Nama : MAHARIANA BUDI INDRA KUSUMA Kelas : 5C
Nim : 01021034
Studi Kasus Farmakoterapi Penyakit Ginjal Dan Saluran Kemih SEMESTER V
Kasus 1:
Seorang anak usia 4 tahun, menderita muntah dan demam selama 2 hari. Seperti biasanya, jika anaknya demam, sang ibu memberikan sirup Ibuprofen 3 x ½ sendok obat untuk mengatasi demamnya. Selama sakit anaknya tidak mau/sedikit sekali minum, kencingnya sedikit dan berwarna kuning kecoklatan seperti air teh.
1. Definisi penyakit
Infeksi saluran pencernaan adalah peradangan pada lambung dan usus yang terjadi akibat serangan kuman, seperti virus, bakteri, dan parasit. Kondisi ini umumnya menyebabkan gejala mual, muntah, diare, serta kram perut. Infeksi saluran pencernaan dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak, orang dewasa, maupun lansia. Kondisi ini umumnya tidak berbahaya dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu. Namun, pada beberapa kasus, infeksi saluran pencernaan dapat menyebabkan komplikasi, seperti dehidrasi, malnutrisi, dan gangguan elektrolit.
2. Gejala
Gejala infeksi saluran pencernaan dapat bervariasi, tergantung pada penyebab dan tingkat
keparahannya. Gejala yang umum terjadi meliputi: mual, muntah, diare,kram perut, demam,sakit kepala, nyeri otot. Untuk mendiagnosis infeksi saluran pencernaan, dokter akan melakukan pemeriksaan dan menanyakan gejala yang dialami pasien. Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan tinja, dan pemeriksaan kultur.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya infeksi pada saluran pencernaan, yaitu lambung dan usus. Penyebab infeksi saluran pencernaan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Virus
Virus merupakan penyebab infeksi saluran pencernaan yang paling umum, terutama pada anak-anak.
Beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan meliputi:
Rotavirus
Norovirus
Adenovirus
Astrovirus
Virus-virus ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, atau melalui udara.
b. Bakteri
Bakteri juga dapat menjadi penyebab infeksi saluran pencernaan. Beberapa jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan meliputi:
Escherichia coli (E. coli)
Salmonella
Shigella
Campylobacter
Vibrio cholerae
Bakteri-bakteri ini dapat menyebar melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, atau melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
c. Parasit
Parasit juga dapat menjadi penyebab infeksi saluran pencernaan. Beberapa jenis parasit yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan meliputi:
Giardia lamblia
Cryptosporidium
Entamoeba histolytica
Ascaris lumbricoides
Parasit-parasit ini dapat menyebar melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, atau melalui kontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi.
Infeksi saluran pencernaan dapat ditularkan melalui berbagai cara, yaitu:
a. Kontaminasi makanan dan minuman
Kontaminasi makanan dan minuman adalah cara penularan infeksi saluran pencernaan yang paling umum.
Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh virus, bakteri, atau parasit melalui berbagai cara, seperti:
Tangan yang tidak bersih
Alat-alat masak yang tidak bersih
Air yang tidak bersih
Hewan yang terinfeksi
b. Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi juga dapat menjadi cara penularan infeksi saluran pencernaan. Virus, bakteri, atau parasit dapat menyebar melalui kontak langsung dengan:
Tangan yang terinfeksi
Cairan tubuh yang terinfeksi, seperti air liur, muntah, atau tinja
c. Kontak dengan hewan yang terinfeksi
Kontak dengan hewan yang terinfeksi juga dapat menjadi cara penularan infeksi saluran pencernaan.
Beberapa jenis hewan, seperti sapi, kambing, ayam, dan babi, dapat terinfeksi oleh bakteri yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan pada manusia.
4. Patofisiologi
1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan adalah saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan dan menyerap nutrisi. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus.
Mulut
Mulut adalah tempat makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh. Di dalam mulut, makanan dikunyah dan dicampur dengan air liur. Air liur mengandung enzim amilase yang membantu memecah karbohidrat menjadi gula sederhana.
Kerongkongan
Kerongkongan adalah saluran yang menghubungkan mulut dengan lambung. Kerongkongan memiliki otot- otot yang berkontraksi untuk mendorong makanan ke lambung.
Lambung
Lambung adalah organ yang berbentuk seperti kantong. Lambung berfungsi untuk mencerna makanan secara kimiawi. Di dalam lambung, makanan dicerna oleh enzim pepsin yang memecah protein menjadi asam amino.
Usus Halus
Usus halus adalah organ yang paling panjang dalam saluran pencernaan. Usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Usus halus berfungsi untuk mencerna makanan secara kimiawi dan menyerap nutrisi. Di dalam usus halus, makanan dicerna oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan usus halus. Enzim-enzim ini memecah karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tubuh. Nutrisi yang diserap di dalam usus halus kemudian dibawa ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Usus Besar
Usus besar adalah organ yang berfungsi untuk menyerap air dan elektrolit dari sisa makanan. Usus besar terdiri dari dua bagian, yaitu sekum dan kolon.
Anus
Anus adalah lubang yang menghubungkan usus besar dengan dunia luar. Di dalam anus, sisa makanan yang tidak dapat dicerna dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tinja.
2. Patofisologi Infeksi Saluran Pencernaan
Infeksi saluran pencernaan terjadi akibat serangan kuman, seperti virus, bakteri, atau parasit. Kuman- kuman ini dapat masuk ke dalam saluran pencernaan melalui berbagai cara, seperti:
Makan atau minum yang terkontaminasi
Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
Kontak dengan hewan yang terinfeksi
Setelah masuk ke dalam saluran pencernaan, kuman-kuman ini akan menempel pada dinding saluran pencernaan dan mulai berkembang biak. Pada infeksi yang disebabkan oleh virus, kuman-kuman akan menyerang sel-sel epitel di dinding saluran pencernaan. Hal ini menyebabkan sel-sel epitel menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi secara normal.
Pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri, kuman-kuman akan menghasilkan racun yang dapat merusak dinding saluran pencernaan. Racun ini juga dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran pencernaan. Pada infeksi yang disebabkan oleh parasit, kuman-kuman akan menempel pada dinding saluran pencernaan dan menyerap nutrisi dari makanan yang dicerna. Hal ini dapat menyebabkan malnutrisi.
Pada infeksi saluran pencernaan, gejala yang umum terjadi meliputi:
Mual
Muntah
Diare
Kram perut
Demam
Sakit kepala
Nyeri otot
Gejala-gejala tersebut dapat bervariasi, tergantung pada penyebab dan tingkat keparahan infeksi.
Infeksi saluran pencernaan dapat dicegah dengan melakukan hal-hal berikut:
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin, terutama sebelum makan, setelah menggunakan toilet, dan setelah mengganti popok bayi.
Hindari mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak bersih atau tidak terjamin keamanannya.
Masak makanan dengan matang.
Hindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
Jaga kebersihan lingkungan, terutama tempat-tempat umum yang sering digunakan untuk makan dan minum.
Gambar di atas menunjukkan patofisiologi infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus. Virus- virus ini akan menempel pada sel-sel epitel di dinding saluran pencernaan dan mulai berkembang biak. Hal ini menyebabkan sel-sel epitel menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi secara normal. Kerusakan sel-sel epitel ini menyebabkan cairan dan elektrolit bocor ke dalam lumen saluran pencernaan. Hal ini
menyebabkan diare.
5. Diagnosis
Diagnosis infeksi saluran pencernaan umumnya dilakukan berdasarkan gejala yang dialami pasien. Gejala yang umum terjadi pada infeksi saluran pencernaan meliputi:
Mual
Muntah
Diare
Kram perut
Demam
Sakit kepala
Nyeri otot
Selain gejala, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik pada pasien. Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi:
Pemeriksaan suhu tubuh
Pemeriksaan denyut nadi
Pemeriksaan tekanan darah
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan fisik dapat membantu dokter untuk menentukan apakah gejala yang dialami pasien
disebabkan oleh infeksi saluran pencernaan atau kondisi medis lainnya. Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk membantu diagnosis infeksi saluran pencernaan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi:
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan kultur
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan jumlah sel darah putih. Pemeriksaan darah juga dapat dilakukan untuk melihat adanya infeksi bakteri, seperti peningkatan jumlah sel darah putih tertentu.
a) Pemeriksaan Tinja
Pemeriksaan tinja dapat dilakukan untuk melihat adanya kuman penyebab infeksi, seperti virus, bakteri, atau parasit. Pemeriksaan tinja juga dapat dilakukan untuk melihat adanya darah atau nanah dalam tinja.
b) Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi jenis kuman penyebab infeksi. Pemeriksaan kultur dilakukan dengan mengambil sampel tinja atau darah pasien dan menumbuhkannya di laboratorium.
c) Interpretasi Data Pemeriksaan
Interpretasi data pemeriksaan dapat membantu dokter untuk menentukan penyebab infeksi saluran pencernaan.
d) Peningkatan jumlah sel darah putih
Peningkatan jumlah sel darah putih dapat menunjukkan adanya infeksi. Namun, peningkatan jumlah sel darah putih juga dapat disebabkan oleh kondisi medis lainnya, seperti peradangan.
e) Peningkatan jumlah sel darah putih tertentu
Peningkatan jumlah sel darah putih tertentu dapat menunjukkan adanya infeksi bakteri tertentu.
f) Adanya kuman penyebab infeksi dalam tinja
Adanya kuman penyebab infeksi dalam tinja dapat menunjukkan bahwa infeksi saluran pencernaan disebabkan oleh kuman tersebut.
g) Adanya darah atau nanah dalam tinja
Adanya darah atau nanah dalam tinja dapat menunjukkan bahwa infeksi saluran pencernaan disebabkan oleh kuman yang merusak dinding saluran pencernaan.
6. Guideline pengobatan yang global atau nasional
Guideline Infeksi Saluran Pencernaan Jenis
Infeksi
Penyebab Pengobatan
Infeksi Virus
Rotavirus, norovirus, adenovirus, astrovirus Istirahat, perbanyak minum cairan, obat antimuntah, obat antidiare Infeksi
Bakteri
Escherichia coli (E. coli), Salmonella, Shigella, Campylobacter, Vibrio cholerae
Istirahat, perbanyak minum cairan, antibiotik
Infeksi Parasit
Giardia lamblia, Cryptosporidium, Entamoeba histolytica, Ascaris lumbricoides
Istirahat, perbanyak minum cairan, obat antiparasit
Guideline Pengobatan Infeksi Saluran Pencernaan Gejala Pengobatan
Mual Obat antimuntah, seperti dimenhidrinat, metoklopramid, atau domperidon Muntah Obat antimuntah, seperti dimenhidrinat, metoklopramid, atau domperidon Diare Obat antidiare, seperti loperamid, difenoksilat, atau bismuth subsalicylate Kram
perut
Obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau acetaminophen Demam Obat penurun panas, seperti ibuprofen atau acetaminophen
7. Pilihan obat dan mengapa
Berdasarkan gejala yang dialami anak tersebut, kemungkinan besar anak tersebut mengalami infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus. Gejala-gejala yang dialami anak tersebut, yaitu:
Muntah
Demam
Kurang minum
Kencing sedikit
Urin berwarna kuning kecoklatan
Gejala-gejala tersebut merupakan gejala umum dari infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus umumnya bersifat self-limiting, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu.
Obat yang dapat diberikan untuk meredakan gejala infeksi saluran pencernaan pada anak tersebut, yaitu:
Obat antimuntah, seperti dimenhidrinat, metoklopramid, atau domperidon.
Obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau acetaminophen.
