• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH HUKUM ACARA PERDATA “PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN”

N/A
N/A
hans nadapdap

Academic year: 2023

Membagikan "TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH HUKUM ACARA PERDATA “PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN”"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH HUKUM ACARA PERDATA

“PELAKSANAAN EKSEKUSI PUTUSAN”

DISUSUSUN OLEH KELOMPOK 7 :

DOSEN PEMBIMBING : AFLAH, SH., M.HUM.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN – NOVEMBER – 2022

CHRISTIAN MANURUNG : 210200549

STEVANY YOHANA PURWATY PARDOSI : 210200550

JOHANNES BLIJ SIBARANI : 210200551

MARUARAR PARDOMUAN SIANTURI : 210200552 NORA ENGELICA BR MANURUNG : 210200553

FARIZ AHSAN NASUTION : 210200553

CRISTOPEL SIHOMBING : 210200555

DANIEL SIANTUR : 210200556

ZAIDAN HUSEN LUBIS : 210200557

TASYA ATIQAH LUBIS : 210200558

M RAFIF GUNAWAN : 210200559

HAQQIN HADADI IBNU BISGAR : 210200560

(2)

I

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pelaksanaan Eksekusi Putusan” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Aflah, SH., M.HUM. pada mata kuliah Hukum Acara Perdata. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sumber-sumber hukum materiil bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Aflah, SH, M.HUM. selaku dosen mata kuliah Hukum Acara Perdata yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 16 November 2022

Penulis

(3)

II DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 3

1.1. Latar Belakang ... 3

1.2. Permasalahan ... 3

1.3. Tujuan Penulisan... 4

1.4. Manfaat Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi dari setiap variable yang terdapat dalam judul ... 5

2.2. Metode Penelitian ... 7

2.3. Sumber Pustaka dan Referensi ... 7

BAB III PEMBAHASAN ... 10

3.1. Definisi dan Prinsip Eksekusi Putusan ... 10

3.2. Jenis-Jenis Eksekusi dan Kaidah Hukumnya ... 14

3.3. Asas asas yang digunakan dalam Pelaksanaan Eksekusi Putusan ... 15

3.4. Syarat Pelaksanaan Eksekusi Putusan ... 18

3.5. Prosedur Eksekusi Putusan... 18

3.6. Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan ... 20

BAB 4 KESIMPULAN ... 21

4.1. Kesimpulan ... 21

4.1. Kesimpulan Definisi dan Prinsip Putusan ... 21

4.1.2. Kesimpulan Jenis-Jenis Eksekusi dan Kaidah Hukumnya ... 21

4.1.3. Kesimpulan terhadap asas-asas yang digunakan dalam Pelaksanaan Eksekusi Putusan ... 22

4.1.4. Kesimpulan Syarat Pelaksanaan Eksekusi Putusan ... 22

4.1.5. Kesimpulan Prosedur Dalam Eksekusi Putusan ... 23

4.1.6. Kesimpulan Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 25

LEMBAR PENILAIAN ... 26

(4)

3 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan sebuah interaksi dengan sesamanya.

Dan proses interaksi itu tidak selamanya berjalan dengan baik, namun ada kalanya dihiasi dengan konflik horizontal sehingga dalam kasus ini diperlukan adanya suatu institusi yang menjadi pemutus konflik tersebut. Dalam kehidupan bernegara, institusi ini menjelma dalam bentuk Lembaga-lembaga peradilan.

Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkut-an kepada pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belumlah selesai persoalannya.

Putusan itu harus dapat dilaksanakan atau dijalankan (dieksekusi).

Putusan pengadilan merupakan salah satu dari hukum acara formal yang akan dijalani

oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Karena apabila terdapat suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat hukum dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.

Dengan kata lain pencari keadilan mempunyai tujuan akhir yaitu agar segala hak- haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui putusan pengadilan/hakim.

Pemulihan tersebut akan tercapai apabila putusan dapat dilaksanakan. Dengan demikian, dalam makalah singkat ini akan mengemukakan sedikit pembahasan mengenai pelaksanaan eksekusi putusan.1

1.2. Permasalahan

1. Apa definisi dari eksekusi putusan dan prinsip apa saja yang ada pada eksekusi putusan 2. Apa jenis jenis eksekusi serta kaidah hukum yang terkandung didalamnya?

3. Asas asas apa yang terkandung pada eksekusi putusan?

4. Bagaimana syarat syarat dalam pelaksanaannya?

5. Bagaimana prosedur dalam eksekusi putusan?

6. Apa hambatan dalam pelaksanaan eksekusi putusan?

1 Bambang Sugeng & Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hal. 103.

(5)

4 1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini pada hakikatnya adalah untuk mengetahui rumusan masalah yang telah di paparkan di atas sebelumnya yakni:

1. Untuk memperoleh data yang penulis teliti dalam penulisan eksekusi putusan 2. Menjelaskan apa saja asas yang dianut dalam eksekusi putusan

3.Untuk mengetahui syarat eksekusi putusan dalam pelaksanaannya 4.menjelaskan bagaimana prosedur eksekusi putusan

5.Untuk memperluas pengetahuan hukum bagi penulis melalui suatu penelitian hukum yang menyangkut kendala- kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi putusan

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil pelaksanaan penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pengembangan disiplin ilmu hukum pada umumnya, dan hukum acara perdata pada khususnya.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang pelaksanaan eksekusi putusan

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan terhadap penulisan makalah sejenis untuk tahap selanjutnya

(6)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dari setiap variable yang terdapat dalam judul

Secara sederhana, eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sebagaimana pendapat Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh Drs H. Abdul Manan, SH,S.IP, M.Hum dalam bukunya berjudul Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan Al Hikmah, Jakarta, Cetakan ke II, 2001, halaman 213 memberikan definisi bahwa eksekusi pada hakekatnya tidak lain adalah realisasi dari pada kewajiban pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan tersebut (Amran Suaidi : 171). Yahya Harahap menjelaskan bahwa eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata (Yahya Harahap : 130).

