• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan HUKUM NIKAH WANITA HAMIL LUAR NIKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Tampilan HUKUM NIKAH WANITA HAMIL LUAR NIKAH"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hukum Nikah Wanita Hamil Luar Nikah

”Studi Kasus Wanita Hamil Dengan Orang Lain Ketika Masih Dalam Masa Iddah Di Desa Sekaralas Kabupaten Ngawi”

Zain Zuhri Sholeh, Lc.MH

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan ibadah yang dimana dapat merubah suatu yang haram menjadi halal. Bahkan nikah menjadi lebih utama apabila dengan niat menjalankan ( nindakke ) sunahnya nabi muhammad SAW. Terdapat begitu banyak barokah didalamnya. Di suatu ketika para sahabat menikah lantas nabi muhammad mendo’akan hal ini terdapat dalam hadis nabi dari abi hurairoh :

لسو هيلع ﷲ ىلص يبنلا نا : لاق هنع ﷲ يضر هريره ىبا نعو : لاق جوزتاذا اناسنا افر ذا ناك م

. هعبرﻻا و دمحا هاور ( ريخ يف امكنيب عمج و ، كيلع كراب و ، كل ﷲ كراب) Dari abi hurairoh RA. Berkata sesungguhnya nabi Muhammad SAW berdoa ketika terdapat orang yang menikah dengan : semoga allah memberkatimu, dan semoga keberkahan tetap untukmu, dan mengumpulkan diantara kalian berdua pada kebaikan ). HR. ahmad dan imam empat.

Pernikahan juga bertujuan agar mencegah terputusnyna garis keturunan dan supaya umat agama islam dapat mempunyai generasi generasi berkualitas. Dan dari pada itu memelihara keturunan juga merupakan salah satu maqashid syariah. Suatu gagasan dalam hukum islam bahwa syariah diturunkan allah SWT untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan dalam konteks hukum pernikahan sama dengan perkawinan.. Dalam undang-undang republik indonesia tahun 1974 diterangkan

(2)

bahwa “ perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa”.1 Namun juga terdapat pula kasus dimana diluar pernikahan sudah terjadi wanita hamil. Dalam kasus kebolehan pernikahan wanita hamil luar nikah para imam madzab berbeda pendapat. Dalam kasus ini dikarenakan salah satu faktor pergaulan bebas antara pria dan waniita. Apabila dari wanita dan laki-laki untuk melangsungkan pernikahan, dalam hukum positif maka pernikahan wanita hamil luar nikah adalah sah

Namun tujuan yang baik dalam pernikahan kadang-kadang menemui berbagai halangan oleh keadaan keadaan tertentu yang bisa saja dapat membuat pernikahan harus berpisah atau disebut pula perceraian. Seperti misalnya percekcokan yang terlarut dan sudah tidak mudah untuk diselesaikan. Perceraian dalam islam sangat tidak disukai. Meskipun tidak disukai dalam islam juga diatur sedemikian rupa apabila perceraian adalah salah satu jalan terakhir. Alasan-alasan yang dapat terjadi terwujjudnya perceraian diatur dalam peraturan pemerintah republik indonesia republik indonesia.2 Sedangkan perceraian dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan sudah berusaha agar dapat mendamaikan diantara pihak namun tidak berhasil, maka pengadilan memutuskan untuk memisahkan pernikahan tersebut. Setelah diucapkanya talak didepan sidang pengadilan maka terdapat waktu tunggu atau dalam islam dikenal dengan masa

1 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1

2 Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang pelaknaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 19

(3)

iddah. Masa iddah dimana waktu tunggu supaya apabila diantara masing-masing menghendaki untuk bisa ruju’ kembali dan meneruskan pernikahannya.

Didalam masa iddah diwajibkan untuk istri menunggu tiga kali quru’ (suci).

Dan tidak diperbolehkan berbagai hal dalam masa iddah. Diantara hal tersebut ialah menikah. Untuk seorang istri yang masih dalam masa iddah tidak diperbolehkan untuk menikah dengan laki-laki lain secara langsung, atau dalam jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan salah satunya yaitu untuk menunggu apabila pernikahan tersebut bisa untuk ruju’ kembali. Dan adapula untuk istri memastikan bahwa rahimnya bersih dari calon bayi dari suami yang telah diceraikan.

