• Tidak ada hasil yang ditemukan

This research was a Descriptive quantitative research.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "This research was a Descriptive quantitative research."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Atika Yulia Sari, Helma, Joni Adison

Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat Atikayuliasari42@gmail.com

ABSTRACT

This research was counducted due to the students sex behavior, such as looking at porn pictures, porn video through internet, hugging, and touching towards the opposite sex. The purpose of this research was tonknow abaut 1) causative factor of the students sex bahavior from internal factor. 2) causative factor of the students sex behavior from external factor. This research was a Descriptive quantitative research. Population of the research was the Tenth grade students of Senior High School number X which consist of 319 participants. The sampling technique was simple random sampling which the number of sample was 76 students. The instrumentused for this research was questioner. The writer used percentage technique to analyze the data. The result of this research was 1) causative factor of the studenst sex behavior from internal factor is lo. 2) causative factor of the students sex behavior fromexternal factor is high. Based on this research, the teachers are recommended enrich the materials abaut the dangers of school media (internet) in order to give comprehension to the students to know abaut the danger internet.

Keywords: Factor,Behavior, Sex

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan langkah bijak dalam pembinaan generasi bangsa Indonesia. Upaya semua pihak melalui pendidikan, terutama pendidikan formal diharapkan dapat membina para peserta didik mencapai perkembangan yang optimal. Hasbullah (2012:1) Menyatakan bahwa pendidikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam

masyarakat dan kebudayaan. Istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa, selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.

Menurut Hasbullah, (2012:5) mengatakan bahwa pendidikan

(2)

merupakan perbuatan manusiawi.

Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatu kesatuan hidup.

Tindakan mendidik yang dilakukan oleh orang dewasa dengan sadar dan disadari oleh nilai-nilai kemanusiaan, tindakan tersebut menyebabkan orang belum dewasa menjadi dewasa dengan memiliki nilai-nilai kemanusiaan, dan hidup menurut nilai-nilai tersebut.

Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (Mudyahardjo, 2012:3). Pendidikan adalah sekolah, pendidikan adalah pengajaran yang diselengarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, pendidikan merupakan segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan peserta didik yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka (Mudyaharjo, 2012:6).

Menurut pandangan di atas disimpulkan bahwa pendidikan

merupakan usaha manusia untuk merubah kehidupannya kearah yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang berlangsung sepanjang hidup, jadi individu dapat menempuh pendidikan dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan memesuki dunia pendidikan formal, dunia pendidikan formal disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan tingkatannya.

Tingkatanya seperti SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Dunia pendidikan formal memiliki tenaga pengajar yang disebut dengan guru dan sasaran pendidikan yang disebut dengan peserta didik.

Peserta didik juga dapat didefinisikan sebagai orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu dikembangkan. Potensi dimaksud umumnya terdiri dari tiga kategori, yaitu kognitif, afektif, psikomotor, dan peserta didik tersebut memiliki imajinasi, potensi, dan dunianya sendiri bukan sekedar miniatur orang dewasa (Danim, 2010:2). Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik

(3)

dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik. Potensi- potensi khas yang dimilikinya ini perlu dikembangkan dan diaktualisasikan sehingga mampu mencapai taraf perkembangan yang optimal (Desmita, 2014:40).

Masa-masa peserta didik adalah masa penuh warna dan dinamika, disertai rangkaian gejolak emosi yang menghiasi perjalanan manusia yang hendak bertumbuh dewasa. Bagi peserta didik, dimasa inilah mereka mulai mengenal lingkungan luar, lingkungan yang baru banyak mempengaruhi peserta didik seperti masalah seks pada zaman sekarang. Meningkatnya usia peserta didik, minat terhadap seks makin besar. Ini dibuktikan dengan keingintahuan mengenai asal usul bayi sangat besar mereka banyak bertanya tentang masalah-masalah ini. Banyak peserta didik memperlihatkan minat mereka terhadap seks dengan membicarakan bersama teman-teman bermain kalau tidak ada orang dewasa, dengan melihat gambar-gambar laki-laki dan perempuan dewasa dalam penampilan yang merangsang, bermain seks dengan teman lawan

jenis ataupun lawan jenis melakukan masturbasi (Tanjung, 2007:2).

