STILISTIKA DAN RAGAM BAHASA MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Stilistika Dosen Pengampu: Dr. Abdul Kosim, M.Ag.
Disusun oleh:
Ainaya Salsabila 1222120010
Amelia Sukmawati 1222120012
Mochammad Hilman Maolana 1222120040
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
"Stilistika dan Ragam Bahasa". Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah stilistika, dengan tujuan untuk memahami lebih dalam mengenai stilistika sebagai ilmu yang mempelajari gaya bahasa serta ragam bahasa yang digunakan dalam berbagai konteks komunikasi.
Stilistika memiliki peranan penting dalam analisis teks, baik dalam sastra maupun dalam komunikasi sehari-hari. Melalui stilistika, kita dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai elemen bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan pesan, menciptakan suasana, dan membangun karakter.
Selain itu, ragam bahasa yang beragam, baik formal maupun informal, memberikan warna tersendiri dalam komunikasi, mencerminkan konteks sosial, budaya, dan situasi di mana bahasa tersebut digunakan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi referensi yang baik dalam memahami stilistika dan ragam bahasa.
Bandung, 7 April 2025
Kelompok 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I...1
PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...1
C. Tujuan... 1
BAB II...3
PEMBAHASAN...3
A. Formalitas Ragam Bahasa...3
B. Karakteristik Bahasa Ilmiah...6
C. Karakteristik Bahasa Sastra...8
BAB III...13
PENUTUP...13
A. Simpulan...13
DAFTAR PUSTAKA...14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stilistika merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari penggunaan bahasa dalam konteks sastra dan komunikasi. Fokus utama stilistika adalah pada keindahan, keunikan, dan efektivitas bahasa yang digunakan oleh penulis atau pembicara untuk menyampaikan pesan. Dalam konteks ini, ragam bahasa merupakan komponen penting yang memengaruhi cara pesan diterima dan dipahami oleh audiens. Faktor-faktor seperti situasi, tujuan komunikasi, latar belakang sosial, dan budaya penutur memengaruhi ragam penggunaan bahasa.
Stilistika sangat penting dalam analisis karya sastra, baik prosa, puisi, maupun drama. Dengan menggunakan stilistika, kita dapat mengidentifikasi gaya bahasa, pilihan kata, struktur kalimat, dan perangkat sastra yang digunakan penulis untuk menghasilkan efek tertentu. Di sisi lain, ragam bahasa mencakup variasi bahasa yang muncul dalam berbagai konteks, seperti bahasa formal, informal, bahasa daerah, dan bahasa khusus yang digunakan dalam konteks tertentu.
Pemahaman yang mendalam tentang ragam bahasa dan stilistika dapat membantu membaca dan menulis dan berkomunikasi lebih baik secara keseluruhan. Dengan mempelajari stilistika, kita dapat lebih menghargai keindahan bahasa dan memahami bagaimana penulis menggunakan bahasa untuk membangun makna dan emosi dalam karya mereka. Selain itu, memahami ragam bahasa membantu kita beradaptasi dengan berbagai situasi komunikasi, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh audiens yang berbeda
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan formalitas ragam bahasa ? 2. Apa itu karakteristik bahasa ilmiah ?
3. Apa itu karakteristik bahasa sastra ? C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan formalitas ragam bahasa 2. Mengetahui apa itu karakteristik bahasa ilmiah
3. Mengetahui apa itu karakteristik bahasa sastra
BAB II PEMBAHASAN
A. Formalitas Ragam Bahasa
Setiap individu memiliki kemampuan berbahasa yang berbeda, dan hal ini bisa diukur dari seberapa banyak kosakata yang dikuasainya. Semakin luas kosakatanya, semakin tinggi pula keterampilan berbahasanya.
Kosakata yang kaya juga menunjukkan tingkat pengetahuan, kecerdasan, dan pengalaman seseorang. Bahasa Indonesia mengalami perubahan seiring perkembangan zaman dan teknologi, terutama karena digunakan oleh banyak penutur dari latar belakang etnis yang beragam.
