• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM GASTROINTESTINAL

N/A
N/A
Anisa @

Academic year: 2025

Membagikan "SISTEM GASTROINTESTINAL"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Morph

Presentation

(2)

SISTEM

GASTROINTESTI

NAL

(3)

KELOMPOK 1

Anisa D1B123002

Marlisa Maya Patjanan D1B123005

Desya Damayanti D1B123004

Febrianti D1B123003

Hadija D1B123035

Fadilla Ainuddin D1B123006

Rika Andriani D1B324020

(4)

GASTROINTESTINAL

Adalah rangkaian organ yang berfungsi untuk

mencerna makanan, menyerap nutrisi, dan

membuang sisa-sisa makanan yang tidak

dibutuhkan oleh tubuh.

(5)

Fungsi dasar sistem gastrointestinal meliputi:

1. Ingesti

2. Pencernaan 3. Absorpsi

4. Eliminasi

(6)

STRUKTUR DAN FUNGSI DARI ORGAN

GASTROINTESTINAL

(7)

MULUT

Tidak ikut serta dalam proses pencernaan

Jalur masuk makanan & minuman ke lambung

Motilitas segmen ini berkaitan dengan proses menelan, karena perangsangan reseptor dinding faring oleh bolus.

FARING DAN ESOFAGUS

Mengunyah : pemecahan partikel besar menjadi kecil

Sekresi mukus ke dalam mulut

Fungsi membasahi & melumas partikel makanan sebelum di telan

Disekresi 3 kelenjar eksokrin a. Parotis

b. Submandibularis c. Sublingualis

(8)

LAMBUNG

Diameter ± 4 cm

Mulai dari lambung sampai usus besar

Panjang 275 cm

3 segmen : duodenum, jejenum, ileum

Mempunyai banyak lipatan/ vili

USUS HALUS

Kantung muskuler terletak antara esofagus

& usus

Bagian korpus & fundus ( berdinding tipis)

Sekresi mukus, asam HCL, proenzim pepsinogen, faktor instrinsik ( castle)

Bagian bawah lambung : antrum mempunyai otot lebih tebal

Sekresi hormon gastrin

Menyimpan , melarutkan & mencerna parsial makanan yang masuk lambung.

Meneruskan makanan ke usus untuk di absorbsi secara maksimal

Produksi enzim pepsin : memecah ikatan peptida

Absorbsi bahan makanan

Berlangsung terutama di duodenum &

jejenum

Absorbsi cairan elektrolit

(9)

USUS BESAR

Diameter ± 4 cm

Mulai dari lambung sampai usus besar

Panjang 275 cm

3 segmen : duodenum, jejenum, ileum

Mempunyai banyak lipatan/ vili

ANUS

Kantung muskuler terletak antara esofagus

& usus

Bagian korpus & fundus ( berdinding tipis)

Sekresi mukus, asam HCL, proenzim pepsinogen, faktor instrinsik ( castle)

Bagian bawah lambung : antrum mempunyai otot lebih tebal

Sekresi hormon gastrin

Menyerap air & elektrolit

Menyimpan bahan feses saat deekasi

Absorbsi bahan makanan

Berlangsung terutama di duodenum &

jejenum

Absorbsi cairan elektrolit

(10)

Faktor Penyebab Gastroinstestinal

FAKTOR INFEKSI

a. Infeksi Virus ((rotavirus, enterovirus,adenovirus dan norwalk)) b. Infeksi Bakteri ((shigella, salmonella, eschericia coli,

campylobacter dan yersinia enterocolitia))

FAKTOR NON INFEKSI

Malabsorbsi akan karbohidrat disakarida (intoleransi

laktosa, maltosa, dan sukrosa), atau non sakarida

(intoleransi glukosa, fruktusa, dan galaktosa).

