• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tutorial A11 - EMD2 Pc2.pdf

N/A
N/A
Eca Yunidra

Academic year: 2025

Membagikan "Tutorial A11 - EMD2 Pc2.pdf"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

EMD2 - Pc2

Tutorial A11

(2)

Tutorial A11

Tutorial A11

Tutorial A11

(3)

Skenario

Anak laki-laki usia 8 tahun, BB 25 Kg (sebelum sakit), pada pukul 21.00 dibawa ibunya ke IGD dengan keluhan muntah dan mencret yang dialami sejak 12 jam yang lalu (pukul 09.00 pagi di hari yg sama), frekuensi muntah lebih dari 7x dan mencret > 8x. Menurut keterangan ibunya tadi pagi anakya sekolah dalam keadaan yg baik, tidak ada keluhan, saat istirahat sekolah anaknya beserta temen-teman jajan makanan cemilan dalam kemasan. Setelah memakan jajanan anak- anak merasa mual, tidak sedikit yg muntah tetapi mash baik kondisinya (menurut keterangan guru). Saat siang pulang sekolah sang anak muntah-muntah diikuti diare, sakit perut. Setelah itu sang anak menolak untuk makan dan minum apapun. Pada hari dibawa ke rumah sakit anak tampak lemah, tidak ada air mata, tangan dan kaki dingin serta buang air keil terakhir yang tidak jelas kapan.

(4)

Pemeriksaan Fisik di IGD:

Berat badan 23 kg, Suhu rectal 38.9° C Kesadaran: Apatis Kepala: Mata cekung, mukosa bibir kering

Leher: dalam batas normal

Dada: dijumpai retraksi, frekuensi napas 60 kali/menit, cepat dan dalam, ronchi tidak dijumpai, frekuensi jantung : 170 kali/menit, regular, tidak dijumpai desah

Abdomen: Supel, turgor kembali sangat lambat, hepar dan lien tidak teraba, peristaltik (+) meningkat

Ekstremitas: Akral dingin, Nadi tidak teraba, capillary refill time > 2 detik, mottled +/+

Skenario

(5)

Pasien diberikan oksigen nasal 1l/menit Pada anak dipasang jalur Intravena

Segera diberikan Cairan RL 500 cc secara intravena.

Dilakukan pemasangan kateter urin.

Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb: 12g/dL, Hematokrit: 40%, Lekosit: 13.000/mm3, Trombosit: 165.000/mm3, fungsi hati dan fungsi ginjal normal. Hasil analisis gas darah: pH:

7,23, pO2: 100, pCO2: 15, HCO3: 18, BE: -15, elektrolit Natrium: 132 Meq/L, Kalium: 2,8 Meq/L, Chlorida 100 Meq/L, Kadar Gula Darah: 30 mg/dL

Skenario

(6)

Diberikan bolus Dextrose 10% sebanyak 115 ml secara cepat.

Setelah pemberian RL 500 cc selama 30-45 menit, dijumpai perbaikan klinis, pols teraba lemah, frekuensi nadi 155x per menit, akral mula hangat, urin keluar < 1 cc/kgBB/jam. Anak masih tampak letargis, Turgor kulit mash kembali sangat lambat, diare mash berjalan

Hasil pemeriksaan Kadar Gula Darah 30 menit setelah bolus Dextrose 10% : 80 mg/dL

Skenario

(7)

Penegakan Diagnosis Kegawatdaruratan

Pada Anak

Akbar

(8)

Triage Awal

Segera dilakukan saat pasien tiba di IGD

Tentukan apakah emergensi-urgensi-nonurgensi Emergensi :

Sign of severe dehydration in a child with diarrhoea Loss of conciousness

Sign of shock

Absent breathing

WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children: Second edition. Guidelines for the management of common childhood illnesses

(9)

Penilaian ABCDE

A-Airway → Pastikan jalan napas terbuka (cari jika ada obstruksi) B-Breathing → Cukupkan ventilasi & oksigenasi

C-Circulation → Pastikan perfusi adekuat D-Disability → Nilai status neurologis (GCS)

E-Exposure → Cari sumber masalah sistemik (dehidrasi, demam, trauma)

WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children: Second edition. Guidelines for the management of common childhood illnesses

(10)

Anamnesis Fokus

S-Symptoms → Gejala utama A-Allergies

M-Mediacation → Pengobatan yang sedang digunakan/dijalankan P-Past medical history

L-Last meal/urination/defecation

E-Events before onset → Kejadian sebelum terjadi emergensi

WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children: Second edition. Guidelines for the management of common childhood illnesses

(11)

Pemeriksaan

GCS : letargis (12-13)

Tanda dehidrasi berat :

Turgor sangat lambat Mata cekung

Mukosa bibir kering (-) air mata

Laboratorium :

GDS 30 mg/dl → hipoglikemi berat AGD → Asidosis metabolik

Elektrolit → hiponatremia, hipokalemia

Leukosit 13.000 → infeksi akut Urin tidak jelas → penurunan perfusi ginjal

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children: Second edition. Guidelines for the management of common childhood illnesses

(12)

WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children: Second edition. Guidelines for the management of common childhood illnesses

(13)

WHO. 2013. Pocket book of hospital care for children: Second edition. Guidelines for the management of common childhood illnesses

(14)

Tatalaksana

Kegawatdaruratan Awal Pada Pasien

Marshanda

(15)

Primary survey

Air way : menilai patensi napas 1.