Perubahan ini mencakup aspek bunyi, makna, hingga struktur kata, dan dikenal sebagai ragam bahasa. Menurut Pamungkas (2012), untuk memahami ragam bahasa di Indonesia, kita perlu melihat siapa penuturnya dan dalam konteks apa bahasa itu digunakan.
Ragam bahasa bisa dilihat dari tiga hal: daerah asal penutur, tingkat pendidikan, dan sikap penutur. Misalnya, logat orang Jawa Timur berbeda dengan Jawa Barat, begitu pula antara Jawa dan Bali. Selain itu, penggunaan bahasa oleh orang yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak, seperti pada kata “fakultas” yang bisa berubah menjadi “pakultas”.
Terakhir, gaya bahasa juga bisa berubah tergantung situasi komunikasi, siapa yang mengajak berbicara, serta tujuan pembicaraan. Contohnya, gaya bahasa dalam laporan resmi akan berbeda dengan saat berbicara dengan teman dekat.
Ragam baku tulis dan ragam baku lisan bahasa indonesia
Ragam bahasa Indonesia terdiri atas dua jenis: baku dan tidak baku.
Ragam baku adalah bentuk bahasa yang resmi, sesuai kaidah, dan dijadikan acuan dalam situasi formal, sedangkan ragam tidak baku cenderung
menyimpang dari aturan bahasa yang benar dan digunakan dalam situasi santai atau tidak resmi. Menurut Tasai dan Zaenal Arifin, ragam baku memiliki tiga ciri utama:
1. Kemantapan dinamis – bahasa baku mengikuti kaidah yang benar namun tetap bisa berkembang;
2. Cendekia – digunakan oleh orang-orang terpelajar dan umumnya muncul di lingkungan pendidikan;
3. Seragam – memiliki bentuk yang konsisten dan serupa di berbagai situasi resmi.
Ragam baku ini terbagi lagi menjadi dua bentuk, yaitu bahasa baku tulis dan bahasa baku lisan. Ragam baku tulis digunakan dalam buku-buku resmi seperti buku pelajaran atau karya ilmiah, dan telah banyak dibakukan lewat pedoman bahasa oleh pemerintah. Sementara itu, bahasa baku lisan diukur dari seberapa kecil pengaruh logat daerah dalam tuturan seseorang. Semakin netral ucapannya, semakin dekat pula dengan ragam baku lisan.
Fungsi bahasa indonesia baku
Menurut Pamungkas (2012:32), bahasa baku punya empat fungsi utama.
Tiga di antaranya bersifat simbolis, dan satu bersifat objektif. Keempat fungsi itu yaitu:
1. Fungsi pemersatu – Bahasa baku menyatukan berbagai dialek daerah, jadi semua orang bisa saling paham tanpa melihat latar belakang bahasa daerah masing-masing.
2. Fungsi pemberi kekhasan – Bahasa baku menunjukkan ciri khas yang membedakannya dari bahasa lain, sekaligus memperkuat identitas nasional.
3. Fungsi pembawa kewibawaan – Orang yang menggunakan bahasa baku cenderung dianggap lebih berwibawa dan berpendidikan.
4. Fungsi kerangka acuan – Bahasa baku menjadi standar yang dipakai oleh guru, dosen, dan praktisi bahasa agar pemakaian bahasa Indonesia sesuai dengan aturan resmi, seperti ejaan dan tata bahasa.
Intinya, bahasa baku punya peran penting dalam menyatukan, memperkuat identitas, memberi wibawa, dan menjadi pedoman dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar
Ragam bahasa indonesia formal dan nonformal
Berikut ringkasan singkat dengan gaya bahasa yang lebih santai dan mudah dicerna. Bahasa Indonesia punya dua gaya utama: formal dan nonformal, tergantung situasi penggunaannya. Bahasa formal dipakai di situasi resmi, seperti surat dinas, pidato kenegaraan, atau saat berbicara dengan orang yang dihormati. Ciri-cirinya:
Tata bahasa jelas dan konsisten
Imbuhan lengkap
Kata ganti resmi
Menggunakan kata baku
Sesuai EYD
Bebas dari dialek daerah
Fungsinya untuk komunikasi resmi, teknis, dan saat berbicara di depan umum atau dengan tokoh penting. Bahasa nonformal, sebaliknya, digunakan dalam situasi santai dan akrab, misalnya berbincang bersama teman atau menulis pesan pribadi. Ciri-cirinya:
Kalimatnya simpel, kadang tidak lengkap
Subjek sering dihilangkan (misal: “Sudah makan?”)
