SIKAP PESERTA DIDIK TERHADAP SHALAT BERJAMAAH DI MUSHALLA MTsN TARUSAN KABUPATEN
PESISIR SELATAN
JURNAL
Oleh :
REFNI EMBUN SARI 11060313
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG
2015
1
SIKAP PESERTA DIDIK TERHADAP SHALAT BERJAMAAH DI MUSHALLA MTsN TARUSAN KABUPATEN
PESISIR SELATAN Oleh:
Refni Embun Sari (11060313)
Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACK
This research is motivated by existence of the lerners who do not want to following prayer, lock of understand learners about how to important of following prayer. The kinds of reseach is quantitative descriptive. The population of this research is the learner class IX MTsN Tarusan.
Sampling using proportional random sampling technique. To analyting the sampling or 68 people.
The instrument is questionnaire. Data used persentase formula. Recapitulation result of research about attitude of the learner to prayers in terms of cognitive be in good category, In terms of affective response is quite good, and in terms of response connative is quite good.
Keyword: Attitude of the learner and prayers.
Pendahuluan
Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan tujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, mandiri, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (undang-undang nomor 20/2003 tentang sisdiknas, pasal 2). Tujuan dari fungsi tersebut merupakan harapan semua pihak yang terkait dalam bidang pendidikan, seperti guru, orang tua, masyarakat, peserta didik itu sendiri dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Sekolah merupakan salah satu lembaga formal untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi peserta didik.
Sekolah unggulan menempatkan guru pembimbing atau bimbingan dan konseling pada posisi yang penting, seperti memberikan layanan kepada siswa dengan memberi perhatian yang lebih terutama dalam pengentasan masalah, dan juga pemeliharaan, pencegahan, dan pengembangan yang pentingnya. Salah satu tujuan dari diciptakan manusia atau peserta didik adalah memiliki sikap yang sesuai dengan ajaran-ajaran Al- Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah SWT
yaitu sebagai manusia berpendidikan, baik itu terhadap Tuhannya maupun Lingkungannya.
Menurut Mar’at (Jalaludin, 2012: 259) sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi- reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman dan penghayatan individu. Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan sebagai pengaruh bawaan (faktor intern) seseorang, serta tergantung kepada objek tertentu.
Namun seiring berjalannya waktu, sikap yang seharusnya mencerminkan peserta didik berpendidikan tidak lagi berfungsi dengan baik, bahkan malah memiliki sikap yang tidak menggambarkan individu terdidik.
Contohnya saja di sekolah seperti MTsN yang paling tinggi atau banyak ajaran-ajaran agamanya dibanding sekolah menengah lainnya (SMP), masih ada peserta didik yang menunjukkan sikap yang acuh tak acuh terhadap agamanya. Misalnya saja dalam mengikuti shalat berjamaah, masih ada peserta didik yang bersikap yang tidak peduli atau malas melakukan shalat berjamaah.
Shalat berjamaah merupakan lembaga pendidikan atau lebih tepat disebut laboratorium pendidikan yang sangat besar manfaatnya bagi pembinaan mental dan kepribadian. Maka Rasulullah SAW, begitu menekankan pelaksanaan shalat Jamaah, sampai-sampai beliau pernah bermaksud
2 membakar rumah yang penghuni laki-lakinya tidak mau turut shalat berjamaah (Nurkholis, 2007: 22).
Shalat diwajibkan oleh Allah SWT kepada manusia, bahkan perintah shalat menempati rukun kedua dalam rukun Islam.
Dan juga shalat merupakan salah satu ibadah yang paling mulia dan paling dicintai oleh Allah SWT. Keutamaan ibadah shalat menempati kedudukan yang tidak tertandingi oleh ibadah lainnya, karena shalat itu merupakan tiang agama (Syafi’i, 2006: 5).
Adapun pola hidup dalam Islam adalah bahwa hidup itu perjuangan untuk menjadi hamba Allah yang bermanfaat dan bermartabat. Martabat seseorang yang hakiki dihadapan Allah ditentukan oleh ketakwaannya dan ketakwaan itu tidak dapat diwarisi dari orangtua dan tidak dapat dibeli atau diperoleh dengan mempekerjakan orang lain atas nama kita. Ketakwaan adalah hasil usaha kita sendiri sejak kapanpun dan sampai kapanpun. Kalau kita mulai berusaha menjadi orang bertakwa sejak hari ini hingga akhir hayat kelak, itu sebuah prestasi yang hanya kita sendiri yang memetik hasilnya (Nurkholis, 2007: 22).
Pernyataan di atas betapa sangat pentingnya untuk melakukan shalat apalagi shalat berjamaah. Tapi hal itu tidak sesuai lagi dengan kenyataan yang ada pada saat sekarang ini, terbukti masih adanya sebagian peserta didik menganggap shalat berjamaah itu bukan sebagai kewajiban yang harus dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, tapi merupakan tuntutan yang harus dilakukan di sekolah agar tidak mendapat hukuman. Hal itu terjadi karena dipengaruhi oleh sikap peserta didik yang kurang baik terhadap kegiatan shalat berjamaah.