Di salah satu desa yang berada di ngawi tepatnya desa sekaralas terdapat wanita hamil luar nikah, dan ingin melangsungkan pernikahan. Namun wanita tersebut sudah pernah menikah dan baru saja diceraikan. Dalam masa-masa iddah wanita dihamili oleh orang lain yang tidak sah. Namun disisi lain laki-laki yang menghamili bersedia bertanggungjawab atas perbuatanya. Benar dan pihak wanita dan pihak laki-laki yang menhamili tersebut melangsungkan pernikahan.

Pernikahan mereka juga dicatatkan dalam kantor urusan agama setempat. Lalu bagaimana hukum dari pernikahan wanita hamil luar nikah yang masih dalam masa iddah dalam perspektif hukum islam dan hukum positif ?.

B. Pengertian Perkawinan

Hukum tentang Perkawinan merupakan salah satu produk hukum yang diatur oleh negara kesatuan republik indonesia yang bertujuan sesuai dengan maqosid syariah dalam islam. Dan kalau pada keyakinan lain pernikahan bertujuan untuk terberkatinya sebuah keluarga yang menjalin pernikahan/perkawinan. Dan juga

(4)

sebagai dharma bagi penganutnya. Didalam negara mempunyai undang-undang yang membahas dengan detail tentang perkawinan yang berada pada Undang- Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan diterangkan bahwa “ perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa” 3.

perkawinan adalah ikatan yang sah yang diakui oleh negara dengan ucapan ijab dan qobul dari pihak wali mempelai perempuan kepada mempelai laki-laki yang disaksikan oleh saksi-saksi dan dicatatkan di kantor urusan agama (KUA)4. Perkawinan juga menyangkut terhadap persetujuan masyarakat, Dalam perkawinan tersebut harus diumumkan pada masyarakat sekitar maupun orang luar. Hal ini wajib dilakukan karena supaya nantinya kebelakangan tidak ada timbulnya fitnah antara masyarakat berkaitan dengan perkawinan tersebut. Pernikahan atau perkawinan pada peradapan dulu sangat disakralkan, karena ia datur oleh budaya, agama dan pemerintah.

C. Tujuan Perkawinan

Tujuan pernikahan atau perkawinan dalam undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa.5 Dalam agama islam pernikahan atau perkawinan bertujuan supaya terciptanya

3 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1

4 Shapiyuddin. Fiqh Kontemporer Edisi I Cet Ke-I, Jakarta: Prenamedia Group, 2016

5 Sindo, Asril Dt. Paduko. “Iddah dan Tantangan Teknologi Modern” dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Buku, 2011 hal. 43

(5)

keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah (keluarga yang aman, tentram dan bahagia) diberkati oleh tuhan. Dalam mencapai tujuan tersebut juga dibutuhkan mahabbah diantara keluarga.

D. Putusnya Perkawinan

Dalam pernikahan atau perkawinan pasti tidak selamanya akan selalu berjalan dengan apa yang diharapkan oleh pasangan suami istri. Beberapa dari pasangan memlih untuk mengakhiri perkawinan dan ada juga perkawinan harus terpaksa putus dengan sendirinya atau kehendak yang maha kuasa. Dalam putusnya perkawina terbagi menjadi 3 bagian:

a. Kehendak tuhan, kehendak tuhan disini berkaitan dengan kematian salah satu suami maupun istri. Kematian tidak bisa dibuat-buat oleh suami mauoun istri. Oleh sebab itu kematian menjadi putusnya perkawinan.

b. Kehendak suami, suami dapat memutuskan perkawinan dengan cara mengucapkan talak. Sekarang ini ucapan talak harus diucapkan didepan majelis hakim.

c. Kehendak istri, istri ketika menginginkan untuk putusnya perkawinan sedangkan suami tidak ingin memutuskan perkawinan. Maka dalam kasus ini istri harus memberikan bukti-bukti yang kuat atas ddasar istri sampai berkeinginan memutuskan perkawinanya. Hal ini disebut dengan putusan hakim pengadilan.

