TUGAS MATA KULIAH BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN LAPORAN KASUS BAHAN TANAM KAKAO
Disusun Oleh :
Rizqi Fauzi (20200210005) Yulia Anggiani Putri (20200210014) Firmansyah Abdussyukur (20200210026) Zulfa Kayla Zahra (20200210032) Lina Septi Purwastuti (20200210048)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2022
BAB I PENDAHULUAN
1. Kasus
Petani pak Amin telah memiliki bahan tanam sudah dipersiapkan sendiri berupa bibit yang telah ditumbuhkan dari biji yang berasal dari tanaman kakao tetangganya yang sudah diketahui kuantitas dan kualitas hasilnya tinggi.
Bagaimana solusi dan rekomendasi yang diberikan kepada pak Amin, agar kuantitas dan kualitas hasil kakao tinggi?
2. Identifikasi Masalah
Tanaman kakao yang dilakukan pak Amin menggunakan perbanyakan genaeratif yang menggunakan biji. Walaupun pak Amin menanam tanaman kakao menggunakan biji dari tanaman yang unggul, namun perbanyakan dengan cara memiliki kelemahan yaitu hasil tanaman meghasilkan sifat yang tidak sama dengan indukannya dan mudah berubah sifat genetisnya.
Dengan perbanyakan generatif inilah perbanyakan dengan menggunkan biji menjadi salah satu penyebab tanaman kakao pak Amin memiliki hasil produksi yang rendah baik secara kualitas dan kuantitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan tanaman tahunan yang berasal dari Amerika Selatan yang dibudidayakan pada daerah tropis. Kakao mulai diperkenalkan ke Indonesia oleh bangsa Spanyol di Minahasa, Sulawesi Utara pada tahun 1560 (Arya Bima Senna, 2020). Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang ternyata sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah Indonesia, sehingga Indonesia dapat menghasilkan dan memproduksi kakao (Al Ghozy et al., 2017). Dilain sisi tingkat produstivitas dan kualitas tanaman kakao di Indonesia masih rendah. Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya produktivitas dan kualitas tanaman kakao di Indoneasia menimbulkan kerugian yang cukup besar dipasaran dunia, dan juga berdampak terhadap pendapatan petani kakao di Indonesia, Produktivitas kakao secara nasional mengalami penurunan sepanjang tahun.
Penyebab rendahnya produktivitas tanaman kakao di Indonesia, para pembudidaya kakao masih banyak yang tidak memperhatikan GAP budidaya kakao. GAP sendiri merupakan serangkaian kegiatan budidaya yang dilaksanakan secara berurutan dan saling terkait dalam satu kesatuan komprehensif. GAP telah dikenalakan dalam kegiatan produksinya, baik dalam pemilihan bahan tanman budidaya, pemeliharaan, panen yang dilakukan untuk menghasilkan biji kakao yang baik (Permentan, 2012). Rostiar Sitorus dan Maera Zasari (2022) mengatakan petani kakao kurang intensif, umur tanaman semakin tua, serangan hama dan penyakit, dan kualitas bahan tanam adalah menjadi penyebab rendahnya produksi kakao di Bangka. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas produktivitas tanaman kakao sesuai GAP dengan cara memilih bahan tanam, bahan tanamn yang dipilih merupakan bahan tanam yang berkualitas. Salah satu kunci keberhasilan dalam meningkatkan produktivitas tanaman kakao bergantung kepada bahan tanam.
B. Bahan Tanam Kakao
Perbanyakan tanaman dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara generatif dan vegetatif.
Berikut adalah penjelasannya.
1. Vegetatif
Perbanyakan vegetatif merupakan cara perkembangbiakan tanaman tanpa melalui proses penyerbukan atau perkawinan melainkan dengan mengambil bagian organ atau jaringan tanaman lalu ditumbuhkan pada suatu media tertentu. Perbanyakan bibit secara vegetatif disebut pula klonalisasi, karena menggunakan bahan tanam klonal berupa entres yang berasal dari klon unggul.
