XI SKRIPSI
EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MA NW
RENSING RAJAK KELAS X MATERI MOMENTUM DAN IMPLUS
OLEH
LALU HISNUL HASAN NIM : 170108010
PROGRAM STUDI TADRIS FISIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2022
II
III
IV
V
VI MOTTO
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
VII PERSEMBAHAN
“Kupersembahakan skripsi ini intuk ibuku Hj.
Halimah dan Bapakku H. Lalu Azhari, almamaterku semua guru dan dosenku,teman temanku, dan semua orang yang berperan dalam setiap pagi dan malamnya.”
VIII KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, pertama-tama marilah kita panjatkan puja beserta puji syukur kita kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan kita berbagai nikmat dan karunia-nya terutama nikmat iman dan islam.
Kedua kali shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa agama ini dari agama jahiliyah menuju agama islam. Atas jasa beliau dan perjuangan beliau sehingga kita menikmati percikan pengetahuan keislaman, sehingga patutlah peneiti dapat dapat bersyukur atas selesainya proposal skripsi yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa MA NW Rensing Rajak Kelas X Materi Momentum Dan Implus” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka dari ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangung dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan proposal skripsi selanjutnya.
Mataram, 26 maret 2022
Penulis
IX DAFTAR ISI
COVER
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II ... 4
A. Efektifitas ... 4
B. Model Pembelajaran ... 5
C. Momentum dan Implus ... 11
D. Kerangka Pikir ... 19
E. Hipotesis ... 19
BAB III ... 21
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 21
B. Populasi dan Sampel ... 21
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
D. Variabel Penelitian ... 22
E. Desain Penelitian ... 22
F. Instrumen Penelitian ... 23
G. Prosedur Penelitian ... 23
H. Teknik Analisis Data ... 23
X
BAB IV ... 26
A. Hasil ... 26
B. Pembahasan ... 29
BAB V ... 31
A. Kesimpulan ... 31 DAFTAR PUSTAKA
XI DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 statistik deskriptif hasil belajar siswa kelas Xa dan Xb MA NW Rensing rajak (analisis SPSS 26), 26.
Tabel 4.2 hasil uji normalitas dengan SPSS 26, 28.
Tabel 4.3 uji homogenitas dengan SPSS 26, 29.
Tabel 4.4 Uji T menggunakan SPSS 26, 29.
1 DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penerapan gaya impulsif, 12.
Gambar 2.2 Grafik hubungan gaya terhadap waktu,12.
Gambar 2.3 Hukum kekekalan momentum, 14.
Gambar 2.4 Lenting sempurna, 16.
Gambar 2.5 Lenting sebagian,17.
Gambar 2.6 Tidak lenting sama sekali, 18.
2 DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 RPP dan SILABUS Lampiran 2 perangkat soal
Lampiran 3 perangkat soal yang sudah dijawab Lampiran 4 nilai- nilai siswa
Lampiran 5 photo kegiatan
Lampiran 6 surat surat dan kartu konsultasi
3 EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MA NW
RENSING RAJAK KELAS X MATERI MOMENTUM DAN IMPLUS
Oleh:
Lalu Hisnul Hasan 170108010 ABSTRAK
Penelitaiana ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan model kontekstual pada siswa MA NW Rensing Rajak kelas X dengan materi yang dipergunakan yakni materi momentum dan impuls. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan desain Quasi Eksperimen.Pada peroses penelitian ini memilikui tiga tahapan yakni: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahapan pelaksanaan dilakukan perlakuan pemberian materi dan pemberian test hasil belajar. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan nilai kelas kontrol dan kelas eksperimen sangat jauh berbeda dengan 79 untuk kelas kontrol dan 65,25 untuk kelas eksperimen. Sehingga dalam penerapan nya model kontekstual tidak dapat diterpakan di MA NW Rensing Rajak.
Kata kunci: efektifitas, momentum dan impuls, kontekstual
4 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sebelum pola pikir manusia berkembang pesat, terutama pemahaman filosofis terhadap kehidupan alamiah manusia serta berbagai macam pandangan tentang alam jagat raya ini, menurut kodratnya, manusia adalah mahluk yang selalu ingin tahu terhadap seluruh kehidupan yang dilakoninya.1 Tidak terkecuali pada dunia pendidikan, yang semakin hari semakin pesat perkembangn nya.
Dunia pendidikan pada saat ini memiliki banyak cara untuk membuat mutu pendidikan menjadi lebih berkualitas dan mewarnai dunia pada setiap negara, tidak terkecuali di Indonesia.
Di Indonesia sendiri pendidikan telah di atur dalam suatu undang-undang. Menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2
Sehingga Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Guru diharapkan harus bisa memilih dan memilah metode pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam proses belajar mengajar agar sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Namun permasalahan yang didapatkan adalah saat pembelajaran berlangsung didapatkan bahwa masih banyak siswa yang mengobrol dengan temannya sendiri, siswa cenderung pasif dalam pembelajaran serta guru masih menjadi pusat belajar dan siswa
1Herabudin, Ilmu Alam Dasar, (Bandung : Pustaka Setya,2013), hlm.17.
2Safarina eka indriyani, jurnal ilmiah pendidikan ipa.“ Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatife Tgt Terhadap Hasil Belajar Ipa Di Tinjau Dari Kemampuan Kerjasama".
Vol 5, No 1,2018, hlm 32.