Breathing : menilai frekuensi napas, SpO2, dan kemungkinan pneumotoraks tension

2.

Circulation : menilai frekuensi nadi, kekuatan nadi, suhu ekstremitas, tekanan darah

3.

4. Disability : menilai tingkat kesadaran pasien dengan sistem GCS atau AVPU, ada tidaknya kejang, dan kemungkinan peningkatan

tekanan intrakranial

5. Exposure : menilai adanya ruam, lebam dan kelainan yang kemungkinan menyebabkan kegawatdaruratan.

(16)

Evaluasi ABCDE

Pemberian oksigen nasal cannula aliran tinggi (1L/menit)

berikan 20ml/kg cairan kristaloid istonik ( Normal saline atau larutan ringer laktat) selama 5-10 menit secara intravena dan dapat

ditingkatkan hingga 60ml/kg pemasangan kateter

koreksi hipoglikemi : berikan 5 ml/kg

dextrose 10% dengan cepat melalui injek iv

monitoring ketat : hemodinamik

produksi urin via kateter status kesadaran

GDS berkala

evaluasi kemungkinan penyebab dan Tatalaksana lanjutan

(17)

Patofisiologi

Muntah Dan Mencret

Eca

(18)

FAKTOR INFEKSI, MALABSORBSI, MAKANAN

GANGGUAN OSMOTIK MAKANAN YANG

TIDAK DAPAT DI SERAP TEKANAN OSMOTIK

RONGGA USUS MENINGKAT PENGESERAN AIR & ELEKTROLIT

KE DALAM RONGGA USUS ISI USUS BERLEBIHAN

IRITAN SALURAN G1 MUAL / MUNTAH

ANOREKSIA

INTAKE TIDAK ADEKUAT

GANGGUAN SEKRESI

RANGSANGAN TOKSIN PADA DINDING USUS

PENINGKATAN SEKRESI AIR DAN ELEKROLIT

KEDALAM RONGGA USUS ISI USUS BERLEBIHAN

DIARE

PENGELUARAN CAIRAN BERLEBIHAN

DEHIDRASI DEFISIT

VOLUME

CAIRAN ASIDOSIS

GANGGUAN SIRKULASI

SYOK PERUBAHAN PERFUSI JARINGAN

GANGGUAN MOTILITAS

HIPERPERISTALTIK HIPORPERISTALTIK BAKTERI TUMBUH

BERLEBIHAN ABSORPSI BERKURANG

FESES MENGANDUNG BANYAK ASAM LAKTAT

IRITASI KULIT PERIANAL

KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT PERUBAHAN STATUS KESEHATAN

(19)

Jenis-jenis Dehidrasi

Cezia

(20)
(21)

Mekanisme

Hipoglikemi Pada Kasus

Benedict

(22)

Hipoglikemi pada Anak dengan Dehidrasi Berat

Penurunan Oral Intake 1.

Samuel R. Reid, Joseph D. Losek, Hypoglycemia complicating dehydration in children with acute gastroenteritis, The Journal of Emergency Medicine, Volume 29, Issue 2, 2005,

(23)

Hipoglikemi pada Anak dengan Dehidrasi Berat

2. Terbatasnya simpanan Energi pada Anak-Anak

Samuel R. Reid, Joseph D. Losek, Hypoglycemia complicating dehydration in children with acute gastroenteritis, The Journal of Emergency Medicine, Volume 29, Issue 2, 2005,

Anak-anak memiliki cadangan glikogen hepatik yang terbatas.

Cadangan ini cukup untuk mempertahankan glukosa darah hanya

sekitar 4–8 jam pada bayi dan 8–12 jam pada anak yang lebih besar

dalam kondisi puasa normal .(dewasa12-24 jam) Pada dehidrasi berat

akibat muntah dan diare berkepanjangan, anak sering mengalami

puasa relatif (refusal to feed), sehingga cadangan glikogen cepat

habis, memicu hipoglikemia .

(24)

Hipoglikemi pada Anak dengan Dehidrasi Berat

3. Gangguan Gluconeogenesis

Rosenfeld E, Thornton PS. Hypoglycemia in Neonates, Infants, and Children. [Updated 2023 Aug 22].