Lain lagi rumusan eksekusi yang disampaikan oleh R. Soepomo, yang menyatakan bahwa eksekusi adalah hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai oleh alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan Hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyi putusan dalam waktu yang ditentukan (Soepomo :119). Dari berbagai definisi dari ketiga pakar dan pakar-pakar hukum acara perdata yang lain dapat disimpulkan bahwa eksekusi adalah tindakan pengadilan kepada pihak yang kalah atas permohonan pihak yang menang dalam berperkara agar menjalankan putusan Hakim yang telah berkekuatan hukum tetap menurut tata cara yang telah ditentukan oleh hukum acara perdata.

Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau Peninjauan Kembali.

Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan putusan Hakim adalah suatu pernyataan yang oleh Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau masalah antar pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan. Sebuah konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan

(7)

6 sebelum diucapkan di persidangan oleh Hakim2, demikian halnya seperti yang telah diatur dalam hukum acara, bahwa Putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.3

Terkait dengan putusan hakim tersebut, ada 3 (tiga) istilah yang perlu kita pahami, yaitu: Unanimous diartikan putusan pengadilan yang diputus berdasarkan suara bulat dari para hakim yang mengadili perkara tersebut, Concurring opinion yang berarti apabila pendapat seorang hakim mengikuti /sependapat dengan pendapat hakim yang mayoritas tentang amar putusan, akan tetapi dia hanya menyatakan berbeda dalam pertimbangan hukum (legal reasoning)nya, kemudian Dissenting Opinion yang berarti apabila seorang hakim berbeda pendapat dengan hakim yang mayoritas, baik tentang pertimbangan hukum maupun amar putusannya. Pendapat hakim tersebut dimuat dalam putusan secara lengkap dan diletakkan sebelum amar putusan.4

Hakim dalam mengambil putusan harus wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat5, sehingga kemungkinan putusan yang diambil akan menghasilkan salah satu dari 3 (tiga) hal tersebut di atas.

Eksekusi terhadap putusan pengadilan adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan yang dieksekusi adalah putusan pengadilan yang mengandung amar perintah kepada salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang, atau juga pelaksanaan putusan yang memerintah pengosongan benda tetap, sedangkan pihak yang kalah tidak mau melaksanakan secara sukarela sehingga memerlukan upaya paksa dari pengadilan untuk melaksanakannya. Putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Adapun yang memberikan kekuatan eksekutorial pada putusan pengadilan adalah terletak pada putusan yang memuat irah-irah yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Disamping itu, amar putusan harus bersifat kondemnator, yaitu putusan yang menyatakan suatu penghukuman untuk melakukan sesuatu, dengan menetapkan suatu keadaan hukum dan menetapkan suatu penghukuman, misalnya penghukuman untuk membayar sejumlah uang tertentu atau penghukuman untuk menyerahkan sesuatu benda tertentu.

2 Sudikno Mertokusumo. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi ketujuh. Yogyakarta: Liberty.

3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, Pasal 192.

4 www.konsultanhukum.web.id

5 Undang-undang RI Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 5 ayat (1)

(8)

7 Pengadilan dalam istilah Inggris disebut court, dan recthbank dalam bahasa Belanda, yang dimaksud adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.6 Kata “Peradilan” berasal dari kata “adil” dengan awalan”per” dan dengan imbuhan “an”. Kata “Peradilan” sebagai terjemahan dari qadha, yang berarti “memutuskan”,

“melaksanakan”, “menyelesaikan” dan adapula yang menyatakan bahwa umumnya kamus tidak membedakan antara peradilan dan pengadilan.

2.2. Metode Penelitian

Dalam melakukan penulisan ini, metode yang dilakukan adalah : 1. Studi Pustaka

Yaitu penulis mengumpulkan data dan informasi dari buku atau jurnal – jurnal sesuai dengan yang menjadi topik pembahasan. Buku – buku yang menjadi sumber data dan informasi.

Adapun buku – buku yang digunakan yaitu :

- Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)Het Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)

- Subekti, 1997, Hukum Acara Perdata

- Sudikno, 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia

- M. Yahya Harahap, 1991. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata

- Sugeng, Bambang & Sujayadi, 2015. Pengantar Hukum Acara Perdata &Contoh Dokumen Litigasi

2.3. Sumber Pustaka dan Referensi A. Buku

Sumber Kutipan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)

Sumber Kutipan Het Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)

Sumber Kutipan Subekti, 1997, Hukum Acara Perdata

6 Ahmad Fathoni Ramli,Administrasi Peradilan Agama Pola bindalmin dan Hukum Acara Peradilan Agama dalam Praktek.(Bandung:Mandar Maju. 2013). hlm.2

(9)

8 Sumber Kutipan Sudikno, 1993. Hukum Acara Perdata Indonesia

Sumber Kutipan M. Yahya Harahap, 1991. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata

Sumber Kutipan Sugeng, Bambang & Sujayadi, 2015. Pengantar Hukum Acara Perdata &Contoh Dokumen Litigasi

B. Jurnal

Sumber Kutipan Hartati, L & Syafrida. Hambatan dalam Eksekusi Perkara Perdata

Sumber Kutipan Hartini, Widihastuti, &Nurhayati. Eksekusi Putusan Hakim dalam Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Sleman

C. Undang-Undang

Sumber Kutipan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sumber Kutipan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Sumber Kutipan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.13 tahun 1964

Sumber Kutipan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.5 tahun 1969

Sumber Kutipan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2000

Sumber Kutipan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2000

Sumber Kutipan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2001

D. Internet

(10)

9 Sumber Kutipan Pengadilan Negeri Karanganyar, EKSEKUSI, Mahkamah Agung

Republik Indonesia Pengadilan Negeri Karanganyar

http://pnkaranganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993- eksekusi (16