Obat antidiare tidak disarankan untuk diberikan pada anak yang mengalami infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus, karena dapat memperburuk kondisi diare. Pemberian cairan yang cukup sangat penting untuk mencegah dehidrasi pada anak yang mengalami infeksi saluran pencernaan. Ibu dapat memberikan anak air putih, oralit, atau susu formula.
Jika anak mengalami gejala yang berat, seperti dehidrasi, demam tinggi, atau nyeri perut yang hebat, segera bawa anak ke dokter.
Berikut adalah beberapa tips tambahan untuk merawat anak yang mengalami infeksi saluran pencernaan:
Berikan anak makanan yang mudah dicerna, seperti nasi tim, bubur, atau pisang.
Hindari memberikan anak makanan yang dapat mengiritasi saluran pencernaan, seperti makanan pedas, asam, atau berminyak.
Berikan anak air hangat untuk diminum.
Jaga kebersihan anak, terutama area sekitar anus.
Berikut adalah contoh obat yang dapat diberikan untuk anak tersebut:
Obat antimuntah
Dimenidrinat 50 mg/5 ml, 3 x ½ sendok obat Metoklopramid 5 mg/ml, 3 x 1 sendok obat Domperidon 10 mg/ml, 3 x 1 sendok obat
Obat pereda nyeri
Ibuprofen 100 mg/5 ml, 3 x ½ sendok obat Acetaminophen 120 mg/5 ml, 3 x ½ sendok obat Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan anak.
Obat antimuntah digunakan untuk meredakan gejala muntah, yang merupakan salah satu gejala utama infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus. Obat antimuntah bekerja dengan cara memblokir reseptor serotonin di otak yang bertanggung jawab untuk memicu muntah.
Dimenidrinat adalah obat antimuntah yang bekerja dengan cara menghambat reseptor histamin H1 di otak. Obat ini juga memiliki efek sedatif, yang dapat membantu pasien untuk beristirahat.
Metoklopramid adalah obat antimuntah yang bekerja dengan cara meningkatkan motilitas saluran pencernaan. Obat ini juga memiliki efek antiemetik, yang dapat membantu meredakan mual.
Domperidone adalah obat antimuntah yang bekerja dengan cara meningkatkan motilitas saluran pencernaan. Obat ini memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan metoklopramid.
Obat pereda nyeri digunakan untuk meredakan gejala demam, yang merupakan gejala lain dari infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus. Obat pereda nyeri bekerja dengan cara
menghambat produksi prostaglandin, yang merupakan zat yang dapat menyebabkan rasa sakit dan demam.
Ibuprofen dan acetaminophen adalah obat pereda nyeri yang umum digunakan untuk anak-anak.
Ibuprofen memiliki efek antiinflamasi yang lebih kuat dibandingkan dengan acetaminophen, tetapi ibuprofen juga memiliki efek samping yang lebih banyak. Acetaminophen lebih aman untuk digunakan pada anak-anak, tetapi acetaminophen tidak memiliki efek antiinflamasi.
8. Terapi farmakologi: golongan obat dan mekanisme
Terapi farmakologi infeksi saluran pencernaan (ISP) bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi. Terapi farmakologi ISP dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Terapi suportif
Terapi suportif bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan komplikasi lainnya. Terapi suportif meliputi:
Perbanyak minum cairan, terutama cairan oralit
Pemberian obat-obatan untuk meredakan gejala, seperti obat antimuntah, obat pereda nyeri, dan obat antidiare
2. Terapi antimikroba
Terapi antimikroba hanya diberikan pada kasus ISP yang disebabkan oleh bakteri. Terapi antimikroba bertujuan untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Terapi antimikroba meliputi:
Antibiotika
Antiparasit
Golongan Obat dan Mekanisme Kerja
Berikut adalah golongan obat dan mekanisme kerjanya yang digunakan dalam terapi farmakologi ISP:
Obat antimuntah
Obat antimuntah bekerja dengan cara memblokir reseptor serotonin di otak yang bertanggung jawab untuk memicu muntah. Obat antimuntah yang umum digunakan untuk ISP meliputi:
o Dimenidrinat o Metoklopramid o Domperidone
Obat pereda nyeri
Obat pereda nyeri bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin, yang merupakan zat yang dapat menyebabkan rasa sakit dan demam. Obat pereda nyeri yang umum digunakan untuk ISP meliputi:
o Ibuprofen o Acetaminophen
Obat antidiare
Obat antidiare bekerja dengan cara mengurangi gerakan peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi buang air besar. Obat antidiare yang umum digunakan untuk ISP meliputi:
o Loperamid o Difenoksilat
Antibiotik
Antibiotik bekerja dengan cara membunuh bakteri. Antibiotika yang umum digunakan untuk ISP meliputi:
o Erythromycin o Azithromycin
o Ciprofloxacin o Levofloxacin
Antiparasit
Antiparasit bekerja dengan cara membunuh parasit. Antiparasit yang umum digunakan untuk ISP meliputi:
o Metronidazole o Nitazoxanide
Pemberian Obat
Obat-obatan untuk ISP dapat diberikan secara oral, intravena, atau rektal. Pemilihan rute pemberian obat tergantung pada kondisi pasien.
Efek Samping
Obat-obatan untuk ISP dapat menimbulkan efek samping. Efek samping yang umum terjadi meliputi:
Obat antimuntah o Mengantuk o Pusing o Sakit kepala
Obat pereda nyeri o Mual
o Muntah o Sakit perut
Obat antidiare o Konstipasi o Nyeri perut
Antibiotik o Diare o Mual o Muntah o Alergi
Antiparasit o Mual o Muntah o Diare
9. Terapi non Farmakologi
Terapi non farmakologi infeksi saluran pencernaan (ISP) bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi. Terapi non farmakologi ISP meliputi:
Perbanyak minum cairan
Perbanyak minum cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi. Cairan yang dapat diberikan meliputi air putih, oralit, atau susu formula.
Istirahat
Istirahat yang cukup sangat penting untuk membantu tubuh melawan infeksi.
