BAB II
TINJAUAN PUSAKA
2.1 Landasan Teori
Pada bagian ini akan dijelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk memperkuat dan membantu dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini serta merumuskan hipotesis.
2.1.1 Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.101 Tahun 2000 pada pasal 2 huruf d dalam (Jauhari, dkk, 2019:8) yang dimaksud dengan kepemerintahan yang baik adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip- prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Menurut World Bank, Good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dengan pasar yang efisien, penghindaran dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Menurut Sedarmayanti (2012:2) menyatakan bahwa agar good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Good governance yang efektif menuntut adanya alignment (koordinasi) yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep good governance dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan sendiri.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2008), Prinsip dasar untuk mewujudkan dan menjaga kredibilitas negara dan lembaga negara, pelaksanaan Good publik governance harus dilandasi oleh nilai-nilai sebagai pegangan moral bagi penyelenggara negara, pegawai. Untuk itu, perlunya
adanya etika dan pedoman perilaku yang dapat menjadi acuan bagi penyelenggara Negara dan pegawai dalam menerapkan nilai-nilai yang disepakati.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa good governance diartikan sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi, serta merupakan serangkaian upaya bersama dalam kerangka kenegaraan untuk mengelola berbagai sember daya menuju pembangunan yang bertanggungjawab dan berkelanjutan secara efektif dan efisien melalui pembuatan kebijakan yang absah demi terwujudnya kesejahteraan rakyat dan tata kelola pemerintahan yang baik.
2.1.1.1 Prinsip- Prinsip Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Prinsip-prinsip atau karakteristik pelaksanaan Good Governance menurut United Nation Development Program dalam Mardiasmo (2018:32) memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan Good Governance, meliputi :
1. Partisipasi (Participation)
Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Setiap orang atau warga masyarakat, laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
2. Pengawasan (Rules of Law)
Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh tanpa pandang bulu, terutama aturan hukum tentang hak asasi manusia. Pengawasan merupakan aspek dari penerapan pengawasan.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi harus dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan kata lain lembaga-lembaga publik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder.
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas, berperan sebagai penengah atas berbagai kepentingan masyarakat untuk mencapai kebijakan yang terbaik atas kepentingan masing-masing pihak. Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
6. Berkeadilan (Equity)
Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang sama terhadap masyarakatnya dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas hidupnya demi memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
7. Efektif dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang sesuai kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia
8. Akuntabilitas (Accountability)
Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan berdasarkan dampak dari keputusan yang diambil. Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik masyarakat umum sebagaimana halnya kepada para pemilik.
9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan. Setiap stakeholder memiliki perspektif yang luas dan panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prinsip- prinsip good governance terdiri dari 8 yaitu partisipasi, pengawasan, transparansi, daya tanggap, berorientasi konsensus, berkeadilan, efektif dan efisiensi, akuntabilitas, serta visi strategis. Prinsip-prinsip ini merupakan tolak ukur tercapainya good governance. Pada penelitian ini penulis hanya mengambil 4 prinsip dari good governance yang akan dijadikan sebagai variabel dalam penelitian. Prinsip yang diambil antara lain transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan pengawasan
2.1.2 Teori Stewardship
Teori yang mendasari penelitian ini ialah teori Stewardship. Teori Stewardship mempunyai akar psikologi dan sosiologi yang didesain untuk menjelaskan situasi dimana manajer sebagai steward dan bertindak sesuai kepentingan pemilik (Donaldson & Davis, 1989, 1991) dalam Raharjo (2007:37).
Teori ini mengambarkan tentang adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Menurut Said (2015:102) Teori Stewardship berdasarkan asumsi filosofis mengenai sifat manusia bahwa manusia yang pada hakikatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki intergritas dan kejujuran terhadap pihak lain.
Teori Stewardship dapat diterapkan pada penelitian akuntansi organisasi sektor publik seperti organisasi pemerintahan yang sejak awal perkembangannya, akuntansi sektor publik telah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi hubungan antara stewards dengan principals. Pemerintah selaku steward dengan fungsi pengelola sumber daya dan rakyat selaku principal pemilik sumber daya. Terjadi kesepakatan yang terjalin antara pemerintah (steward) dan rakyat (principal) berdasarkan kepercayaan, kolektif sesuai tujuan organisasi. Organisasi sektor publik memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada publik dan dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat (publik).