Tidak kaku soal struktur kalimat
Menggunakan kosakata sehari-hari seperti “mau”, “bilang”, dll.
Intinya, bahasa nonformal itu lebih fleksibel, yang terpenting pesannya dapat tersampaikan dan dipahami oleh lawan bicara. Jadi, gaya bicara tergantung situasinya—resmi atau santai.
B. Karakteristik Bahasa Ilmiah
Santoso (2014) menyatakan bahwa bahasa Indonesia ragam ilmiah digunakan untuk melaporkan atau mengomunikasikan hasil kegiatan ilmiah yang dilakukan dalam suatu penelitian ilmiah. Ragam bahasa ilmiah adalah bahasa yang mematuhi kaidah-kaidah ejaan yang berlaku dan lebih menekankan pada segi kelugasan, ketepatan, dan kebakuan. Lugas karena mampu menyampaikan informasi dengan jelas dan tidak bermakna ganda.
Tepat karena mampu menyampaikan gagasan penulisnya. Baku karena sesuai dengan kaidah.
Suryoputro et al. (2012) menyatakan bahwa bahasa Indonesia ragam ilmiah berarti bahasa Indonesia yang memenuhi syarat atau ciri keilmuan, yaitu memiliki keformalan, kelogisan, ketaatasasan, kelugasan dan kejelasan, keobjektifan, dan kefokusan pada gagasan. Formal karena menggunakan bahasa baku atau bahasa yang baik dan benar. Logis, artinya mampu digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir.
Konsisten berarti menggunakan aspek-aspek kebahasaan dan ejaan yang sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan. Lugas dan jelas, karena dari aspek pengungkapannya tidak bertele-tele, tidak berlebihan, dan tidak bermakna ganda. Objektif berarti menggunakan kata, kalimat berikut struktur kalimat yang mampu menyampaikan gagasan secara apa adanya sehingga pembaca dapat memahami pesan dengan tepat. Fokus pada gagasan, artinya berfokus atau bertolak pada gagasan yang diungkapkan; bukan pada penulis sehingga penggunaan kata sapaan perlu dihindari (Basuki et al., 2006).
Bahasa ilmiah adalah ragam bahasa yang digunakan dalam konteks akademis dan penelitian. Karakteristik bahasa ilmiah sangat penting untuk dipahami, karena dapat mempengaruhi cara informasi disampaikan dan diterima dalam komunitas akademis. Berikut adalah beberapa karakteristik
utama dari bahasa ilmiah beserta penjelasan dan referensi jurnal yang relevan.
1. Objektivitas
Salah satu karakteristik utama dari bahasa ilmiah adalah objektivitas.
Penulis diharapkan untuk menyampaikan informasi berdasarkan fakta dan data yang dapat diuji, bukan berdasarkan opini atau pandangan pribadi. Hal ini penting untuk menjaga kredibilitas dan integritas karya ilmiah.
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2020) menunjukkan bahwa penggunaan bahasa yang objektif membantu pembaca untuk memahami informasi dengan lebih baik dan mengurangi bias dalam interpretasi.
2. Struktur yang Sistematis
Bahasa ilmiah juga memiliki struktur yang sistematis. Penulisan karya ilmiah biasanya mengikuti format tertentu, seperti pendahuluan, metodologi, hasil, dan kesimpulan. Setiap bagian memiliki fungsi dan tujuan yang jelas, sehingga pembaca dapat mengikuti alur pemikiran penulis dengan mudah. Sari (2021) menekankan pentingnya struktur yang sistematis dalam penulisan karya ilmiah untuk memudahkan pemahaman dan analisis informasi.