Makan makanan yang mudah dicerna
Makan makanan yang mudah dicerna dapat membantu mengurangi iritasi pada saluran pencernaan.
Makanan yang mudah dicerna meliputi nasi tim, bubur, atau pisang.
Hindari makanan yang dapat mengiritasi saluran pencernaan
Hindari makanan yang dapat mengiritasi saluran pencernaan, seperti makanan pedas, asam, atau berminyak.
Jaga kebersihan diri
Jaga kebersihan diri, terutama area sekitar anus, untuk mencegah penyebaran infeksi.
Terapi non farmakologi ISP dapat dilakukan secara mandiri atau dikombinasikan dengan terapi farmakologi.
10. Asuhan kefarmasian Poin-Poin Konseling
1. Penjelasan tentang kondisi anak
Obat yang diberikan oleh ibu kepada anaknya sudah tepat untuk meredakan demam. Namun, ibu perlu memantau kondisi anaknya secara lebih cermat, karena anak tersebut juga mengalami gejala muntah dan diare. Gejala-gejala tersebut dapat menjadi tanda-tanda infeksi saluran pencernaan.
2. Penjelasan tentang penyebab infeksi saluran pencernaan
Infeksi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus umumnya bersifat self-limiting, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 1-2 minggu. Namun, infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri atau parasit dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius, sehingga perlu diberikan terapi antibiotik atau antiparasit.
3. Penjelasan tentang terapi suportif
Terapi suportif bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan komplikasi lainnya. Terapi suportif meliputi:
Perbanyak minum cairan, terutama cairan oralit
Pemberian obat-obatan untuk meredakan gejala, seperti obat antimuntah, obat pereda nyeri, dan obat antidiare
4. Penjelasan tentang pemberian obat-obatan
Obat antimuntah dapat diberikan untuk meredakan gejala muntah. Obat pereda nyeri dapat diberikan untuk meredakan gejala demam. Obat antidiare tidak disarankan untuk diberikan pada anak yang mengalami infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh virus, karena dapat memperburuk kondisi diare.
5. Penjelasan tentang pencegahan infeksi saluran pencernaan
Infeksi saluran pencernaan dapat dicegah dengan melakukan hal-hal berikut:
Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin, terutama sebelum makan, setelah menggunakan toilet, dan setelah mengganti popok bayi.
Hindari mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak bersih atau tidak terjamin keamanannya.
Masak makanan dengan matang.
Hindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi.
6. Monitoring
Obat yang diberikan kepada anak tersebut perlu dipantau efektivitasnya. Jika anak tersebut mengalami gejala yang berat, seperti dehidrasi, demam tinggi, atau nyeri perut yang hebat, segera bawa anak tersebut ke dokter.
Kasus 2:
Seorang perempuan 67 tahun, datang ke apotek ingin membeli loperamid, karena sudah lebih dari 3 bulan menderita diare yang sering kambuh, petugas apotek langsung mengenali tanda bahaya lansia yang mengalami dehidrasi, diperoleh info bahwa pasien tersebut sedikit sekali minum, dan mengkonsumsi Ramipril 20 mg sehari untuk hipertensinya. Diketahui hasil lab pasien: Ureum 34 mg/dL (15-43, metode GLDH), Kreatinin 0,83 mg/dL (<0,90; metode Enzimatik), Mikroalbumin Kuantitatif Urin 606,4 mg/g (<20, Imunoturbidimetri), TB 1,5 mtr, BB 75 kg
1. Definisi penyakit
Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Penyakit ini ditandai dengan kerusakan ginjal yang progresif, yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Nefropati diabetik adalah komplikasi diabetes yang paling umum. Sekitar 40% orang dengan diabetes tipe 1 dan 20% orang dengan diabetes tipe 2 akan mengembangkan nefropati diabetik dalam hidupnya. Nefropati diabetik disebabkan oleh tingginya kadar gula darah yang kronis. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil di ginjal, yaitu glomerulus. Glomerulus adalah bagian dari ginjal yang
berfungsi untuk menyaring darah dan membuang limbah dari tubuh.
Pada tahap awal, nefropati diabetik tidak menimbulkan gejala. Namun, seiring berjalannya waktu, kerusakan pada glomerulus dapat menyebabkan peningkatan kadar protein dalam urine. Kondisi ini disebut mikroalbuminuria. Pada tahap lanjut, nefropati diabetik dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah, yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah kondisi di mana ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik untuk menyaring darah dan membuang limbah dari tubuh.
2. Gejala
Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang disebabkan oleh diabetes. Penyakit ini berkembang secara bertahap dan dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang parah.
Gejala nefropati diabetik sering tidak muncul sampai penyakit sudah berada pada tahap lanjut. Namun, beberapa gejala yang mungkin terjadi antara lain:
Peningkatan frekuensi buang air kecil, terutama pada malam hari
Urin yang keruh atau berbusa
Pembengkakan pada kaki, tangan, atau wajah
Penurunan nafsu makan
Mudah lelah
Kehilangan berat badan
Sakit kepala
Pusing
Pada tahap lanjut, nefropati diabetik dapat menyebabkan gejala yang lebih serius, seperti:
Gagal ginjal
Tekanan darah tinggi
Asam urat tinggi
Kelainan elektrolit
Infeksi
Peningkatan risiko penyakit jantung
3. Etiologi
Nefropati diabetik disebabkan oleh kerusakan pada glomerulus, yaitu unit penyaring kecil di ginjal.
Glomerulus berfungsi untuk menyaring darah dan membuang limbah dari tubuh. Penyebab kerusakan glomerulus pada nefropati diabetik belum sepenuhnya dipahami. Namun, ada beberapa faktor yang diduga berperan dalam terjadinya penyakit ini, yaitu:
1. Kadar gula darah yang tidak terkontrol
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, termasuk pembuluh darah di ginjal. Kerusakan pembuluh darah ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah di glomerulus, sehingga glomerulus menjadi lebih mudah rusak.
2. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di ginjal. Kerusakan pembuluh darah ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah di glomerulus, sehingga glomerulus menjadi lebih mudah rusak.