Lebih lanjut Tanjung (2007:2) menyatakan bahwa memasuki akhir masa kanak-kanak, penggolongan peran seks makin tegas.

Penggolongan peran seks ini berpengaruh pada perilaku dan penilaian dari peserta didik dalam penampilan, pakaian, bahkan gerak- gerik, anak menciptakan kesan akan kesesuaian dengan peran seks.

Tanjung (2007:3) menyatakan bahwa perilaku seks bebas yang dilakukan peserta didik ternyata sudah ada dari dulu. Namun belakangan ini sikap pesimis tersebut ditunjukkan secara terbuka. Makin banyak perilaku seks dikalangan peseerta didik disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah disebabkan pertumbuhan fisik dan psikis peserta didik yang mengalami perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Sedangkan faktor eksternal adalah adanya dorongan dari lingkungan untuk melakukan hubungan seks bebas. Seperti derasnya informasi hubungan seksual di tengah masyarakat melalui media massa, film, atau internet.

(4)

Seks bebas yang dilakukan peserta didik, kini cenderung menunjukkan peningkatan, peserta didik kini makin sering terlibat hubungan seks bebas, pengamatan yang mudah disaksikan adalah peserta didik yang terlibat pacaran.

Mereka mengunjungi tempat hiburan dan objek wisata, tanpa sungkan berpegangan tangan, berpelukan, ciuman, bahkan sampai berhubungan badan di tempat yang sunyi (Tanjung, 2007:4).

Hubungan seks bebas umumnya berawal dari masa pacaran, pada masa pacaran ini hubungan intim mulai dilakukan peserta didik. Baik pelajar, mahasiswa, pemuda-pemudi yang tidak sekolah, mereka tinggal di kota atau di desa. Waktu pacaran tergiur melakukan cumbu rayu, peluk cium bila gejolak nafsu tidak terkendali berlanjut dengan hubungan badan (Tanjung, 2007:6).

Menurut Asmani (2012:116) berpendapat keterkaitan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh apa yang disebut cinta, cinta adalah ekspresi yang diantara dua sejoli yang didalamnya ada rasa rindu, ingin selalu bersama,

menghabiskan dana untuk menyenangkan pesangan yang biasa disebut pacaran. Namun, faktanya pacaran ini lebih banyak menjadi sumber malapetaka, karena potensi mendekatkan pada seks bebas, akhirnya dari pacaran banyak peserta didik yang hamil di luar nikah, aborsi, keluar dari bangku sekolah, dan kehilangan orientasi hidup.

Menurut Kartono (2006:225) Menyatakan seks bebas adalah sama buruknya dengan anarkhi bagi suatu pemerintahan. Seks bebas itu tidak ada bedanya dengan promiscuity atau campur aduk seksual tanpa atauran alias pelacuran. Seks bebas itu orang bukannya akan memperoleh kepuasan seks akan tetapi disebabkan oleh eksesivitas tersebut mereka justru tidak mampu menghayati kepuasan seks yang sejati. Mereka akan jadi budak dari dorongan dan nafsu seksual.

Menurut Muss, 1968 (Sarwono, 2010:39) dorongan- dorongan pada masa peserta didik mulai mendapat tekanan dan tantangan dari lingkungan dan timbullah keadaan tidak seimbang atau disequilibrium antara dorongan dari dalam dan hambatan dari luar

(5)

individu sebagai reaksi, peserta didik berusaha mempertahankan egonya dengan cara makin agresif, nakal, ceroboh, kurang menjaga kebersihan, kurang ajar, dan sering memamerkan diri. Jadi seks bebas adalah perilaku menyimpang yang berkaitan dengan seksual yang dilakukan oleh orang di luar ikatan pernikahan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan selama PLBK Sekolah di SMAN X pada tanggal 25 Juli sampai dengan 17 Desember 2016 ditemukan adanya peserta didik yang hamil di luar nikah, peserta didik yang berpacaran di dalam WC, peserta didik berlawanan jenis berpegangan tangan di kantin sekolah, peserta didik yang berkomunikasi dengan lawan jenis lewat handphone dengan kata-kata berbau seksual ketika jam pelajaran, peserta didik berpacaran di tempat umum mengunakan seragam sekolah, peserta didik berboncengan seperti suami istri, peserta didik yang melihat foto-foto dan video melalui internet, adanya peserta didik yang berpakaian ketat, adanya peserta didik berpelukan dengan lawan jenis.

Berdasarkan fenomena yang dipaparkan di atas, maka penulis tertarik meneliti lebih lanjut mengenai “Faktor Penyebab Perilaku Seks Peserta Didik Kelas X di SMA X”

Dari latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dari penelitian ini adalah:

1. Adanya peserta didik yang hamil di luar nikah.

2. Adanya peserta didik yang berpacaran di WC.

3. Adanya peserta didik yang berlawanan jenis berpegangan tangan dikantin sekolah.

4. Adanya peserta didik berkomunikasi lewat handphone dengan kata-kata berbau seksual ketika jam pelajaran.

5. Adanya peserta didik berpacaran di tempat umum menggunakan seragam sekolah.

6. Adanya peserta didik yang berboncengan seperti orang suami istri.

7. Adanya peserta didik yang melihat foto-foto dan video seksual melalui internet.

8. Adanya peserta didik yang berpakaian ketat.

(6)

9. Adanya peserta didik yang berpelukan dengan lawan jenis.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah penelitian ini adalah:

1. Penyebab perilaku seks peserta didik dilihat dari faktor internal.

2. Penyebab perilaku seks peserta didik dilihat dari faktor eksternal.

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa saja faktor penyebab perilaku seks peserta didik kelas X di SMA X”?

METODE PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2013:14) penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau

statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Menurut Sugiyono (2013:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa populasi adalah keseluruhan dari objek yang akan diteliti dalam penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah mencakup seluruh peserta didik kelas X di SMA X.

Menurut Iskandar (2009:69) sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil secara representatif atau mewakili populasi yang bersangkutan atau sebagian kecil yang diamati. Sampel penelitian akan dipilih menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling merupakan pengembangan dari probability random sampling, dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

(7)

dalam populasi itu. (Sugiyono, 2015:122).

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Menurut Bungin (2002:132) data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan dari sumber asli oleh peneliti, data primer disebut juga dengan data asli karena diperoleh langsung dari peserta didik di lapangan, dalam hal ini data primer bersumber dari peserta didik di SMA X. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang ada, data sekunder ini disebut juga dengan data tersedia, diperoleh dari tata usaha di SMA X. Selanjutnya teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Menurut Yusuf (2005:252) angket adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik tertentu, diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud untuk memperoleh data.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penyebab Perilaku Seks Peserta

Didik Dilihat dari Faktor Internal

Berdasarkan hasil pengolahan data yang peneliti lakukan, dapat terlihat bahwa faktor penyebab perilaku seks peserta didik kelas X di SMA X dilihat dari faktor internal yaitu adanya 39 (52,00%) peserta didik yang mengatakan bahwa faktor penyebab perilaku seks mereka berada pada kategori sedikit, kemudian 34 (45,00%) peserta didik berada pada kategori cukup banyak, selanjutnya 1 (1,00) peserta didik pada kategori sangat banyak, seterusnya1 (1,00) peserta didik pada kategori banyak, dan 1 (1,00%) dari peserta didik berada pada kategori sangat sedikit.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Al-Mighwar (2006:24) berpendapat berbagai riset medis menemukan bahwa sebelum anak matang secara seksual, pengeluaran hormon seks, baik pada anak laki- laki dan perempuan jarang terjadi.

akan tetapi, dengan semakin meningkat jumlah hormon yang dikeluarkan, struktur dan fungsi organ-organ seks pun akan semakin matang.

(8)

Pendapat tersebut didukung oleh Kusmiran (2011:27) seks berarti jenis kelamin, segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas.

Selanjutnya menurut Masters, 1992 (Kusmiran 2011:27) seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, diantaranya adalah dimensi biologis, psikologis, sosial, dan kultural. Tanjung (2007:8) Menyatakan seks berkaitan dengan dengan aspek biologis semata. Seks berkaitan juga dengan aspek psikologis, sosial dan hukum, sehingga seks juga diatur dalam norma-norma agama dan negara, seks melibatkan masalah personal yang sangat mendalam, pribadi dan sensitif bagi seseorang, maka seks tidaklah bisa dibicarakan gampang dan murahan di tempat umum, seks merupakan peristiwa tabu dan di sebagian masyarakat tidak boleh di ungkit-ungkit.

Menurut pandangan di atas dapat disimpulkan seks adalah sesuatu yang berhubungan dengan alat-alat kelamin atau seksualitas, yang menyangkut biologis, psikis, soaial, dan kultural. Seks mempunyai

peran penting dalam membentuk pola tingkah laku manusia.

Dapat disimpulkan dari keseluruhan faktor penyebab perilaku seks, bahwa rata-rata penyebab perilaku seks peserta didik kelas X di SMA X dilihat dari faktor internal yaitu 39 dari 76 peserta didik berada pada kategori sedikit.

2. Penyebab Perilaku Seks Peserta Didik Dilihat dari Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil pengolahan data yang peneliti lakukan, dapat terlihat bahwa 47 (61,83%) peserta didik berada pada kategori banyak, kemudian 22 (28,95%) peserta didik berada pada kategori sangat banyak, selanjutnya 3 (3,95%) peserta didik pada cukup banyak seterusnya 3 (3,95%) peserta didik berada pada kategori sedikit, dan 1 (1,32%) peserta didik berada pada kategori sangat sedikit

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Asmani (2012:116) berpendapat keterkaitan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh apa yang disebut cinta, cinta adalah ekspresi yang diantara dua sejoli yang didalamnya ada rasa rindu, ingin selalu bersama, menghabiskan dana untuk

(9)

menyenangkan pesangan yang biasa disebut pacaran. Namun, faktanya pacaran ini lebih sesuai menjadi sumber malapetaka, karena potensi mendekatkan pada seks bebas, akhirnya dari pacaran sesuai peserta didik yang hamil di luar nikah, aborsi, keluar dari bangku sekolah, dan kehilangan orientasi hidup.

Pendapat tersebut juga dikuatkan oleh pendapat Tanjung (2007:6) peserta didik selama pacaran tergiur melakukan cumbu rayu, peluk, cium, dan meraba-raba seperti di tempat yang gelap, di tempat rekreasi, di tempat kos, di rumah ketika orang tidak ada bahkan sengaja menginap di hotel.

Dapat disimpulkan dari keseluruhan faktor penyebab perilaku seks terlihat bahwa rata-rata faktor penyebab perilaku seks peserta didik kelas X di SMA X dilihat dari faktor eksternal yaitu 47 dari 76 orang peserta didik berada pada kategori banyak.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan mengenai faktor penyebab perilaku seks peserta didik

kelas X di SMA X, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penyebab perilaku seks peserta didik dilihat dari faktor internal berada pada kategori sedikit.

Berdasarkan indikator fisik berada pada kategori cukup banyak, indikator psikis berada pada kategori cukup banyak.

2. Penyebab perilaku seks peserta didik dilihat dari faktor eksternal berada pada kategori banyak.

Berdasarkan indikator media massa berada pada kategori sedikit, indikator tempat hiburan berada pada kategori banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mighwar, Muhammad. (2006).

Psikologi Remaja. Bandung:

Pustaka Setia.

Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah. Jogjakarta:

Bukubiru.

Bungin, Burhan. (2002). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Danim, Sudarwan. (2010).

Perkembangan Peserta Didik.

Bandung: Alfabeta.

Desmita. (2014). Psikologi Perkembangan Peserta Didik.

Bandung: Remaja Rosdakarya .

(10)

Iskandar. (2000). Metodologi penelitian dan sosial (kuantitatif dan kualitatif).

Jakarta: Gaung Persada Prees.

Hasbullah. (2012). Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Kartono, Kartini. (2006). Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju.

Kusmiran, Eny. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.

Mudyahardjo, Redja. (2012).

Pengantar Pendidikan. Jakarta:

Rajawali Pers.

Sarwono, Sarlito W. (2010).

Psikologi Remaja. Jakarta:

Rajawali Pers.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&B). Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Tanjung, Armaidi. (2007). Free Sex No Nikah Yes. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Yusuf, A Muri. (2005). Metodologi Penelitian. Padang: UNP Press.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, diketahui bahwa faktor penyebab ketidakbahagiaan peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek pengaruh pada kondisi fisik yang