Implikasi teori stewardship terhadap penelitian ini, dapat menjelaskan eksistensi Pemerintah Daerah sebagai suatu lembaga yang dapat dipercaya untuk bertindak sesuai dengan kepentingan publik dengan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan tepat, membuat pertanggungjawaban keuangan yang diamanahkan kepadanya, sehingga tujuan ekonomi, pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut maka stewards (pemerintah) mengarahkan semua kemampuan dan keahliannya dalam mengefektifkan pengendalian intern untuk dapat menghasilkan laporan informasi keuangan yang berkualitas. Informasi keuangan dilihat dari kinerja keuangan pemerintah melalui anggaran pemerintah daerah. Apabila tujuan ini mampu tercapai oleh pemerintah maka rakyat selaku pemilik akan merasa puas dengan kinerja pemerintah.
2.1.3 Anggaran
2.1.3.1 Pengertian Anggaran
Berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2003, pengertian anggaran atau APBN/D yaitu sebagai berikut :
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pengertian Anggaran menurut Arif (2002:14) “Anggaran sebagai catatan masa lalu, rencana masa depan, mekanisme pengalokasian sumber daya, metode untuk pertumbuhan, alat penyalur pendapatan, mekanisme untuk negosiasi, harapan-aspirasi-strategi organisasi, satu bentuk kontrol dan alat atau jaringan komunikasi.” Menurut Bastian (2010:191) menyatakan bahwa :
Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatng. Dalam anggaran selalu disertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di masa lalu. Kebanyakan organisasi sektor publik membedakan antara tambahan modal dan penerimaan, serta tambahan pendapatan dan pengeluaran. Hal itu akan berdampak pada pemisahan penyusunan anggaran tahunan dan aggaran modal tahunan.
Sedangkan menurut Mardiasmo (2009:61), anggaran didefiniskan menjadi
“Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran.”
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah rencana keuangan selama periode tertentu yang bertujuan untuk menyatakan kinerja yang akan dicapai dan dinyatakan dalam ukuran finansial pada pemerintahan setelah disahkan oleh lembaga-lembaga yang berwenang.
2.1.3.2 Pengertian Anggaran Kinerja
Anggaran Kinerja menurut Nordiawan et al (2010:48) adalah:
Anggaran dapat dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran
finansial. Dalam pengertian lain, anggaran dapat dikatakan sebagai sebuah rencana finansial yang menentukan hal-hal berikut :
a. Rencana-rencana organisasi untuk melayani masyarakat atau aktivitas lain yang dapat mengembangkan kapasitas organisasi dalam pelayanan.
b. Estimasi besaran biaya yang harus dikeluarkan dalam merealisasikan rencana tersebut.
c. Perkiraan sumber-sumber yang akan menghasilkan pemasukan serta besarnya pemasukan tersebut.
Menurut Mardiasmo Mardiasmo (2009:84) Anggaran Kinerja dinyatakan bahwa : Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem anggaran yang mencakup tujuan dan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan system anggaran kinerja dalam penyusunan program organisasi harus sejalan dengan struktur dari organisasi pemerintahan.
Menurut Ulum dan Sofyani (2016:125) Anggaran Kinerja dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 menyatakan bahwa:
Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 telah mewajibkan Pemerintah Daerah untuk menyusun APBD nya dalam bentuk anggaran kinerja, standar kinerja, standar biaya dan benchmark dari setiap jenis pelayanan.