(6)

E. Hukum Pernikahan Wanita Hamil Luar Nikah Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif.

Hukum menurut aristoteles “Hukum tertentu adalah aturan-aturan yang menetapkan dan melarang beberapa tindakan. Hukum universal adalah hukum alam, ia memiliki aturan dan pengarahannya tersendiri”. Menurut mochtar kusumaadmadja “hukum adalah sebagai alat bantu untuk segala macam proses perubahan yang ada di dalam masyarakat. Selain itu, menurutnya hukum merupakan alat untuk melindungi, memelihara dan menertibkan masyarakat”. 6 sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia hukum adalah “peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

Pengertian hukum diatas adalah pengertian hukum secara universal dan dipakai oleh sebagian besar negara didunia. Adapula hukum islam, menurut kamus besar bahasa indonesia “hukum islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan al-qur’an dan hadis;hukum syarak”. Al-fayumi menyebutkan bahwa hukum islam لصف و ىضق ىنعمب مكح (memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan masalah(al-fayumi;1950;145)). hukum islam adalah

6 “Hukum: Pengertian, Tujuan dan Fungsi”https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-hukum, diakses 1 juni 2023.

(7)

istilah yang khas berasal dari Negara Indonesia. Dalam bangsa barat hukum islam disebut dengan Islamic law. Namun dalam literature arab disebut dengan syariat islam.

Hukum sangat erat berhubungan dengan masyarakat. Olehnya tidak mungkin hukum dengan masyarakat itu dapat dipisahkan. Hukum adalah merupakan pengatur kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat tidak mungkin bisa teratur jika masyarakat tersebut tidak diatur oleh hukum. Subyek dari sebuah hukum atau wadah untuk berlakuya hukum. Tak mungkin berlaku sebuah hukum jika tidak adanya kemasyarakatan. Dan dalam subyek hukum tersebut disebutkan dengan suatu pihak yang telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas tertentu. Dari pengertian diatas subyek hukum dapat dibedakan menjadi badan hukum dan perorangan.

Sedangkan obyek hukum adalah sasaran dari sebuah aturan hukum yang diman terdapat kaitanya dengan subyek hukum.

Membahas tentang hukum islam pasti terdapat asal muasal hukum tersebut atau bias dikatakan sumber hukum. Sumber hukum dalam hukum positif pada dasarnya ada 22 sumber hukum yaitu hukum formal dan sumber hukum material. Sumber hukum formal yang berada di Negara Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang

2. Kebiasaan/adat istiadat/tradisi 3. Traktat

4. Yirusprudensi 5. Doktrin

Sedangkan sumber hukum dari hukum material adalah sumber-sumber yang melahirkan suatu hukum tersendiri. Baik secara langsung maupun secara tidak

(8)

langsung. Biasanya yang menjadi sumber-sumber hukum yang material itu ialah aneka gejala yang ada dalam kehidupan masyarakat (dalam segala bidang).7

Sumber-sumber hukum yang tersebeut diatas merupakan sumber hukum yang berada di indonesia. Adapula negara indonesia. Juga menggunakan ukum islam. Yang dituangkan dalam kompilaasi hukum islam. Sudah banyak dan sudah dipakai di negara indonesia beberama lama ini. Dalam KHI mempunyai sumber hukum yang dari sumber-sumber hukum islam. Sumber hukum islam adalah :

1. Al-qur’an 2. Al-hadist 3. Ijma’

4. Qiyas

Semua itu baru dari sumber-sumber hukum. Dalam islam juga terdapat metode- metode dalam penggalihan hukum. Produk dari penggalihan hukum tersebut dalam islam disebut dengan fiqih. Sedangkan proses penggalihan hukum untuk menemukan hukum tertentu disebut dengan ijtihad dan ilmu yang mempelajari tersebut adalah ilmu ushul fiqih. Dalan ushul fiqih yang sangat mashur dengan ulama yang merupakan pengagas ilmu ushul fiqih yaitu imam syafi’i . dalam ushul fiqih diterangkan bahwa berkaitan dengan qowaidul khomsah yang tertuang sebagai berikut:8