3. Penggunaan Istilah Teknis
Penggunaan istilah teknis dan kosakata yang spesifik merupakan ciri khas dari bahasa ilmiah. Istilah-istilah ini sering kali memiliki makna yang khusus dalam konteks tertentu dan digunakan untuk menjelaskan konsep- konsep yang kompleks. Pratiwi (2019) menjelaskan bahwa penggunaan kosakata yang tepat dan jelas sangat penting untuk menghindari ambiguitas dan kesalahpahaman dalam komunikasi ilmiah.
4. Logika dan Analisis
Bahasa ilmiah bersifat logis dan analitis. Penulis diharapkan untuk menyajikan argumen dan data dengan cara yang logis, serta melakukan analisis yang mendalam terhadap informasi yang disajikan. Wulandari (2020) menekankan bahwa logika dan analisis yang baik membantu pembaca untuk memahami hubungan antara berbagai elemen dalam penelitian dan menarik kesimpulan yang valid.
5. Dapat Diuji dan Diverifikasi
Bahasa ilmiah harus dapat diuji dan diverifikasi. Informasi yang disampaikan dalam karya ilmiah harus dapat diuji melalui penelitian atau eksperimen. Rahmawati (2021) menjelaskan bahwa proses verifikasi ini merupakan bagian penting dari metode ilmiah, yang menekankan pentingnya replikasi dan validasi dalam penelitian..
6. Formalitas
Bahasa ilmiah harus bersifat formal dan tidak mengandung unsur-unsur yang bersifat informal atau kolokial. Sukmawati (2022) menyatakan bahwa penggunaan bahasa yang formal mencerminkan keseriusan dan profesionalisme dalam penulisan karya ilmiah. Hal ini juga mencakup penggunaan tata bahasa yang baik dan benar, serta penghindaran dari penggunaan slang atau bahasa sehari-hari yang tidak sesuai dengan konteks akademis.
C. Karakteristik Bahasa Sastra
Bahasa adalah alat komunikasi sosial yang esensial dan tak terpisahkan dari keberadaan suatu masyarakat. Setiap masyarakat pasti memiliki bahasa, dan sebaliknya, bahasa hanya eksis dalam konteks masyarakat. Dalam perspektif teori struktural, bahasa dipahami sebagai sebuah sistem tanda yang bersifat arbitrer, artinya hubungan antara simbol bahasa dengan makna yang diwakilinya tidak bersifat alami atau inheren, melainkan berdasarkan konvensi atau kesepakatan bersama antar anggota masyarakat.
Sebagai sebuah sistem, bahasa menunjukkan dua karakteristik utama.
Pertama, bahasa bersifat sistematik, yang berarti bahasa beroperasi berdasarkan seperangkat aturan atau kaidah yang terstruktur dan teratur.
Aturan-aturan ini mengatur bagaimana unsur-unsur bahasa digabungkan dan digunakan. Kedua, bahasa bersifat sistemik, yang mengindikasikan bahwa bahasa itu sendiri merupakan sebuah sistem yang kompleks, terdiri dari berbagai subsistem atau tingkatan yang saling berinteraksi dan membentuk keseluruhan. Subsistem-subsistem ini meliputi:
Fonologi: Sistem bunyi bahasa.
Morfologi: Sistem pembentukan kata.
Sintaksis: Sistem penyusunan kalimat.
Semantik: Sistem makna dalam bahasa.
Leksikon: Kumpulan kosakata suatu bahasa.
Dengan demikian, bahasa bukan sekadar kumpulan kata-kata acak, melainkan sebuah sistem yang terorganisir dengan baik pada berbagai tingkatan, yang memungkinkan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dalam masyarakat. Keberadaan sistem ini, yang bersifat konvensional dan mengikuti aturan yang teratur, adalah yang memungkinkan bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial yang universal dan kompleks.
Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa tidaklah tunggal dan seragam, melainkan menunjukkan adanya perbedaan atau pengelompokan yang dikenal sebagai variasi bahasa atau ragam bahasa. Kemunculan ragam bahasa ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu kajian menarik dalam bidang sosiolinguistik adalah mengenai ragam bahasa sastra.
Bahasa memiliki karakteristik yang fleksibel dan menyesuaikan diri dengan konteks penggunaannya. Purwadarminto mengklasifikasikan
bahasa menjadi dua kategori utama, yaitu ragam bahasa umum dan ragam bahasa khusus. Ragam bahasa umum adalah jenis bahasa yang lazim digunakan dalam interaksi sehari-hari antar anggota masyarakat. Dalam penggunaannya, ragam bahasa umum cenderung tidak memiliki ciri-ciri yang spesifik, dan struktur gramatikalnya mengikuti aturan atau konstruksi yang telah disepakati bersama oleh penutur bahasa tersebut.
Di samping ragam bahasa umum, terdapat pula ragam bahasa khusus, yang dicirikan oleh fitur-fitur spesifik yang melekat padanya. Ragam bahasa khusus ini meliputi berbagai jenis, seperti ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa jabatan, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra, yang masing-masing memiliki karakteristik yang distingtif. Sebagai contoh, ragam bahasa jurnalistik ditandai dengan sifatnya yang ringkas, padat, sederhana, lugas, jelas, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari penggunaan bahasa lisan serta kata dan istilah asing, pemilihan kata yang tepat, penggunaan kalimat aktif, menghindari istilah teknis, serta kepatuhan terhadap etika dan kaidah yang berlaku. Selanjutnya, fokus tulisan ini adalah pada karakteristik bahasa sastra.
Bahasa sastra, sebagai sebuah fenomena kebahasaan dalam kajian sosiolinguistik, memiliki ciri khas yang unik. Dalam bahasa sastra, terdapat unsur permainan bahasa, di mana bahasa diolah, dimanipulasi, dan diberdayakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dan efek tertentu, terutama efek estetis atau keindahan. Terkadang, dalam karya sastra, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, melainkan juga menjadi tujuan itu sendiri, yaitu untuk menciptakan keindahan atau bahkan menjelma menjadi keindahan itu sendiri.
Dalam karya sastra, unsur emosi memiliki peran yang lebih menonjol dibandingkan dengan jenis tulisan lain. Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah yang menekankan objektivitas, bahasa sastra secara sengaja memilih kosakata dan menyusun tata bahasanya sedemikian rupa untuk menciptakan
suasana atau emosi tertentu. Dengan kata lain, pengarang memainkan bahasa agar muatan emosi yang terdapat dalam karyanya dapat dirasakan oleh pembaca atau penikmat sastra.Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, sastra memiliki beragam fungsi yang signifikan, antara lain:
Fungsi rekreatif: Sastra berperan sebagai sarana hiburan yang memberikan kesenangan bagi mereka yang menikmati atau membacanya.
Fungsi didaktis: Sastra memiliki kemampuan untuk mengarahkan atau mendidik pembacanya melalui nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya.
Fungsi estetis: Sastra mampu menyajikan keindahan bagi para penikmatnya melalui sifat keindahannya yang khas.
Fungsi moralitas: Sastra berkontribusi dalam memberikan pengetahuan tentang moral yang baik dan buruk kepada pembaca atau peminatnya, karena karya sastra yang berkualitas umumnya mengandung nilai moral yang tinggi.
Fungsi religius: Sastra juga menghasilkan karya-karya yang memuat ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para pembaca atau penikmatnya.
Berdasarkan bentuk penyajiannya, karya sastra dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis utama:
Prosa: Ini adalah bentuk sastra yang menggunakan bahasa bebas dan naratif yang panjang, tanpa terikat oleh aturan-aturan khusus seperti yang terdapat dalam puisi.
Puisi: Bentuk sastra ini menggunakan bahasa yang ringkas, padat, dan indah. Khusus untuk puisi lama, terdapat aturan atau kaidah yang mengikat, meliputi:
Jumlah suku kata atau kata dalam setiap baris.