Anggaran harus didasarkan atas sasaran yang hendak dicapai pada tahun anggaran tersebut, adanya standar pelayanan dan adanya ukuran biaya satuan. Setiap unit harus bisa merencanakan anggarannya berdasarkan tugas pokok tertentu yang di sertai dengan indikator penilaian yang jelas dan bisa diukur sehingga masing-masing tingkat dalam suatu unit akan mempunyai tanggungjawab yang jelas. Dengan sistem ini, biaya satuan setiap jenis pelayanan harus bisa diukur, sehingga bisa diukur tingkat efisiensi dan efektifitas dari setiap pelayanan. Dengan anggaran kinerja akan terlihat hubungan jelas antara input, output dan outcome yang mendukung terciptaqnya sistem pemerintahan yang baik. Dengan pendekatan kinerja ini, bisa terlihat tanggung jawab (accountability) dan keterbukaan (transparency) dalam melaksanakan pelayanan pada masyarakat. Jadi dengan anggaran kinerja, jumlah anggaran yang disediakan (input) untuk suatu unit kerja akan setara dengan jumlah pelayanan yang bisa dilakukan unit tersebut kepada masyarakat (output).
2.1.4 Konsep Value for Money
Menurut Mahmudi (2015:83) mendefinisikan Value for Money merupakan
“Konsep penting dalam organisasi sektor publik yang memiliki pengertian
penghargaan terhadap nilai uang. Pengukuran kinerja Value for Money adalah pengukuran kinerja untuk mengukur ekonomi, efisiensi, dan efektifitas suatu kegiatan, program, dan organisasi.“ Menurut Nordiawan et al, (2014:59) menyatakan bahwa :
Value for Money merupakan sebuah rangkaian indikator yang unsur- unsurnya merupakan satu kesatuan dari input, output, dan outcome.
Kegagalan organisasi sektor publik untuk mendapatkan input dari pada harga yang semestinya menyebabkan tidak terpenuhinya indikator ekonomi. Selanjutnya, input yang terlalu mahal akan mengakibatkan efisiensi yang pada akhirnya akan mengarah pada ketidak efektifmya pencapaian program secara keseluruhan.
Sumber: Mahmudi (2015)
Gambar 2.1
Value for Money secara skematis
Menurut Mahmudi Mahmudi (2015:83) konsep Value for Money yaitu : Value for Money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publikyang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dimana pengertian dari ketiga konsep tersebut adalah:
1. Ekonomi: konsep ekonomi sangat terkait dengan konsep biaya untuk memperoleh unit input. Ekonomi memiliki pengertian bahwa sumber daya input hendaknya diperoleh dengan harga lebih rendah, yaitu harga yangmendekati harga pasar.
2. Efisiensi: efisien terkait dengan hubungan antara output berupa barang atau pelayanan yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Secara sistematis, efisiensi merupakan perbandingan antara output dengan input atau istilah lain output per unit input.
Ekonomi Efisiensi Efektivitas
Input Primer (Rp)
Input (masukan)
Output (keluaran)
Outcome (hasil)
3. Efektivitas: efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupkan hubungan antara output dengan tujuan.
Sedangkan menurut Mardiasmo (2009:130) untuk indikator Value for Money dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi)
Ekonomi artinya pembelian barang dan jasa dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik (spending less). Efisiensi artinya output tertentu dapat dicapai dengan sumber daya yang serendah-rendahnya (spending well).
2. Indikator kualitas pelayanan (efektivitas)
Efektivitas artinya kontribusi output terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (spending wisely).
Menurut Mardiasmo (2009:133) ada empat langkah dalam pengukuran Value for Money, yaitu:
1. Pengukuran Ekonomi
Ekonomi merupakan pengukuran relatif, pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah :
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan?
c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?
2. Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dalam konsep Value for Money.
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
3. Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanyamengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas output dan dampak yang dihasilkan. Pengukuran outcome memiliki dua peran, yaitu peran retrospektif yang terkait dengan penilaian kinerja masa lalu dan peran prospektif yang terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang. Manfaat yang diharapkan dapat diambil dengan adanya implementasi.
Menurut Reynowijoyo (2013:5), Konsep Value for Money pada organisasi sektor publik, antara lain:
1. Efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran;
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik;
3. Biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan penghematan dalam penggunaan resources;
4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan 5. Meningkatkan publik cost awareness sebagai akar pelaksanaan
pertanggungjawaban publik.