3. Adanya peradangan
Pada diabetes, terjadi peningkatan peradangan di seluruh tubuh. Peradangan ini dapat menyebabkan kerusakan pada glomerulus.
4. Perubahan metabolisme
Pada diabetes, terjadi perubahan metabolisme yang dapat menyebabkan penumpukan protein di glomerulus. Penumpukan protein ini dapat menyebabkan kerusakan pada glomerulus.
4. Patogenesis atau patofisiologi
Anfisismen Ginjal Normal
Ginjal adalah organ penting yang berfungsi untuk menyaring darah dan membuang limbah dari tubuh.
Ginjal terdiri dari dua juta unit penyaring kecil yang disebut glomerulus. Glomerulus berfungsi untuk menyaring darah dan membuang limbah dari tubuh.
Proses penyaringan di glomerulus
Proses penyaringan di glomerulus terjadi melalui tiga tahap, yaitu:
1) Filtrasi
Pada tahap ini, darah dipisahkan dari plasma darah. Plasma darah adalah bagian cair dari darah yang mengandung air, protein, glukosa, dan elektrolit.
2) Reabsorpsi
Pada tahap ini, zat-zat yang masih dibutuhkan tubuh, seperti glukosa, elektrolit, dan air, diserap kembali ke dalam darah.
3) Ekskresi
Pada tahap ini, zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh, seperti urea, kreatinin, dan asam urat, diekskresikan ke dalam urine.
Patogenesis Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang disebabkan oleh kerusakan pada glomerulus. Kerusakan glomerulus ini dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu:
1) Kadar gula darah yang tidak terkontrol
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, termasuk pembuluh darah di ginjal. Kerusakan pembuluh darah ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah di glomerulus, sehingga glomerulus menjadi lebih mudah rusak.
2) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di ginjal. Kerusakan pembuluh darah ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah di glomerulus, sehingga glomerulus menjadi lebih mudah rusak.
3) Adanya peradangan
Pada diabetes, terjadi peningkatan peradangan di seluruh tubuh. Peradangan ini dapat menyebabkan kerusakan pada glomerulus.
4) Perubahan metabolisme
Pada diabetes, terjadi perubahan metabolisme yang dapat menyebabkan penumpukan protein di glomerulus. Penumpukan protein ini dapat menyebabkan kerusakan pada glomerulus.
Proses patofisiologi nefropati diabetik
Proses patofisiologi nefropati diabetik dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1) Tahap mikroalbuminuria
Pada tahap ini, terjadi peningkatan kadar albumin dalam urine. Albumin adalah protein yang seharusnya tidak diekskresikan ke dalam urine.
2) Tahap proteinuria
Pada tahap ini, terjadi peningkatan kadar protein dalam urine, bahkan hingga melebihi 300 mg/hari.
3) Tahap gagal ginjal
Pada tahap ini, fungsi ginjal sudah sangat menurun dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
Pada gambar tersebut, dapat dilihat bahwa kerusakan glomerulus pada nefropati diabetik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
Kadar gula darah yang tinggi
Tekanan darah tinggi
Adanya peradangan
Perubahan metabolisme
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di glomerulus, sehingga glomerulus menjadi lebih mudah rusak. Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah di glomerulus. Peradangan dan perubahan metabolisme dapat menyebabkan penumpukan protein di glomerulus, sehingga glomerulus menjadi lebih mudah rusak.
Penumpukan protein di glomerulus dapat menyebabkan terjadinya kerusakan glomerulus. Kerusakan glomerulus ini dapat menyebabkan meningkatnya kadar protein dalam urine. Pada tahap awal, kadar protein dalam urine hanya sedikit, yaitu sekitar 30 mg/hari. Kadar protein dalam urine ini disebut sebagai mikroalbuminuria.
Pada tahap lanjut, kadar protein dalam urine dapat meningkat hingga melebihi 300 mg/hari. Kadar protein dalam urine yang tinggi ini disebut sebagai proteinuria. Proteinuria dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan ginjal lebih lanjut, bahkan hingga menyebabkan gagal ginjal.
5. Diagnosis (termasuk interpretasi data pemeriksaan)
Interpretasi Data Pemeriksaan:
1. Ureum 34 mg/dL (15-43, metode GLDH):
Ureum dalam batas normal. Namun, perlu diingat bahwa kadar ureum dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, dan penilaian hanya berdasarkan ureum saja mungkin tidak mencukupi.
2. Kreatinin 0,83 mg/dL (<0,90; metode Enzimatik):
Kreatinin juga dalam batas normal. Seperti ureum, kreatinin digunakan sebagai indikator fungsi ginjal, tetapi diagnosa nefropati diabetik tidak hanya bergantung pada nilai kreatinin saja.
3. Mikroalbumin Kuantitatif Urin 606,4 mg/g (<20, Imunoturbidimetri):
Mikroalbuminuria sangat tinggi, menunjukkan kebocoran protein ke dalam urine. Ini merupakan tanda awal nefropati diabetik dan indikator kerusakan ginjal pada diabetes.
Diagnosis Nefropati Diabetik:
1. Mikroalbuminuria Tinggi:
Mikroalbuminuria yang tinggi (>30 mg/g) adalah indikator awal nefropati diabetik.
2. Riwayat Diabetes Mellitus:
Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus, yang merupakan faktor risiko utama untuk nefropati diabetik.
3. Riwayat Hipertensi:
Pasien juga mengonsumsi Ramipril 20 mg sehari untuk hipertensi, yang dapat memperburuk kerusakan ginjal pada diabetes.
4. Tanda-tanda Dehidrasi dan Diare Kronis:
Gejala dehidrasi dan diare yang dialami pasien dapat memperburuk kondisi ginjal.