Sumber Kutipan Pengadilan Negeri Bandung, EKSEKUSI AKHIR PENYELESAIAN PERKARA, Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Bandung

https://pt-bandung.go.id/eksekusi.html (16

Sumber Kutipan Pengadilan Negeri Karanganyar, EKSEKUSI PUTUSAN INCRACH, Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Karangayar

https://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/tentang- pengadilan/kepaniteraan/kepaniteraan-perdata/81-prosedur- perkara-perdata/926-eksekusi-putusan-incrach

(11)

10 BAB III

PEMBAHASAN 3.1. Definisi dan Prinsip Eksekusi Putusan

Eksekusi dalam perkara perdata merupakan proses yang melelahkan, menyita energy, biaya dan pikiran. Putusan perdata belum memiliki makna apapun ketika pihak yang dikalahkan tidak bersedia menjalankan putusan secara sukarela. Kemenangan yang sesungguhnya baru dapat diraih setelah melalui proses yang panjang dengan eksekusi untuk mewujudkan kemenangan tersebut. Proses eksekusi menjadi lama dan rumit karena pihak yang dikalahkan sulit untuk menerima putusan dan tidak mau menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Puncak dari suatu perkara perdata adalah ketika putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat dilaksanakan.7

Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau Peninjauan Kembali.

Eksekusi dapat pula dilaksanakan terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu menyangkut putusan provisi dan putusan uitvoerbaar bij voorraad (UbV).

Obyek eksekusi termasuk juga tentang : Putusan perdamaian, grosse akta notarial, jaminan (objek gadai, hak tanggungan, fidusia, sewa beli, leasing, putusan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa yaitu putusan arbitrase Nasional/Internasional, putusan BPSK, putusan P4D/P4P, putusan KPPU, putusan KIP, Mahkamah Pelayaran, Alternative Dispute Resolution (ADR), dan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

Adapun menurut jenisnya eksekusi meliputi : Eksekusi riil, eksekusi melakukan pembayaran sejumlah uang, eksekusi melakukan sesuatu perbuatan, eksekusi parate atas benda jaminan, dan eksekusi melakukan pemulihan lingkungan.

Pelaksanaan putusan yang bersifat “condemnatoir (penghukuman)secara paksa oleh pengadilan negeri dengan diterbitkannya suatu “Penetapan Eksekusi” oleh ketua pengadilan disebabkan pihak yang kalah berperkara (Termohon Eksekusi), tidak bersedia secara sukarela melaksanakan amar putusan setelah dilakukan peneguran dalam batas waktu selama 8 (delapan) hari (aanmaning).

7 EKSEKUSI, diakses dari http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi (16, pada tanggal 16 November 2022 pukul 19.44.

(12)

11 Dalam praktek pelaksana eksekusi di tempat obyek eksekusi dilakukan oleh “Panitera”

atau sering kali dilaksanakan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah perintah, pimpinan, dan pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. Eksekusi harus diselesaikan secara tuntas dan hasilnya diserahkan kepada Pemohon Eksekusi, kecuali di lapangan terdapat kendala seperti : kondisi keamanan tidak kondusif. Lain halnya apabila obyek eksekusi : Tidak jelas batas- batasnya, tidak sesuai dengan barang yang disebut dalam amar putusan, telah musnah, telah berubah statusnya menjadi tanah Negara atau berada di tangan pihak ketiga, maka putusan tersebut tidak dapat dieksekusi dan dinyatakan “non executable” oleh pengadilan negeri dengan suatu penetapan. 8

Berdasarkan ketentuan Pasal 195 sampai dengan Pasal 208 HIR atau Pasal 206 sampai dengan Pasal 240 RBG, dalam rangka pelaksanaan eksekusi putusan Pengadilan, maka perlu diketa- hui bahwa terdapat beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut:

A. Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang dapat dieksekusi.

Pada prinsipnya, apabila terhadap putusan masih ada pihak yang mengajukan upaya hukum berupa banding atau kasasi, putusan yang bersangkutan belum berkekuatan hukum tetap, sebagaima na ditentukan dalam Pasal 1917 B.W. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa, pada prinsipnya eksekusi merupakan tindak- an paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah mem- peroleh kekuatan hukum tetap. Selama putusan belum mem- peroleh kekuatan hukum tetap, putusan belum dapat dijalankan.

Adapun makna pelaksanaan eksekusi, apabila tereksekusi tidak melaksanakan putusan dengan sukarela, artinya, pihak yang ka- lah tidak mau menaati putusan secara sukarela (vrijwillig/free will). Oleh karena itu, putusan tersebut harus dipaksakan pelak- sanaanya dengan bantuan kekuatan umum, yaitu, polisi, jika perlu dengan bantuan militer.

Namun, ada beberapa bentuk pengecualian yang diatur dalam peraturan perundang- undangan yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap, yaitu:

1) Eksekusi terhadap Putusan yang Dapat Dijalankan Lebih Dulu;

8 EKSEKUSI AKHIR PENYELESAIAN PERKARA, diakses dari dari https://pt- bandung.go.id/eksekusi.html (16, pada tanggal 16 November 2022 pukul 19.44.

(13)

12 Bentuk eksekusi terhadap putusan yang dapat dijalankan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad) merupakan salah satu pengecualian terhadap prinsip di atas. Menurut Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBG, eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap putusan pengadilan, sekali- pun putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuat- an hukum tetap.

2) Eksekusi terhadap Putusan Provisinionil

Eksekusi terhadap putusan provisionil merupakan penge- cualian eksekusi terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Berdasarkan kalimat terakhir dalam Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 RBG, dikenal gugatan provisionil, yakni tun- tutan lebih dulu yang bersifat sementara mendahului pu- tusan pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan provisionil, putusan tersebut dapat diekseku- si sekalipun perkara pokoknya belum diputus.

3) Eksekusi terhadap Putusan Perdamaian

Berdasarkan Pasal 130 HIR atau Pasal 154 RBG, terhadap akta perdamaian (akta van dading) yang dibuat di muka persidangan oleh hakim boleh dikatakan seperti putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, undang-undang sendiri telah menempatkan akta perdamaian yang dibuat di persidangan tak ubahnya sebaga putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, se hingga akta perdamaian telah memiliki kekuatan eksekut rial.

4) Eksekusi terhadap Grosse Akta

Pengecualian lain yang diatur dalam undang-undang ialah menjalankan eksekusi terhadap grosse akta, baik grosse akta hipotek maupun grosse akta pengakuan utang, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBG, yang membolehkan eksekusi terhadap perjanjian, asal perjanjian itu berbentuk grosse akta, karena dalam bentuk perjanjian grosse akta, pasal tersebut mempersamakannya dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap se- hingga pada perjanjian yang berbentuk grosse akta dengan sendirinya menurut hukum melekat kekuatan eksekutorial.

5) Eksekusi atas Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia

Pengecualian lain adalah eksekusi atas Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan Eksekusi atas Jaminan Fidusia ber-

(14)

13 dasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Terhadap kedua lembaga jaminan ini, pi- hak kreditor dapat langsung meminta eksekusi atas objek barang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia apabila debi- tur melakukan wanprestasi membayar angsuran utang po kok atau bunga pinjaman. Bahkan dimungkinkan kreditor melakukan eksekusi penjualan lelang melalui kantor lelang tanpa campur tangan pengadilan apabila diperjanjikan klau- sula kuasa menjual sesuatu (eigenmachtige verkoop).

B. Putusan bersifat kondemnatoir yang dapat dieksekusi

Pada prinsipnya, hanya putusan yang bersifat kondemnatoir yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur penghukuman. Putusan yang amar atau dik- tumnya tidak mengandung unsur penghukuman, tidak dapat dieksekusi. Adapun ciri-ciri yang dapat dijadikan indikator me- nentukan suatu putusan bersifat kondemnatoir, dalam amar atau diktum putusan terdapat perintah yang menghukum pihak yang kalah, yang dirumuskan dalam kalimat:

a) Menghukum atau memerintahkan "menyerahkan" suatu ba- rang.

b) Menghukum atau memerintahkan "pengosongan" sebidang tanah atau rumah.

c) Menghukum atau memerintahkan "melakukan" suatu perbuatan tertentu.

d) Menghukum atau memerintahkan "penghentian" suatu perbuatan atau keadaan.

e) Menghukum atau memerintahkan melakukan "pembayaran" sejumlah uang.

C. Putusan Tidak Dijalankan secara Sukarela

Pada prinsipnya, eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah (tergugat) tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara su- karela. Jika tergugat (pihak yang kalah) bersedia menaati dan memenuhi putusan secara sukarela, maka tidak akan ada tindak- an eksekusi. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa eksekusi dalam suatu perkara baru dilaksanakan apabila pihak tergugat ti- dak bersedia menaati dan menjalankan putusan secara sukarela.

D. Eksekusi dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri.

Pada prinsipnya, eksekusi dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, yang dulu memeriksa dan memutuskan per- kara itu dalam tingkat pertama. Dengan demikian, maka jika ada putusan yang dalam tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh satu

(15)

14 Pengadilan Negeri, maka eksekusi atas putusan tersebut berada di bawah perintah Ketua Pengadilan Negeri yang bersang- kutan, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBG.9

3.2. Jenis-Jenis Eksekusi dan Kaidah Hukumnya

Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakikatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.

Jenis-jenis pelaksanaan putusan ini, antara lain:

1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam pasal 196 HIR, Pasal 208 RBg

2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.

Eksekusi ini diatur dalam Pasal 225 HIR, Pasal 259 RBg. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Akan tetapi, pihak yang dimenangkan dapat minta kepada hakim agar kepentingannya yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.

3. Eksekusi ril. Eksekusi ril merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi ril itu, ialah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Dengan eksekusi ril, maka yang berhaklah yang menerima prestasi. Eksekusi ril ini tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam Pasal 1033 Rv. Yang dimaksudkan dengan eksekusi ril oleh Pasal 1033 Rv. Yang dimaksudkan dengan eksekusi ril oleh Pasal 1033 Rv. ialah pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Apabila orang yang dihukum untuk mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi surat perintah hakim supaya dengan bantuan panitera pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar barang tetap itu dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya. Ekskusi jenis ini walaupun diatur dalam Rv., namun oleh karena dibutuhkan oleh praktik peradilan, maka lazim dijalankan. HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang (Pasal 200 ayat 11 HIR, Pasal 218 ayat 2 RBg.)

9 Bambang Sugeng & Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2015 Hal 104 - 107

(16)

15 4. Di samping tiga jenis eksekusi tersebut di atas masih dikenal apa yang dinamakan

"parate eksekusi" atau eksekusi langsung. Parate eksekusi terjadi apabila seorang kreditor menjual barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Pasal 1155, Pasal 1175 ayat (2) B.W.).10

3.3. Asas asas yang digunakan dalam Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Di dalam hukum acara perdata, terdapat beberapa asas yang menjadi landasan dilaksanakannya proses eksekusi putusan, antara lain11:

a. Putusan Pengadilan harus sudah berkekuatan hukum tetap.