1. Teks kaidah ke 1 اهدصقمب رومﻸلا

Artinya : “segala perkara tergantung pada tujuannya”

2. Teks kaidah ke 2

7 ibid

8 Abdul jabar halim, “as-sulam” bagian 2 “fii qowaidul khomsah”, hal. 62

(9)

كشلااب لزيﻻ نيقيلا

Artinya : “keyakinan tidak dapat dihingkan dengan keraguan”

3. Teks kaidah ke 3 ريسيتلا بلجت ةقشملا

Artinya : “kesukaran atau kesulitan juga mendatangkan kemudahan”

4. Teks kaidah ke 4 لازي ررضلا

Artinya : “kejahatan/kemadharatan harus dihilangkan”

5. Teks kaidah ke 5 ةمكحم ةادعلا

Artinya : “kebiasaan atau adat bias dijadikan hukum”

Dalam islam terdapat berbagai ilmu yang begitu baik dipelajari dari al-qur’an dalam garis besar mempelajari 3 hal dasar dalam islam yang nantinya membentuk berbagai ilmu-ilmu turunan darinya. Tiga garis besar tersebut adalah aqidah, tasawuf dan syari’ah. Hal tersebut akan bisa diturunkan kepada ilmu-ilmu yang kita pelajari dalam islam. Semacam ilmu fiqih yang turunannya dari syari’ah. Ilmu tauhid yang turunan dari aqidah. Dan juga ilmu akhlak yang turunannya dari tasawuf. Dan masih banyak lagi. Yang menjadi dasar dari peraturan yang mengatur kehidupan umat islam tersebut diatur dengan ilmu fiqih/syari’ah. Maka terdapat pula tujuan dari syariah untuk umat islam disebut dengan maqosidu asyari’ah. Sebagai berikut:

1. Memelihara agama (hifz al-din) 2. Memelihara jiwa ( hifz al-nafs) 3. Memelihara akal (hifz al-aqli)

(10)

4. Memelihara kehormatan (hifz al-nasl) 5. Memelihara kekayaan (hifz al-maal)

pernikahan sesuai Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan diterangkan bahwa “ perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan tuhan yang maha esa. Merupakan juga hasil dari penggalihan hukum-hukum yang meliputi ketentuan diatas berdasarkan sumber hukum yang kuat dan berbagai kesetaraan dan kemaslahatan anatara hukum satu dengan hukum yang lain, karena indonesia adalah negara pluralisme. Maka dari itu kemaslahatannya harrus sangat penting. Tujuan dari pernikhan yang menurut undang- undang diatas adalah membentuk keluarga (rumah tangga ) yang bahagia dan kekal.

Hal tersebut juga sesuai dengan maqosid syaria’ah yang telah dipaparkan diatas.

Salah satu dalam maqosid syariah yang mempenyai hubungan sangat erat pula dengan pernikahan yaitu hifz al nasl memelihara kehormatan atau keturunan atau nasab. Untuk memelihara nasab dari umat islam juga diatur olehnya. Sebagian dari penjelasan dari kaidah tersebut mengenai garis keturunan antara orang tua dan anak tersebut jelas, Sebagaimana yang diharapkan. Namun tidak sedikit pula berbagai alasan ataupun kejadian yang membuat seseoarang utuk menerjang peraturan-peraturan yang telah ada. Kemudian mereka terjerumus dan harus menangung akibatnya. Hal itu sangatlah merepotkan bahkan merugikan.

Kasus yang diterangkan dan dipaparkan dalam temuan penelitian diatas yaitu seorang perempuan hamil diluar nikah dan hendak untuk dinikahkan. Dalam hukum islam fiqih empat madzab. Wanita pezina (pelacur) boleh dinikahi. Demikian pendapat

(11)

hanafi dan syafi`i. Hambali berpendapat:haram menikahinya sebelum bertobat terlebih dahulu. Orang yang berzina dengan seseorang perempuan tidak di haramkan menikahi perempuan tersebut, begitu pula menikahi ibu dan anaknya. Demikian menurut pendapat maliki dan syafi`i. Menurut pendapat hanafi:keharaman musharahah bergantung pula pada perzinaan. Hambali menambahkan: apabila seorang laki laki melakukan hubungan sejenis (homo seksual) dengan sejenis laki laki maka ia di haramkan menikahi ibu dan anak perempuannya.