5 lebih banyak mendengarkan. Oleh karena itu perlu diberikan metode pembelajaran yang tepat agar dapat hasil belajar sesuai harapan.3
Dalam penggunaannya sendiri metode pembelajaran ada bermacam-macam metode yang tertera dalam suatu model-model pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai peran strategis dalam upaya meningkatkan keberhasilan proses belajar mengajar terhadap siswa. Karena ia bergerak dengan melihat kondisi kebutuhan siswa, sehingga guru diharapkan mampu menyampaikan materi dengan tepat tanpa mengakibatkan siswa mengalami kebosanan. Penggunaan berbagai macam model atau pendekatan dalam mengajar menjadi keharusan bagi seorang guru didalam kelas ketika melakukan proses pembelajaran yang berlangsung. Keharusan tersebut tertuang dalam Permendiknas no. 16 tahun 2007 mengenai standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, kompetensi yang terkait dengan pengunaan berbagai macam model atau pendekatan dalam mengajar adalah kompetensi pedagogik.4 Selain itu, model pembelajaran yang menarik dapat merangsang semangat belajar peserta didik sehingga peserta didik terbantu untuk memperoleh ide-ide, pengalaman- pengalaman, fakta-fakta dan kecakapan yang pada akhirnya dapat menimbulkan keaktif pada diri peseta didik untuk mengembangkan ide-ide yang dimiliki peseta didik.5
Dari hasil wawancara dengan bapak Muslihin selaku guru mata pelajaran fisika di suatu sekolah suasta (MA NW Rensing) di rensing kecamatan sakra barat lombok timur mengatakan “ kami tidak menggunakan bermacam – macam model pembelajaran, dikarnakan disini kami hanya berusaha menyampaikan dengan maksimal agar materi pelajaran habis tepat pada waktunya, sehingga masalah nilai tidak terlalu difikirkan dan sudah pasti nilai fisika siswa
3Leksonowati Noermini, “ Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Tutorial Sebaya Dan Jigsaw Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Motivasi Belajar Dan Kecerdasan Emosional Siswa”, Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, Vol.7, Nomor 1, Januari 2019, hlm.19
4Ani Aisyah, Pendekatan Induktif Meningkatkan Kemampuan Generalisasi dan Self Comfident Siswa SMK, Volume 2 Nomor 1 Maret Tahun 2016, hlm 2-3
5Lissa Agnisa Fauzia, “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Diskusi Kelas terhadap Penurunan Miskonsepsi Siswa pada Pembelajaran Fisika SMA Materi IPBA,” 4.1 (2015), 26–
29.
6 tidak akan banyak yang mencukupi standar paling mentok diakan benar menjawab benar soal setengah nya dari keseluruhan ”6. Hal ini yang merangsang peneliti untuk mencoba meneliti suatu model pembelajaran yang diterapkan agar menciptakan suasana yang kondusip, aktif, dan membekas dikepala siswa yang akhirnya bisa menunjang pemahaman dan nilai akhirnya.
Dari banyak model yang ada, model yang menurut peneliti tepat untuk menciptakan suasana yang kondusip serta aktif yakni pembelajaran kontekstual. Dikarnakan model kontekstual memiliki sipat penekanan terhadap kehidupan sehari – hari yang membuat siswa tidak terlalu terbebani dengan kata belajar.
Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian denagan judul: Efektifitas Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa MA NW Rensing Rajak Kelas X Materi Momentum Dan Implus. Maka akan dilaksanakan penelitian di MA NW Rensing kelas X sebagai sampel ke efektifitasan model ini.
B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang tersebut dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kontekstual ?
2. Bagimanakah hasil belajar siswa yang tidak mengguanakan model pembelajaran kontekstual ?
3. Apakah model montekstual dapat dikatakan efektif atau tidak ? C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kontekstual.
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang tidak mengguanakan model pembelajaran kontekstual.
6 Muslihin, wawancara, 13 november 2021.
7 3. Untuk mengetahui model montekstual dapat dikatakan efektif
atau tidak.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan manfaat bagi peneliti pada hususnya, jikalau model ini dapat dikatakan efektif dan guru pada umumnya.
Untuk memeksiamalkan pembelajaran didalam kelas, sebagai penunjang nilai para siswa.
8 BAB II
KAJIAN TEORI A. Efektifitas
Efektivitas, berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata effective yang berarti tingkat pengadaan atau tingkat keberhasilan.
Menurut Supriyono “efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat tanggung jawab dengan sasaran yang dicapai. Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian tertentu maka dapat dikatakan semakin efektif unit tersebut.”7 Dalam pengertian lain menyatakan “efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya”.8 Sedarmayanti berpendapat “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama”.9 Dan Rima Adelina (2013) menjelaskan bahwa efektivitas pada dasarnya merupakan pencapaian hasil yang sesuai dengan tujuan seperti yang telah ditetapkan. Efektivitas berfokus pada hasil program atau kegiatan yang dinilai efektif apabila yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.10
Menurut Wulantika Arini, efektivitas merupakan suatu keadaan yang menunjukkan hasil ketercapaian atau keberhasilan dari suatu tujuan yang telah direncanakan. Jika hasil semakin mendekati tujuan maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya.11
7Supriyono, R.A. (2000). Sistem pengendalian manajemen. Yogyakarta: BPFE. h.33.
8 Siagian, Sondang P. (2001). Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara. h.24.
9 Sedarmayanti. (2009). Sumber daya manusia dan produktivitas kerja. Bandung: Mandar Maju.h.59.
10 Rima, Adelina. (2013). analisis efektivitas dan kontribusi penerimaan pajak bumi dan pangunan (pbb) terhadap pendapatan daerah di kabupaten gresik. Surabaya: UNS
11 Arini Wulantika . Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Praktikum Mata Pelajaran Pemrograman Web Siswa Kelas Xsmk Muhammadiyah 1 Bantul. Universitas Negeri Yogyakarta. (Yogyakarta. 2016)
9 Dari paparan pendapat yang ada dapat dikatakan efektivitas adalah suatu barometer atau ukuran penentuan hasil yang didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang dalam suatu masalah.
B. Model Pembelajaran
1. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan diguanakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran dan pengelolaan kelas.12
Dalam model pembelajaran yang dimaksud peneliti disini adalah model kontekstual. Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari- hari. Strategi pembelajaran kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas kehidupan nyata, sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.13
Menurut Univrsity of Washington, 2001 (dalam Trianto) pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswi TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam bidang dan tatanan
12 Trianto. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013 ), h. 51.
13Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h.81.