Pada asasnya bahwa eksekusi dilaksanakan bagi putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Tindakan eksekusi biasanya baru menjadi suatu masalah apabila pihak yang kalah ialah pihak tergugat, di mana dalam tahap eksekusi kedudukannya menjadi pihak tereksekusi. Sementara bila pihak penggugat yang kalah dalam perkara, bahkan menurut logika tidak ada putusan yang perlu dieksekusi. Hal ini sesuai dengan sifat sengketa dan status para pihak dalam suatu perkara. Pihak penggugat bertindak selaku pihak yang meminta kepada pengadilan agar pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan suatu barang, mengosongkan rumah atau sebidang tanah, melakukan sesuatu, menghentikan sesuatu atau membayar sejumlah uang. Salah satu hukuman seperti itulah yang selalu terdapat dalam putusan. Selanjutnya apabila gugatan penggugat dikabulkan oleh pengadilan dan harus dipenuhi dan ditaati pihak tergugat sebagai pihak yang kalah. Oleh karena itu, bila kita berbicara mengenai eksekusi putusan adalah tindakan yang perlu dilakukan untuk memenuhi tuntutan penggugat kepada tergugat.

Tidak terhadap semua putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum eksekutorial. Artinya tidak semua putusan pengadilan dapat dieksekusi. Putusan yang belum dapat dieksekusi adalah putusan yang belum dapat dijalankan. Karena pada prinsipnya hanya putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang dapat dijalankan.

Pada asasnya putusan yang dapat dieksekusi adalah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, karena dalam putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap telah terkandung wujud hubungan hukum yang tetap

10 Bambang Sugeng & Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2015, hal. 108.

11 Endang Hadrian & Lukman Hakim, Hukum Acara Perdata di Indonesia : Permasalahan Eksekusi dan Mediasi, CV Budi Utama, Yogyakarta, 2020, hlm. 69.

(17)

16 dan pasti antara pihak yang berperkara. Hal ini disebabkan hubungan hukum antara pihak yang berperkara sudah tetap dan pasti, yaitu hubungan hukum itu mesti ditaati dan mesti dipenuhi oleh pihak yang dihukum (pihak tergugat), baik secara sukarela maupun secara paksa dengan bantuan kekuatan umum.

Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka upaya dan tindakan eksekusi belum berfungsi. Eksekusi baru berfungsi sebagai tindakan hukum yang sah dan memaksa terhitung sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap dan pihak tergugat (yang kalah), tidak mau menaati dan memenuhi putusan secara sukarela.

b. Pelaksanaan Putusan Lebih Dahulu

Menurut Pasal 180, ayat (1) HIR, eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap putusan pengadilan, sekalipun putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Pasal ini memberi hak kepada Penggugat untuk mengajukan permintaan agar putusan dapat dijalankan eksekusinya lebih dahulu, sekalipun terhadap putusan itu pihak tergugat mengajukan banding atau kasasi.

Syarat-syarat yang ditetapkan untuk mengabulkan putusan serta-merta jumlahnya terbatas dan jelas tidak bersifat imperatif. Syarat-syarat itu berupa:

(1) Adanya akta autentik atau tulisan tangan yang menurut undangundang mempunyai kekuatan bukti;

(2) Ada putusan lain yang sudah ada dan sudah mempunyai kekuatan hukum pasti;

(3) Ada gugatan provisi yang dikabulkan;

(4) Sengketa yang ada sekarang mengenai bezits recht.

c. Pelaksanaan Putusan Provisi

Pasal 180 ayat (1) HIR juga mengenal putusan provisi, yaitu tuntutan lebih dahulu yang bersifat sementara yang mendahului putusan pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan provisi, maka putusan provisi tersebut dapat dilaksanakan (dieksekusi) sekalipun perkara pokoknya belum diputus (mendahului).

d. Akta Perdamaian

Pengecualian ini diatur dalam Pasal 130 HIR, di mana akta perdamaian yang dibuat di persidangan oleh hakim. Eksekusi akta tersebut dapat dijalankan tak ubahnya seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Di mana

(18)

17 sejak tanggal lahirnya akta perdamaian, maka telah melekat pulalah kekuatan eksekutorial pada dirinya walaupun ia tidak merupakan putusan pengadilan yang memutus sengketa.

e. Eksekusi Terhadap Grosse Akta

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 224 HIR, eksekusi yang dijalankan ialah memenuhi isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Pasal ini memperbolehkan eksekusi terhadap perjanjian, asal perjanjian itu berbentuk grosse akta. Jadi perjanjian dengan bentuk grosse akta telah dilekati oleh kekuatan eksekutorial.

f. Putusan Tidak Dijalankan Secara Sukarela

Pada asasnya bahwa eksekusi dilaksanakan apabila pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan isi putusan secara sukarela setelah dilakukan peringatan secara patut oleh pengadilan. Pihak yang kalah (tergugat) memenuhi sendiri dengan sempurna isi putusan pengadilan. Tergugat tanpa paksaan dari pihak mana pun menjalankan pemenuhan hubungan hukum yang dijatuhkan kepadanya. Oleh karena pihak tergugat dengan sukarela memenuhi isi putusan kepada penggugat, berarti isi putusan telah selesai dilaksanakan, maka tidak diperlukan lagi tindakan paksa kepadanya (eksekusi).

Untuk menjamin pelaksanaan isi putusan secara sukarela, maka hendaknya pengadilan membuat berita acara pemenuhan putusan secara sukarela dengan disaksikan dua orang saksi yang dilaksanakan, ditempat putusan tersebut dipenuhi dan ditandatangani oleh juru sita pengadilan, dua orang saksi dan para pihak sendiri (penggugat dan tergugat). Maksudnya, agar kelak ada pembuktian yang dapat dijadikan pegangan oleh hakim. Keuntungan menjalankan amar putusan secara sukarela adalah terhindar dari pembebanan biaya eksekusi dan kerugian moral.

Pada prinsipnya, dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara sukarela. Padahal dalam peraturan perundang- undangan, jangka waktu tidak diatur jika putusan akan dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah. Pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan berdasarkan Pasal 196 HIR:

“Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 195, buat

(19)

18 menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.”

3.4. Syarat Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Dalam pelaksanaan eksekusi, terdapat Syarat syarat yang digunakan dalam pelaksanaan eksekusi. syarat syarat tersebut antara lain:

1). Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht),.keputusan yang berkekuatan hukum tersebut dapat berupa:

a. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak dimintakan pemeriksaan ulang (banding) atau kasasi karena telah diterima oleh para pihak yang berperkara.

b. Putusan pengadilan tingkat banding yang telah tidak dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

c. Putusan pengadilan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung atau putusan peninjauan kembali dari Mahkamah Agung.

d. Putusan verstek dari pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan upaya hukumnya.

e. Putusan hasil perdamaian dari dua pihak yang berperkara.12 2). Putusan tidak dijalankan oleh para pihak terhukum secara sukarela

3). Putusan hakim bersifat condemnatoir, sehingga dalam putusan declaratoir dan constitutief tidak perlu dieksekusi.

4). Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan ketua pengadilan 13

3.5. Prosedur Eksekusi Putusan

Untuk dapat menjalankan eksekusi maka dapat kita pedomani tata cara dalam melakukan eksekusi yaitu :

1. Pelaksanaan eksekusi atas perintah dan/atau dipimpin Ketua Pengadilan Negeri.

Pelaksanaan eksekusi ini dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri yang pada tingkat

12 Yulia.2018.“Hukum Acara Perdata “.Lhokseumawe: Unimal press

13 EKSEKUSI, diakses dari http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi pada tanggal 16 November 2022 pukul 18.44.

(20)

19 pertama memeriksa perkara itu, jika eksekusi seluruhnya atau sebagian berada diluar daerah hukum pengadilan tersebut maka Ketua Pengadilan meminta bantuan dari ketua pengadilan yang bersangkutan untuk menjalankan putusan itu. Jika dalam pelaksanaan putusan itu ada perlawanan dari pihak ketiga maka akan diserahkan kembali kepada ketua Pengadilan yang memutus perkara tersebut.

2. Sebelum dilaksanakan Eksekusi, diberikan Peringatan (Aanmaning). Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai dalam memenuhi isi putusan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka pihak yang dimenagkan dapat memasukkan permintaan kepada ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan putusan tersebut, kemudian Ketua Pengadilan akan memanggil pihak yang kalah supaya dapat memenuhi Putusan tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan oleh ketua selama-lamanya 8 (delapan) hari.

3. Jika tidak mengindahkan Peringatan dilakukan sita eksekusi. Jika sesudah lewat waktu yang ditentukan belum juga di penuhi putusan tersebut, atau sesudah dipanggil secara patut tidak juga menghadap maka ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya memberikan perintah secara tertulis supaya disita sejumlah barang bergerak atau barang tetap dari pihak yang kalah sehingga cukup untuk pengganti sejumlah uang yang disebut dalam putusan.

4. Penyitaan dilakukan oleh Panitera atau orang lain yang ditunjuk ketua Pengadilan.

Penyitaan tersebut dilakukan oleh panitera pengadilan negeri. (Pasal 197 ayat (2) HIR). Atau kalau panitera berhalangan maka digantikan oleh orang lain yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri.

5. Sita Eksekusi dilakukan dengan dua orang saksi. Pelaksanaan eksekusi tersebut dilakukan dengan dihadiri oleh 2 orang saksi yang nama , pekerjaan dan tempat tinggalnya disebutkan dalam berita acara.

6.Penyitaan terhadap benda bergerak tidak boleh atas Hewan dan Perkakas untuk Pencarian.

Penyitaan terhadap barang boleh dilakukan apa saja akan tetapi tidak boleh dilakukan atas hewan dan perkakas yang sungguh berguna dalam menjalankan pencariannya sendiri.

7. Barang yang disita tetap berada pada orang yang disita atau ditempat penyimpanan yang patut.Berdasarkan situasi dan kondisi maka panitera membiarkan agar barang tersebut tetap berada pada orang yang disita.

8. Penyitaan benda tidak bergerak dilakukan dengan mengumumkan berita acara penyitaan terebut. Terhadap benda tidak bergerak maka berita acara penyitaan harus diumumkan kepada masyarakatdengan menempel Berita acara tersebut di papan Pengumuman.

9. Penjualan barang sitaan dilakkan dengan Bantuan kantor lelang dengan nilai paling rendah Rp. 300. Penjualan barang sitaan itu dilakukan dengan bantuan kantor lelang.

(21)

20 3.6. Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Eksekusi atau pelaksanaan putusan Hakim dalam perkara perdata dilakukan terhadap putusan Hakim berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewisde). Eksekusi dapat dilakukan secara sukarela atau secara paksa.

Pelaksanaan putusan Hakim secara sukarela dilaksanakan langsung oleh pihak yang kalah tanpa campur tangan pengadilan. Dalam praktek pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, maka dilaksanak secara paksa melalui Pengadilan Negeri yang memutus perkara. Hambatan pelaksanaan eksekusi antara lain objek eksekusi tidak jelas, telah berpindah ketangan pihak lain, terbitnya sertifikat baru dan pihak yang kalah melakukan perlawanan. Sedangkan hambatan secara yuridis adanya upaya hukum peninjauan kembalii yang dilakukan oleh pihak yang kalah.

Pihak ketiga mengajukan perlawanan ( derden verzet) karena ada hak pihak ketiga yang terambil, putusan hakim tidak bersifat penghukuman (comdemnatoir) tapi bersifat decratoir dan konstitutief. Untuk mencegah hambatan dalam pelaksanaan eksekusi dan menang hampa hanya menang diatas kertas, maka pihak kalah harus beritikad baik melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, panitera atau jurusita pengadilan harus cermat dan teliti dalam penyitaan, pihak kalah tidak mengalihkan objek sengketa kepada pihak lain. Untuk kelancaran pelaksanaan eksekusi pengadilan dapat minta bantuan aparat keAmanan ( Polisi dan TNI ) untuk melakukan pengamanan selama pelaksanaan eksekusi. Pihak yang menghambat, mengancam petugas pelaksana eksekusi selama pelaksanaan eksekusi dapat dikenai sanksi pidana.14

14Hartati, L & Syafrida, 'Hambatan dalam eksekusi Perkara perdata' , Adil Jurnal Hukum, Vol 8, No 1, hh. 88.