Para imam mazhab sepakat bahwa apabila seorang perempuan berbuat zina maka pernikahannya tidak batal. Namun, diriwayatkan dari `ali r.a. dan al-hasan al-bashri bahwa dalam hal demikian, pernikahan itu menjadi batal. Apabila seseorang berzina, kemudian ia menikah, maka suami boleh langsung mencampurinya tanpa `iddah. Akan tetapi jika ia hamil maka makruh menyetubuinya hingga ia melahirkan. Demikian menurut pendapat hanafi dan syafi`i. Maliki dan hambali mengatakan: diwajibkan atasnya menunggu masa `idah dan diharamkam atas suaminya menyetubuhinya hingga habis masa `idah nya. Abu yususf berpendapat: apabila perempuan itu hamil maka haram menikahinya hingga ia melahirkan. Sedangkan jika ia tidak hamil maka tidak haram menikahinya dan ia pun tidak perlu menunggu masa `iddah.9

Kompilasi hukum islam yang juga menjadi rujukan hukum perdata bagi umat islam.

Diatur dalam buku I BAB VIII tentang kawin hamil. Yang dimana wanita hamil luar nikah, dapat dikawinkan atau dinikahkan dengan orang yang menghamilinya. Dalam perkawinan tersebut bagi wanita maupun pria tidak perlu untuk menunggu wanita tersebut melahirkan terlebih dahulu. Dan nanti ketika sudah melahirkan pernikaha atau

9 Muhammad bin abdurrahman ad-dimisqy, fiqih empat madzab, penerjemah abdullah zaki alkaf, cet. Ke-18 (bandung:hasyimi, 2015), hlm. 327-328

(12)

perkawinan mereka tidak perlu diulang kembali. Perkawinan wanita hamil diluar nikah tersebut sah oleh hukum dan segala urusan perdata dari anak yang lahir dari hubungan luar nikah yaitu mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. Dan juga nasab dari anak tersebut kepada ibunya serta keluarga dari ibunya. Apabila seorang anak lahir dari perkawinan yang sah maka anak tersebut mepunyai hubungan perdata dengan ayahnya dan dari dari pihak ayah yang akan menjadi wali dari anak tersebut.

F. Hukum Pernikahan Wanita Hamil Luar Nikah, Yang Hamilnya Dengan Orang Lain Ketika Masih Dalam Masa Iddah

Pernikahan adalah hal yan sangat perlu untuk berhati-hati. Apalagi dalam masalah pernikahan yang akan dilakukan pada kedua kalinya. Khususnnya terhadap pihak perempuan. Setelah seorang perempuan bercerai dengan suaminya maka perempuan tersebut akan menjalani waktu tunggu. Yang dimana selama waktu tunggu tersebut wanita dilarang untuk berbagai hal kalau menurut fiqih. Namun dalam undang-undang hanya tertera ketika wanita Dalam masa unggu wanita tersebut dilarang untuk menikah selama waktu yang telah ditentukan. Waktu yang ditentukan tersebut yaitu setelah 3 kali suci dari haid atau kira-kira dalam masa waktu 3 bulan atau 90 hari.

Ketika wanita hamil luar nikah maka boleh langsung dinikahkan tanpa harus menanti wanita tersebut melahirkan terlebih dahulu. Dan pernikahan pengantin tersebut sah menurut hukum dan agama. Pernikahan apabila terjadi ketika wanita masih dalam masa iddah pernikahan tersut tidak sah. Hal tersebut menjadi batalnya pernikahan.

Maka pernikahan harus diluar masa iddah perempuan tersebut. Ketika terjadi peristiwa semcam tersebut bagi aparat yang berwenang untuk mencatat pernikahan harus

(13)

melarang pernikahanya sebab tidak memenuhi syarat untuk menikah.

Perkawinan yang terjadi di desa sekaralas tersebut menuai banyak kesukaran.