Kesimpulannya berdasarkan hasil pemeriksaan dan informasi klinis, diagnosis nefropati diabetik mungkin kuat untuk pasien ini. Faktor risiko yang melibatkan diabetes mellitus, hipertensi, dan tingginya
mikroalbuminuria menunjukkan kerusakan ginjal yang berkaitan dengan diabetes. Penting untuk segera memulai intervensi dan pengelolaan yang tepat untuk mengendalikan perkembangan nefropati diabetik dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Evaluasi lebih lanjut oleh profesional medis diperlukan untuk
konfirmasi dan perencanaan pengobatan yang lebih spesifik.
6. Guideline pengobatan yang global atau nasional
Aspek Pengobatan Rekomendasi
1. Kontrol Gula Darah - Target HbA1c < 7% untuk mengurangi risiko progresivitas nefropati diabetik.
- Penggunaan obat antihiperglikemia seperti metformin, inhibitor SGLT- 2, atau GLP-1 agonis.
2. Kontrol Tekanan - Target tekanan darah < 130/80 mmHg untuk melambat progresi
Darah nefropati.
- Inhibitor ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) atau ARB (Angiotensin II Receptor Blocker) direkomendasikan.
- Kombinasi obat antihipertensi mungkin diperlukan.
3. Pengelolaan Lipid - Kontrol lipid darah dengan statin untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
4. Pengelolaan Proteinuria
- Inhibitor ACE atau ARB dianjurkan untuk mengurangi proteinuria.
- Pengukuran albuminuria secara berkala untuk mengevaluasi respons terhadap pengobatan.
5. Kontrol Asupan
Garam - Batasi asupan garam untuk mengelola tekanan darah dan edema.
6. Manajemen
Komplikasi Anemia - Pertimbangkan terapi dengan agen stimulan eritropoietin jika anemia hadir.
7. Pengelolaan Diet dan Gaya Hidup
- Diet seimbang dengan perhatian pada kontrol gula darah dan tekanan darah.
- Cessation merokok dan moderasi konsumsi alkohol.
8. Monitoring dan Evaluasi Rutin
- Pemeriksaan rutin tekanan darah, fungsi ginjal, dan profil lipid.
- Evaluasi fungsi ginjal dengan GFR (Glomerular Filtration Rate) dan kreatinin.
9. Rujukan ke Spesialis
Nefrologi - Pertimbangkan rujukan jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang signifikan.
- Konsultasi dengan ahli nutrisi dan pendidikan pasien penting.
7. Pilihan obatnya apa dan mengapa 1. Obat Antihiperglikemia:
Metformin: Dapat membantu mengontrol gula darah, sering menjadi pilihan utama.
Inhibitor SGLT-2 (misalnya, empagliflozin) atau GLP-1 Agonis (misalnya, liraglutide): Dapat memberikan manfaat tambahan pada pasien dengan nefropati diabetik.
2. Inhibitor ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) atau ARB (Angiotensin II Receptor Blocker):
Ramipril : Pasien Anda sedang mengonsumsi Ramipril, yang termasuk dalam kelompok ini.
Losartan, Enalapril, atau Irbesartan : Alternatif lain yang umum digunakan.
3. Statins (Pengatur Lipid):
Atorvastatin, Simvastatin, atau Rosuvastatin: Membantu mengelola kolesterol dan meredakan risiko penyakit kardiovaskular.
4. Stimulan Eritropoietin (jika anemia hadir):
Eritropoietin: Mungkin diresepkan jika pasien mengalami anemia akibat nefropati diabetik.
5. Diuretik (jika diperlukan untuk mengatasi edema):
Furosemide atau Hidroklorotiazid: Dapat membantu mengurangi retensi cairan dan mengelola tekanan darah.
6. Antiplatelet (jika diperlukan):
Aspirin: Dapat diresepkan untuk mengurangi risiko trombosis dan penyakit kardiovaskular.
Mengapa Pilihan Ini?
1. Inhibitor ACE atau ARB:
Membantu melindungi ginjal dengan mengurangi tekanan darah intraglomerular dan proteinuria.
Ramipril, misalnya, telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko progresi nefropati diabetik.
2. Metformin:
Meningkatkan sensitivitas insulin dan mengontrol gula darah tanpa menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
3. Statins:
Mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, yang seringkali meningkat pada pasien dengan nefropati diabetik.
4. Stimulan Eritropoietin:
Mengatasi anemia yang dapat berkembang sebagai komplikasi nefropati diabetik.
5. Diuretik:
Membantu mengatasi edema dan mengelola tekanan darah.
6. Aspirin:
Mengurangi risiko pembentukan bekuan darah.
8. Terapi farmakologi: golongan obat dan mekanisme
1. Inhibitor ACE (Angiotensin-Converting Enzyme) atau ARB (Angiotensin II Receptor Blocker):
Golongan Obat: Ramipril, Enalapril, Losartan.
Mekanisme:
o Menghambat enzim ACE atau mengikat reseptor Angiotensin II.
o Mengurangi tekanan darah intraglomerular dan proteinuria.
o Melindungi ginjal dari kerusakan lebih lanjut.
2. Inhibitor SGLT-2 (Sodium-Glucose Cotransporter 2):
Golongan Obat: Empagliflozin, Canagliflozin.
Mekanisme:
o Menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus ginjal.
o Mengurangi tekanan intraglomerular dan proteinuria.
3. Diuretik:
Golongan Obat: Furosemide, Hidroklorotiazid.
Mekanisme:
o Mengurangi retensi cairan dan edema.
o Membantu mengontrol tekanan darah.
4. Statins (Pengatur Lipid):
Golongan Obat: Atorvastatin, Simvastatin, Rosuvastatin.
Mekanisme:
o Mengurangi kolesterol total dan LDL.
o Meredakan risiko penyakit kardiovaskular.
5. Stimulan Eritropoietin (jika anemia hadir):
Golongan Obat: Eritropoietin.
Mekanisme:
o Merangsang produksi sel darah merah untuk mengatasi anemia.
6. Antiplatelet (jika diperlukan):
Golongan Obat: Aspirin.
Mekanisme:
o Menghambat pembentukan bekuan darah.