2.1.5 Transparansi
Menurut Reynowijoyo (2013:12) Transparansi yaitu :
Transparansi merupakan salah satu prinsip good corporate governance.
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas, seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Menurut Mardiasmo (2009:30) Transparansi yaitu :
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan- kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsive terhadap aspirasi dan kepentingan publik.
Menurut Hamdani (2016:72) mendefinisikan Transparansi merupakan “Suatu komitmen untuk memastikan ketersediaan dan keterbukaan informasi penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) mengenai keadaan keuangan, pengelolaan dan kepemilikan secara akurat, jelas dan tepat waktu.”
Dari beberapa pengertian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa trasparansi adalah tersedianya kebijakan publik dalam proses pembentukan kebijakan publik. Informasi adalah hal yang penting bagi masyarakat dan pihak- pihak yang berkepentingan (stakeholders) untuk suatu kebutuhan untuk berpatisipasi dalam pengelolaan daerah. Dengan ketersediaan akses dari informasi, masyarakat dapat berpatisipasi dalam mengawasi sehingga bisa memberikan dampak atau hasil yang optimal bagi masyarakat, serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi demi menguntungkan salah satu kelompok masyarakat secara tidak langsung maupun secara langsung sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif, efisien, serta akuntabel.
2.1.6 Akuntabilitas
Menurut Ulum dan Sofyani (2016:40) Akuntabilitas yaitu :
Suatu entitas (atau organisasi) yang accountable adalah entitas yang mampu menyajikan informasi secara terbuka mengenai keputusan- keputusan yang telah diambil selama beroperasinya entitas tersebut, memungkinkan pihak luar (misalnya legislatif, auditor, atau masyarakat
secara luas) tinjau informasi tersebut, serta bila dibutuhkan harus ada kesediaan untuk mengambil tindakan korektif. Dengan demikian penggunaan istilah akuntabilitas publik mengandung makna yang jelas bahwa hasil-hasil operasi termasuk di dalamnya keputusan-keputusan dan kebijakan yang diambil/dianut oleh suatu entitas harus dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan kepada publik (masyarakat) dan masyarakat harus pada posisi untuk dapat mengakses informasi tersebut.
Dalam Mardiasmo (2009:20) akuntabilitas publik harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri dari empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:
1. Akuntabilitas Kejujuran Dan Akuntabilitas Hukum (accountability forprobity and legality)
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas Proses (process accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.
Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek- proyek publik. Salah satu hal yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender apakah proses tender telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive Tendering (CCT), ataukah dilakukan melalui pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
3. Akuntabilitas Program (program accountability)
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Menurut Mardiasmo (2009:4) lebih lanjut mengidentifikasi tiga elemen utama akuntabilitas, yaitu:
1. Adanya kekuasaan untuk mendapatkan persetujuan awal sebelum sebuah keputusan dibuat. Hal ini berkaitan dengan otoritas untuk mengatur perilaku birokrat dengan menundukkan mereka di bawah persyaratan prosedural tertentu serta mengharuskan adanya otoritas sebelum langkah tertentu diambil. Tipikal akuntabilitas seperti ini secara tradisional dihubungkan dengan badan//lembaga pemerintah pusat (walaupun setiap departemen/lembaga dapat saja menyusun aturan atau standarnya masing-masing).
2. Akuntabilitas peran yang merujuk pada kemampuan seorang pejabat untuk menjalankan peran kuncinya, yaitu berbagai tugas yang harus dijalankan sebagai kewajiban utama. Ini merupakan tipe akuntabilitas yang langsung berkaitan dengan hasil sebagaimana diperjuangkan paradigma manajemen publik baru (new publik management). Hal ini mungkin saja tergantung pada target kinerja formal yang berkaitan dengan gerakan manajemen publik baru.
3. Peninjauan ulang secara retrospektif yang mengacu pada analisis operasi suatu departemen setelah berlangsungnya suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga eksternal seperti kantor audit, komite parlemen atau lembaga peradilan. Bisa juga termasuk badan-badan di luar Negara seperti media massa dan kelompok penekan. Aspek subyektivitas dan ketidakterprediksikan dalam proses peninjauan ulang seringkali bervariasi, tergantung pada kondisi dan aktor yang menjalankannya.