(22)

21 BAB 4

KESIMPULAN 4.1. Kesimpulan

4.1. Kesimpulan Definisi dan Prinsip Putusan

Eksekusi dalam perkara perdata merupakan proses yang melelahkan, menyita energy, biaya dan pikiran. Putusan perdata belum memiliki makna apapun ketika pihak yang dikalahkan tidak bersedia menjalankan putusan secara sukarela. Kemenangan yang sesungguhnya baru dapat diraih setelah melalui proses yang panjang dengan eksekusi untuk mewujudkan kemenangan tersebut. Proses eksekusi menjadi lama dan rumit karena pihak yang dikalahkan sulit untuk menerima putusan dan tidak mau menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Puncak dari suatu perkara perdata adalah ketika putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat dilaksanakan.

Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau Peninjauan Kembali.

Eksekusi dapat pula dilaksanakan terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu menyangkut putusan provisi dan putusan uitvoerbaar bij voorraad (UbV).

Obyek eksekusi termasuk juga tentang : Putusan perdamaian, grosse akta notarial, jaminan (objek gadai, hak tanggungan, fidusia, sewa beli, leasing, putusan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa yaitu putusan arbitrase Nasional/Internasional, putusan BPSK, putusan P4D/P4P, putusan KPPU, putusan KIP, Mahkamah Pelayaran, Alternative Dispute Resolution (ADR), dan putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

4.1.2. Kesimpulan Jenis-Jenis Eksekusi dan Kaidah Hukumnya CARA PELAKSANAAN DAN PERATURAN HUKUMNYA

Pelaksanaan atau pemenuhan putusan pada hakekatnya tidak lebih dari pemenuhan kewajiban pihak untuk melakukan jasa yang ditentukan dalam putusan.

Cara untuk mengimplementasikan keputusan ini:

- Pelaksanaan putusan dimana pihak yang kalah dikenakan denda untuk membayar sejumlah uang. Tindakan yang diperlukan adalah membayar sejumlah uang. Kepatuhan ini diatur dalam § 196 HIR dan § 208 RBg

- Menegakkan keputusan yang menghukum orang untuk tindakan. Implementasi ini diatur dalam § 225 HIR dan § 259 RBg. Orang tidak bisa dipaksa untuk bertindak dengan

(23)

22 tindakan. Namun, pemenang dapat meminta kepada juri agar bunga yang diterima dihitung sebagai uang.

- Implementasi aktual. Kewajiban yang sebenarnya adalah kewajiban tindakan yang dikaitkan dengan debitur dengan keputusan hakim langsung. Oleh karena itu, paksaan yang sebenarnya adalah pelaksanaan keputusan yang mengarah pada hasil yang sama seolah-olah orang yang bersangkutan membuatnya secara sukarela. Dalam implementasi konkret, manfaat diberikan kepada penerima manfaat. Pelaksanaan sebenarnya tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam 1033 Rv. Apa arti implementasi aktual dalam Pasal 1033 RV? Apa arti implementasi aktual dalam Pasal 1033 RV? adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang memerintahkan penggusuran harta benda. Jika terpidana tidak mematuhi perintah hakim untuk mengosongkan barang tidak bergerak, terpidana dan keluarganya akan mengosongkan barang tidak bergerak dengan bantuan pejabat pengadilan dan, jika perlu, instrumen otoritas negara.

Meskipun jenis paksaan di Rv. diatur, pada prinsipnya dilaksanakan karena yurisprudensi mensyaratkannya. HVV hanya mengakui pelaksanaan lelang yang sebenarnya (§ 200 Para.

11 HVV, § 218 Para. 2 RBg.)

- Selain ketiga jenis eksekusi yang disebutkan di atas, dikenal juga yang disebut "eksekusi parade" atau eksekusi langsung. Eksekusi sederhana terjadi ketika debitur menjual barangbarang tertentu milik debitur tanpa hak eksekusi (Bagian 1155, § 1175(2) B.W.).

4.1.3. Kesimpulan terhadap asas-asas yang digunakan dalam Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Asas hukum dalam membuat putusan, merupakan seperangkat alat yang sifatnya wajib digunakan oleh hakim. Putusan akan sempurna bila asas-asas putusan dipenuhinya. Pelaksanaan putusan atau eksekusi, akan senantiasa dapat dilakukan tanpa ada suatu halangan akibat kesalahan penerapan hukum dan aturan. Oleh karena itu keputusan yang tidak disengaja karena kesalahan yang dilakukan hakim akibat melakukan pelanggaran hukum acara dan asas dalam membuat putusan jelaslah diharam-kan. Untuk itulah, patutlah kiranya kita mengetahui mengenai asas-asas dalam pelaksanaan eksekusi putusan.

4.1.4. Kesimpulan Syarat Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Dalam melakukan eksekusi putusan ,isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara pelaksanaanya tidak boleh menyimpang dari sisi putusan .eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau

(24)

23 pasti,artinya putusan tersebut telah final karena tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara. namun ada pengecualian terhadap putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu menyangkut putusan provisi dan putusan uitvoerbaar bij voorraad (UbV).Adapun menurut jenisnya eksekusi meliputi : Eksekusi riil, eksekusi melakukan pembayaran sejumlah uang, eksekusi melakukan sesuatu perbuatan, eksekusi parate atas benda jaminan, dan eksekusi melakukan pemulihan lingkungan. Pelaksanaan putusan yang bersifat “condemnatoir (penghukuman)” secara paksa oleh pengadilan negeri dengan diterbitkannya suatu “Penetapan Eksekusi” oleh ketua pengadilan disebabkan pihak yang kalah berperkara (Termohon Eksekusi), tidak bersedia secara sukarela melaksanakan amar putusan setelah dilakukan peneguran dalam batas waktu selama 8 (delapan) hari (aanmaning)

4.1.5. Kesimpulan Prosedur Dalam Eksekusi Putusan

Maka dari prosedur tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan suatu alternatif untuk memastikan keberlangsungan suatu sengketa. Dalam proses tersebut, perusahaan harus mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang memengaruhi pengambilan keputusan. Karena jika suatu prosedur eksekusi terjadi hambatan, maka prosedur selanjutnya juga tidak akan dapat berjalan dengan baik. Dan semua prosedur harus dilakukan dengan sebagaimana mestinya yang sudah diatur dalam pasal yang berlaku.

4.1.6. Kesimpulan Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan

Pelaksanaan putusan Hakim (Eksekusi) bagian dari tahap-tahap pemeriksaan perkara perdata secara litigasi di pengadilan dilakukan terhadap putusan secara litigasi dapat Hakim yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewisde), kecuali putusan serta merta (uit voorbaar bij vooraad ) yang diatur dalam Pasal 180 HIR, meskipun adanya upaya hukum banding atau kasasi putusan tetap dapat dijalankan. Putusan Hakim dikatakan berkekuatan hukum tetap, jika putusan itu diterima oleh kedua belah pihak yang berkara dan tkidak dilakukan upaya hukum.

Putusan berkekuatan hukum tetap dapat saja terjadi terhadap putusan Pengadilan Negeri, Putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi. Berperkara di pengadilan saat ini dapat dilakukan e litigasi ( e-court) yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor.1 Tahun 2019 berkaitan beberapa e- ligiasi, salah satunya mengatur tentang permohonan eksekusi, penetapan eksekusi, panggilan annmaning/ teguran dapat dilakukan secara elektronik.

Eksekusi merupakan hal penting dalam proses perkara secara ligase dan merupakan puncak

(25)

24 dari perkara perdata dilakukan terhadap putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap ( Inkracht van gewisde) Ketentuan hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan putusan Hakim diatur dalam Pasal 195- 224 HIR atau Pasal 206 – 258 RBG.

Pelaksaan putusan Hakim dapat dilakukan secara sukarela dan secara paksa. Pelaksanaan putusan secara Hakim secara sukarela dilaksanakan langsung oleh pihak yang dikalahkan secara sukarela tanpa paksanaan pihak manapun, sedangkan pelaksanaan putusan Hakim secara paksa dilakukan berdasarkan permohonan pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara, karena pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Hakim secara sukarela. Pelaksanaan putusan Hakim diperlukan campur tangan dari pihak Pengadilan Negeri yang memutus perkara.

(26)

25 DAFTAR PUSTAKA

SUMBER DARI BUKU

Hadrian, Endang & Hakim, Lukman, 2020, Hukum Acara Perdata di Indonesia : Permasalahan Eksekusi dan Mediasi, CV Budi Utama, Yogyakarta.

Sugeng, Bambang & Sujayadi, 2015, Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta.

SUMBER DARI JURNAL

Hartati, L & Syafrida, 'Hambatan dalam eksekusi Perkara perdata' , Adil Jurnal Hukum, Vol 8, No 1, hh. 88.

SUMBER DARI INTERNET

Pengadilan Negeri Karanganyar, Eksekusi, Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan

Negeri Karanganyar, dilihat 16 November 2022,

<http://pnkaranganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi (16>.

Pengadilan Negeri Bandung, Eksekusi Akhir Penyelesain Perkara, Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Bandung, dilihat 16 November 2022,

<https://pt-bandung.go.id/eksekusi.html (16>.

(27)

26 LEMBAR PENILAIAN

No NIM NAMA NILAI

1 210200549 CHRISTIAN MANURUNG 2 210200550 STEVANY YOHANA PURWATY

PARDOSI

3 210200551 JOHANNES BLIJ SIBARANI 4 210200552 MARUARAR PARDOMUAN

SIANTURI

5 210200553 NORA ENGELICA BR MANURUNG

6 210200554 FARIZ AHSAN NASUTION 7 210200555 CRISTOPEL SIHOMBING 8 210200556 DANIEL SIANTURI 9 210200557 ZAIDAN HUSEN LUBIS 10 210200558 TASYA ATIQAH LUBIS 11 210200559 M RAFIF GUNAWAN

12 210200560 HAQQIN HADADI IBNU BISGAR

Referensi

Dokumen terkait

Memberikan kemudahan bagi pihak jurusita Pengadilan Negeri Bandung dalam mengolah berbagai data yang berhubungan dengan pelaksanaan eksekusi dan memberikan informasi kepada

Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan Hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui Pengadilan(hakim), sejak diajukan gugatan sampai dengan

- Hukum perdata formil : hukum acara perdata : hukum yang mengatur cara mempertahankan atau melaksanakan hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan

Proses eksekusi putusan harta bersama akibat perceraian di Pengadilan ditempuh dengan tahapan: (1) permohonan pihak yang menang, (2) penaksiran biaya eksekusi, (3)

Ruang Lingkup Hukum Perdata I 12,5 % kontrak kuliah, Pendahuluan, definisi, ruanglingkup Hukum Perdata 2 Mahasiswa mampu Menjelaskan dan mengkaji Hukum perorangan secara terukur

Oleh karena itu, dengan sangat berat hati, saya mengajukan gugatan cerai ini ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat, dengan harapan agar Pengadilan dapat memberikan keputusan yang adil dalam

Dokumen ini berisi soal ujian akhir semester mata kuliah Hukum Acara Perdata di Fakultas Hukum Universitas

Hukum acara perdata adalah suatu tuntutan hak yang diajukan oleh penggugat kepada tergugat melalui