7. Agonis GLP-1 (Glucagon-Like Peptide-1):
Golongan Obat: Liraglutide.
Mekanisme:
o Merangsang sekresi insulin dan menghambat pelepasan glukagon.
o Potensial untuk melindungi ginjal melalui efek antiinflamasi dan antiapoptotik.
8. Antagonis Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS):
Golongan Obat: Spironolakton.
Mekanisme:
o Menghambat aldosteron, mengurangi retensi natrium dan air.
o Melindungi ginjal dari fibrosis dan progresi penyakit.
9. Terapi non Farmakologi 1. Pengelolaan Gula Darah:
Diet Seimbang: Konsultasikan dengan ahli gizi untuk merencanakan diet rendah glikemik, tinggi serat, dan rendah garam.
Monitoring Gula Darah: Rutin memantau kadar gula darah untuk memastikan kontrol yang baik.
2. Pengelolaan Tekanan Darah:
Batasi Asupan Garam: Mengurangi konsumsi garam dapat membantu mengendalikan tekanan darah.
Latihan Teratur: Aktivitas fisik dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Pantau Tekanan Darah: Monitoring rutin tekanan darah di rumah atau di klinik.
3. Manajemen Berat Badan:
Diet Seimbang dan Kontrol Kalori: Mendukung pemeliharaan berat badan yang sehat.
Olahraga Teratur: Aktivitas fisik membantu mengatur berat badan.
4. Manajemen Lipid:
Diet Rendah Lemak Jenuh: Meminimalkan asupan lemak jenuh dan trans.
Konsumsi Omega-3: Dapat membantu mengelola profil lipid.
5. Pengelolaan Proteinuria:
Batasi Asupan Protein: Mengurangi beban kerja pada ginjal.
Kontrol Tekanan Darah: Menjaga tekanan darah pada level yang direkomendasikan.
6. Pengelolaan Anemia:
Konsumsi Zat Besi dan Asupan Vitamin B12: Penting untuk produksi sel darah merah.
Pertimbangkan Suplemen Besi: Jika diperlukan, sesuai dengan petunjuk dokter.
7. Pengelolaan Stres:
Teknik Relaksasi: Yoga, meditasi, atau latihan pernapasan dapat membantu mengurangi stres.
Cukup Istirahat: Penting untuk pemulihan dan keseimbangan.
8. Berhenti Merokok dan Kontrol Konsumsi Alkohol:
Berhenti Merokok: Merokok dapat merusak pembuluh darah dan memperburuk kondisi kesehatan.
Kontrol Konsumsi Alkohol: Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat memengaruhi tekanan darah dan fungsi ginjal.
9. Pendidikan Pasien:
Pemahaman Tentang Penyakit: Edukasi pasien tentang nefropati diabetik dan pentingnya kepatuhan terhadap perawatan.
10. Pantau Perubahan Kesehatan:
Rutin Periksa Kesehatan: Melakukan pemeriksaan rutin dengan dokter untuk memantau perubahan kondisi kesehatan.
10. Asuhan kefarmasian
Poin-Poin Konseling:
A. Konseling 1. Perkenalan
● Perkenalkan saya … Sebagai apoteker dari apotek skyfarma yang akan menyiapkan obat untuk bapak
2. Konfirmasi nama pasien umur alamat
● Apakah betul bapak dengan nama Fulan dan berumur 32 tahun ?
● Kalau boleh tau dimana alamat tempat tinggal bapak?
3. Izin minta waktu untuk konseling
● Sebelumnya, saya izin meminta kesediaan waktu bapak untuk mengadakan konseling untuk membahas terapi pengobatan yang akan dijalani. Apakah bapak berkenan?
● Baik pak, jadi kedepannya konseling akan dilaksanakan untuk memantau perkembangan dan memantau keberhasilan terapi yang bapak jalani agar dapat maksimal.
4. Tanya keluhan pasien
● Izin bertanya sebelumnya apakah ada keluhan selama ini yang bapak rasakan?
● Sebelumnya apakah bapak punya riwayat penyakit atau ada obat yang biasa diminum oleh bapak?
● Punten pak izin bertanya, untuk bapak sendiri apakah sudah menikah?
5. 3 prime question
● Sebelumnya apa bapak pernah mendapat hasil data lab dari rumah sakit atau tempat check up?
● Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat bapak?
Perlu di cek apakah dokter memberitahukan:
- Untuk Obat TDF diminum bersamaan dengan makanan sebanyak 300 mg 1x/hari - Obat Lamivudine lebih baik tidak diminum bersama makanan sebanyak 150 mg
2x/sehari
- Obat Efavirenz diminum dengan atau tanpa makanan karena tidak dipengaruhi
oleh makanan dan diminum 500-600 mg/hari 1x/sehari.
- Jika obat dikombinasikan (TDF+lamivudine+Efavirenz) → diminum 1x/sehari satu tablet
- Obat kotrimoksazol (TMP+SMX) diminum setelah makan dengan dosis TMP 160 mg +800 mg SMX 4x/sehari.
- Ada saline yang disuntikkan melalui intravena dengan dosis 20 mL/kg BB, disarankan minum sangobion 1 kapsul sehari setelah atau selama makan, diberikan hingga kadar Hb normal dan paracetamol untuk meredakan nyeri dan demam. Bufacomb cream untuk mengobati sariawan.
● Apa yang dijelaskan dokter tentang hasil yang diharapkan setelah bapak menerima terapi obat tersebut?