Dari beberapa pengertian di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas adalah pertanggungjawaban yang wajib dilaporkan terhadap pihak
yang berwenang untuk dinilai keberhasilan atau tidaknya terhadap pelaksanaan organisasi tersebut melalui media pertanggungjawaban yang di kerjakan secara berkala.
2.1.7 Partisipasi
Adanya keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif. Setiap orang atau warga masyarakat, laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan baik secara langsung, maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.
Pengertian partisipasi dalam penganggaran secara lebih terperinci disampaikan oleh Milani dalam (Utama, 2013:1) yaitu :
1. Seberapa jauh anggaran dipengaruhi oleh keterlibatan para manajer.
2. Alasan- alasan para atasan pada waktu anggaran dalam proses revisi 3. Frekuensi menyatakan inisiatif, memberikan usulan dan atau
pendapat tentang anggaran kepada atasan tanpa diminta
4. Seberapa jauh manajer merasa mempunyai pengaruh dalam anggaran final
5. Kepentingan manajer dalam kontribusinya pada anggaran
6. Frekuensi anggaran didiskusikan oleh para atasan pada waktu anggaran disusun
Partisipasi anggaran merupakan pelibatan staf dan manager dalam proses penyusunan anggaran. Partisipasi anggaran dapat meningkatkan motivasi dan tanggung jawab staf dan manajer terhadap pencapaian target anggaran, sebaliknya anggaran yang tidak partisipatif dapat berdampak negatif terhadap motivasi dan komitmen pelaksana anggaran untuk mencapai target anggaran Mahmudi, (2016:59).
Partisipasi anggaran merupakan salah satu pendekatan bottom-up dalam proses penyusunan anggaran, dimana aliran data anggaran dalam suatu sistem partisipatif berawal dari tingkat tanggungjawab yang lebih rendah kepada tingkat
tanggungjawab yang lebih tinggi. Setiap orang yang mempunyai tanggungjawab atau pengendalian biaya atau pendapatan harus menyusun estimasi anggarannya dan menyerahkannya kepada tingkat manajemen yang paling tinggi. Estimasi tersebut kemudian ditinjau ulang dan dikonsolidasikan dalam gerakannya kearah tingkat manajemen yang lebih tinggi (Garrison dkk., 2013:4).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan suatu proses dalam suatu organisasi yang membutuhkan partisipasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan dan bekerjasama untuk merumuskan rencana. Partisipasi anggaran sektor publik menunjukkan derajat partisipasi pemerintah daerah. Pejabat memahami anggaran yang diajukan oleh unit, pekerjaan mereka, dan dampak dari pertanggungjawaban anggaran. Ketika eksekutif, legislatif dan sektor publik secara bersama-sama merumuskan anggaran, akan muncul situasi dimana anggaran berpartisipasi dalam sektor publik. Anggaran disampaikan oleh kepala daerah kepada kepala dinas melalui satuan kerja dan diusulkan kepada kepala daerah, kemudian DPRD bersama-sama menetapkan anggaran tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan daerah yang berlaku. Proses anggaran daerah disusun sesuai dengan metode kinerja dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri, yang meliputi pedoman penyusunan rancangan APBD yang dikembangkan bersama oleh tim anggaran administrasi dan satuan kerja perangkat daerah. Partisipasi anggaran ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah.
2.1.8 Pengawasan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerahadalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukanuntuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah berjalan sccara efisien dan efektif sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.Pengawasan yang dilakukan oleh dewan dapat berupa pengawasan secara langsung dan tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi dengan cara mengamati,
meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima dari pelaksanaan.
Tujuan pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat dijalankan, untuk menjaga agar kegiatan pengumpulan penerimaan dan pembelanjaan pengeluaran sesuai dengan anggaran yang telah digariskan dan untuk menjaga agar pelaksanaan APBN/D benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Handoko (2016:359), secara umum pengawasan dikelompokkan menjadi tiga tipe pengawasan, yaitu:
1. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control)
Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Pengawasan pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi.