(11)

Nyeri abdomen yang sering terasa seperti rasa terbakar, kembung, perasaan perut penuh

Nyeri nokturnal (rasa nyeri pada malam hari) umumnya antara pukul 12 malam hingga 3 pagi

Tingkat keparahan nyeri akibat ulkus bervariasi pada beberapa pasien, dan mungkin bersifat musiman terutama pada penderita yang tinggal dinegara empat musim.

Episode nyeri dapat berlangsung dalam beberapa minggu yang diikuti dengan periode bebas nyeri dalam kurun waktu mingguan hingga tahunan.

Adanya perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan adanya komplikasi

Mulas, bersendawa, dan kembung yang sering disertai rasa nyeri

Mual, muntah dan anoreksia lebih sering terjadi pada pasien ulkus lambung dibanding ulkus duodenum

Gejala Klinis

Penurunan berat badan sebagai konsekuensi dari gejala mual, muntah dan anoreksia Ditemukannya komplikasi seperti pendarahan, perforasi, penetrasi dan obstruksi

Tanda

(12)

DIAGNOSA

02

03

03 04

 Data pengujian asam lambung

 Pengujian konsentrasi gastrin lambung puasa, bila pasien tidak responsif terhadap terapi yang telah diberikan, atau pada pasien yang diduga mengalami hipersekresi gastrin

 Pasien ulkus peptikum akan menunjukkan hasil pengujian hematokrit dan hemoglobin yang rendah bila disertai dengan pendarahan, dan hasil tes hemmocult terhadap tinja positif

 Uji Helicobacter pylori

(13)

HUBUNGAN KOMORBID TERHADAP PENYAKIT GASTROINTESTINAL

Lorem Ipsum Dolor

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit aecenas porttitor congue.

Lorem Ipsum Dolor

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit aecenas porttitor congue.

Lorem Ipsum Dolor

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit aecenas porttitor congue.

Penyakit gastrointestinal (GI) merupakan masalah kesehatan yang sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk komorbiditas seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi. Ketiga kondisi ini memiliki interaksi kompleks yang dapat memperburuk kesehatan sistem pencernaan.

(14)

Obesitas dan Penyakit Gastrointestinal

Menurut penelitian oleh Somalinggi et al. (2023), pasien dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami GERD karena peningkatan tekanan intra-abdomen yang mempengaruhi fungsi sfingter esofagus (Kusuma dkk, 2021).

Selain itu, akumulasi lemak viseral dapat memicu peradangan sistemik yang berdampak negatif pada kesehatan hati dan pencernaan secara keseluruhan (Hello Sehat, 2024).

Diabetes Melitus dan Komplikasi Gastrointestinal

Penelitian menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan motilitas lambung yang berdampak pada proses pencernaan

Hipertensi dan Penyakit Gastrointestinal

Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan hipertensi sering kali mengalami masalah pencernaan yang lebih kompleks dibandingkan dengan populasi umum (Hadi Kusuma et al., 2021).

Sindrom Metabolik

Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom metabolik memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi gastrointestinal (Pratidina, 2022).

(15)

GANGGUAN PADA GASTROINTESTINAL

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

Gastritis adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh peradangan mukosa pada lambung yang dimana memicu terjadinya kenaikan asam di lambung.

Pengertian dari gastritis

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD adalah kondisi kesehatan kronis yang sering terjadi di kalangan orang dewasa dan jika tidak diobati dalam jangka waktu yang cukup lama, bisa mengakibatkan masalah serius seperti barrett’s esophagus.

Sirosis hepatis (SH) adalah sebuah penyakit/ kelompok penyakit yang menjangkiti organ hati, dengan karakteristik berupa hilangnya arsitektur lobular hati akibat fibrosis dan kerusakan sel-sel parenkimal serta regenerasinya yang akhirnya membentuk struktur nodular.

(16)

TATALAKSANA

FARMAKOLOGI

(17)

MEKANISME DAN PENGOBATAN

ANTASIDA

Mekanisme Kerja: Antasida bekerja dengan cara menetralkan asam lambung yang berlebih. Zat aktif dalam antasida seperti kalsium karbonat, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida berfungsi untuk mengurangi keasaman lambung, mengurangi gejala seperti nyeri ulu hati atau refluks asam.