Irama atau alunan bunyi.
Persamaan bunyi di akhir atau tengah baris (rima).
Prosa liris: Bentuk sastra ini menyajikan narasi dengan gaya seperti puisi, namun menggunakan bahasa yang bebas dan mengalir seperti dalam prosa.
Drama: Ini adalah bentuk sastra yang disampaikan melalui bahasa bebas dan dialog atau monolog yang panjang. Istilah "drama" merujuk pada dua hal: naskah drama (teks tertulis) dan pertunjukan drama (pementasan).
Berdasarkan isi atau temanya, karya sastra dapat dikategorikan menjadi empat jenis:
Epik: Jenis karangan sastra yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian secara objektif, tanpa melibatkan pandangan atau emosi pribadi penulis.
Lirik: Jenis karangan sastra yang mengungkapkan curahan perasaan penulis secara subjektif atau berdasarkan pengalaman pribadinya.
Didaktik: Jenis karya sastra yang bertujuan untuk mendidik pembaca atau penikmatnya mengenai berbagai aspek kehidupan, seperti moral, etika, ajaran agama, dan lain-lain.
Dramatik: Jenis karya sastra yang menggambarkan suatu peristiwa atau kejadian (baik positif maupun negatif) dengan pelukisan yang intens atau dilebih-lebihkan untuk menciptakan efek tertentu.
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Stilistika dan ragam bahasa merupakan dua aspek penting dalam kajian linguistik yang saling berkaitan. Stilistika berfokus pada penggunaan bahasa dalam konteks sastra dan komunikasi, menekankan pada keindahan, keunikan, dan efek estetis dari pilihan kata, struktur kalimat, serta gaya penulisan. Melalui stilistika, penulis dapat menciptakan nuansa, emosi, dan makna yang mendalam dalam karya mereka, sehingga dapat mempengaruhi cara pembaca memahami dan merasakan teks.
Sebaliknya, ragam bahasa mencakup berbagai jenis bahasa yang digunakan di berbagai lingkungan sosial, budaya, dan situasional. Ragam bahasa ini mencakup bahasa formal, informal, daerah, ilmiah, dan sastra, masing-masing dengan fitur dan tujuan komunikasi yang berbeda. Untuk mencapai efektivitas komunikasi, pemilihan ragam bahasa yang tepat sangat penting karena dapat mempengaruhi bagaimana audiens menerima dan memahami pesan.
Kedua konsep ini saling melengkapi; stilistika memberikan alat bagi penulis untuk mengeksplorasi dan mengekspresikan ide-ide mereka dengan cara yang kreatif, sementara ragam bahasa menyediakan kerangka kerja yang memungkinkan penulis untuk memilih gaya dan bentuk yang sesuai dengan konteks dan audiens. Dengan memahami dan menerapkan stilistika serta ragam bahasa secara efektif, penulis dapat meningkatkan kualitas karya mereka dan memperkaya pengalaman pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Pujiastuti, R., Ardhianti, M., Pramujiono, A., & Budiyono, S. C. (2022).
PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH PADA KARYA TULIS BEST PRACTICE GURU SMPN SE-KABUPATEN SIDOARJO. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Patikala, 1(4), 357- 365.
Yanti, P. G. (2020). Sastra digital dan keunggulannya. Prosiding Samasta.
Margiani, M., Hartono, B., & Baehaqie, I. (2017). Kecermatan Penggunaan Satuan Lingual dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Tahun 2007. Jurnal Sastra Indonesia, 6(3), 33-38.
WAHYUDI, A. (t.thn.). Buku Perkuliahan Program S-1 Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
Sukmawati, L. (2022). Bahasa Formal dalam Karya Ilmiah: Sebuah Tinjauan. Jurnal Bahasa dan Sastra, 9(1), 34-40.
Rahmawati, S. (2021). Verifikasi dalam Penelitian Ilmiah: Konsep dan Implementasi. Jurnal Riset dan Inovasi, 10(2), 112-119.