Pengawasan pendahuluan mencangkup semua upaya manajerial guna membesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan.
2. Pengawasan Pada Saat Kerja Berlangsung (cocurrent control)
Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Cocurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para atasan yang mengarahkan pekerjaan pada bawahannya.
3. Pengawasan Umpan Balik ( feed back control)
Pengawasan Umpan Balik yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksanakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar. Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan pengukuran kinerja dan pengambilan tindakan untuk menjamin hasil yang diinginkan. Tujuan pengawasan pada dasarnya adalah untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat dijalankan, untuk
menjaga agar kegiatan pengumpulan penerimaan dan pembelanjaan pengeluaran sesuai dengan anggaran yang telah digariskan dan untuk menjaga agar pelaksanaan APBN/D benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan dianggap sebagai bentuk pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak yang dibawahnya.
2.2 Penelitian terdahulu
Dalam penelitian ini dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topik yang akan dibahas pada penelitian ini, sebagai referensi untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik nantinya.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No
Nama dan Tahun Penelitian
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Riset Gap 1 Ninik
Puspita Sari (2020) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Surabaya
Pengaruh Akuntabilitas dan
Transparansi terhadap Kinerja Anggraan Berkonsep Value for Money pada Pemerintah Kota Surabaya
X1 :
Akuntabilitas X2 :
Transparansi Y : Kinerja Keuangan Berkonsep Value for Money
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
akuntabilitas dan
transparansi berimplikasi positif baik secara parsial maupun simultan pada kinerja
anggaran berkonsep value for money pada pemerintahan Kota
Surabaya.
Peneliti sebelumnya hanya memakai dua variabel X,
sementara penulis memakai tiga variabel X dengan menambah kan variabel partisipasi dan
pengawasan sebagai variabel moderasi.
2 Redi Antonius Nababan (2018) Universitas
Pengaruh Akuntabilitas dan
Transparansi terhadap Pengelolaan
X1 :
Akuntabilitas X2 :
Transparansi Y : Kinerja
Hasil dari penelitian ini antara lain bahwa dengan mengguna-
Peneliti sebelumnya hanya memakai dua variabel X,
Sumatera Utara, Medan
Keuangan Berkonsep Value for Money pada Pemerintah Kabupaten Dairi
Keuangan Berkonsep Value for Money
kan analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa
akuntabilitas, transparansi, memberikan pengaruh yang positif terhadap pengelolaan keuangan berkonsep Value for Money.
sementara penulis memakai empat variabel X dengan menambah kan variabel partisipasi dan
pengawasan sebagai variabel moderasi.
3 Victorinus Laoli (2019) STIE Pembangun an Nasional
Pengaruh Akuntabilitas dan
Transparansi terhadap Kinerja Anggraan Berkonsep Value for Money pada Pemerintah Kabupaten Nias
X1 :
Akuntabilitas X2 :
Transparansi Y : Kinerja Anggaran berkonsep Value for Money
Hasil
Penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja anggaran berkonsep value for money sedangkan variabel transparansi secara parsial tidak
berpengaruh.
Dan secara simultan variabel akuntabilitas dan
transparansi bersama- sama
berpengaruh terhadap
Peneliti sebelumnya melakukan penelitian di Kabupaten Nias, dan hanya memkai dua variabel X, sementara penulis memakai tiga variabel X dengan menambah kan variabel partisipasi serta
pengawasan sebagai variabel moderasi .
kinerja anggaran berkonsep value for money.
4 Cindy Arifani (2018)
Universitas Cendrawa- sih, Jayapura
Pengaruh Akuntabilitas ,
Transparansi, dan
Pengawasan terhadap Kinerja Anggraan Berkonsep Value for Money pada Pemerintah Kota Jayapura
X1 :
Akuntabilias X2 :
Transparansi X3 :
Pengawasan
Y : Kinerja Anggaran berkonsep Value for Money
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel Transparansi dan
Pengawasan berpengaruh terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep Value for Money pada Pemerintah Kota Jayapura, sementara varibel Akuntabilitas tidak
memiliki pengaruh.
