TUGAS 2 MATA KULIAH KAPITA SELEKTA PRODUKSI PERTANIAN TIGA KOMPONEN PENTING PROSES PRODUKSI PANGAN
Disusun oleh:
Nama: Dyah Safitri NIM: 20200210127 Kelas: Agroteknologi C20
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARA 2023
1 BAB I Pendahuluan
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor keberlanjutan hidup yang sudah menjadi hak asasi manusia. Dalam UU No.18 tahun 2012, Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai kondisi tersediaanya (ketersediaan) pangan bagi negara sampai dengan individu yang cukup jumlahnya, mutu, keamanan, beragam, bergizi, merata dan terjangkau (akses), serta sesuai dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, yang dimanfaatkan (pemanfaatan) untuk hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Menurut Surraya (2010), ketahanan pangan adalah kondisi dimana seseorang dapat meraih kebutuhan pangan untuk hidup yang lebih produktif serta sehat bagi tubuh. Sehingga kebutuhan akan pangan sangat berpengaruh pada setiap makhluk hidup di muka bumi ini.
Menurut Arifin, (2001) Ketahanan pangan minimal memiliki dua aspek pokok yaitu ketersediaan pangan dan aksesbilitas pangan, sehingga untuk mencapai status tahan pangan suatu negara wajib memenuhi dua aspek pokok tersebut. Ketersediaan pangan berkaitan dengan jumlah, kualitas, dan keberlanjutan produksi pangan yang dikonsumsi masyarakat agar terpenuhi kebutuhan kalori dan energi untuk melakukan kegiatan kehidupan sehari-hari. Pengadaan pangan dapat dilakukan dengan cara produksi sendiri(produksi dalam negeri) dan impor dari negara lain dengan tetap menjaga keseimbangan perolehan devisa dari sektor lain. Sedangkan aspek aksesbilitas berkaitan dengan distribusi pangan dari produsen sampai konsumen melalui mekanisme pasar. Akses pangan juga berkaitan dengan kepemilikan sumber daya ekonomi (uang) untuk memperoleh bahan pangan dan fasilitas infrastruktur fisik yang mendukung distribusi pangan. Untuk meningkatkan aksesbilitas pangan dapat dilakukan dengan pemberdayaan sistem pasar dan mekanisme pemasaran, serta kebijakan tata niaga pangan
FAO (2014) telah menerapkan gerakan untuk mendukung ketahanan pangan selain meningkatkan dari segi produksi juga menurunkan besarnya bahan pangan yang mengalami penurunan atau kehilangan pangan pada rantai konsumsi (food waste). Diperkirakan tahun 2050 di negara-negara berkembang akan mengalami lonjakan penduduk yang berakibat pada tingginya permintaan pangan dengan kenaikan lebih dari 60% (Pangan, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa dunia harus menyediakan permintaan pangan sesuai dengan realita penduduk. Sedangkan menurut FAO (2011), pangan yang diproduksi dunia hilang sebanyak 33,33% atau setara dengan 1,3 triliun
2
ton pangan/tahun. Pernyataan tersebut semakin mempersulit negara dalam menyediakan permintaan pangan disamping lonjakan penduduk yang semakin bertambah.
Dalam proses produksi pangan terdapat 2 kegiatan utama yang dilakukan, yaitu onfarm dan offfarm. Onfarm adalah semua kegaitan yang dilakukan dilahan seperti budidaya tanaman dan pengolahan lahan. Sedangkan kediatan offarm adalah kegiatan yang menetukan hasil atau keuntungan yang didapat.
Pertanian memiliki peran yang sangat penting dalam produksi pangan. Produksi pangan pertanian melibatkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan budidaya tanaman, peternakan, perikanan, dan kehutanan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Pertanian merupakan sektor utama dalam penyediaan bahan pangan, baik berupa tanaman pangan seperti padi, jagung, gandum, kentang, dan lain sebagainya, maupun produk peternakan seperti daging, susu, telur, dan hasil perikanan. Produksi pangan pertanian juga melibatkan pengelolaan sumber daya alam, seperti lahan, air, dan lingkungan, untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dan produksi tanaman serta hewan (Purwaningsih, 2008).