Dosis: Dosis bervariasi tergantung pada jenis antasida, namun umumnya 5–10 mL (untuk bentuk cair) atau 500–1000 mg (untuk tablet) bisa diberikan setelah makan atau sebelum tidur. Pemberian dapat diulang sesuai kebutuhan, namun tidak lebih dari 4 kali per hari.

Note

Upayakan Ph lambung sekitar 5

(18)

MEKANISME DAN PENGOBATAN

ANTIEMETIK

Mekanisme Kerja: Obat antiemetik bekerja dengan cara menghambat reseptor yang memicu refleks muntah di otak atau saluran pencernaan. Misalnya, ondansetron menghambat reseptor serotonin (5-HT3) di otak dan saluran GI, sementara metoklopramid meningkatkan motilitas gastrointestinal dan menghambat reseptor dopamin.

Dosis:Ondansetron: 4 mg diberikan setiap 8 jam untuk mual dan muntah, dapat diberikan lewat oral atau intravena.

Metoklopramid: Dosis awal biasanya 10 mg, diberikan 3-4 kali sehari, tergantung pada kondisi klinis.

(19)

MEKANISME DAN PENGOBATAN

PROKINETIK

Mekanisme Kerja: Prokinetik seperti metoklopramid bekerja dengan meningkatkan motilitas saluran pencernaan, mempercepat proses pengosongan lambung dan meredakan gejala mual serta perut kembung.

Dosis: Metoklopramid diberikan 10 mg hingga 15 mg per dosis, 3-4 kali sehari, tergantung pada keparahan gejala.

(20)

MEKANISME DAN PENGOBATAN

ANTIBIOTIK UNTUK INFEKSI GI

Mekanisme Kerja: Antibiotik seperti amoksisilin, clarithromycin, dan metronidazol digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri penyebab gangguan GI, seperti infeksi Helicobacter pylori yang dapat menyebabkan tukak lambung atau duodenum.

Dosis:

Amoksisilin: 1000 mg dua kali sehari.

Clarithromycin: 500 mg dua kali sehari.

Metronidazol: 500 mg dua kali sehari.

Terapi kombinasi antibiotik sering diberikan untuk infeksi H. pylori (misalnya, amoksisilin + clarithromycin + PPI).

(21)

MEKANISME DAN PENGOBATAN

DOSIS TERAPI DEWASA

1. Mekanisme Kerja: PPI seperti omeprazol, lansoprazol, dan esomeprazol menghambat enzim H+/K+ ATPase yang terdapat pada sel parietal lambung, mengurangi produksi asam lambung secara signifikan.

Dosis:

Omeprazol: Dosis biasanya 20 mg sekali sehari, diambil sebelum makan. Untuk kasus yang lebih parah, dosis dapat dinaikkan menjadi 40 mg per hari.

Lansoprazol: 15 mg sekali sehari, dengan dosis maksimal 30 mg.

1. Antagonis reseptor H2 (H2RAs) dapat berupa simetidin 4x300 mg/hari atau 2x400 mg/hari atau 800 mg/hari sebelum tidur, dosis maintenance 800 mg sebelum tidur. Atau Ranitidin 2x150 mg atau 1x300 mg sebelum tidur, dengan dosis maintenance 150-300 mg sebelum tidur. Atau famotidin 2x20 mg atau 1x40 mg sebelum tidur, dengan dosis maintenance 20-40 mg sebelum tidur.

2. Sukralfat 4x1 mg atau 2x2 mg dengan dosis maintenance 2x1-2 mg/hari.

(22)

TATALAKSANA NON

FARMAKOLOGI

(23)

NON FARMAKOLOGI Merubah Pola Hidup

• Mengurangi/menghilangkan stres psikologis, kebiasaan merokok dan penggunaan AINS

• Menghindari makanan/minuman tertentu yang dapat merangsang ulkus seperti makanan pedas, kafein dan alkohol

• Mengganti penggunaan AINS nonselektif dengan asetaminofen, salisilat takterasetilasi (misal salsalat) atau AINS selektif COX-2 untuk mengatasi timbulnya rasa nyeri

• Dalam kondisi tertentu, ulkus peptikum memerlukan

tindakan pembedahan

(24)

Monitoring Efektivitas Terapi

1. Evaluasi Gejala Klinis: Memantau perubahan gejala pasien seperti perbaikan nyeri perut, pengurangan mual, atau normalisasi pola buang air besar.

2. Pengukuran Parameter Objektif: Pemeriksaan laboratorium seperti tes fungsi hati, kadar enzim pankreas, atau pengukuran kadar asam lambung jika diperlukan.

3. Kepatuhan Pasien terhadap Pengobatan: Menanyakan apakah pasien telah mengikuti regimen pengobatan dengan tepat untuk memastikan keberlanjutan terapi.

4. Monitoring Efektivitas dan Efek Samping Terapi GastrointestinalEvaluasi Periodik: Melakukan konsultasi berkala untuk mengevaluasi keberhasilan terapi dan menyesuaikan pengobatan jika diperlukan.

Monitoring Efek Samping Terapi

1. Pemantauan Gejala Efek Samping: Mengamati dan mencatat keluhan pasien seperti mual, muntah, diare, sembelit, atau nyeri perut.

2. Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium: Melakukan tes fungsi ginjal, fungsi hati, atau parameter darah jika ada risiko efek samping sistemik.

3. Deteksi Reaksi Alergi atau Hipersensitivitas:

Mengidentifikasi tanda alergi seperti ruam kulit, gatal, atau pembengkakan untuk segera mengambil tindakan.

4. Pelaporan Efek Samping ke BPOM: Melaporkan efek samping obat yang signifikan ke BPOM agar dapat dilakukan tindak lanjut seperti evaluasi obat atau pengaturan ulang dosis.

Tindakan jika Terjadi Efek Samping

1. Penyesuaian Dosis: Mengurangi dosis untuk meminimalkan risiko efek samping.

2. Penggantian Obat: Mengganti obat dengan alternatif yang lebih aman jika terjadi reaksi yang tidak diinginkan.

3. Edukasi Pasien: Memberikan informasi kepada pasien tentang kemungkinan efek samping dan langkah yang harus diambil jika muncul gejala tertentu.

Monitoring Efektivitas dan Efek Samping

Terapi Gastrointestinal

(25)

C o n to h K A S U S

Judul jurnal

Potassium-Competitive Acid Blocker sebagai Alternatif Penghambat Pompa

Proton untuk Mengatasi Gejala Gastroesophageal Reflux Disease:

Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti Nama penulis

Adam Prabata, Adelia Nova Prahasary , Arya Govinda

Nomor/volume Vol 11, No.3 Tahun terbit

2024

Seorang pasien perempuan, berusia 72 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri perut area kanan atas sejak tiga bulan terakhir. Keluhan tersebut disertai dengan sensasi terbakar pada dada dan leher, mual, serta regurgitasi. Gejala-gejala tersebut lebih sering dirasakan pasien pada malam hari. Pasien sudah menjalani pengobatan awal di fasilitas kesehatan primer, namun tidak ada perbaikan pada gejalanya. Pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi yang menunjukan hasil esofagitis erosif dengan klasifikasi Los Angeles (LA) derajat C, yang mendukung penegakkan diagnosis GERD. Oleh karena itu, pengobatan dengan penghambat pompa proton selama delapan minggu dilakukan untuk penanganan kasus ini.