Peneliti sebelumnya meneliti tiga variabel X, dan penulis sekarang menambah variabel X lain yaitu partisipasi dan
lingkup/lok asi yang diteliti juga berbeda.
5 Duta Mustajab, John L.
Mambrasar, dan Satrio Kamaluddin (2019)
Universitas Yapis Papua
Pengaruh Ambiguitas Peran Terhadap Kinerja Pegawai dengan Pengawasan sebagai Variabel Moderasi pada
BAPENDA Kabupaten Jayapura
X1 :
Ambiguitas Peran M :
Pengawasan Y : Kinerja Pegawai
Ambiguitas Peran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dan Pengawasan sebagai variable moderasi memperkuat pengaruh hubungan variabel
Peneliti sebelumnya meneliti variabel X yang berbeda dengan penulis, sementara Variabe m Yang digunakan sma ayaitu Pengawasan . Selain itu, penulis juga
ambiguitas peran terhadap variabel kinerja pegawai sebesar 8,7%
pada
BAPENDA Kabupaten Jayapura.
mnggunaka n tiga variabel X sementara peneliti terdahulu hanya satu X saja.
6 Mauliana (2019) Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar
Pengaruh Partisipasi Anggaran, Paternalistic Culture, dan Job Relevant Information terhadap Kinerja Manajerial dengan Pengendalian Internal sebagai Variabel Moderator pada Pemerintah Kota Makassar.
X1 : Partisipasi Anggaran X2 :
Paternalistic Culture X3 : Job Relevant Information M :
Pengendalian Internal Y : Kinerja Manajerial
Partisipasi Anggaran, dan
Paternalistic Culture berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial, sedangkan Job Relevant tidak
berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial.
Selain itu, Pengendalian Internal Memoderasi hubungan antara Partisipasi Anggaran dan
Paternalistic Culture terhadap Kinerja Manajerial dan tidak memoderasi Job Relevant terhadap Kinerja
Peneliti terdahulu meneliti dua X yang berbeda dengan penulis, yaitu Paternalisti c Culture dan Job Relevant.
Selain itu, Variabe Y dari peneliti terdahulu adalah Kinerja Manajerial sementara penulis meneliti Kinerja Anggaran.
Manajerial pada Pemerintah Kota Makassar.
7 Firmansyah, Muhtar Sapiri, dan Lukman Setiawan (2018) Universitas Bosowa, Makassar
Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi, dan
Pengawasan terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep Value for Money pada Instansi Pemerintah di Kota Makassar
X1 :
Akuntabilitas X2 :
Transparansi X3 :
Pengawasan Y : Kinerja Anggaran Berkonsep Value for Money
Ketiga variabel X memiliki pengaruh yang positi dan
signifikan terhadap variabel Y, sehingga terdapat hubungan yang cukup kuat antara Akuntabilitas ,
Transparansi, dan
Pengawaan Terhadap Kinerja Anggaran VFM pada lokasi penelitian tersebut.
Peneliti sebelumnya hanya meneliti pengaruh tiga variabel X terhadap Y,
sementara penulis menambah kan variabel pengawasan sebagai variabel moderasi, dengan lokasi penelitian yang berbeda pula.
8 Sayuti Sayuti, Jamaluddin Majid, dan Muhammad Sapril Sardi Juardi (2018) Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar
Perwujudan Nilai
Transparansi, Akuntabilitas , dan Konsep Value for Money dalam Pengelolaan Akuntansi Keuangan Sektor Publik
X1 :
Transparansi X2 :
Akuntabilitas Y :
Pengelolaan Keuangan Sektor Publik
Perwujudan nilai nilai transparansi dalam pengelolaan keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) sudah baik, yaitu adanya keterbukaan informasi dan
Peneliti sebelumnya meneliti dua variabel X, dan penulis sekarang menambah variabel X lain yaitu partisipasi dan
lingkup/lok asi yang diteliti juga berbeda
adanya keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dalam proses penganggaran.
serta menambahk an variabel moderasi berupa Pengawasan .
