Nama : Eli Safutri Simatupang NIM : 211000052
Kelas : A
Resume Terkait Pengendalian Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit menular yang menyerang susunan saraf pusat pada manusia dan hewan berdarah panas yang disebabkan oleh virus rabies, yang ditularkan melalui saliva (anjing, kucing, kera) yang terkena rabies dengan jalan gigitan atau melalui luka terbuka. Rabies termasuk salah satu penyakit menular dari hewan ke manusia yang mendapat perhatian serius oleh Pemerintah berkaitan dengan angka kematian yang cukup tinggi pada manusia. Sebanyak 26 provinsi di Indonesia belum bebas dari rabies hingga tahun 2017.
Masa inkubasi rabies pada hewan yaitu antara 3 – 8 minggu, sedangkan masa inkubasi pada manusia bervariasi, biasanya 2 – 8 minggu, kadang- kadang 10 hari sampai 2 tahun, tetapi rata- rata masa inkubasinya 2 – 18 minggu.
Gejala awal rabies yang dapat muncul meliputi:
Demam atau menggigil
Kesemutan pada bekas gigitan
Sakit kepala
Lelah atau lemas
Sampai saat ini kasus penularan penyakit dari hewan ke manusia masih menjadi ancaman yang serius terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu penyakit asal hewan yang masih berbahaya bagi manusia adalah rabies. Kira-kira sebanyak 55.000 manusia meninggal tiap tahunnya di dunia akibat Rabies, dan 45% berasal dari Asia Tenggara.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan sampai tahun 2017 menunjukkan rabies telah menyebar di 25 provinsi, sedangkan pada awal tahun 2019, telah menyebar di 26 provinsi.
Dua puluh lima provinsi yang terdapat kasus rabies adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan Tengah.
Kementerian Kesehatan yang bertanggungjawab terhadap kesehatan manusia, memiliki sepuluh langkah strategis untuk menuju Indonesia bebas rabies, yaitu :
- Sosialisasi
- penguatan regulasi - komunikasi risiko
- pengembangan atau peningkatan kapasitas - vaksinasi massal pada HPR
- manajemen populasi HPR
- profilaksis pra/ paska gigitan HPR (PEP) - surveilans dan respon terpadu
- penelitian operasional dan - kemitraan.
Selain termasuk kedalam langkah strategis tersebut, regulasi juga termasuk di dalam empat pendekatan untuk pengendalian rabies yang disepakati oleh semua negara ASEAN yaitu poin pendekatan legislatif.
Dalam menanggulangi rabies, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan WHO mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai berikut :
1. Pemberantasan rabies di daerah tertular dengan menyediakan vaksin anti rabies (VAR) untuk manusia, menyediakan media penyuluhan, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan melalui pelatihan dokter/paramedis Puskesmas dan klinik swasta di 6 Kabupaten/Kota serta membantu kebutuhan VAR untuk hewan sebanyak 120.000 dosis.
2. Melakukan surveillans aktif
3. Mendirikan ”Rabies Center” di daerah tertular yaitu Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk Dinas Kesehatan setempat sebagai pusat informasi dan penanganan kasus gigitan hewan penular rabies.
Belum berhasilnya program pemberantasan rabies misalnya di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa faktor penghambat, misalnya keterbatasan dana untuk program
pemberantasannya. Hal ini dapat terjadi karena rabies merupakan penyakit yang terabaikan
(neglected diseases), sehingga anggaran yang dikeluarkan untuk pengendalian rabies terbatas, berbeda dengan dana pengendalian rabies yang disarankan oleh WHO.
Daftar Pustaka
Novita, R. (2019). Pemberantasan Rabies di Indonesia sebagai Upaya Mewujudkan Right to Life, Right to Health. BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 151–162. https://doi.org/10.22435/blb.v15i2.1581