Perbanyakan vegetatif meliputi stek (cutting), okulasi (budding), penyambungan (grafting), dan cangkok (air layering).
a. Stek (cutting)
Perbanyakan tanaman dengan setek yaitu menumbuhkan bagian atau potongan tanaman dalam media tanah sehingga menjadi tanaman baru. Pembibitan dengan setek dimulai dengan memilih pohon induk sebagai sumber bahan tanam (entres). Setek diberi hormon perangsang tumbuh akar lalu ditempatkan dalam peti pembibitan yang telah diisi pupuk organik dicampur tanah atau di bedengan. Setek dijaga suhu dan kelembapan lingkungannya serta penyinaran cukup. Setelah berakar, setek dipindahkan ke dalam polibeg yang diisi campuran tanah dan pupuk organik untuk menjalani stadia hardening pertama. Pada stadium ini, tanaman masih perlu mendapat perhatian terutama pemberian air, cahaya, dan suhu. Setelah berumur 5-6 bulan, bibit sudah siap dipindahkan ke lapangan (Prawoto, 2008).
b. Okulasi (budding)
Teknologi okulasi dilakukan dengan mengambil potongan kecil kulit batang yang mengandung satu tunas vegetatif dari entres lalu menempelkannya pada batang bawah. Biasanya mata tunas yang digunakan untuk okulasi diambil di sekitar pangkal daun, di antara tangkai daun (petiole) pada batang. Mata tunas yang ditempelkan secara benar pada batang bawah akan tumbuh dengan baik (Wiesman dan Jaenicke, 2002). Perbanyakan tanaman kakao dengan okulasi sebaiknya dilakukan pada saat tanaman pada stadium pertumbuhan generatif. Dengan menggunakan teknologi ini akan dihasilkan tanaman yang cepat berbunga dan berbuah.
c. Penyambungan (grafting) 1) Sambung Pucuk
Teknologi sambung pucuk adalah penggabungan dua individu klon tanaman kakao yang berlainan menjadi satu kesatuan dan tumbuh menjadi tanaman baru. Teknologi ini menggunakan bibit kakao sebagai batang bawah yang disambung dengan entres dari
kakao unggul sebagai batang atas. Bibit batang bawah siap disambung pada umur 2,5–3 bulan.
2) Sambung Samping
Teknologi sambung samping digunakan untuk merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tua dan tidak produktif lagi, bukan untuk perbanyakan bibit. Teknologi ini dilakukan dengan menyambungkan entres kakao unggul (sebagai batang atas) pada tanaman kakao dewasa yang tidak produktif (sebagai batang bawah).
d. Cangkok (air layering)
Teknologi cangkok merangsang akar bibit cangkokan untuk tumbuh dari cabang yang masih melekat pada pohon tanaman. Pencangkokan yang berlangsung selama lima bulan akan menghasilkan cangkokan hidup dan berbunga yang lebih baik (Soedarsono, 1997). Selain itu keberhasilan pencangkokan tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh jenis klon yang dicangkok (Soedarsono, 1998).
Perbanyakan bibit kakao secara vegetatif memiliki beberapa keuntungan, antara lain tidak terjadi segregasi sehingga bibit yang dihasilkan relatif sama dengan induknya, dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu relatif singkat, dan dapat memanfaatkan klon unggul lokal sebagai sumber entres. Teknik perbanyakan ini juga dapat mencegah penyebaran hama dari satu tempat ke tempat lain, mudah dilakukan oleh petani, dan tingkat keberhasilannya cukup tinggi.
2. Generatif
Perbanyakan tanaman kakao secara generatif dengan menggunakan benih yang bebas dari hama dan penyakit. Jenis kakao yang dianjurkan untuk perbanyakan secara generatife adalah jenis kakao hibrida yang telah teruji mempunyai produktivitas tinggi dan tahan terhadap penyakit.
Perbanyakan generative bisa dilakukan dengan du acara, yaitu secara buatan (hand pollination) dan alami (open pollination). Perbanyakan secara buatan buatan dilakukan dengan menyilangkan dua tanaman kakao. Serbuk sari jantan tanaman kakao ditempelkan pada kepala putik tanaman kakao lainnya. Sedangkan perbanyakan secara alami dilakukan terjadi karena penyerbukan secara alami. Kelemahan perbanyakan bibit secara generatif yaitu memerlukan waktu lama karena benih kakao harus dikecambahkan terlebih dahulu, kemudian dibibitkan sekitar enam bulan sebelum ditanam di lapangan. Selain itu, menurut Winarno (1995), perbanyakan bibit secara generatif juga memungkinkan terjadinya segregasi yang mengakibatkan keragaman hasil biji.