9 Elsa Ardita (2017)
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas , dan
Pengawasan terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep Value for Money pada Instansi Pmerintah Kabupaten Ogan Ilir
X1 :
Transparansi X2 :
Akuntabilitas X3 :
Pengawasan
Y : Kinerja Anggaran Berkonsep Value for Money
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel Transparansi, Akuntabilitas , maupun Pengawasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep Value for Money pada Instansi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir.
Peneliti sebelumnya hanya meneliti OPD yanga ada di Ogan Ilir, namun penulis meneliti secara keseluruhan OPD Sumatera Selatan.
selain itu, penulis juga mengganti variabel X3 dengan Partisipasi lalu
menjadikan variabel Pengawasan sebagai variabel Moderasi.
10 Budi S Purnomo &
Cahaya Putri (2018) Universitas Pendidikan Indonesia,
Akuntabilitas, Transparansi, dan
Pengawasan terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep
X1 :
Transparansi X2 :
Akuntabilitas X3 :
Pengawasan Y : Kinerja
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
implementasi akuntabilitas, transparansi, dan
Peneliti sebelumnya hanya meneliti pengaruh tiga variabel X terhadap Y,
Sumber : Literatur dan Penelitian Terdahulu
2.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Sugiyono (2018:60) mengemukakan bahwa: “Kerangka Berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai hal yang penting.”
Berdasarkan perumusan masalah, teori terkait dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, maka kerangka pemikiran atau paradigma penelitian dari penelitian ini dapat divisualisasikan dalam bentuk skematis berikut.
Paradgima penelitian merupakan poin penting dalam merumuskan suatu hipotesis penelitian, dimana paradigma penelitian berguna untuk mengilustrasikan pengaruh variabel Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipasi terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep Value For Money pada OPD Provinsi Sumatera Selatan dengan Pengawasan sebagai variabel moderasi seperti gambar dibawah ini:
Bandung Value for Money
Anggaran Berkonsep Value for Money
pengawasan pada SKPD Kota Bandung sudah memadai, namun terdapat beberapa indikator dari masing- masing variabel tersebut yang perlu
ditingkatkan, yaitu
keterlibatan unsur masyarakat, penyampaian informasi anggaran, dan keluaran pengawasan yang penting.
sementara penulis menambah kan variabel pengawasan sebagai variabel moderasi, dengan lokasi penelitian yang berbeda pula dengan penelitian sebelumnya
H1
H1
H2
H4
H3
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Berdasarkan gambar 2.1 paradigma penelitian diatas, dapat dideskripsikan hubungan atau pengaruh antara variabel independen yang terdiri dari Transparansi (X₁), Akuntabilitas (X₂), dan Partisipasi (X3) terhadap variabel dependen yaitu Kinerja Anggaran Berkonsep Value For Money (Y) secara parsial dan simultan, serta penggunaan variabel Pengawasan (M) sebagai variabel moderasi yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel X dan Y baik secara simultan maupun secara parsial pada Organsiasi Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Selatan.
Keterangan:
H1 = Hipotesis Pertama H2 = Hipotesis Kedua H3 = Hipotesis Ketiga H4 = Hipotesis Keempat
Hubungan Secara Parsial Hubungan Secara Simultan
Transparansi (X₁)
Akuntabilitas (X₂)
Pengawasan (M)
Kinerja Anggaran Berkonsep Value
For Money (Y)
Partisipasi (Y) (X3)
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban ataupun dugaan sementara terhadap suatu masalah yang dihadapi, yang masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut melalui analisis data yang relevan dengan masalah yang terjadi. Dalam penelitian ini, terdapat empat hipotesis yang nantinya akan dibahas sesuai dengan paradigma penelitian sebelumnya. Hipotesis pertama dan kedua, akan membahas terkait pengaruh transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi pada organisasi perangkat daerah Provinsi Sumatera Selatan baik secara parsial maupun secara simultan.
Sementara hipotesis ketiga dan keempat akan membahas terkait Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas, dan Partisipasi Terhadap Kinerja Anggaran Berkonsep Value For Money dengan Pengawasan Sebagai Variabel Moderasi pada Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Selatan