Perlu dipastikan, penderita tahu:
- Pengobatan HIV dilakukan dengan rutin dan tepat waktu dapat menurunkan resiko penularan HIV dan sistem kekebalan tubuh lebih terjaga
6. Informasi nama obat, indikasi obat, exp date, penyimpanan
● Baik pak akan saya jelaskan nama obat dan fungsinya :
- Obat TDF (Tenofovir Disoproxil Fumarate) → untuk pengelolaan infeksi HIV-1 - Obat Lamivudine → untuk infeksi HIV progresif
- Obat EFV (efavirenz) → untuk infeksi HIV-1
- Obat Kotrimoksazol (Trimetoprim -Sulfametoxazol) → untuk infeksi oportunistik (cystoisosporiasis)
- Saline → Pengganti cairan dan elektrolit
- Sangobion → Suplemen zat besi, multivitamin dan mineral untuk anemia - Paracetamol → Meredakan nyeri dan demam
- Bufacomb cream → untuk sariawan
● Bu, perlu diperhatikan juga untuk cara penyimpanan obatnya ya Obat harus disimpan :
- Jauh dari jangkauan anak –anak.
- Dihindari dari panas dan cahaya langsung - Simpan ditempat kering dan tidak lembab
- Untuk sediaan cairan seperti sirup agar tidak disimpan didalam kulkas
7. Informasi cara penggunaan obat (jam diminum obat seperti dosis) + terapi non farmakologi
- Untuk Obat TDF diminum bersamaan dengan makanan sebanyak 300 mg 1x/hari - Obat Lamivudine (lebih baik tidak diminum bersama makanan sebanyak 150 mg
2x/sehari
- Obat Efavirenz diminum dengan atau tanpa makanan karena tidak dipengaruhi oleh makanan dan diminum 500-600 mg/hari 1x/sehari.
- Jika obat dikombinasikan (TDF+Lamivudine+Efavirenz) → diminum 1x/sehari satu tablet
- Obat kotrimoksazol (TMP+SMX) diminum setelah makan dengan dosis TMP 160 mg +800 mg SMX 4x/sehari.
- Saline → disuntikkan melalui intravena dengan dosis 20 mL/kg BB
- Sangobion → 1 kapsul sehari setelah atau selama makan, diberikan hingga kadar Hb normal
- Paracetamol → 500 mg diminum secara oral maksimal 4 tablet sehari setelah makan hingga demam mereda
- Bufacomb cream → digunakan dengan dioles tipis-tipis pada mulut yang sariawan 2-3 kali sehari.
● Selain obat-obatan di atas, bapak juga bisa mengimbanginya dengan pola hidup sehat - Perbanyak makan buah-buahan dan sayuran bu (nutrisi seimbang)
- Istirahat yang cukup
- Rajin olahraga dan makan makanan tinggi protein - Tidak merokok dan rajin untuk konsultasi ke dokter
- Mengkonsumsi makanan yang lunak agar lebih mudah diserap oleh tubuh
- Menghindari makanan (kopi, alkohol, telur mentah, buah yang tidak dicuci bersih, makanan yang mengandung lemak jenuh, minum air mentah dan lemak trans) - Minum vitamin (vitamin C, D, B16) dan suplemen Zinc
8. Tanya riwayat alergi
● Apakah sebelumnya bapak mempunyai alergi terhadap obat tertentu?
9. Jelaskan kemungkinan efek samping dan bila lupa minum obat
● Baik, berarti bapak tidak ada alergi ya. Jadi pak setiap obat yang diberikan memiliki
beberapa efek samping baik baik yang ringan ataupun yang berat: TDF → diare, mual, muntah, hipofosfatemia,
Lamivudine → infeksi saluran nafas, sakit kepala, insomnia, Efavirenz → anemia, neutropenia dan leukopenia, Kotrimoksazol → pusing, ruam, muntah.
Paracetamol → pusing gangguan penglihatan.
Sangobion → kemungkinan menyebabkan reaksi gastrointestinal
Saline → Hypernatraemia; kehausan, berkurangnya salivasi dan lakrimasi, demam, takikardia, hipertensi.
Bufacomb cream → Supresi adrenal, gangguan metabolisme glukosa, katabolisme protein, aktivasi tukak peptikum.
● Jangan sampai lupa minum obat ya pak untuk rutin dan tepat waktu dalam mengkonsumsi obat karena sistem kekebalan tubuh lebih terjaga
10. Konfirmasi ulang
● Saya sudah menjelaskan cara menggunakan obat-obat ini. Apakah bapak bisa mengulangi nama-nama obatnya serta cara penggunaannya?
11. Penutup
● Benar, bapak sudah memahami tentang obat-obatnya serta cara penggunaannya.
Apakah ada yang ingin ditanyakan lagi?
● Jika cukup, jangan lupa untuk minum obat secara teratur dan tepat waktu. Selain itu tetap membiasakan pola hidup sehat dan bersih agar terhindar dari penyakit ya pak.
Jangan sungkan untuk menghubungi kami jika bapak mengalami kesulitan tentang pengobatan ini. Terima kasih sudah bersedia meluangkan waktu untuk konseling pak.
Monitoring:
1. Monitoring Obat-Obatan:
Pantau kepatuhan pasien terhadap obat-obatan.
Lakukan evaluasi terhadap efek samping yang mungkin muncul.
2. Pemantauan Gula Darah:
Instruksikan pasien untuk memonitor gula darah secara rutin sesuai petunjuk dokter.
Evaluasi hasil pemantauan untuk menilai kontrol gula darah.
3. Pemantauan Tekanan Darah:
Petunjukkan pasien untuk memantau tekanan darah di rumah dan mencatatnya secara teratur.
Evaluasi catatan tekanan darah untuk mengidentifikasi tren atau fluktuasi.
4. Evaluasi Fungsi Ginjal:
Rencanakan pemeriksaan fungsi ginjal secara berkala, termasuk pengukuran kadar kreatinin dan mikroalbuminuria.
Pantau perkembangan hasil pemeriksaan laboratorium.
5. Evaluasi Anemia:
Pantau tingkat hemoglobin dan hematokrit secara rutin.
Pertimbangkan evaluasi lebih lanjut jika ada tanda-tanda anemia.
6. Konseling Berkala:
Lakukan sesi konseling berkala untuk memahami tantangan dan perubahan dalam manajemen kondisi.
Evaluasi pemahaman dan kepatuhan pasien terhadap rencana pengobatan dan saran kesehatan.