(26)

Kesimpulan

Dalam pengelolaan GERD,

penting untuk

mempertimbangkan komorbid yang ada, melakukan monitoring efek samping dari terapi yang diberikan, dan memilih terapi yang efektif berdasarkan bukti yang ada. Penggunaan PCAB seperti vonoprazan dapat menjadi alternatif yang baik untuk pasien yang tidak merespons terapi PPI atau yang berisiko tinggi terhadap efek samping PPI.

1. Komorbid

Pasien dengan GERD sering kali memiliki komorbiditas yang dapat mempengaruhi pengelolaan penyakit ini. Beberapa komorbid yang umum terkait dengan GERD meliputi:

Obesitas: Meningkatkan tekanan intra-abdomen dan memperburuk gejala GERD.

Diabetes: Dapat mempengaruhi motilitas gastrointestinal.

Penyakit paru-paru: Seperti asma, yang dapat diperburuk oleh refluks asam.

Penyakit jantung: Gejala GERD dapat tumpang tindih dengan gejala penyakit jantung, sehingga perlu evaluasi yang hati-hati.

2. Monitoring Efek Samping

Monitoring efek samping dari terapi GERD, baik dengan PPI maupun PCAB, penting untuk memastikan keamanan dan efektivitas pengobatan. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan meliputi:

PPI: Diketahui memiliki risiko jangka panjang seperti fraktur, penyakit ginjal, dan infeksi saluran pencernaan (misalnya, Clostridium difficile).

PCAB (seperti vonoprazan): Meskipun dianggap lebih aman, efek samping potensial yang perlu dimonitor termasuk reaksi alergi, gangguan gastrointestinal, dan kemungkinan

interaksi obat.

3. Terapi yang Efektif

Berdasarkan laporan kasus berbasis bukti yang disajikan, vonoprazan (sebagai contoh PCAB) menunjukkan efektivitas yang tidak inferior bahkan superior dibandingkan dengan PPI dalam meredakan gejala GERD. Terapi yang efektif untuk GERD dapat mencakup:

PCAB (seperti vonoprazan): Menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mengatasi gejala GERD dibandingkan PPI dalam beberapa studi.

PPI: Masih menjadi pilihan utama, tetapi harus digunakan dengan hati-hati mengingat efek samping jangka panjang.

Perubahan gaya hidup: Mengurangi berat badan, menghindari makanan pemicu, dan perubahan pola makan juga merupakan bagian penting dari manajemen GERD.

AN AL IS IS P EN G O BA TA N

(27)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. L

Usia : 28 tahun

Alamat : Anjir Pasar

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

No RM : 00368xxx

Tanggal Masuk RS : 17 April 2023 Tanggal Pemeriksaan : 17 April 2023 Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Sampit

Suku : Banjar

Tanggal Anamnesis : 17 April 2023

Keluhan Utama : diare 3-5x/hari sejak 2 hari SMRS Keluhan Tambahan : demam, muntah dan nyeri ulu hati Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD dr Murjani Sampit dengan keluhan diare 3-5x/ hari sejak 2 hari SMRS, BAB cair dengan sedikit ampas tanpa darah dan lendir, sekali BAB diperkirakan lebih dari 1 gelas. Pasien mengeluh demam, muntah dan nyeri ulu hati sejak 2 hari SMRS, nyeri ulu hati tidak menjalar disertai mual dan muntah sudah 3x di hari masuk RS, mual setiap diisi makanan, intake pasien sulit. Sebelumnya pasien mengaku tidak makan pedas dan makan makanan berlemak. Pasien tampak lemas, BAK pasien dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menyangkal penyakit jantung lainnya selain hipertensi Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat maag

Riwayat Pemakaian Obat : -

Riwayat Keluarga : Tidak ada dalam keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien

Riwayat Lingkungan : - Status Generalis:

Keadaan umum : Baik

GCS : 15 (E : 4 M: 6 V: 5)

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 140/60 mmHg

Nadi : 85x/menit, kuat angkat

Suhu : 36,7oC

Pernapasan : 20x/menit

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS DAN ALLOANAMNESIS

ANALISIS KASUS

(28)

Kulit

Warna : coklat sawo matang

Jaringan parut : tidak ada

Turgor : baik

Kepala

Bentuk : normocephal

Posisi : simetris

Muka : normal

Mata

Konjungtiva anemis : -/-

Skera ikterik : -/-

Exophtalmus : tidak ada

Enophtalmus : tidak ada

Edema kelopak : tidak ada

Telinga

Pendengaran : Normal

Darah dan cairan : tidak ada Mulut

Bau pernapasan : tidak dapat dilakukan pemeriksaan

Faring : dalam batas normal

Lidah : lidah bersih, tidak deviasi

Uvula : ditengah, tidak deviasi

Tonsil : T2-T2

Leher

Trachea : tidak ada deviasi

Kelenjar tiroid : tidak membesar dan ikut bergerak saat menelan Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran

Paru-paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris statis dan dinamis

Palpasi : fremitus taktil normal

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler -/-, ronkhi -/-,

wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen

Inspeksi : simetris, perut buncit

Palpasi : terdapat nyeri tekan pada epigastrium tidak ada nyeri lepas

Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran

Auskultasi : bising usus Normal

Ekstremitas

Akral hangat pada ekstermitas atas dan bawah kanan dan kiri Capillary Refill Time < 2 detik

Tidak ditemukan edema pada ekstremitas atas atau bawah

PE M ER IK SA AN F IS IK D I I G D

(29)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 16.6 g/dL 13.2 – 17.3

Hematokrit 47.3 % 37 – 47

Eritrosit 5.29 juta/L 3.7 – 4.7

Leukosit 8 103/L 5.00 – 10.00

Trombosit 258 ribu/L 150 – 450

Hitung jenis leukosit

Segmen 70 % 35 – 70

Limfosit 24 % 20 – 40

Mixed 6 % 3 – 10

MCV 89 fL 80 – 100

MCH 31 pg 26 – 34

MCHC 35 Mg/dL 32 – 36

Glukosa Darah Sewaktu 96 mg/dL 80-140

Gas darah + Elektrolit

Natrium (Na) 139 mmol/L 135 – 148

Kalium (K) 3.4 mmol/L 3.5 – 5.0

Klorida (Cl) 106 mmol/L 95 – 105

Tes Widal

Salmonella Typhi O Negative Negative

Salmonella para typhi AO Negative Negative

Salmonella para typhi BO Negative Negative

Salmonella para typhi CO Negative Negative

Salmonella typhi H Negative Negative

Salmonella paraa typhi AH 1/320 Negative

Salmonella paraa typhi BH 1/160 Negative

Salmonella paraa typhi CH Negative Negative

Kimia Klinik

SGOT (AST) 26 U/L 0 – 35

SGPT (ALT) 11 U/L 0 – 35

Ureum darah 13 mg/dL 20 – 40

Kreatinin darah 0.7 mg/dL 0.35 – 0.93

Glukosa darah sewaktu 96 mg/dL <200

Laboratorium pada tanggal 21 Oktober 2019 di IGD

RSUD Keramat Jati

Laboratorium pada tanggal 21 Oktober 2019 di

IGD RSUD Pasar Rebo

(30)

RESUME

Pasien perempuan berusia 28 tahun datang ke IGD RSUD dr Murjani Sampit datang dengan keadaan lemas, keluhan diare 3-5x/hari sejak 2 hari SMRS, nyeri ulu hati, mual dan muntah 3x di hari masuk RS, Saat datang ke IGD RSUD pasien dalam keadaan komposmentis, dengan tekanan darah 140/60mmHg, serta nyeri tekan di epigastrium.

Diagnosis Kerja : Gastroenteritis Akut

Diagnosis Banding : Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang Tatalaksana di IGD :

 Terapi Non-Farmakologi

• Tirah baring

• Diit makanan lunak

 Terapi Farmakologi

• RL 500cc/6 jam

• New diatab 3x2 tab p.o

• Ondansentron 3x4mg IV

• Omeprazole 1x40mg

Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam Ad Sanactionam : dubia ad bonam

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Christman.2023. Gastrointestinal Introduction. Nursing Pharmacology : National Library Of Medicine Somalinggi, E. E. N. A., Wantania, F. E. N., & Waleleng, B. J. (2023). Komorbid Kardiovaskular Dan

Gastrointestinal Pada Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Medical Scope Journal, 4(2), 186–

192.

Kusuma, T. R. H., Sholihah, M. M., & Hanif, M. I. (2021). Gejala Gastrointestinal Sebagai Faktor Prognostik Keparahan Dan Kematian Pada Pasien COVID-19: Sebuah Meta-analisis Global. SMART Medical Journal, 4(3).

Hadi Kusuma, Et Al. (2021). Hubungan Penyakit Komorbid Dengan Tingkat Keparahan Pasien COVID-19.

Jurnal Medika Hutama.

Pratidina, G. (2022). Gambaran Penyakit Komorbid Pada Pasien COVID-19 Di Kabupaten Semarang Tahun 2021.

Hello Sehat. (2024). Gastropati Diabetik: Gangguan Pencernaan Akibat Diabetes Mellitus. Diakses Pada 12 November 2024, Dari [Https://Hellosehat.Com/Diabetes/Komplikasi-diabetes/Gastropati-diabetik/](

Https://Hellosehat.Com/Diabetes/Komplikasi-diabetes/Gastropati-diabetik/).

Inayatush Sholihah, 2021. Upaya Peningkatan Pengetahuan Tentang Efek Samping Obat Pada Warga Dasa Wisma Dalam Upaya Penerapan Farmakovigilans. Pakmas (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat). Vol 1 No 2.

Nur Rasdianah, 2022 . Gambaran Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik Di Puskesmas. Jurnal Delima Harapan , Vol 9 No 1

Justin J.Patricia. 2022. Fisiologi Pencernaan. National Library Of Medicine <Pesan Ini Diedit>

Raisa Daffa Zubair Dkk. 2023. Hubungan Antara Pola Makan Dan Stres Terhadap Kejadian Penyakit Gastritis Di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan Masyarakat.Vol 12 (2)

Syamsu Rijal. 2024. Karakteristik Penderita Gastroesophageal Reflux Disease. Fakumi Medical Journal:

Jurnal Mahasiswa Kedokteran. Vol 4 (5)

Hasan Darmawan. 2023. Sirosis Hepatis. Jurnal Ventilator: Jurnal Riset Ilmu Kesehatan Dan Keperawatan.

Vol 1 (4)

Prabata, A., Prahasary, A. N., & Govinda, A.2024. Potassium-competitive Acid Blocker Sebagai Alternatif Penghambat Pompa Proton Untuk Mengatasi Gejala Gastroesophageal Reflux Disease: Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 11(3), 6.

(32)

THANK

YOU.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pencernaan sangat mempengaruhi nutrisi yang dibutuhkan oleh anak, pada sistem pencernaan anak yang sehat maka akan mampu menyerap gizi dari makanan dan minuman

Yakni sistem organ manusia yang fungsinya menerima makanan, mencerna makanan, proses pencernaan makanan, menyerap zat-zat gizi yang dibawa kedalam

Ketidakeimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi, psikologis atau

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat

Nutrisi adalah substansi organik dan non organik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh tubuh agar dapat berfungsi dengan baik ( Kozier dalam Mubarak,

4.3.1.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan 4.3.1.4 Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi 4.3.2

peradangan penyakit, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakmampuan mencerna makanan, nyeri berhubungan dengan infiltrasi tumor, hambatan komunikasi verbal berhubungan

Sistem perkemihan berfungsi menyaring darah dari zat-zat yang tidak diperlukan tubuh dan menyerap zat yang masih