Karena kasus yang berada didalamnya. Perempuan tersebut sudah menikah dan tercatat dalam kantor urusan agama kecamatan widodaren pada tahun 2015. Keluarga hidup bersama sampai pada puncak peretakan hubungan keluarga yang terjadi pada tahun 2021. Yang mana sudah dikaruniai 2 orang anak. Tahun ke 7 dari pernikahan mereka, pihak perempuan memutuskan untuk berpisah dengan suaminya tersebut. Hal yang membuat perempuan tersebut menggugat suaminya yang tertera dalam gugatan yang didaftarkan di pengadilan agama ngawi. Yaitu adanya factor ekonomi dari suami yang tidak mampu menafkahi istri dan anak-anaknya.begitu pula pertikaian dalam keluarga yang tak kunjung selesai dan pada suatu saat tersebut sampai pada kontak fisik.

Secara resmi bercerai terhitung sejak januari 2022. Dan perempuan tersebut menikah pada bulan agustus. Namun pada bulan agustus tersebut wanita diketahui bahwa sudah hamil. Umur dari kandungannnya sudah sampai 5 bulan. Lima bulan sebelum bulan pernikahan adalah pada antara bulan april dan mei. Pada bulan tersebut masih krusial berkaitannya dengan maasa iddah. Jadi perempuan hamil luar nikah dan masih belum pasti awal mula hamilnya atau hubunganya tersebu masih dalam masa iddah ataupun sudah selesai menjalani masa iddah. Namun dari pihak perempuan tersebut hanya megaku bahwa setelah begitu lama terjadinya pertikaian dengan suami yang pertama mereka sudah tidak lagi satu rumah bahkan tidak pula satu ranjang.

Ataupun sudah tidak lagi berhubungan dengan suami yang pertama. Perempuan tersebut mengaku yang menghamilinya adalah calon suami yang akan dinikahinya pada kali ini.

(14)

Hukum dari menikah seorang wanita yang masih dalam masa iddah adalah tidak sah. Ketika hendak untuk menikah harus menunggu masa iddah dari perempuan tersebut selasai. Masa iddah dari perempuan yang tidak hamil tersebut 90 hari atau 3 kali suci. Masa iddah wanita yang dicerai dalam kondisi hamil masa iddah wanita tersebut adalah sampai wanita melahirkan. Maka ketika perempuan ingin menikah harus diluar masa iddah. Dalam kasus diatas ketika wanita tersebut sudah selesai masa iddah maka boleh untuk menikahkanya. Dan pernikahan tersebut adalah sah. Perbuatan yang dilakukan wanita tersebut adalah perbuatan yang tergolong dalam dosa besar. Dan melanggar dari larangan allah yaitu dalam al-qur’an surat al isra’ ayat 32:

ﻼيبس ءاسو ةشحاف ناك هّنا انزلا اوبرقتﻻو

Wa laa taqrabuz-zinaa innahu kaana faahisyata wa saa’a sabiilaa

Artinya : “janganlah mendekati zina, sesungguhnya zina iru adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.

(15)

Daftar Pustaka

Abdul jabar halim, “as-sulam” bagian 2 “fii qowaidul khomsah”,

Muhammad bin abdurrahman ad-dimisqy, fiqih empat madzab, penerjemah abdullah zaki alkaf, cet. Ke-18 ,bandung:hasyimi, 2015

Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang pelaknaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 19

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1

Shapiyuddin. Fiqh Kontemporer Edisi I Cet Ke-I, Jakarta: Prenamedia Group, 2016.

Sindo, Asril Dt. Paduko. “Iddah dan Tantangan Teknologi Modern” dalam Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Buku, 2011

“Hukum: Pengertian, Tujuan dan Fungsi”https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-hukum, diakses 1 juni 2023.

Referensi

Dokumen terkait

Perkawinan ialah ikatan lahir antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan

Selanjutnya, menurut hukum perkawinan agama Budha, bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria sebagai suami dan seorang wanita sebagai

Tauhn 1974 Tentang Perkawinan, bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah, “Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

1 tahun 1974 pasal 1 dinyatakan bahwa “perkawinan ialah ikatan lahir batin, antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga

1/1974 perkawinan didefinisikan sebagai: “Ikatan lahir-batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia

I tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan