• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengembalian dan Risiko dalam Manajemen Keuangan

N/A
N/A
Fuadiyah Salsabila A

Academic year: 2024

Membagikan "Tingkat Pengembalian dan Risiko dalam Manajemen Keuangan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

“TINGKAT PENGEMBALIAN DAN RESIKO”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen keuangan DOSEN PENGAMPU: AINUN ARIZAH, S. Pd., M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 4

Aura Ramadhani (105731114223)

Nuzul Rahmadhani Hamzah (105731115923) Nurul Afyanah Lestari (105731113723) Fadiyah Nabila Asrijal (105731115523)

Taslim (105731123620)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, yang memungkinkan kita untuk menyusun materi ini tentang Tingkat Pengembalian dan Risiko dalam konteks mata kuliah Manajemen Keuangan.Materi ini disusun untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai dua aspek penting dalam pengambilan keputusan investasi, yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan dan risiko yang melekat pada setiap keputusan keuangan. Tingkat pengembalian mencerminkan imbalan yang diharapkan dari suatu investasi, sedangkan risiko menunjukkan ketidakpastian yang terkait dengan pencapaian imbalan tersebut. Konsep "high risk, high return" menjadi landasan penting dalam memahami hubungan antara risiko dan pengembalian, di mana investor harus siap menghadapi risiko lebih besar untuk mendapatkan potensi imbalan yang lebih tinggi.Dalam penyampaian materi ini, kami berharap dapat memberikan wawasan yang berguna bagi mahasiswa dalam memahami bagaimana manajemen risiko dapat diterapkan dalam praktik investasi. Selain itu, pemahaman mengenai model-model seperti Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan metode pengukuran risiko lainnya akan membantu mahasiswa dalam mengevaluasi keputusan investasi secara lebih efektif.Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen AINUN ARIZAH, S.Pd., M.Si atas bimbingan dan dukungannya dalam penyusunan materi ini. Semoga materi ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.

(3)

DAFTAR ISI

(4)

BAB I PENDAHULUAN

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 TINGKAT PENGEMBALIAN INVESTASI TUNGGAL

Tingkat Pengembalian Investasi Tunggal adalah ukuran yang digunakan untuk menilai imbal hasil dari suatu investasi dalam satu aset tertentu selama periode tertentu. Ini mencakup semua arus kas yang dihasilkan oleh investasi tersebut, termasuk keuntungan dari penjualan aset (capital gain) dan pendapatan rutin seperti dividen atau bunga. Tingkat pengembalian ini sangat penting bagi investor untuk memahami seberapa efektif investasi mereka dalam menghasilkan keuntungan.

Menurut Eduardus Tandelilin membahasakan pengembalian investasi sebagai salah satu faktor yang memotivasi interaksi investor, juga sebagai imbalan atas keberanian investor yang telah menanggung risiko atas investasi yang dilakoninya. Return yang didapat investor juga tidak selalu ke arah yang positif, tetapi bisa juga bergerak ke arah yang negatif. Imbal hasil yang bergerak ke arah negatif, berarti modal yang diinvestasikan mengalami kerugian.

Oleh karena itu juga, ungkapan yang cukup umum dalam dunia investasi adalah ‘high risk, high return‘ yang berarti bahwa ketika risiko investasi semakin tinggi maka akan semakin tinggi juga potensi tingkat pengembalian yang akan didapatkan oleh seorang investor.

Dalam investasi reksa dana, return adalah hasil kinerja reksa dana yang dikelola oleh Manajer Investasi (MI) berdasarkan nilai modal investasi dan akan diperbarui setiap hari kerja bursa. Sedangkan dalam investasi saham, return bisa berupa selisih harga beli dan harga saat itu. Angkanya bisa saja berubah setiap hari, perubahannya sendiri berdasarkan harga saham NAB yang dipengaruhi oleh harga pasar Bursa Efek Indonesia, IHSG, maupun kondisi ekonomi luar negeri dan dalam negeri.

Rumus perhitungan return:

2.1.1 Komponen dalam Return

Return memiliki dua komponen utama, yaitu sebagai berikut:

1. Yield

Yield bisa dikatakan sebagai presentase kas yang diterima investor secara periodik terhadap suatu investasi. Beberapa contoh dari Yield antara lain bunga deposito, bunga obligasi, dividen, dan lain sebagainya.

(6)

2. Capital gain

Capital Gain adalah keuntungan yang akan diperoleh dari selisih nilai investasi sekarang dengan nilai investasi yang ditanamkan pada harga periode lalu.

Namun, dalam kondisi turunnya nilai investasi yang membuat investor mengalami kerugian, istilah yang lebih tepat digunakan adalah Capital Loss.

Dalam praktiknya, tidak semua instrumen investasi yang dipilih bisa menghasilkan pengembalian. Capital gain sangat bergantung pada harga pasar instrumen investasi yang diperdagangkan di pasar bursa. Aktivitas jual-beli mempengaruhi harga dari aset investasi dan berpotensi mengubah nilainya.

Beberapa contoh investasi yang bisa memberikan capital gain adalah saham dan obligasi. Sementara investasi yang tidak memberikan pengembalian berupa capital gain antara lain sertifikat deposito, tabungan, dan lain sebagainya 2.1.2 Jenis-jenis pengembalian

Mengenai jenis pengembalian umum yang diketahui banyak orang ada dua. Dua jenis itu ialah mengembalikan realisasi dan mengembalikan ekspektasi. Berikut penjelasan terkait kedua hal tersebut:

1. Return realisasi

Return realisasi bisa diartikan sebagai pengembalian yang telah terjadi. Return realisasi ini dapat menjadi dasar penentu return dan risiko yang akan dialami di masa yang akan datang.

Jenis pengembalian investasi ini dihitung berdasarkan data pengembalian historis. Return realisasi ini penting karena akan digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dan menjadi tolok ukur untuk mengukur return ekspektasi di masa mendatang.

2. Return ekspektasi

Sementara itu, return ekspektasi merupakan pengembalian yang diharapkan akan didapatkan oleh investor di masa yang akan datang. Berbeda dengan realisasi, jenis ini adalah pengembalian yang belum terjadi.

Suad Husnan (2005) menjelaskan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan merupakan keuntungan yang akan diterima oleh investor atas investasinya di perusahaan emiten di masa yang akan datang. Tingkat pengembalian ini sangat dipengaruhi oleh prospek perusahaan tersebut di masa yang akan datang.

(7)

Tentu saja, seorang investor akan mengharapkan return dalam jumlah tertentu di masa depan, namun ketika investasi tersebut sudah selesai dan keuntungan yang didapatkannya telah benar-benar ia dapatkan, maka keuntungan tersebut menjadi return realisasi.

2.1.3 Faktor yang Memengaruhi Return dalam Investasi

Saat melakukan investasi pasti terdapat berbagai faktor yang akan memengaruhi besaran return yang akan didapatkan. Berikut ini beberapa faktor yang memengaruhi return yang diterima oleh investor.

1. Suku bunga

Meningkatnya suku bunga akan menurunkan nilai investasi saat ini dari return yang akan didapatkan pada masa mendatang. Kondisi ini juga akan menurunkan harga saham di pasar modal.

2. Inflasi

Dengan tingginya inflasi akan meningkatkan jumlah modal yang diperlukan dalam berinvestasi karena naiknya berbagai harga

3. Nilai tukar

Nilai tukar di sini menyangkut menguat dan melemahnya nilai mata uang suatu negara dengan nilai mata uang asing. Di mana, semakin kuat nilai mata uang, maka return investasi yang didapat juga semakin besar, begitu juga sebaliknya.

4. Risiko likuiditas

Risiko likuiditas berkaitan dengan pasar sekunder dalam perdagangan saham.

Sehingga, aset investasi yang memiliki likuiditas tinggi jika saat dijual atau dibeli dilakukan dengan cepat tanpa adanya perubahan harga.

5. Risiko pasar

Jika keadaan pasar modal sedang tinggi, return yang akan didapat juga semakin tinggi. Sedangkan saat kondisi pasar modal menurun, maka return yang didapat juga akan mengalami penurunan.

Dengan melakukan analisis terhadap faktor-faktor di atas, para investor akan mendapatkan gambaran mengenai return ekspektasi yang bisa didapat. Oleh karena itu, penting bagi para investor untuk melakukan analisis secara mendetail gambaran return ekspektasi yang bisa menjadi return realitas.

Sehingga, capital gain pun dapat dimaksimalkan dan akan terhindar dari capital loss.

(8)

2.2 RESIKO BERDIRI SENDIRI

Risiko berdiri sendiri, atau stand alone risk, adalah risiko yang dihadapi oleh seorang investor ketika mempertimbangkan investasi dalam satu aset tanpa mempertimbangkan aset lainnya dalam portofolio. Konsep ini penting dalam manajemen risiko dan investasi, karena membantu investor untuk memahami risiko yang spesifik terkait dengan aset tertentu, terlepas dari diversifikasi yang mungkin ada dalam portofolio mereka. Risiko ini sering diukur dengan menggunakan deviasi standar dari pengembalian yang diharapkan, yang mencerminkan sejauh mana hasil aktual dapat menyimpang dari hasil yang diharapkan.

Penyebab munculnya risiko karena adanya ketidakpastian. Ketidakpastian ini bisa berasal dari berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah, dan perubahan pasar. Dalam konteks investasi, ketidakpastian dapat menyebabkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan investor, baik dalam bentuk keuntungan maupun kerugian. Oleh karena itu, memahami sumber ketidakpastian ini sangat penting untuk mengelola risiko dengan efektif

2.2.1 Faktor Penyebab Ketidakpastian dalam Risiko Berdiri Sendiri 1. Lingkungan Bisnis

Lingkungan bisnis merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan ketidakpastian. Hal ini mencakup kondisi internal perusahaan, seperti turnover karyawan, serta faktor eksternal seperti dampak lingkungan. Misalnya, jika sebuah perusahaan mengalami tingkat pengunduran diri yang tinggi di antara karyawan berprestasi, hal ini dapat memengaruhi produktivitas dan reputasi perusahaan. Selain itu, pencemaran lingkungan atau masalah kesehatan masyarakat juga dapat menjadi sumber risiko yang tidak terduga bagi Perusahaan.

2. Perencanaan yang Tidak Tepat

Ketidakpastian sering kali muncul akibat perencanaan yang kurang matang.

Ketika sebuah perusahaan gagal dalam menyusun rencana yang akurat dan realistis, risiko kegagalan produk atau proyek meningkat. Misalnya, jika suatu produk diluncurkan tanpa penelitian pasar yang memadai, hal ini dapat merusak kepercayaan konsumen dan berdampak negatif pada citra merek.

Perencanaan yang buruk sering kali menghasilkan biaya tambahan dan kerugian finansial.

3. Faktor Ekonomi

(9)

Kondisi ekonomi makro seperti inflasi, resesi, dan fluktuasi nilai tukar juga berkontribusi terhadap ketidakpastian risiko. Inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli konsumen dan mengurangi permintaan pasar untuk produk tertentu. Selain itu, resesi ekonomi dapat menyebabkan penurunan pendapatan perusahaan dan meningkatkan risiko kebangkrutan. Meskipun beberapa faktor ekonomi dapat diprediksi dengan menggunakan analisis data historis, banyak variabel lain yang sulit untuk diprediksi secara akurat.

4. Keterbatasan Informasi dan Pengetahuan

Ketidakpastian juga muncul dari keterbatasan informasi dan pengetahuan dalam pengambilan keputusan. Ketika informasi yang tersedia tidak lengkap atau tidak akurat, investor mungkin menghadapi kesulitan dalam menilai risiko dengan benar. Keterbatasan keterampilan atau teknik dalam analisis data juga dapat menyebabkan keputusan investasi yang buruk. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk melakukan riset menyeluruh sebelum membuat keputusan.

5. Bencana alam

Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, atau kebakaran juga merupakan sumber ketidakpastian yang signifikan. Kejadian-kejadian ini tidak hanya mengancam keselamatan fisik tetapi juga dapat menghancurkan infrastruktur dan mengganggu operasi bisnis. Perusahaan harus memiliki rencana darurat untuk menghadapi kemungkinan bencana alam guna meminimalkan dampak negatif terhadap operasi mereka.

2.2.2 Mengukur Risiko Berdiri Sendiri

Risiko berdiri sendiri mengacu pada risiko yang dihadapi investor ketika hanya memiliki satu aset, tanpa mempertimbangkan diversifikasi portofolio. Dalam konteks ini, terdapat beberapa metode dan alat yang digunakan untuk mengukur risiko tersebut, di antaranya adalah deviasi standar, probabilitas kerugian, dan koefisien variasi:

1. Deviasi Standar

Deviasi standar adalah alat statistik yang paling umum digunakan untuk mengukur risiko berdiri sendiri. Ini menunjukkan seberapa besar variasi atau penyimpangan dari tingkat pengembalian yang diharapkan. Semakin tinggi deviasi standar, semakin besar risiko yang terkait dengan aset tersebut.

Cara menghitung deviasi standar menggunakan rumus:

(10)

Dimana:

σ adalah deviasi standar.

Pi adalah probabilitas dari hasil i.

Ri adalah pengembalian dari hasil i.

E (R) adalah tingkat pengembalian yang diharapkan.

2. Probabilitas Kerugian

Probabilitas kerugian adalah ukuran seberapa besar kemungkinan seorang investor mengalami kerugian dari suatu investasi. Ini penting untuk dipertimbangkan karena membantu investor memahami risiko nyata yang mereka hadapi.

Cara Menghitung Probabilitas Kerugian:

Probabilitas kerugian dapat dihitung dengan menganalisis semua kemungkinan hasil dan menghitung berapa banyak dari hasil tersebut yang menghasilkan kerugian. Misalnya, jika dari sepuluh skenario investasi, tujuh di antaranya menghasilkan kerugian, maka probabilitas kerugian adalah 70%.

3. Koefisien Variasi

Koefisien variasi adalah rasio antara deviasi standar dan tingkat pengembalian yang diharapkan, memberikan ukuran risiko relatif terhadap pengembalian. Ini berguna untuk membandingkan dua atau lebih investasi dengan tingkat pengembalian yang berbeda.

Cara Menghitung Koefisien Variasi menggunakan rumus:

Dimana:

CV adalah koefisien variasi.

σ adalah deviasi standar.

E (R) adalah tingkat pengembalian yang diharapkan.

2.2.3 Implikasi Risiko Berdiri Sendiri dalam Investasi

Memahami risiko berdiri sendiri sangat penting bagi investor karena:

1. Pengambilan Keputusan

Investor harus mampu mengevaluasi apakah potensi pengembalian dari suatu aset cukup tinggi untuk mengkompensasi risiko yang ditanggung.

(11)

2. Diversifikasi Portofolio

Meskipun risiko berdiri sendiri mengacu pada satu aset, pemahaman ini membantu dalam merancang portofolio yang lebih baik dengan menggabungkan berbagai jenis aset untuk mengurangi risiko keseluruhan.

3. Strategi Investasi

Investor dapat menggunakan informasi tentang risiko berdiri sendiri untuk merumuskan strategi investasi yang lebih efektif.

2.3 TINGKAT PENGEMBALIAN PORTOFOLIO

Tingkat pengembalian portofolio adalah rata-rata tertimbang dari pengembalian yang diharapkan dari semua sekuritas yang ada dalam portofolio. Dalam membentuk portofolio investasi, seorang investor akan dihadapkan dengan suatu permasalahan berupa pemilihan dan menentukan kombinasi terbaik antara risiko dengan tingkat pengembalian, sehingga terbentuk suatu Portofolio yang optimal.

Hakikat dari pembentukan portofolio yang optimal adalah untuk mengurangi risiko dengan cara diversifikasi saham, yaitu mengalokasikan sejumlah dana investor pada berbagai alternatif investasi yang berkorelasi negatif agar dana yang dikeluarkan oleh investor dapat menghasilkan pengembalian yang optimal.

Untuk membentuk portofolio yang optimal dapat menggunakan Model Indeks Tunggal (Single Index Model). Model indeks tunggal didasarkan pada pengamatan bahwa harga suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks pasar mengalami kenaikan harga jika indeks harga saham naik. Kebalikannya juga benar, yaitu jika indeks harga saham turun, sebagian besar saham mengalami penurunan harga. Hal ini menunjukkan bahwa return- return dari sekuritas mungkin kolerasi karena adanya reaksi umum (respon umum) terhadap perubahan-perubahan nilai pasar.

Investor juga harus dapat menentukan jenis saham apa yang memiliki agar investor mendapatkan pengembalian yang sesuai dengan harapan dan dengan risiko yang sesuai.

Saham-saham yang membentuk IDX 30 adalah saham-saham yang cenderung stabil karena saham-saham tersebut termasuk saham-saham yang mudah diperjual-belikan baik dalam kondisi pasar lemah maupun kuat, dengan mudahnya saham-saham IDX 30 diperjual-belikan maka akan dapat menunjukkan suatu portofolio yang optimal antara return dan risiko yang diharapkan.

Indeks IDX 30 merupakan kumpulan 30 saham terpilih dengan kapitalisasi yang besar di BEI dan dipilih secara berkala berdasarkan likuiditas, kapitalisasi pasar, kinerja keuangan serta prospek pertumbuhan. Peluncuran produk ini sendiri dalam rangka memberikan

(12)

akses mudah dan terjangkau ke pasar modal kepada semua kalangan, khususnya investor yang memiliki profil risiko investasi sedang sampai dengan agresif, tanpa perlu mengeluarkan sejumlah uang besar atau sibuk memilih saham atau reksadana saham mana saja yang harus dibeli.

2.3.1 langkah-langkah dan metode untuk menghitung tingkat pengembalian portofolio.

1. Menghitung Tingkat Pengembalian Historis Saham

Langkah pertama dalam menghitung tingkat pengembalian portofolio adalah mengumpulkan data mengenai pengembalian historis setiap sekuritas dalam portofolio. Pengembalian historis ini dapat dihitung dengan membandingkan harga pembelian dengan harga penjualan, ditambah dengan pembayaran dividen atau imbalan lain yang diterima selama periode tertentu. Data ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti situs web keuangan atau broker saham.

2. Menghitung Proporsi Setiap Saham dalam Portofolio

Setelah menghitung pengembalian historis, langkah selanjutnya adalah menentukan proporsi setiap saham dalam portofolio. Proporsi ini dihitung dengan membagi nilai pasar dari setiap saham dengan nilai pasar keseluruhan dari semua saham dalam portofolio.

Contoh Perusahaan proporsi:

3. Menghitung Expected Return Portofolio

Setelah mengetahui tingkat pengembalian historis dan proporsi setiap saham, investor dapat menghitung expected return portofolio menggunakan rumus:

Expected Return Portofolio = ∑ (Tingkat Pengembalian Historis Saham × Proporsi Saham dalam Portofolio)

4. Menggunakan Model Penilaian Aset Modal (CAPM)

(13)

Model Penilaian Aset Modal (Capital Asset Pricing Model, CAPM) juga dapat digunakan untuk mengestimasi expected return dari portofolio. Rumus dasar CAPM adalah:

Expected Return = Risk Free Rate + β × (Expected Market Return − Risk Free Rate)

Dimana:

 Risk-Free Rate adalah tingkat pengembalian dari investasi tanpa risiko (misalnya Treasury Bills).

 Beta adalah ukuran volatilitas sekuritas atau portofolio dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan.

 Expected Market Return adalah rata-rata pengembalian yang diharapkan dari pasar.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Portofolio

1. Komposisi Aset dalam Portofolio: Diversifikasi aset berisiko tinggi dan rendah memengaruhi rata-rata pengembalian.

2. Kinerja Pasar: Perubahan kondisi pasar dapat meningkatkan atau menurunkan pengembalian aset-aset tertentu dalam portofolio.

3. Bobot Investasi (wi): Proporsi dana yang lebih besar pada aset dengan pengembalian tinggi akan meningkatkan tingkat pengembalian portofolio.

4. Korelasi Antar-Aset: Jika aset memiliki korelasi positif, potensi keuntungan atau kerugian dapat meningkat, sedangkan korelasi negatif membantu meredam fluktuasi.

2.4 RESIKO PORTOFOLIO

Risiko portofolio adalah ukuran variasi atau fluktuasi nilai portofolio dari waktu ke waktu, yang disebabkan oleh risiko masing-masing aset dalam portofolio serta hubungan antar aset tersebut. Memahami risiko portofolio sangat penting bagi investor untuk mencapai keseimbangan antara pengembalian yang diharapkan dan risiko yang dapat diterima. Dan juga merupakan kumpulan aset yang dimiliki oleh seorang investor, yang dapat mencakup saham, obligasi, properti, dan instrumen keuangan lainnya. Risiko portofolio mencakup semua risiko yang terkait dengan aset-aset tersebut, termasuk risiko pasar, risiko kredit, dan risiko likuiditas. Ukuran risiko ini penting untuk dipahami karena dapat mempengaruhi keputusan investasi dan strategi manajemen risiko.

2.4.1 Jenis-jenis Risiko dalam Portofolio

Risiko portofolio dapat dibagi menjadi dua kategori utama:

(14)

1. Risiko Sistematis

Risiko yang tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Ini termasuk risiko pasar yang mempengaruhi seluruh pasar atau sektor, seperti resesi ekonomi atau perubahan kebijakan moneter. Contohnya adalah fluktuasi harga saham secara keseluruhan akibat krisis finansial.

2. Risiko Tidak Sistematis

Risiko yang dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Ini adalah risiko spesifik yang terkait dengan perusahaan atau industri tertentu. Misalnya, jika sebuah perusahaan mengalami masalah manajerial atau produk gagal di pasar, ini akan mempengaruhi saham perusahaan tersebut tetapi tidak akan berdampak pada seluruh pasar.

2.4.2 Mengukur Risiko Portofolio

Ada beberapa metode untuk mengukur risiko portofolio:

1. Deviasi Standar

Ukuran statistik yang menunjukkan seberapa besar variasi pengembalian portofolio dari rata-rata pengembalian yang diharapkan. Semakin tinggi deviasi standar, semakin besar risiko portofolio.

2. Varian

Merupakan kuadrat dari deviasi standar dan juga digunakan untuk mengukur fluktuasi pengembalian. Varian memberikan informasi tentang seberapa jauh pengembalian aktual dapat menyimpang dari pengembalian yang diharapkan.

3. Kovarian dan Korelasi

Kovarian mengukur bagaimana dua aset bergerak bersama-sama. Jika dua aset memiliki korelasi positif tinggi, maka mereka cenderung bergerak dalam arah yang sama, meningkatkan risiko keseluruhan portofolio. Sebaliknya, jika korelasi negatif, satu aset mungkin mengimbangi kerugian dari aset lainnya.

2.4.3 Diversifikasi sebagai Strategi Pengelolaan Risiko

Diversifikasi adalah teknik penting dalam manajemen risiko portofolio. Dengan menyebarkan investasi ke berbagai aset yang tidak berkorelasi positif secara kuat, investor dapat mengurangi risiko total tanpa mengorbankan tingkat pengembalian yang diharapkan. Prinsip dasar dari diversifikasi adalah "jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang." Dengan memiliki berbagai jenis investasi, kerugian pada satu aset dapat diimbangi oleh keuntungan pada aset lain.

2.4.4 Memahami Profil Risiko

(15)

Setiap investor memiliki profil risiko yang berbeda berdasarkan tujuan investasi, toleransi terhadap kerugian, dan horizon waktu investasi. Pemahaman tentang profil risiko ini membantu investor dalam memilih kombinasi aset yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka:

1. Investor Konservatif: Cenderung memilih investasi dengan risiko rendah dan stabilitas tinggi.

2. Investor Moderat: Menerima tingkat risiko sedang dengan harapan mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi.

3. Investor Agresif: Bersedia mengambil risiko tinggi untuk potensi imbal hasil yang lebih besar.

2.5 HUBUNGAN TINGKAT PENGEMBALIAN DAN RESIKO

Berkaitan dengan prinsip risk-return trade-off, besarnya return dari sebuah investasi tergantung pada besarnya resiko yang melekat pada instrumen investasi tersebut. Semakin besar (kecil) resiko berakibat pada semakin besar (kecil) return yang mungkin didapat.

Berdasarkan prinsip tersebut maka sudah sewajarnya jika setiap investor saling berlomba dalam mencari sebuah aset atau gabungan dari beberapa aset investasi yang memberikan kemungkinan return tertinggi dengan resiko terendah.

Dari sinilah kemudian muncul teori-teori yang menghubungkan resiko dengan return.

Teori yang mengemukakan hubungan yang terjadi antara variabel resiko dengan return ini diawali dengan teori Efficient Portfolio yang dikemukakan oleh Harry Markowitz yang kemudian disusul oleh kemunculan teori-teori lain seperti Capital Asset Pricing Model yang memperkenalkan variabel beta sebagai suatu bentuk resiko yang mempengaruhi return saham dan beberapa penelitian oleh Harry Markowitz yang kemudian disusul oleh kemunculan teori-teori lain seperti Capital Asset Pricing Model yang memperkenalkan variabel beta sebagai suatu bentuk resiko yang mempengaruhi return saham dan beberapa penelitian oleh para ahli ekonomi.

2.5.1 Efficient Portfolio

Resiko seperti yang sudah disebutkan sebelumnya memiliki dua tipe; yang dapat dihilangkan (unsistematik) dan yang tidak dapat dihilangkan (sistematik). Resiko unsistematik dapat dihilangkan melalui sebuah proses pembentukan portofolio investasi. Proses pembentukan sebuah portofolio investasi dapat dilakukan dengan cara mengalokasikan dana yang tersedia untuk investasi ke lebih dari satu aset investasi. Tindakan ini, sesuai dengan prinsip Law of Large Number , akan dapat mereduksi resiko yang bersifat unsistematik (Jones, 2004).

(16)

Untuk itu tindakan investasi yang dilakukan para investor akan lebih efisien jika mereka membentuk portofolio dari banyak aset investasi ketimbang hanya berinvestasi pada satu aset saja. Pembentukan portofolio yang efisien menurut Markowitz pada beberapa asumsi seperti :

1. Semua aset investasi pembentuk portofolio harus memiliki satu priode waktu yang sama, contoh satu tahun.

2. Tidak terdapat adanya biaya transaksi.

3. Ukuran resiko yang dipakai adalah variance atau standard deviation.

Markowitz menyatakan bahwa portofolio-portofolio yang ada ternyata tidak semuanya menggambarkan efisiensi. Ada di antara portofolio-portofolio tersebut yang menawarkan sejumlah return yang sama namun dengan kandungan resiko yang berbeda dan ada pula portofolio yang menyertakan sejumlah resiko yang sama namun dengan expected return yang berbeda. Yang coba ditawarkan oleh Markowitz adalah bagaimana cara investor menemukan portofolio yang paling efisien namun belum berarti yang paling optimal dalam hal pemberian return.

Untuk lebih jelasnya berikut kurva yang menggambarkan pembentukan efficient portfolio menurut Markowitz.

Kurva di atas menggambarkan serangkaian portofolio yang mungkin terjadi.

Wilayah yang berwarna abu-abu menunjukkan daerah di mana portofolio mungkin berada dengan return serta resiko masing-masing. Garis melengkung AB menggambarkan daerah letak portofolio yang paling efisien dengan maksimum expected return dan resiko yang minimum. Dalam gambar terlihat adanya garis yang ditarik dari sumbu vertikal E(R) di titik E(R)1 yang memotong kurva di dua titik yaitu titik C, yang berada di garis lengkung AB, dan titik M. Kedua titik (yang melambangkan porofolio) C dan M memiliki expected return yaitu yang sama yaitu E(R)1 namun terlihat bahwa portofolio C memiliki resiko yang lebih kecil dibanding portofolio M. Hal ini juga berlaku untuk semua titik yang berada di

(17)

sepanjang garis lengkung AB. Dengan kata lain, portofolio yang terletak di sepanjang garis AB memang terbukti lebih efisien dibanding portofolio di luar garis ini. Garis melengkung AB ini kemudian dikenal dengan garis efficient frontier. Hubungan antara tingkat pengembalian dengan resiko yang dijelaskan oleh Markowitz tidak berupa gambaran akan sebuah portofolio yang paling optimal dalam hal return. Markowitz hanya memberikan gambaran akan sebuah portofolio yang efisien. Mengenai investasi mana yang paling baik sangat tergantung pada pemahaman dan keberanian investor dalam menanggung resiko.

(18)

STUDI KASUS

(19)

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan penelitian adalah apakah Risiko Sistematis Beta ( ) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengembalian saham,

Hasil penelitian dengan menganalisis potensi risiko dan potensi tingkat pengembalian hasil (return) investasi deposito mudharabah dari ke – 4 bank syariah menunjukkan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara tingkat pengembalian, risiko yang

Kelancaran Pengembalian Pembiayaan terhadap Kualitas Aktiva Produktif (Studi Kasus pada BMT Al-Falah Sumber) BMT mempunyai risiko dalam menjalankan aktivitas keuangan,

Hubungan positif antara literasi keuangan dengan tingkat pengembalian kredit memiliki arti dengan semakin tinggi tingkat literasi keuangan yang dimiliki oleh pelaku UMKM yang di