BAB III
ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Kasus
Salah satu faktor yang menghambat upaya agar kuantitas dan kualitas hasil kakao tinggi adalah penyediaan benih bermutu tinggi. Dilihat pada kasus benih yang digunakan Pak Amin bibit yang sudah ditumbuhkan dari biji yang berasal dari tanaman kakao tetangganya, bisa disebut dengan perbanyakan secara generatif. Menurut Hakim, et al., (2019) Perbanyakan generatif dilakukan dengan cara penyemaian biji untuk dijadikan tanaman baru. Menuru Purnomosidhi, et al., (2002). menjelaskan bahwa, keunggulan dari perbanyakan tanaman secara generatif yaitu tanaman memiliki sistem perakaran yang kuat dan kokoh, lebih mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Namun kekurangan dari teknik perbanyakan generatif ini sendiri adalah tanaman baru yang dihasilkan belum tentu sama sifatnya dengan induknya, varietas barunya belum tentu baik, memerlukan waktu lebih lama untuk berbuah, kualitas tanaman baru akan tampak di saat tanaman telah berbuah. Maka dari itu diperlukannya alternatif lain untuk merehabilitasi tanaman kakao milik pak Amin.
Menurut Balitbang (2008). Langkah awal yang sangat penting dalam budidaya kakao adalah pemilihan bibit yang tepat. Penyiapan bibit dapat berasal berasal dari biji (generatif) atau secara okulasi (vegetatif). Pemilihan bibit harus berasal dari induk yang unggul dan sehat, bibit harus dipilih dari buah yang, masak fisiologis, bentuk dan ukurannya normal dan tidak mengkerut.
Dilihat dari kasus di atas petani alternatif yang dapat diupayakan adalah peningkatan pengelolaan kebun buah-buahan dengan penggunaan bibit bermutu melalui perbanyakan vegetatif (Samekto, et al., 1995). Perbanyakan vegetatif pada tanaman dapat menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah besar dan mempunyai kesamaan sifat dengan tanaman induk yang dipakai sebagai entris. Batang induk yang dipakai adalah batang induk yang sehat (Ismail, 2017). Kelebihan bibit dari hasil perbanyakan vegetatif dibanding cara generatif (biji) adalah : (1) Umur berbuah lebih cepat. (2) Aroma dan cita rasa buah tidak menyimpang dari sifat induknya. (3) Diperoleh individu baru dengan sifat unggul lebih
banyak, misalnya batang bawah (rootstock) yang unggul perakarannya disambung dengan batang atas (entris, scion) yang unggul produksi buahnya dan bahkan dapat divariasikan (Rukmana, 1999). Namun kekurangannya sendiri adalah memiliki akar yang kurang kokoh.
2. Pembahasan
Dari kasus yang telah dipelajari ada beberapa cara dalam penyelesaian kasus tersebut yaitu secara jangka pendek dan jangka Panjang dalam penanganan permasalahan yang ada, yaitu:
A. Jangka pendek
Perlakuan jangka pendek ini dilakukan apabila tanaman sudah tua atau memiliki produktivitas yang rendah seperti yang dialami oleh Pak Amin yaitu dengan dilakukannya okulasi berupa sambung samping.
Untuk melakukan sambung samping tanaman kakao dibutuhkan bahan antara lain batang atas atau entres, batang bawah atau roodstock, dan tali rafia, serta dibutuhkan alat berupa pisau okulasi dan gunting. Setelah alat dan bahan penyambungan siap, teknik sambung samping dapat langsung dilakukan. Pelaksanaan teknik sambung samping dapat mengikuti urutan prosedur sebagai berikut :
a) Pembuatan mata entres
Entres diambil dari cabang tanaman kakao yang memiliki produktivitas tinggi dengan panjang ± 15 cm yang memiliki 2-4 duduk daun atau cabang yang berusia 3 bulan berwarna hijau kecoklatan. Bagian atas duduk daun inilah yang merupakan tempat tumbuh tunas yang akan menjadi batang-batang baru pada tanaman hasil sambung samping. Bagian bawah mata tunas harus dapat disayat serong seperti tombak sepanjang 3,0-4,5 cm dan ujung lainnya dipotong serong sepanjang 2-3 cm bersebelahan dengan potongan bagian bawah kayu mata tunas.