10 dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah masalah dunia nyata.14
Alfiansyah menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah model pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru yang diberikan di kelasdengan situasi dunia nyata siswa sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran afektif, yakni: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, dan penilaian sebenarnya.15
Menurut Rosi Yulistia Wati, model pembelajarn kontekstual adalah model pembelajaran yang membantu menekankan materi pembelajaran yang diterima oleh siswa didalam kelasdengan kondisi lingkungan nyata siswa, sehingga dalam menerima materi siswa tidak menjadi monoton hanya dilaksanakan didalam ruangan saja tetapi jugak dilaboratorium dan alam sekitar sehingga menekankan kepada pengalaman yang didapatkan.16 Dari pendapat yang ada, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran dalam kelas yang disandingkan dengan dunia luar kelas (keseharian), guna memicu keaktifan siswa didalam kelas untuk mengurangi suatu pembelajaran yang monoton.
2. Langkah-Langkah Pembelajaran kontekstual
Dalam pelaksanaan nya model kontekstual mmiliki 7 komponen yakni: konstruktivisme (construktivism), inkuiri
14 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana,2009), hlm. 105
15 Achmad Habib Alfiansyah, “Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Kompetensi Menggambar Dasar Pada Siswa Kelas X TPM SMK Negri 3 Surabaya”, Jurnal Pendidikan Tehnik Mesin, vol 03, Nomor 02, Oktober 2014, hlm 63
16 Rosi Yulistia Wati. 2019. Penerapan Pembelajaran Fisika Berbasis CTL (Contextual Teaching And Learning) Melalui Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Tata Surya Kelas VII MTs Al-Madaniyah Jempong Barat Kota Mataram. Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Nusa Tenggera Barat.
11 (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assesment).17
a. Konstruktivisme (constructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk kontekstual adalah teori pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan ini menekankan bagi siswa untuk membangun pengetahuan nya sendiri lewat proses belajar mengajar yang aktif. Sehingga dalam proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered.
Constructivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa, sehingga siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
‘mengkontruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
17 Trianto. (2013). Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, Dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Bumi Aksara
12 pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru yaitu memfasilitasi proses tersebut dengan pengetahuan bermakna dan relevan, memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Karenanya didalam model kontekstual, suatu pembelajaran yang menghubungkan antara konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan seberapa banyak yang diingat siswa.
b. Inkuiri (inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari: Observasi (observation), Bertanya (questioning), Mengajukan dugaan (hyphotesis), Pengumpulan data (data gathering), dan Penyimpulan (conclusion). Dengan langkah-langkah: Merumuskan masalah, Mengamati atau melakukan observasi, Menganalisis dan menyajikan hasil dalam (tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya), dan Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada (pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain).
13 c. Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari ‘bertanya’. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Suatu aktifitas bertanaya dapat dilakukan anatar siswa dengan siswa ataupun antar siswa dengan guru.
Hal semacam ini sering di temukan dalam diskusi, menemukan kesulitan, dalam pengamatan dan banyak lagi semacamnya yang aktifitas ini menimbulkan dorongan untuk bertanya.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman temannya.
Hasil belajar yang diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Seorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
14 Sehingga sangat diperlukannya masyarakat belajar ini untuk menunjang pengetahuan yang mungkin bisa di terima dengan lebih sederhana apa bila teman sejawat nya yang menjelaskan nya.
e. Pemodelan (modeling)
Dalam suatu pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seseorang bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Karnanya, pemodelan sangat di perlukan untuk mengembangkan pembelajaran dengan harapan secara menyeluruh dapat membantu mengatsasi keterbatasan yang dimiliki para guru.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa- apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan yang sebelumnya. Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses, pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Dalam peran nya seorang guru membantu siswa menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan yang baru. Sehingga pada diri siswa akan merasa telah mendapatkan suatu pembelajaran yang bermakna dan berguna tentang apa yang di baru dipelajarinya.
15 Kunci dari semua itu yakni bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
g. Penilaian autentik (authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar, tetapi dilakukan bersama-sama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran.
Karena assessment menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar fisika bagi para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata dikehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
16 fisika, tidak hanya saat siswa mengerjakan tes fisika.
Pengumpulan data yang demikian merupakan data autentik.
Penilaian autentik yang dilakukan, dapat dilaksanakan selama sampai sesudah proses pembelajaran dilaksanakan, bisa untuk penilaian jangka panjang dan jangka pendek. Yangmana dapat di ukur dengan keterampilan performansi, bukan sekedar mengingat fakta, terintegrasi, dapat digunakan sebagai feedback, dan berkesinambungan.
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Kontekstual a. Kelebihan
1) Pembelajaran yang di berikan menjadi lebih terarah dan nyata, dikarenakan siswa dituntut untuk menggabungkan isi pembelajaran dengan dunianya diluar sekolah.
2) Berfungsi secara fungsinal, yang menyebabkan materi yang diajarkan akan tertanam dalam benak siswa tersebut yang tidak mudah untuk dilupakan begitu saja.
3) Pembelajaran lebih produktif dan dapat menimbulkan pengetahuan konsep. Karna langsung diberikan tempat kegunaan dari materi yang diajarkan.
b. Kekurangan
1) Guru tidak lagi berperan aktif untuk menyampaikan materi karena siswa sendirilah yang harus berperan aktif dalam mencari materi. Hal ini dikarenakan siswa dipandang sebagai seorang individu yang sedang berkembang. Sehingga peran guru bukanlah sebagai sumber utama pemberian materinya melainkan guru sebagai pembimbing dari peroses pembelajaran yang sedang berlaku di dalamkelas.
2) Disini guru berperan ekstra , dikarenakan guru tidak mengarahkan siswa dalam mencari jawaban atas permasalahan yang ada.
17 C. Momentum dan Implus
1. Momentum
Momentum merupakan suatu besaran yang dimiliki benda yang bergerak. Momentum dari suatu benda yang bergerak didefinisikan sebagai hasil kali massa dan kecepatannya.
→= → Keterangan :
→: Momentum Linier (Kg m/s) m : Massa Benda (Kg)
→: Kecepatan Benda (m/s)
Momentum diperoleh dari hasil kali besaran skalar massa dengan besaran vektor kecepatan sehingga momentum termasuk besaran vektor. Arah momentum searah dengan arah kecepatan.