Tujuan utama dari produksi pangan pertanian adalah untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup, aman, dan berkualitas bagi populasi manusia. Selain itu, produksi pangan pertanian juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik dalam menciptakan lapangan kerja maupun sebagai sumber pendapatan bagi petani, nelayan, dan pelaku usaha di sektor pertanian.
Dalam proses produksi pangan pertanian, terdapat berbagai faktor yang perlu diperhatikan, seperti pemilihan varietas tanaman yang unggul, penggunaan teknik budidaya yang efisien, pengendalian hama dan penyakit, manajemen keberlanjutan sumber daya alam, dan teknologi pertanian yang inovatif. Selain itu, aspek pengelolaan pasca panen, termasuk pengolahan, penyimpanan, dan distribusi pangan, juga memiliki peran penting dalam memastikan kualitas dan keamanan pangan yang dihasilkan (Mulyani & Hidayat, 2009).
Namun, produksi pangan pertanian juga dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah, seperti perubahan iklim, kerusakan lingkungan, penurunan kualitas tanah, peningkatan populasi dan permintaan pangan, serta ketidakmerataan distribusi pangan (Purwaningsih, 2008). Oleh karena itu, pengembangan dan penerapan praktik pertanian berkelanjutan, penggunaan teknologi
3
modern, serta kebijakan yang mendukung sektor pertanian menjadi hal yang penting untuk mencapai produksi pangan yang berkelanjutan dan mencukupi.
4 BAB II
Pada saat ini, produksi pangan memegang peranan penting dalam menjaga ketahanan pangan global. Untuk memahami produksi pangan secara komprehensif, diperlukan pemahaman yang melibatkan tiga komponen penting, yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan.
A. Sosial
Komponen sosial dalam produksi pangan melibatkan aspek-aspek seperti aksesibilitas pangan, ketersediaan dan distribusi pangan yang merata, serta partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait produksi pangan. Aspek ini memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan sosial masyarakat, serta inklusi dan kesetaraan gender dalam sistem produksi pangan (Suharyanto, 2011). Selain itu, aspek kesejahteraan petani, buruh pertanian, dan komunitas lokal yang terlibat dalam produksi pangan juga menjadi bagian penting dalam komponen sosial ini.
Dalam konteks ketahanan pangan, komponen sosial memiliki peran yang sangat penting.
Ketahanan pangan tidak hanya melibatkan aspek produksi dan akses fisik terhadap pangan, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan keadilan dalam masyarakat. Berikut ini adalah beberapa pembahasan mengenai komponen sosial dalam ketahanan pangan:
Akses dan distribusi pangan: Komponen sosial mempertimbangkan akses masyarakat terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Faktor seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, dan ketimpangan distribusi pangan perlu diperhatikan. Ketidaksetaraan akses pangan dapat mengakibatkan kelaparan dan malnutrisi di antara kelompok-kelompok yang rentan dalam masyarakat (Mulyani & Hidayat, 2009).
Keadilan sosial: Ketahanan pangan yang berkelanjutan juga harus memperhatikan prinsip- prinsip keadilan sosial. Hal ini mencakup perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia terkait dengan pangan, serta pencegahan diskriminasi dan ketimpangan gender dalam akses terhadap pangan. Dalam konteks ini, perlu ada kebijakan yang mendorong inklusi sosial, partisipasi masyarakat, dan pengambilan keputusan yang adil dalam sistem pangan.
Kebudayaan dan tradisi pangan: Komponen sosial juga mencakup keberlanjutan budaya dan tradisi pangan. Budaya lokal dan pengetahuan tradisional dalam pengolahan, konsumsi, dan pertanian lokal perlu dihargai dan dilestarikan. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan sistem pangan dan keanekaragaman pangan.
Kesejahteraan masyarakat: Ketahanan pangan tidak hanya berfokus pada aspek kuantitatif, tetapi juga pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Peningkatan kesejahteraan sosial,
5
seperti akses pendidikan, pelayanan kesehatan, dan perbaikan infrastruktur, dapat berdampak positif pada ketahanan pangan. Faktor-faktor sosial seperti pendapatan, kualitas hidup, dan stabilitas sosial juga berperan dalam mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan (Suharyanto, 2011).
Pemberdayaan masyarakat: Komponen sosial dalam ketahanan pangan juga melibatkan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, implementasi, dan pengambilan keputusan terkait dengan sistem pangan mereka. Pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan partisipasi, kemandirian, dan pemahaman terhadap isu-isu pangan, serta mempromosikan solusi yang berkelanjutan dan berbasis lokal. Dalam mencapai ketahanan pangan yang komprehensif, penting untuk memperhatikan dan memadukan komponen sosial dengan komponen ekonomi, ekologi, dan kebijakan. Dengan mempertimbangkan aspek sosial dalam sistem pangan, diharapkan dapat tercipta sistem pangan yang inklusif, berkelanjutan, dan adil bagi seluruh masyarakat.
B. Ekonomi
Komponen ekonomi dalam produksi pangan mencakup aspek-aspek seperti efisiensi penggunaan sumber daya, keberlanjutan ekonomi petani, dan akses pasar yang adil. Dalam hal ini, penting untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan para petani dan pelaku usaha pertanian memperoleh penghasilan yang layak dari produksi pangan mereka. Hal ini melibatkan investasi dalam infrastruktur pertanian, kebijakan yang mendukung pengembangan agribisnis, serta akses terhadap pembiayaan dan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi produksi dan nilai tambah produk pangan. Ketahanan pangan adalah keadaan di mana semua individu memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi yang cukup terhadap pangan yang aman, bergizi, dan sehat.
Komponen ekonomi memiliki peran penting dalam mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa pembahasan mengenai komponen ekonomi dalam ketahanan pangan:
Produksi Pertanian: Produksi pertanian merupakan komponen utama dalam ketahanan pangan. Peningkatan produksi pertanian yang efisien dan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan ketersediaan pangan yang mencukupi. Faktor-faktor ekonomi seperti teknologi pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida, manajemen irigasi, serta permodalan dan akses
6
terhadap input pertanian mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan produksi pangan (Suharyanto, 2011).
Distribusi dan Akses: Distribusi pangan yang efisien dan adil sangat penting dalam memastikan aksesibilitas pangan bagi seluruh populasi. Faktor-faktor ekonomi seperti infrastruktur transportasi, rantai pasokan yang efektif, dan kebijakan perdagangan internasional mempengaruhi distribusi pangan dari produsen ke konsumen. Selain itu, aksesibilitas ekonomi, termasuk pendapatan, harga pangan, dan kebijakan harga subsidi, juga memainkan peran penting dalam memastikan individu dan rumah tangga mampu membeli pangan yang cukup dan berkualitas.
Ketahanan Ekonomi: Ketahanan ekonomi individu, rumah tangga, dan negara juga berkontribusi pada ketahanan pangan. Kemampuan individu dan rumah tangga untuk memperoleh dan mempertahankan pekerjaan yang layak, pendapatan yang stabil, serta akses terhadap layanan keuangan dan sosial yang memadai sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu, stabilitas ekonomi dan kebijakan makroekonomi yang baik juga mempengaruhi harga pangan dan ketersediaan pangan.
Inovasi dan Teknologi: Inovasi dan teknologi dalam sektor pertanian memiliki potensi besar untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keberlanjutan produksi pangan.
Pengembangan dan penerapan teknologi pertanian modern, seperti pertanian berbasis presisi, irigasi cerdas, sistem pengendalian hama terintegrasi, dan penggunaan varietas tanaman unggul, dapat membantu meningkatkan produksi pangan secara ekonomis dan berkelanjutan (Suharyanto
& Sofianto, 2012). Dalam upaya mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, semua komponen ekonomi tersebut harus saling terkait dan terintegrasi. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional diperlukan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan dan praktik yang mendukung ketahanan pangan yang berkelanjutan dari perspektif ekonomi.
C. Lingkungan
Komponen lingkungan dalam produksi pangan berfokus pada upaya menjaga keberlanjutan ekosistem dan konservasi sumber daya alam. Produksi pangan yang berkelanjutan harus memperhatikan pengelolaan lahan yang bijaksana, konservasi air, penggunaan pupuk dan pestisida yang bertanggung jawab, serta pemeliharaan keanekaragaman hayati. Upaya untuk mengurangi dampak negatif produksi pangan terhadap lingkungan, seperti degradasi tanah,
7
pencemaran air, dan emisi gas rumah kaca, juga menjadi bagian penting dalam komponen lingkungan ini.
Ketahanan pangan adalah keadaan di mana semua individu memiliki akses yang cukup, aman, dan berkelanjutan terhadap makanan yang bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi dan kehidupan sehari-hari mereka. Lingkungan memainkan peran penting dalam mencapai ketahanan pangan, dan ada beberapa komponen lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam konteks ini (Darwanto,2005). Berikut adalah beberapa komponen lingkungan dalam ketahanan pangan:
Lahan Pertanian: Lahan pertanian yang subur, produktif, dan berkelanjutan sangat penting dalam produksi pangan. Faktor-faktor seperti kesuburan tanah, ketersediaan air irigasi, drainase yang baik, dan keberlanjutan penggunaan lahan menjadi perhatian utama. Praktik pertanian yang berkelanjutan, seperti rotasi tanaman, penggunaan pupuk organik, dan pengelolaan air yang efisien, membantu menjaga keberlanjutan lahan pertanian dan produktivitas jangka Panjang (atmanti, 2010).
Air adalah aspek penting dalam produksi pangan, baik untuk irigasi maupun keperluan hewan ternak. Ketersediaan air yang memadai dan keberlanjutan pengelolaannya sangat penting dalam mencapai ketahanan pangan. Namun, perubahan iklim, polusi, dan degradasi lingkungan mengancam ketersediaan air yang cukup untuk pertanian (Setyaningsih, 2020).. Oleh karena itu, perlindungan sumber daya air dan penggunaan teknik irigasi yang efisien menjadi faktor penting dalam mencapai ketahanan pangan.
Keragaman hayati dalam sistem pertanian berperan penting dalam ketahanan pangan.
Tanaman pangan yang beragam, termasuk varietas lokal, memiliki potensi untuk menghadapi perubahan iklim dan serangan hama atau penyakit. Keberlanjutan keanekaragaman hayati, termasuk pelestarian varietas lokal, keanekaragaman hayati tanah, dan keanekaragaman hayati hayati, merupakan faktor penting dalam membangun sistem pertanian yang tangguh dan berkelanjutan.
Tanah: Tanah yang sehat dan subur adalah landasan penting dalam produksi pangan.
Degradasi tanah, erosi, penurunan kualitas tanah, dan kehilangan lapisan humus dapat mengurangi produktivitas pertanian. Praktik-praktik konservasi tanah, seperti konservasi air dan pengendalian erosi, penting dalam mempertahankan kualitas dan keberlanjutan tanah untuk produksi pangan yang berkelanjutan.
8
Iklim: Perubahan iklim memiliki dampak signifikan pada produksi pangan dan ketahanan pangan. Perubahan pola cuaca, peningkatan suhu, kekeringan, dan banjir dapat mengancam produktivitas pertanian. Upaya mitigasi perubahan iklim dan adaptasi terhadap perubahan iklim menjadi kunci dalam membangun ketahanan pangan di tengah perubahan lingkungan yang cepat.
Pentingnya memperhatikan komponen lingkungan dalam ketahanan pangan menekankan perlunya pendekatan yang berkelanjutan dan berimbang dalam produksi pangan. Integrasi aspek lingkungan dalam kebijakan pertanian, praktik pertanian berkelanjutan, konservasi sumber daya alam, dan pengelolaan lingkungan yang bijaksana merupakan langkah penting untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan (Darwanto,2005)..
Dengan memperhatikan ketiga komponen ini secara holistik, produksi pangan dapat bergerak menuju sistem yang berkelanjutan, adil, dan ramah lingkungan. Upaya kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat luas, diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
9 BAB III
Dalam proses produksi pangan ada dua kegiatan utama yang terus belangsung selama produksi pangan tetap berjalan, yaitu kegiatan on-farm dan off-farm. Untuk mendukung proses produksi pangan diperlukan komponen-komponen pendukung utama seperti sosisal, ekonomi, dan lingkungan. Setiap komponen memiliki unsur-unsur yang penting dalam kegiatan produksi pangan. Unsur pada komponen sosial, yaitu Kesehatan, tradisi, sosial, dan budaya. Unsur pada komponen ekonomi, yaitu pendapatan, pemasaran, dan penjualan. Unsur pada komponen lingkungan, yaitu tanah, air, iklim dan biodiversitas. Antara setiap komponen ketika saling bersinggungan dapat membentuk suatu pola sehinga saliang menguntukan pada proses prosuksi pangan.
Ketika komponen sosial bersinggungan dengan komponen lingkungan akan membentuk pola berupa praktek-praktek pemanfaatan lahan baik secara tradisonal ataupun dilibatkannya tingkat teknologi tertentu. Ketika komponen sosial dan lingkungan saling bersinggungan dalam konteks pemanfaatan lahan, hal ini dapat membentuk pola praktek yang bervariasi. Praktek- praktek ini dapat dipengaruhi oleh faktor budaya, tradisi, pengetahuan lokal, teknologi yang tersedia, serta kebutuhan dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Beberapa pola praktek yang mungkin terjadi adalah praktek tradisional yaitu memanfaatkan lahan tradisional seringkali didasarkan pada pengetahuan lokal dan kearifan budaya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Praktek ini dapat melibatkan sistem pertanian berbasis polikultur, rotasi tanaman, atau pemeliharaan ternak yang terintegrasi dengan lahan pertanian. Praktek tradisional juga dapat mencakup penggunaan teknik pengairan, pengendalian gulma dan hama dengan metode alami, serta penggunaan pupuk organik dari sumber-sumber lokal.
Pertanian berbasis teknologi, dalam beberapa kasus, tingkat teknologi yang lebih maju dapat diperkenalkan dalam praktek pemanfaatan lahan. Misalnya, pertanian berbasis teknologi seperti pertanian berbasis hidroponik, pertanian vertikal, atau pertanian terpadu (integrated farming) menggunakan teknologi modern untuk mengoptimalkan produksi dan efisiensi penggunaan lahan. Ini dapat melibatkan penggunaan teknologi seperti irigasi presisi, pengendalian hama terintegrasi, penggunaan pupuk kimia, dan pemantauan tanaman dengan sensor atau sistem otomatis.
Pola-praktek tersebut tidaklah saling eksklusif, dan dalam banyak kasus, kombinasi dari praktek-praktek tersebut dapat terjadi. Terlepas dari pola praktek yang digunakan, penting untuk
10
mempertimbangkan keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pemanfaatan lahan. Hal ini melibatkan pengelolaan sumber daya secara bijaksana, pemeliharaan keanekaragaman hayati, pelestarian sumber daya air, pengendalian polusi, serta peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan dan lingkungan.
Pada komponen sosial ketika bersingungan dengan komponen ekonomi akan berbentuk tatacara budidaya atau bercocok atan dan upaya-upaya untuk menghargai atau mengkomersilkan hasil produksi pangan. dalam interaksi antara komponen sosial dan ekonomi dalam produksi pangan, terdapat beberapa aspek yang mencakup tatacara budidaya atau bercocok tanam, serta upaya untuk menghargai atau mengkomersialisasi hasil produksi pangan.
Tatacara budidaya atau bercocok tanam, ketika komponen sosial bertemu dengan komponen ekonomi dalam produksi pangan, tatacara budidaya atau bercocok tanam menjadi faktor penting. Praktik budidaya yang berkelanjutan, ramah lingkungan, dan mempertimbangkan kesejahteraan sosial dapat menciptakan interaksi yang positif antara aspek sosial dan ekonomi (Setyaningsih, 2020).. Ini dapat mencakup penggunaan metode organik, pengelolaan air yang efisien, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, dan pemeliharaan lingkungan alam sekitar.Selain itu, praktik budidaya yang mempertimbangkan faktor sosial seperti kondisi kerja yang aman dan adil bagi pekerja, pemenuhan hak tenaga kerja, dan penghargaan terhadap masyarakat lokal juga penting dalam menciptakan interaksi yang seimbang antara komponen sosial dan ekonomi.
Menghargai dan mengkomersialkan hasil produksi pangan komponen ekonomi dalam produksi pangan melibatkan aspek penghargaan dan komersialisasi hasil produksi. Penting untuk menghargai dan memberikan kompensasi yang adil kepada petani, peternak, atau produsen pangan yang berperan dalam menyediakan bahan baku atau produk jadi. Ini mencakup pembayaran harga yang wajar, kerjasama yang saling menguntungkan, dan adanya ketentuan kontrak yang jelas.
Di sisi lain, komersialisasi hasil produksi pangan melibatkan penjualan produk kepada konsumen atau pemasar. Dalam proses ini, penting untuk mempertimbangkan aspek sosial seperti kebutuhan dan preferensi konsumen, serta etika pemasaran yang melibatkan informasi yang jujur, label yang jelas, dan kepatuhan terhadap standar kualitas dan keamanan pangan. Dengan memadukan aspek sosial dan ekonomi dalam tatacara budidaya serta menghargai dan mengkomersialkan hasil produksi pangan, kita dapat menciptakan sistem produksi pangan yang
11
berkelanjutan, etis, dan menghasilkan produk berkualitas yang memenuhi kebutuhan konsumen serta menguntungkan semua pemangku kepentingan yang terlibat.
Kemudia pada komponen ekonomi dan komponen lingkungan menghasilkan bentuk berupa upaya untuk lebih menghargai atau memberi nilai kepada daya dukung lingkungan. Betul, interaksi antara komponen ekonomi dan lingkungan dalam produksi pangan sering melibatkan upaya untuk lebih menghargai atau memberi nilai kepada daya dukung lingkungan.
Praktik pertanian berkelanjutan, dalam produksi pangan, praktik pertanian berkelanjutan menjadi penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini meliputi penggunaan pupuk dan pestisida yang bijaksana, pengelolaan limbah pertanian, pengurangan erosi tanah, pelestarian keanekaragaman hayati, dan penggunaan air secara efisien(Wahyuningsih &
Sulistiyorini, 2022). Praktik-praktik ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif pada ekosistem alami, menjaga kualitas tanah dan air, serta melestarikan lingkungan hidup yang sehat.
Konservasi sumber daya, interaksi antara komponen ekonomi dan lingkungan juga melibatkan upaya untuk menghargai dan memberi nilai pada sumber daya alam yang terlibat dalam produksi pangan. Ini dapat mencakup pengelolaan air yang bijaksana, penggunaan energi terbarukan, pengurangan limbah, dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Dengan mengadopsi teknologi dan praktik yang lebih efisien dan ramah lingkungan, perusahaan pangan dapat mengurangi jejak lingkungan mereka dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam.
Sertifikasi lingkungan dan label ekologis, seiring dengan kesadaran konsumen yang meningkat tentang lingkungan, munculnya sertifikasi lingkungan dan label ekologis pada produk pangan memberikan nilai tambah dalam interaksi antara komponen ekonomi dan lingkungan.
Sertifikasi seperti organik, ramah lingkungan, atau Fairtrade memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk pangan diproduksi dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kesejahteraan lingkungan. Ini mendorong produsen untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan memberikan nilai tambah kepada daya dukung lingkungan (Setyaningsih, 2020).
Inovasi teknologi dan penelitian, interaksi antara komponen ekonomi dan lingkungan dalam produksi pangan juga melibatkan upaya untuk mengembangkan dan menerapkan inovasi teknologi dan penelitian yang berfokus pada keberlanjutan. Ini termasuk pengembangan teknologi pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan, penggunaan teknik pertanian presisi untuk
12
mengurangi penggunaan bahan kimia, penggunaan sistem irigasi yang lebih cerdas, dan penggunaan energi terbarukan. Dengan mengintegrasikan pengetahuan dan teknologi terbaru, produksi pangan dapat dilakukan dengan lebih efisien dan berdampak positif pada lingkungan (Wahyuningsih & Sulistiyorini, 2022). Dengan mengintegrasikan komponen ekonomi dan lingkungan, produksi pangan dapat mencapai keseimbangan yang lebih baik antara keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Upaya untuk menghargai dan memberi nilai kepada daya dukung lingkungan tidak hanya meningkatkan kualitas produksi pangan, tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat secara keseluruhan. Apabila semua kegiatan yang ada dalam komponen produksi paganga tetap terjalan makan hasil dari produksoi pangan juga akan tetap terjaga
13 BAB IV Kesimpulan
Produksi pangan adalah suatu proses untuk menghasilkan bahan pangan untuk individu yang ada, dalam proses ini terjadi kegiatan baik secara on-farm ataupun off-farm yang merupakan kegiatan utaman pada produksi pangan. Komponen yang mempengaruhi proses produksi pangan adalah komponen sosial, ekonomi, dan lingkungan. Setiap komponen memiliki unsur-unsur penting, apabila satu komponen bersingungan atau saling berhubungan dengan komponen lain maka akan terjadi suatu timbal balik yang menguntungkan dalam proses produksi pangan.
14
DAFTAR PUSTAKA
[FAO] Food and Agricultural Organization of the United Nations. (2011). State of the World’s Forests 2011. Food and Agriculture Organization of United Nations, Roma (IT).
Arifin, B. (2001). Pertanian era transisi. Universitas Lampung.
Atmanti, H. D. (2010). KAJIAN KETAIIANAN PANGAN DI INDONESIA.
Darwanto, D. H. (2005). Ketahanan pangan berbasis produksi dan kesejahteraan petani. Ilmu Pertanian, 12(2), 152-164.
FAO. 2014. The State of World Fisheries and Aquaculture 2014. FAO, Rome. 223 pp.
Mulyani, A., & Hidayat, A. (2009). Peningkatan kapasitas produksi tanaman pangan pada lahan kering. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol, 3(2).
Pangan, D. K. (2006). Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2006–2009. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(1), 57-63.
Purwaningsih, Y. (2008). Ketahanan pangan: situasi, permasalahan, kebijakan, dan pemberdayaan masyarakat.
Setyaningsih, A. (2020). Kebijakan food security: arah kebijakan dan strategi ketahanan pangan pemerintah Indonesia. Journal of Governance Innovation, 2(1), 77-82.
Suharyanto, H. (2011). Ketahanan pangan. Jurnal Sosial Humaniora (JSH), 4(2), 186-194.
Suharyanto, S., & Sofianto, A. (2012). Model Pembangunan Desa Terpadu Inovatif di Jawa Tengah. Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 4(4), 251-260.
Surraya, T. (2010). Role of gender and micro finance in higher education curriculum of natural resources and forestry management in India. In International Conference on Forestry Education and Research for the Asia Pacific Region,, College, Laguna (Philippines), 23- 25 Nov 2010.
Wahyuningsih, S., & Sulistiyorini, D. (2022). Penilaian Sarana Produksi Pangan Di Industri Rumah Tangga Dapur Eny Kota Depok Tahun 2021. Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 16(1), 9-16.