b) Pembuatan tapak sambungan
Tapak sambungan dibuat pada batang pokok di ketinggian antara 45-75 cm dari permukaan tanah. Tapak sambungan dibuat dengan membuat 2 torehan vertikal yang sejajar sepanjang 7 – 10 cm dengan jarak 2-3 cm. Torehan tersebut dibuat hingga menyentuh jaringan kayu. Kedua torehan kemudian dihubungkan dengan torehan
horizontal di bagian atasnya. Setelah itu, buka kulit yang tertoreh untuk kemudian disambungkan dengan entres yang sudah dibuat.
c) Penyambungan
Penyambungan dilakukan dengan memasukan kayu mata tunas yang telah siap secara perlahan ke dalam tapak sambungan dengan membuka lidah torehan supaya bagian potongan tidak rusak. Kemudian lekatkan entres ke jaringan kayu batang bawah, lalu ikat sambungan dengan tali rafia. Entres yang sudah menempel kemudian dibungkus menggunakan plastik bening. Dan biarkan selama 3 minggu.
d) Perlakuan pasca sambung samping
Setelah sambung samping tanaman kakao berumur 3 minggu, buka plastik pembungkus agar pertumbuhan mata tunas tidak terhambat. Sambungan kemudian dipelihara dan dibiarkan tumbuh hingga cukup besar. Jika sambungan sudah berumur sekitar 6 bulan, batang pokok harus dipangkas agar tidak terjadi persaingan dengan sambungan. Pemotongan dilakukan pada jarak minimal 30 cm dari tapak sambungan.
Setelah 18 bulan, entres sudah tumbuh besar dan mulai memproduksi buah kakao dengan produktivitas tinggi.
B. Jangka Panjang
Perlakuan jangka panjang ini dilakukan apabila baru akan dilakukannya penanaman tanaman kakao sehingga akan menghasilkan buah kakao yang maksimal.
Yaitu dilakukan Teknik grafting atau campuran yaitu pengabungan antara Teknik generatif dan vegetatif.
Pada teknik sambung pucuk atau Grafting ada dua bagian penting yang harus disiapkan, yaitu tanaman bagian bawah yang bertanggung jawab dalam sistem perakaran, dan tanaman bagian atas yang akan disambungkan kebatang batang bawah.
Berikut cara sambung pucuk tanaman kakao (coklat).
a) Siapkan Batang Bawah
Tahap pertama, terlebih dahulu siapkan tanaman batang bawah yaitu bibit tanaman kakao yang berasal dari persemaian biji. Usahakan pilih batang tegak dan kokoh
dengan diameter yang kurang lebih sama dengan batang atas yang akan digunakan.
Pilih tanaman yang sehat dan terhindar dari serangan hama dan penyakit.
b) Siapkan Batang Atas/Entres
Tahap kedua, siapkan batang atas/entres yang didapatkan dari pohon kakao indukan dengan varietas unggul, produktif, sehat dan bebas dari serangan hama atau penyakit.
Pilih bagian entres dari pohon induk berupa cabang yang ujungnya tidak tumbuh (tidak terdapat daun muda/cabang dorman). Potong entres pilihan, yang satu entres terlengkapi dengan 3 buah mata tunas, lalu pangkas semua daunnya untuk mencegah penguapan.
c) Alat yang Dibutuhkan
Siapkan pisau okulasi yang tajam atau cutter, bersihkan dengan alkohol agar steril.
Gunakan plastik PE, grafting tape, atau gunakan plastik es lilin untuk membalut batang.
d) Tahap Sambung Pucuk / Grafting
- Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Bersihkan bagian pangkal sambungan pohon dari debu dan tanah; pada potongan penyambungan, tinggalkan 3-4 pucuk daun di bawah tempat sambungan pucuk.
- Belah dua pucuk yang akan disambung dari atas ke bawah dengan jarak 4-5 cm atau mengikuti irisan sambungan mata tunas.
- Masukkan entres mata tunas ke dalam belahan pucuk. Hindari sentuhan kulit sebelah dalam mata tunas karena dapat menyebabkan sambungan tidak berhasil. Sambungkan mata tunas segera untuk mengindari kambium mata tunas kering.
- Mata tunas diikat kuat dengan menggunakan nesco film atau tali rafia berukuran kecil dengan ukuran 10 cm mulai dari bawah ke atas di bagian tapak penyambungan atau belahan. Tali rafia boleh dibelah tiga.