Besarnya momentum suatu benda itu ditentukan dengan massa dan kecepatannya sekaligus.18 Misalkan ada dua mobil bermassa sama tetapi bergerak dengan kecepatan yang berbeda, yaitu satu kecepatannya tinggi satunya lagi kecepatannya rendah. Mobil dengan kecepatan tinggi akan mempunyai momentum yang lebih besar dari pada mobil dengan kecepatan rendah. Makin besar momentum yang dimiiki suatu benda, makin sulit untuk menghentikannya. Hal ini berarti benda yang mempunyai momentum lebih besar akan lebih sulit untuk dihentikan dari gerakannya daripada benda yang mempunyai momentum lebih kecil. Begitu pun dengan efek yang ditimbulkannya akan lebih besar juga apabila diberhentikan. Maka momentum kemudian dapat dipahami sebagai ukuran kesukaran memberhentikan benda yang bergerak.19
18 Mikrajuddin Abdullah, Fisika Dasar 1 (Bandung: ITB, 2016), h. 435.
19 Marthen Kanginan, Fisika Untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013 (Cimahi:
Erlangga, 2016), h. 412.
18 2. Impuls
Dalam kehidupan sehari – hari dalam suatu permainan sepak bola misalnyaatau permainan biliar, suaatu bola yang diam kemudian di berikan gaya yang membuat dia bergerak meninggalkan posisinya. Sehingga pada saat bola diberikan gaya kontak dengan selang waktu yang sangat singkat maka inilah yang disebut dengan gaya impulsif.
Gambar 1
Sehingga dapat dikatakan gaya impulsif nmengawali suatu persepatan yang membuat suatu benda yang terkena gaya tersebut semakin cepat. Gaya mulai dari nol pada saat t₁, kemudian bertambah nilainya secara cepat ke suatu nilai puncak dan turun drastis secara cepat ke nol pada saat t₂. Variasi gaya impulsif terhadap waktu ditunjukkan oleh grafik F-t. Semakin lama gaya impulsif bekerja, maka akan semakin cepat bola bergerak.
19 Gambar 2
Apabila gaya impulsif yang berubah terhadap waktu adalah gaya rata-rata konstan → , maka kecepatan bola sesaat setelah diberi gaya impulsif adalah sebanding dengan hasil kali gaya impulsif rata – rata → dan selang waktu singkat selama gaya impulsif bekerja ∆t yang disebut sebagai impuls dan diberi lambang →20 dengan perumusan :
→ = →∆t
Keterangan
I→ : Impuls (N.s)
→ : Gaya (N)
∆t : Selang Waktu (s)
Sehingga impuls merupakan hasil kali antara besaran vektor gaya ( →) dengan besaran sekalar (∆t) sehingga impuls termasuk besaran vektor. Arah impuls searah dengan arah gaya impulsif.21 3. Hubungan Momentum dan Impuls
Dalam kehidupan sehari hari suatu momentum dan impuls pasti ada dalam pikiran dan kehidupan nyata kita. Suatu momentum dan impuls akan dapat berhubungan pada keseharian maupun dalam pembelajaran materi fisika yang diajarkan di
20 Raymond A. Serway and John W. Jewett, Fisika Untuk Sains Dan Teknik Buku 1 Edisi 6 (Jakarta: Salemba Teknik, 2010), h. 390.
21 Marthen Kanginan, Fisika Untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013...., h. 411 .
20 sekolah. Secara perumusan hubungan dapat dirumuskan dengan melihat fenomena, jika sebuah benda yang bermasa m, yang bergerak dengan kecepatan awal →, karna suatu gaya kecepatn berubah menjadi →.
Hubungan momentum dan impuls diturunkan dari Hukum II Newton yang mana.
→ = →
Dengan → adalah percepatan rata rata → = ∆ ∆ = ∆ , maka
→= ∆
→ ∆t = →− →
Jika, → ∆t = →, → = →, dan → = →. Sehingga dapat dituliskan dengan sistematis sebagai berikut :
→ = →− →
→= ∆ →
Keterangan :
→ : Impuls (N.s)
∆ → : Perubahan Momentum (Kgm/s)
Rumus tersebut dikenal dengan nama teorema impuls- momentum yang berbunyai “ Impuls yang dikerjakan suatu benda tersebut, yaitu selisih antara momentum akhir dan momentum awalnya”.22 Dalam pengaplikasiannya dapat dilihat dari: tabrakan dijalan raya, permainan tinju, permainan billiyar, dan lain lain.
22 Ibid, h. 414.
21 4. Hukum Kekekalan Momentum
Dalam suatu pengaplikasian momentum dan impuls, sedikit nya ada dua buah benda yang ikut terlibat dalam penomena tersebut. Sehingga seorang ilmuan berkebangsaan belanda yang bernama Huygens melakukan eksperimen dengan bola bilyar untuk menjelaskan penomena yang terjadi. Hal ini dikarenakan suatu benda yang memiliki momentum yang sama ataupun berbeda yang akan bertumbukan akan melepaskan diri setelahnya.
Sehingga penomena inilah yang dinamakan kekekalan momentum.
Gambar 3
Dengan menganalisis gambar yang ada, maka dapat diketahui bahwa ilustrasi Hukum Kekekalan Momentum ternyata sesuai dengan pernyataan Hukum III Newton. Yang mana kedua benda mengakibatkan terjadinya gaya –reaksi setelah tumbukannya. Penurunan rumus secar umum dapat dilakukan dengan meninjau gaya interaksi saat terjadnya tumbukan dengan dasar Hukum III Newton.
→aksi = - →reaksi
→ = - →
Suatu implus yang terjadi pada interval waktu ∆t adalah → ∆t = -
→ ∆t. Yang mana kita ketahui bahwa → = → ∆t = ∆ →, maka persamaannya menjadi :
∆ → = −∆ →
→ - → = - ( → - → )
→+ → = → + →
→ + → = → + →
Jumlah Momentum Awal = Jumlah Momentum Akhir
22 Keterangan :
→, → : Momentum benda 1dan 2 sebelum tumbukan (Kg m/s)
→, → : Momentum benda 1 dan 2 setelah tumbukan (Kg m/s)
, : Massa benda 1 dan 2 (Kg)
→, → : Kecepatan benda 1 dan 2 sebelum tumbukan (m/s)
→ , → : Kecepatan benda 1 dan 2 setelah tumbukan (m/s) Persamaan diatas dianamakan dengan Hukum Kekekalan Momentum. Hukum ini menyatakan bahwa “ Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka momentum total sesaat sebelum tumbukan sama dengan momentum total setelah tumbukan ”. Sehingga momentum total sistem konstan jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem.23 Maksudnya adalah momentum total sebelum dan sesudah tumbukan sama.
5. Tumbukan
Saat terjadinya alam semesta ataupun dalam peroses pembentukan galaksi bimasakti, tumbukan sudah ada mewarnai peroses tersebut dan masih kita jumpai sampai sekarang. Dalam konsepnya tumbukan terjadi apabila suatu benda mengenai benda yang bergerak atau diam yang didalam nya berlaku hukum kekekalan momentum, yangmana berdasarkan sifatnya tumbukan dibedakan menjadi tega jenis yaitu tumbukan lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting sama sekali.
a. Tumbukan Lenting Sempurna
Dalam kondisi ini terjadi hukum kekekalan momentum dan hukum keekekaloan energi. Yang mana dimaksudkan pada saat bertumbukan benda tidak kehilangan energi kinetik yang menyebabkan energi total sebelum dan sesudah tumbukan tetap. Dalam arti energi kinetik dari setiap benda yang bertumbukan bisa berubah tetapi eneergi kinetik total sistem
23 Mikrajuddin Abdullah, Fisika Dasar 1…., h. 456 Abdullah.
23 tetap.24 Secara sederhana artinya suatu tumbukan antara benda 1 dan benda 2 terjadi karena dua buah benda bergerak berlawanan arah dan setelah terjadi tumbukan dua buah benda saling menjauhi atau melawan arah sebelumnya. Sehingga pada penomena ini nilai koefisien restitusi pada tumbukan ini adalah 1 (e = 1).
Gambar 4
e = ( ( → → →→ ) ) = 1
Keterangan :
e : Koefisien Elastisitas
→, → :Kecepatan benda 1 dan 2 sebelum tumbukan (m/s)
→ , → : Kecepatan benda 1 dan 2 setelah tumbukan (m/s) b. Tumbukan Lenting Sebagian
Pernahkah anda memperhatikan bola yang jatuh atau motor yang menabrak tembok. Penomena semacam ini sering kita lihat, tapi tidak terlintas bahkan tidak pernah kita analisa secara keilmuan fisika.
Dalam fisika penomena seperti ini di sebut dengan tumbukan lenting sebagian, dalam materi momentum dan impuls. Syarat dua buah benda mengalami tumbukan lenting sebagian jika pada tumbukan itu berlaku hukum kekekalan momentum namun hukum kekekalan energi kinetik tidak
24 David Halliday, Robert Resnick, and Jearl Walker, Fisika Dasar Edisi Ketujuh Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 240.
24 berlaku karna sebagian energi kinetik berubah menjadi energi bentuk lain seperti panas, bunyi, dan sebagainya. Secara sederhana penomena ini terjadi ketika salah satu benda yang bertumbukan ada yang bergerak dan diam. Nilai koefisien restitusi pada tumbukan ini berkisar antara nol sampai satu (0
< e < 1).
Gambar 5
Pada konteks bola yang di jatuhkan dari ketinggian h, sehingga dipantulkan dengan ketinggian ℎ , maka akan memiliki koefisien elastisitas sebesar :
e = Keterangan :
e : Koefisien Elastisitas h : Tinggi Benda Semula (m) ℎ : Tinggi Pantulan Benda (m)
Namun pada konteks tumbukan secara horizontal kita juga bisa menggunaka rumus ini dengan memasukkan jarak sebelum dan sesudah.
c. Tumbukan Tidak Lenting Samasekali
Suatu tumbukan dikatakan tidak lenting sama sekali apabila suatu tumbukan berlakyu hukum kekekalan eneergi dan tidak berlaku hukum kkkalan kinetik. Pada tumbukan tidak lentinng samasekali, setelah tumbukan kedua benda bersatu dan bergerak bersama-sama dengan kecepatan yang
25 sama.25 Sehingga kecepatan kedua benda sesudah tumbukan sama, yaitu →= → = →. Dengan koefisien restitusi nya e = 0
e = ( ( → → →→ ) ) = 0 Keterangan :
e : Koefisien Elastisitas
→, → :Kecepatan benda 1 dan 2 sebelum tumbukan (m/s) → , → : Kecepatan benda 1 dan 2 setelah tumbukan (m/s)
Gambar 6
25 Douglas C. Giancoli, Fisika Prinsip Dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 1 (Jakarta:
Erlangga, 2014), h. 225.
26 D. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori hubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting.26 Kerangka berpikir secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen.
Sehingga kerangka berpikir pada penelitian ini dijelaskan dengan bagan-bagan sebagai berikut.
26Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.h. 91.
Rendahnya nilai siswa dikarnakan tidak mementingkan model yang menyebabkan nilai siswa rendah
Penggunaan model kontekstual dalam materi momentum dan impuls
Kelas kontrol Kelas eksperimen
Model konvensional Model kontekstusl
hasil
27 E. Hipotesis
Hipotesis berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang artinya di bawah dan “thesa” yang artinya kebenaran. Hipotesis secara etimologis artinya kebenaran yang masih diragukan. Jadi dapat disimpulakan bahwa hipotesis adalah dugaan sementara yang masih diragukan kebenarannya dan membutuhkan pembuktian secar empiris.27
Lebih spesifik lagi hipotesis diterangkan oleh Sugiono 2014, mengatakan: Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoretis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.28
Sehingga hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Suatu hipotesis akan diterima apabila data yang dikumpulkan mendukung pernyataan dan sebaliknya apabila data yang dikumpulkan tidak mendukung pernyataan maka hipotesis ditolak. Hipotesis penelitian ini adalah “siswa yang dibelajarkan dengan model kontekstual hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model konvensional”.
Oleh karena itu dalam penelitian ini hipotesis (H1) berbunyi
“Terdapat Efektifitas Model Pembelajaran Kontekstual Siswa MA NW Rensing Kelas X Materi Momentum Dan Implus”.
27 Beni Ahmad Saebani. Metode Penelitian. (Bandung: CV Pustaka Setia), hlm. 145
28 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D) (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 64.
28 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelititan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali.29
Desain yang dipakai adalah Quasi Eksperimen Design, desain ini dipilih karena peneliti tidak dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen.30
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetepkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.31 Populasi dalam penelitian ini yaitu semua kelas Xa, b, dan c dengan 76 siswa MA NW Rensing Rajak tahun ajaran 2021/2022.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. 32 Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling.
Pemakaian teknik ini dikarnakan semua populasi memiliki karakteristik hampir sama sehingga pengambilan sampel di acak dan teknik ini tergolong teknik sampling probability sampling.
Disini peneliti nantinya akan mengambil dua kelas kelas untuk di jadikan sampel penelitian yakni kelas X a dan b. Dengan jumlah
29 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D) (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 107.
30 Ibid, h. 114.
31 Ibid, h.117.
32 Ibid, h. 118
29 sampel 40 siswa yang terdiri dari 20 siswa kelas kontrol dan 20 siswa kelas eksperimen.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 16 februari tahun 2022 seminggu kedepannya, bertempat di MA NW Rensing Rajak.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi yang kemudian di tarik kesimulannya.33Variabel yang di gunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah perlakuan. Untuk kelas eksperimen pembelajarannya diberikan perlakuan penggunaan metode pembelajaran berbasis CTL learning dan kelas kontrol diberikan perlakuan berupa pembelajaran konvensional. 34 Sehingga pada penelitian ini pariabel bebas yang akan dipilih oleh peneliti yakni model pembelajarannya dengan model kontekstual.
2. Variabel Terikat
Sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.35 Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya yaitu hasil belajar siswa.
33Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan(Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D) (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 60.
34Nainggolan, Arisan Candra. Penerapan pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa SMP Pencawan Medan. Medan: Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas katolik Santo Thomas SU. Vol 2, Edisi 2, September 2015, Hal 107-118.
35 Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta.
30 E. Desain Penelitian
Pada penelitian ini di gunakan quasi exsperimental reasearch randomized control group only pascatest desigen. Desain ini menentukan pengaruh perlakuan dengan hanya membandingkan rata-rata pascatest antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol atau kelompok pembanding.36
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang di gunakan peneliti untuk membantu mengumpulkan data dan informasi informasi yang di butuhkan untuk menunjang jalannya penelitian. Dalam penelitian ini instrumen yang di gunakan untuk membantu mengumpulkan data yakni: tes hasil belajar siswa.
Tes hasil belajar siswa ranah kognitif berupa soal pilihan ganda dengan jumlah 20 butir soal yang nantinya kan melewati uji validitas ahli dan uji reliabilitas.
G. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini prosedur penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan, peneliti mengurus perizinan kepada pihak sekolah perihal kegiatan yang akan dilaksanakan di MA NW Rensing Rajak.
Kemudian peneliti melakukan observasi mengenai kelas yang akan menjadi sasaran penelitian yang akan dijadikan sampel. Peneliti melakukan kesepakatan dengan guru pengampu mata pelajaran fisika di MA NW Rensing Rajak terkait waktu dan materi yang akan di ajarkan. Selama peroses persiapan peneliti melakukan kajian pustaka yang relevan terhadap penelitian yang akan dilakukan serta melakukan penyusunan proposal penelitian. Serta peneliti menyusun RPP dan instrumen yang akan digunakan dalam peroses pelaksanaan penelitian.
Pada tahap pelaksanaan penelitian di MA NW Rensing Rajak, peneliti akan lansung memberikan perlakuan terhadap kelas yang
36 Sanjaya. Wina (2014). Penelitian pendidikan, jenis, metode, dan prosedur. Jakarta:
Kencana. h. 101
31 akan menjadi sampel. Dengan menerapkan model yang menjadi tajuk dalam penelitian ini. Setelah itu peneliti akan memberikan postest pada siswa untuk melihat perolehan hasil belajar.
Pada tahap akhir penelitian, peneliti melakukan analisis data untuk melihat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini dilakukan untuk melihat hasil antara model konpensional ( model yang diterapkan guru ) dan model kontekstual ( model yang diperlakukan peneliti) pada materi momentum dan impuls.
Untuk melihat hasil pencapaian siswa dalam pembelajaran yang dilakukan kelas eksperimen dan kontrol peneliti melakukan penilaian individu dengan menggunakan rumus:
x 100 H. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui suatu data normal atau tidak, sehingga apabila data yang di hasilkan normal maka di gunakan alat statistik parametrik, dan apa bila sebaliknya maka akan digunakan alat statistik nonparametrik. Sehingga nantinya uji ini sebagai salah satu uji prasyarat untuk melakukan uji komparasi ataupun uji korelasi.
Uji normalitas ini akan menggunakan Kolmogrov- Smirnov, dikarnakan sampel dari masing masing perlakuan kurang dari 30 dengan menggunakan SPSS 26 dengan tingkat kompidensi 95%
dengan toleransi 5% /(0,05).
Dengan kriteria apabila jika nilai signifikansi lebih besar dari nilai toleransi (0,05) maka data dapat diakatakan normal (sig >
0,05). Sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil tingkat toleransi (0,05) maka data dikatakan tidak normal (sig < 0,05).
2. Uji Homogenitas
Setelah uji normalitas dilakukan maka selanjutnya dilakukan uji prasyarat yang kedua / yang terakhir. Uji ini memiliki 2 macam uji yakni uji homogenitas dan uji linearitas. Dengan uji homogenitas di peruntukkan untuk data komparasi dan uji
32 linearitas diperuntukkan untuk data korelasi. Dikarnakan data dari penelitian ini akan menghasilkan data komparasi, maka uji yang akan dilakukan adalah uji homogenitas dengan menggunakan SPSS dengan uji levene. Dengan kriteria apabila nilai signifikansi lebih besar dari pada nilai toleransi (0,05), maka data dikatakan homogen dan tidak homogen apabila di dapatkan hasil yang sebaliknya.
Uji homogenitas merupakan uji prasyarat untuk melakukan uji komparasi, yang mana untuk mengetahui suatu varian data seimbang atau tidak / homogen atau tidak.
3. Uji Hipotesis
Terdapat beberapa macam teknik statistik yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis yang bukan berbentuk perbandingan atau pun hubungan antara dua variabel atau lebih pengujian hipotesis mengunakan uji t ( tail test )37. Maka dalam penelitian ini menggunakan uji t independen dalam SPSS 26 dengan hipotesis yang akan di uji peneliti yakni:
Ho : Tidak Terdapat Efektifitas Model Pembelajaran Kontekstual Siswa MA NW Rensing Kelas X Materi Momentum Dan Implus.
H1 : Terdapat Efektifitas Model Pembelajaran Kontekstual Siswa MA NW Rensing Kelas X Materi Momentum Dan Implus.
Dengan kriteria Ho diterima apabiala nilai uji t signifikansinya lebih besar dari nilai margin errornya (sig < 0,05).
Dan H1 diterima apabiala niali signifikansi lebih besar dari nilai margin error (sig > 0,05).
37 Ibid, h. 116
33 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab iniakan di uraikan dan membahas hal hal yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti mulai gambaran persiapan pengambilan data,pengujian hipotesis, dan pembahasan berdasarkan data yang diperoleh sesuai dengan tekniknik dan prosedur pengambilan data dalam penelitian ini.dalam bab ini jnuga akan membahas tentang hasil penelitian dari kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam data yang dihasilkan.
A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriftif
Dalam penelitian yang telah dilakukan di MA NW Rensing Rajak kelas X, dengan kelas Xa menjadi kelas kontrol menggunakan metode konvensional dan kelas Xb sebagai kelas eksperimen menggunakan metode pembelajaran kontekstual.
Analisis ini di maksudkan untuk menggambarkan skor hasil belajar fisika peserta didik materi momentum dan impuls dengan pemaparan skor tinggi rendah siswa serta nilai rata – rata dan standar deviasi yanmg bertujuan mengetahui gambaran umum tentang perbandingn hasil belajar fisika materi momentum dan impuls dengan menggunakan metode konvensional dan model kontekstual. Adapun analisis deskriftif dari kedua model yang ada di dapati hasil yangmana akan di paparkan dalam tabel sebagai berikut :
a. Hasil Analisis Data Belajar Kelas Kontrol (Xa) Dan Kelas Eksperimen (Xb)
34 Tabel 4.1. statistik deskrptifhasil belajar siswa kelas Xa dan Xb MA NW Rensing Rajak (analisis SPSS 26)
Descriptives
KELAS Statistic Std. Error
1 Mean 79,00 2,311
95% Confidence
Interval for Mean Lower
Bound 74,16
Upper
Bound 83,84
5% Trimmed Mean 79,44
Median 85,00
Variance 106,842
Std. Deviation 10,336
Minimum 60
Maximum 90
Range 30
Interquartile Range 18
Skewness -,855 ,512
Kurtosis -,805 ,992
2 Mean 65,25 2,161
95% Confidence
Interval for Mean Lower
Bound 60,73
Upper
Bound 69,77
5% Trimmed Mean 65,28
Median 65,00
Variance 93,355
Std. Deviation 9,662
Minimum 50
Maximum 80
Range 30
Interquartile Range 15
Skewness ,165 ,512
35
Kurtosis -1,022 ,992
Berdasarkan tabel 4.1. di perlihatkan dua hasil sekor yang di dapatkan kedua kelas, yang mana kelas 1 merupakan kelas kontrol dan kelas 2 merupakan kelas eksperimen. Di dalam tabel juga di berikan hasil mean, median, nilai maxsimum, nilai minimum, standar deviasi dan lain – lain.
Mean adalah nilai rata – rata semua siswa yang di dapatkan dari penjumlahan semua nilai dan seterusnya di bagi dengan semua siswa. Median adalah nilai yang terdapat pada tengah - tengah data yang di sajikan.
Nilai maksimum adalah nilai tertinggi yang di dapatkan siswa. Nilai minimum adalah nilai terrendah yang didapatkan siswa.
Pada kelas 1 (kontrol) didapatkan nilai rata – rata 79, dengan median 85, dan nilai tertinggi 90, serta nilai terrendah yang didaptkan 60. Dan pada kelas 2 (eksperimen) terdapat nilai rata – rata 65,25, dengan median 60, nilai tertinggi 80, dan nilai terrendahnya 50.
Berdasarkan hasil tabel dilihat dari hasil nilai rata – rata siswa kelas kontrol lebih tinggi dibanding nilai rata – rata kelas eksperimen.
b. Analisis Inferensial
Analisis infrensial dimaksudkan untuk keperluan pengujian hipotesis penelitian yang di ajukan dengan beberapa pengujian, yakni uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis.
1) Uji Normalitas
Uji normalitas data adalah uji prasyarat tentang kelayakan data untuk dianalisis dengan menggunanakan statistik parametrik atau statistik nonparametrik. Melalui uji normalitas ini suatu sebaran data bisa diketahui sebaran data normal atau tidak. Adapun hasil perhitungan uji normalitas
36 dari semua sampel di perlihatkan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.2. hasil uji normalitas dengan SPSS 26 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz ed Residual
N 20
Normal Parametersa,b Mean ,0000000 Std.
Deviation 9,62319989 Most Extreme
Differences Absolute ,124
Positive ,124
Negative -,114
Test Statistic ,124
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa data terdistribusi normal dengan signifikansi (0,200), yang mana nilai tersebut lebih besar dari margin error (0,05). Data ini di dapatkan dengan mencari nilai residual seluruh sampel terlebih dahulu sehingga tampilan nya hanya ada satu tabel saja.
Dan untuk diketahui juga data uji ini menggunakan kolmogorov – samirnov test.
2) Uji Homogenitas
Setelah dilakukan nya uji normalaitas maka akan dilakukan uji homogenitas. Uji ini diperuntukkan untuk mengetahui apakah varian data seimbang atau homogen. Uji homogenitas disajikan pada tabel sebagai berikut:
37 Tabel 4.3. uji homogenitas dengan SPSS 26.
Test of Homogeneity of Variances Levene
Statistic df1 df2 Sig.
nilai Based on Mean ,351 1 38 ,557
Based on Median ,011 1 38 ,918
Based on Median and
with adjusted df ,011 1 30,930 ,918
Based on trimmed mean ,245 1 38 ,624
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa data yang didapat homogen dengan signifikansi (0,557).
Data ini dikatakan homogen karena margin error (0,05) lebih kecil dibandingkan nilai signifikansi ( 0,05 < 0,557).
3) Uji Hipotesis
Setelah dilakukan nya dua uji prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas, yang menghasilkan data terdistribusi normal dan data seimbang atau homogen, maka dilakukanlah uji hipotesis. Uji hipotesis ini di peruntukkan pembuktikan kebenaran serta menjawab hipotesis yang di paparkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini uji yang digunakan dalam uji hipotesisnya yakni uji t.
Tabel 4.3. Uji T menggunakan SPSS 26.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi kelas 2 (eksperimen) lebih kecil dengan
38 nilai margin errornya (0,05). Sehingga dapat dikata kan H1 di tolak dan H0 diterima, dengan (0,05 >
0,00).
B. Pembahasan
1. Gambaran Hasil Belajar Peserta Didik Dengan Metode Kontekstual
Pada kelas eksperimen yakni kelas Xb yang menggunakan model pembelajaran kontekstual pada materi momentum dan impuls. Pada proses pembelajaran berlangsung peneliti mencoba menggabungkan berbagai model pembelajaran seperti ceramah, diskusi kelompok, eksperimen dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kontekstual itu sendiri. Di karenakan banyaknya perlkuan yang dilakukan dalam model ini sehingga membuat peserta didik menjadi tidak pokus dan bahkan membosankan untuk di ikuti bahkan minat belajar fisika terlihat semakin berkurang. Kemungkinan besar juga dikarenakan si penyampai materi dalam hal ini peneliti, kurang menarik dalam penampilan dan penyampaian, sehingga membuat ketertarikan menjadi turun.
Hal ini di buktikan dari sekor hasil belajar yang di dapatkan peserta didik pada kelas ini dengan mayoritas di bawah KKM yang di tentukan. Sehingga didapatkan kesimpulan akhir bahwa, sesuai dengan teori dan hipotesis penerapan model kontekstual belum tentu meningkatkan hasil belajar dan ketertarikan belajar peserta didik.
2. Gambaran Hasil Belajar Peserta Didik Dengan Metode Konpensional (Model Ceramah)
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan model ceramah siswa terpokus pada satu arah, dan mendengarkan dengan seksama penjelasan penyampaian materi. Terlihat situasi kondusif, dan bisa dikendalikan oleh penyampai materi dalam hal ini guru mata pelajaran fisika, sehingga hasil evaluasi yang didapat mayoritas melebihi nilai yang di tetapkan. Hal ini juga di dukung oleh
39 adaptasi peserta didik dan pemberi materi sehingga materi bisa di serap dengan mudah dan sempurna.
40 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulakan sebagai berikut:
1. Dari hasil belajar siswa MA NW Rensing Rajak pada materi momentum dan impuls, didapatkan nilai rata – rata yang yang signifikan antara kelas kontrol dan keras eksperimen, dengan nilai evaluasi 79 untuk kelas kontrol dan 65,25 untuk kelas eksperimen.
2. Gambaran hasil belajar siswa MA NW Rensing Rajak pada materi momentum dan impuls di dapatkan hasil tertinggi 80, dan terrendah 50 dengan menggunakan model kontekstual pada kelas eksperimen yang mana dengan frekuensi 20 siswa dengan nilai rata – rata 65,25.
3. Model pembelajaran kontekstual yang di terapkan di MA NW Rensing Rajak pada materi momentum dan impuls, tidak dapat dinytakan efektif. Hal ini dikarenakan nilai uji hipotesis yang didapatkan dengan mengguknakan uji t belum bisa melebihi margin error (0,05) dari nilai signifilkansi yang didapatkan.
Kemungkinan ada beberapa faktor yang menyebabkan hasil eksperimen tidak seperti yang di harapkan seperti: adaptasi antar penyampai materi dan peserta didik, penampilan yang kurang menarik, dan bisa saja kerumitan metode yang menyebabkan hilangnya fokus untuk menyerap pembelajaran.
XI DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin, Fisika Dasar 1 (Bandung: ITB, 2016)
Achmad Habib Alfiansyah, “Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Kompetensi Menggambar Dasar Pada Siswa Kelas X TPM SMK Negri 3 Surabaya”, Jurnal Pendidikan Tehnik Mesin, vol 03, Nomor 02, Oktober 2014, hlm 63
Alma, Buchari. Kewirausahaan untu Mahasiswa dan Umum.Bandung:
Alfabeta, 2010.
Ani Aisyah, Pendekatan Induktif Meningkatkan Kemampuan Generalisasi dan Self Comfident Siswa SMK, Volume 2 Nomor 1 Maret Tahun 2016.
Arini Wulantika. (2016). Efektivitas Pembelajaran Kontekstual Praktikum Mata Pelajaran Pemrograman Web Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah 1 Bantul. Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.
Firdha Choirun Nisa , Albertus D Lesmono , Rayendra W Bachtiar. “ Model Pembelajaran Kontekstual Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, And Transferring (React) Dengan Simulasi Virtual Dalam Pembelajaran Fisika Di SMA (Materi Momentum, Impuls Dan Tumbukan Kelas X SMAN 2 Jember)”. Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol. 7 No. 1, Maret 2018, hal 8-14
Giancoli, Douglas C., Fisika Prinsip Dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2014)
Halliday, David, Robert Resnick, and Jearl Walker, Fisika Dasar Edisi Ketujuh Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2010)
Herabudin, Ilmu Alam Dasar, (Bandung : Pustaka Setya,2013), hlm.17.