak tinggal satu rumah sama dia, dan dia kerja diluar, kemudian dia tinggal di rumah suami barunya di Lingsar. Kadang suka pulang ke rumah cuma sebentar lihat warung yang dia buka di rumahnya dan menyuruh anaknya buat jagain, udah cuma itu aja dah. Ibunya juga tidak peduli kalau anaknya begitu.”45

42Essa, 17 Tahun, Wawancara, Dasan Cermen, 19 Oktober 2020.

43Essa, 17 Tahun, Wawancara, Dasan Cermen, 19 Oktober 2020.

44Eka, 17 Tahun, Wawancara, Dasan Cermen, 19 Oktober 2020.

45Inak Ati, 40 Tahun, Wawancara, Dasan Cermen, 19 Oktober 2020.

Gambar

Tabel 2.4  Prasarana Olahraga
Table 2.7  Temuan Penelitian

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Sedangkan saran yang akan diberikan penulis untuk siswa yang mengalami broken home adalah carilah seseorang atau teman yang dapat memberikan motivasi agar lebih

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan mengelola emosi anak yang berasal dari keluarga broken home (Studi Kasus). Pertanyaan peneliti adalah

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan mengelola emosi anak yang berasal dari keluarga broken home (Studi Kasus). Pertanyaan peneliti

Jawab: Ada mbak, sebelum broken home saya itu paling takut kalau sama ayah saya mbak jadi ada yang ngatur kehidupan saya, setelah broken home saya ikut ibu jadi perhatian dan

Skripsi yang berjudul analisis pola komunikasi orang tua dan anak di dalam lingkup keluarga yang broken home ( Studi kasus pada keluarga broken home di Rt.48 Kota Balikpapan)

a. Regulasi emosi, yang mana dalam menanggapi situasi yang penuh tekanan, subjek menanggapinya dengan tetap tenang dan fokus agar dapat mengepresikan emosi dengan positif.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai peneliti adalah untuk mengetahui cara komunikasi interpersonal yang digunakan oleh anak broken home akibat penikahan ulang

Remaja yang berada pada kondisi keluarga broken home sering kali mengalami hidup yang penuh tekanan Ifdil et al., 2020, dan dampak negatif yang dialami oleh anak broken home akan