- Tutup dengan plastik es dan ikat di bagian bawah plastik.
e) Hal yang perlu diperhatikan saat grafting
- Penyiraman bibit dihentikan sehari sebelum penyambungan.
- Bibit tidak boleh disiram dalam jangka waktu 2-3 hari. Untuk penyiraman hanya diperlukan 0,5 liter per hari.
- Setelah 10-15 hari tunas akan keluar. Mata tunas yang masih berwarna hijau menandakan sambungan telah berhasil sedangkan hitam gagal. Buka plastik penutup.
- Pada saat bibit berumur 1 bulan setelah penyambungan bibit di ikat supaya bibit berbentuk tegak.
BAB IV KESIMPULAN
Penyebab tanaman kakao pak Amin memiliki hasil yang rendah baik kualitas maupun kuantitas disebabkan pemilihan bahan tanam yang tidak tepat. Beberapa cara untuk megatasi permasalahan yang dialami pak Amin yaitu dengan merehabilitasi tanaman dengan cara sambung samping untuk mengatasi masalaha jangka pendek. Untuk mengatasi masalah jangka panjang pak Amin mengganti tanaman baru dengan perbanyakan bibit secara grafting.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghozy, M. R., Soelistyo, A., & Kusuma, H. (2017). Analisis Ekspor Kakao Indonesia Di Pasar Internasional. Jurnal Ilmu Ekonomi, 1(4), 453–473.
Arya Bima Senna. (2020). Pengolahan Pascapanen pada Tanaman Kakao untuk Meningkatkan Mutu Biji Kakao : Review. Jurnal Triton, 11(2), 51–57.
https://doi.org/10.47687/jt.v11i2.111
Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian). 2008. Panduan praktis budidaya praktis budidaya kakao ( &heobroma kakao ( &heobroma cacao ). cacao ). Balai Penelitian Balai Penelitian &anah, Badan nah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Hakim, L., Hidayat, F., Yulia, R., & Chairunni, A. R. (2019). Pelatihan Perbanyakan Tanaman Buah secara Vegetatif dengan Teknik Penyambungan (Grafting) di Panti Asuhan Yayasan Islam Media Kasih Banda Aceh. BAKTIMAS: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 1(2), 101-106.
Ismail, Sembiring, D.S.P.S., Desky, R.S. 2017. Pengaruh Titik Tumbuh Entres dan Teknik Pengikatan terhadap Kecepatan Tumbuh Sambung samping Tanaman Kakao.
Limbongan, J., & Djufry, F. (2013). PENGEMBANGAN TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK SEBAGAI ALTERNATIF PILIHAN PERBANYAKAN BIBIT KAKAO (Development of Bud Grafting Technology as an Alternative Options in Cocoa Propagation). J. Litbang Pert, 32(4), 166–172.
Marru, D. dan Halomoan H. S. 2015. Kakao. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Prawoto, A.A. 2008. Perbayakan tanaman kakao. Panduan lengkap kakao. Dalam T. Wahyudi, T.R. Panggabean, dan Pujianto (Ed.). Penebar Swadaya, Cimanggis, Depok. hlm. 74−90.
Purnomosidhi, P., Suparman, J. M. Roshetko dan Mulawarman. 2002. Perbanyakan dan Budidaya Tanaman BuahBuahan dengan Penekanan pada Durian, Mangga, Jeruk, Melinjo dan Sawo:
Pedoman Lapang. International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF) dan Winrock International. Bogor. Indonesia
Samekto, H., A. Supriantono dan D. Kristianto. 1995. Pengaruh Umur dan Bagian Semaian Terhadap Pertumbuhan Stek Satu Ruas Batang Bawah Jeruk Japanese Citroen. Jurnal Hortikultura 5 (1): 25-29.
Soedarsono. 1997. Tingkat Keberhasilan Pencangkokan Beberapa Klon Kakao Lindak pada Berbagai Periode Pengakaran. Pelita Perkebunan. Vol. 13(3): 141-147.
Soedarsono. 1998. Pengaruh klon terhadap tingkat keberhasilan pencangkokan kakao mulia dan lindak. Pelita Perkebunan. Vol. 14(3): 164- 171.
Wiesman, Z. and H. Jaenicke. 2002. Vegetative tree propagation in agroforestry. Concepts and Principles. Training Guidelines and References. International Centre for Research in Agroforestry, Nairobi, Kenya. pp. 1−15.