Melihat permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Sikap Peserta Didik terhadap Shalat Berjamaah di Mushalla MTsN Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan”.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan:
1. Sikap peserta didik tentang shalat berjamaah dilihat dari segi kognitif.
2. Sikap peserta didik tentang shalat berjamaah dilihat dari segi afektif.
3. Sikap peserta didik tentang shalat berjamaah dilihat dari segi konatif.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTsN Tarusan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2015. jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penulis menggambarkan “Sikap Peserta Didik Terhadap Shalat Berjamaah di Mushalla MTsN Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan”.
Menurut Yusuf (2007: 50) “penelitian kuantitatif dapat digunakan apabila data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif atau jenis data yang lain yang dapat dikuantitatifkan dan diolah dengan menggunakan teknik statistik”.
Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 208 Peserta Didik di MTsN Tarusan.
Sugiyono (2013: 80) mengatakan bahwa
“populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Arikunto (2006: 130) menyebutkan bahwa
“populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Jadi populasi adalah objek atau sasaran dalam penelitian, maka populasi dalam penelitian ini peserta didik di MTsN Tarusan kelas IX yang berjumlah 208 orang.
Teknik pengambilan sampel adalah Proportional random sampling. Yusuf (2005:
201-202) proportional random sampling merupakan pengembangan dari stratified random sampling, dimana jumlah sampel pada masing-masing strata sebanding dengan jumlah anggota populasi pada masing-masing stratum populasi. Besarnya sampel yang telah ditentukan adalah 68 orang. Untuk menentukan berapa jumlah sampel dari kelas IX.A sampai IX.F digunakan perbandingan antara jumlah tiap kelompok dibagi jumlah total (jumlah populasi) dan dikalikan dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan sebelumnya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval.
Analisis data dilakukan setelah data terkumpul melalui angket. Data yang terkumpul melalui angket dideskripsikan melalui pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Memeriksa kelengkapan isi instrumen (angket) yang telah diterima dari sampel penelitian.
b) Membuat tabel pengolahan data berdasarkan item pernyataan penelitian yang telah dijawab responden.
3 c) Mencari dan menghitung jumlah skor serta
memasukkan data ke tabel pengolahan.
d) Perumusan kriterium sturgess
Sturgess (Mangkuatmodjo, 2003: 38) mengemukakan untuk mencari interval skor menggunakan rumus sebagai berikut:
Skor Tertinggi - Skor Terendah i =
Alternatif jawaban
e) Menghitung masing-masing frekuensi yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisis persentase yang dikemukakan oleh Sudijono (2010: 43) sebagai berikut:
P = f x 100 N Keterangan : P = Persentase f = Frekuensi N = Jumlah sampel 100 = Bilangan tetap Hasil dan Pembahasan
Mengenai sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah di mushalla MTsN Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan secara umum dikategorikan cukup baik dengan persentase 32,4%.
1. Respon Kognitif
Hasil pengolahan data tentang sikap peserta didik kelas IX terhadap shalat berjamaah dilihat segi respon kognitif berada pada kategori baik (38,2%).
Menurut Hanurawan (2010: 65) bahwa Komponen kognitif ini adalah gambaran tentang cara seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa, atau situasi sebagai sasaran sikap.
Komponen ini adalah pikiran, keyakinan, fakta, pengetahuan, atau ide seseorang tentang suatu objek. Misalnya, sikap seseorang terhadap shalat berjamaah, di dalam komponen kognitif ini fokus utama yaitu shalat berjamaah, jika seseorang berpikiran bahwa shalat berjamaah bisa mendapatkan pahala yang banyak dibanding shalat sendirian maka sesorang tersebut akan lebih rajin mengikuti shalat berjamaah.
Menurut Ahmadi (2007: 151) komponen ini berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan objek. Misalnya: peserta didik tahu bahwa
shalat berjamaah mendapatkan banyak sekali manfaat atau faedah dari Allah, mendapatkan pahala yang banyak. Sikap peserta didik tersebut, terhadap shalat berjamaah mengandung pengertian bahwa peserta didik tahu shalat berjamaah lebih baik dibanding shalat sendiri.
Dari hasil data yang telah peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa sikap peserta didik kelas IX terhadap shalat berjamaah dilihat dari segi kognitifnya adalah baik sehingga peserta didik ada yang mengetahui manfaat dari shalat berjamaah di MTsN Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan
2. Respon Afektif
Hasil pengolahan data tentang sikap peserta didik kelas IX terhadap shalat berjamaah dilihat segi respon afektif berada pada kriteria cukup baik (32,4%).
Hanurawan (2010: 65) mengatakan bahwa Komponen ini adalah menggambarkan dari perasaan, emosi yang dihubungkan dengan suatu objek sikap terutama penilaian.
Perasaan atau emosi disini meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, cemburu, atau suka. Misalnya, seseorang menilai shalat berjamaah tersebut dengan menggunakan perasaan dan emosi, maka akan muncul penilaian positif dan negatifnya.
Mar’at, 1982 (Jalaludin, 2012: 260) Komponen afektif dikaitkan dengan apa yang dirasakan terhadap objek (senang atau tidak senang). Perasaan atau emosi disini meliputi kecemasan, kasihan, benci, marah, cemburu, atau suka. Misalnya, seseorang menilai shalat berjamaah tersebut dengan menggunakan perasaan senang atau tidak senang, maka akan muncul penilaian positif dan negatifnya.
Objek disini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Misalnya: jika orang mengatakan bahwa mereka senang dan suka shalat berjamaah, ini melukiskan perasaan mereka terhadap shalat berjamaah.
Hasil data yang telah peneliti lakukan dapat simpulkan bahwa sikap peserta didik kelas IX yang timbul dilihat dari segi afektifnya cukup baik sehingga peserta didik ada yang tidak menyukai shalat berjamaah dan ada yang menyukai
4 shalat berjamaah, di lingkungan MTsN Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.
3. Respon Konatif
Hasil pengolahan data tentang sikap peserta didik kelas IX terhadap shalat berjamaah dilihat segi respon konatif berada pada kriteria cukup baik (35,3%).
Menurut Ahmadi (2007: 152) Komponen ini melibatkan salah satu prediposisi untuk bertindak terhadap objek. Komponen ini dipengaruhi oleh komponen kognitif dan komponen ini berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak. Misalnya : karena shalat berjamaah sesuatu yang membuat hati tenang, bisa menjadikan kita sabar, dan mereka berusaha (bertindak) untuk mendekati supaya bisa shalat berjamaah.
Menurut Baron dan Byrne, 1984 (Walgito 2003: 66) respon ini adalah komponen perilaku atau action component yang berhubungan kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap objek sikap. Komponen ini juga menunjukkan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau kecenderungan bertindak terhadap objek. Misalnya, menunjukkan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap shalat berjamaah, seperti kecenderungan untuk mendekat kepada teman yang malas untuk mengikuti shalat berjamaah.
Hasil data yang telah peneliti lakukan dapat disimpulkan bahwa sikap peserta didik kelas IX yang timbul dilihat dari segi konatif atau perilakunya cukup baik sehingga peserta didik di MTsN Tarusan akan shalat berjamaah dan tidak akan mengikuti teman yang mengajak untuk tidak shalat berjamaah.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah di Mushalla MTsN Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan, dilihat dari segi:
1. Sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah dilihat dari segi respon kognitif berada pada kategori baik.
2. Sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah dilihat dari segi respon afektif berada pada kategori cukup baik.
3. Sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah dilihat dari segi respon konatif berada pada kategori cukup baik.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti ingin mengajukan saran kepada:
1. Peserta didik, agar bisa mengetahui dan mendapatkan pemahaman mengenai sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah supaya lebih rajin lagi untuk shalat berjamaah.
2. Guru BK, agar dapat meningkatkan pemahaman dan bisa memberikan masukan kepada peserta didik tentang sikap terhadap shalat berjamaah.
3. Kepala sekolah, agar menjadikan ini pertimbangan untuk meningkatkan pengawasan, meningkatkan kedisiplinan dan dibuat peraturan baru terhadap peserta didik yang sering tidak shalat berjamaah, duduk-duduk di luar kelas/kantin pada saat shalat berjamaah berlangsung.
4. Guru, agar bisa menjaga perilaku seorang guru untuk mengajak shalat berjamaah kapan perlu guru pun harus shalat berjamaah agar peserta didik juga mau shalat berjamaah.
5. Program Studi, agar dapat melahirkan guru BK yang profesional nantinya jika berada di lapangan serta memilki ilmu mengenai pentingnya mengetahui sikap peseta didik terhadap shalat berjamaah sehingga tidak kualahan untuk menangani peserta didik.
6. Peneliti sendiri, agar bisa menjadi bahan masukan dan menambah wawasan tentang sikap peserta didik terhadap shalat berjamaah.
7. Peneliti selanjutnya, agar dijadikan pedoman bagi penelitian yang berkaitan dengan masalah shalat berjamaah.
Kepustakaan
Ahmadi, Abu. (2007). Psikologi Sosial.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Jalaludin. (2012). Psikologi Agama
Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip prinsip
5 Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mangkuatmodjo, Soegyarto. (2003).
Pengantar Statistik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nurkholis. (2007). Mutiara Sholat Berjamaah.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Sudijono, Anas. (2010). Pengantar statistic pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono.(2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Syafi’i, Syaikh Jalal Muhammad. (2006).
Powerful. Bandung: MQ Publishing.
Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial.
Yogyakarta: CV Andi Offset.
Yusuf, A. Muri. (2005). Metodologi Penelitian Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah. Padang: UNP Press.
Yusuf, A. Muri. (2007). Metodologi Penelitian. Padang: UNP Press.