Dehidrasi berat menimbulkan hipovolemia dan dapat berlanjut menjadi syok hipovolemik, yang ditandai oleh penurunan perfusi jaringan, termasuk hati.

Penurunan aliran darah hepatis menghambat proses glukoneogenesis, yaitu

sintesis glukosa dari prekursor non-karbohidrat (asam amino, gliserol, lakat) .

Peran hormon kontra-regulator seperti glukagon, kortisol, dan hormon

pertumbuhan dalam merangsang glukoneogenesis juga tidak optimal jika

perfusi hati buruk dan substrat metabolik tidak terdistribusi dengan baik .

(25)

Hipoglikemi pada Anak dengan Dehidrasi Berat

4. Peningkatan Kebutuhan Metabolik

Ahmad AH, Henley K, Asencio J, Gupta A, Totapally B. Hypoglycemia Among Young Children Presenting With Metabolic Acidosis. Cureus. 2024 Oct

Pada kondisi penyakit (seperti gastroenteritis, demam, infeksi), laju

konsumsi glukosa jaringan—terutama otak—meningkat untuk

mempertahankan fungsi vital dan respons imun. Anak-anak memiliki

laju penggunaan glukosa per berat badan yang lebih tinggi dibanding

orang dewasa, sehingga cadangan glikogen cepat terkuras dan

glukosa plasma turun lebih cepat . Keadaan stres menyebabkan

peningkatan metabolisme dasar dan kebutuhan glukosa,

memperparah hipoglikemia jika suplai tidak mencukupi.

(26)

Tatalaksana

Hipoglikemi, Dehidrasi Berat, Dan Diare Pada Anak

Andi Sri Mulyani

(27)

Tatalaksana Hipoglikemia pada anak

(28)

Tatalaksana Dehidrasi

Berat Pada Anak

(29)

GOLONGAN CONTOH OBAT MoA INDIKASI/REKOMENDASI

Zinc zinc sulfate

Meningkatan regenerasi mukosa usus, menghambat, sekresi klorida dan air,

meningkatkan absorsi Na dan air

Rekomendasi WHO untuk semua anak dengan diare

Probiotik Lactobacilus GG, S. boulardii Menyeimbangkan flora usus, menurunkan

durasi diare Mendukung penyembuhan diare infeksi

Adsorben Diosmectite, Kaolin pectin mengikat toksin, bakteri, dan air (mengurangi

volume feses Diare ringan-sedang tanpa dehidrasi

Antispasmodik Hyoscine, Dicyclomine

Menghambat respon muskarinik (menurunkan

spasme usus) Nyeri kolik pada diare non infeksi

Antibiotik Azitromisin,

cifroflaxacin,metronidazol

membunuh bakteri penyebab (indikasi pada

diare berdarah/ dysentri/bakterial Diare bakteri, diare berdarah

Opiat loperamide, diphenoxylate Menghambat motilitas usus besar dari

reseptor opioid (mengurangi frekuensi diare) Diare non infeksi pada dewasa

Tatalaksana Diare berat pada anak

(30)

Penggunaan Antibiotik Dan Antispasmodik Pada Anak

Fina

(31)

Antibiotik

Indikasi pemberian antibiotik

Diare berdarah / disetri 1.

Kecurigaan kolera dengan dehidrasi berat 2.

demam tinggi dengan diare lebih dari 3 hari 3.

septikemia / infeksi sistemik berat 4.

kultur feses menunjukkan bakteri patogen spesifik 5.

Pemberian antibiotik yang tidak tepat justru bisa memperpanjang durasi diare dan menyebabkan resistensi Jika diare tidak membaik dalam waktu 48 - 72 jam, atau jika

dijumpai darah pada feses, maka antibiotik bisa dipertimbangkan pemberian : Ceftriaxone IV dosis 50- 100 mg/kgBB/hari

(32)

Antispasmodik

Indikasi pemberian Antispasmodik

Nyeri kolik berat yang mengganggu 1.

Anak dalam keadaan stabil (tidak syok, sadar baik, perfusi cukup) 2.

Diagnosa diare akut non-invasif sudah ditegakkan (tidak ada kecurigaan obstruksi, invaginasi, peritonitis) 3.

Antispasmodik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi spasme (kejang otot

polos) di saluran cerna, sehingga dapat mengurangi nyeri perut atau kram perut

(33)

Antispasmodik

Resiko pengunaan antispasmodik

Menutupi gejala 1.

Efek samping > Retensi urin, Pengelihatan kabur, Ileus paralitik 2.

Tidak menyembuhkan penyebab utama 3.

Kurangnya bukti manfaaat klinis 4.

Hyscine-N-butulbromide ( Buscopan) dosis 0,3 - 0,6 mg/kg bb/ haridibagi menjadi 3- 4 dosis

Jika dibutuhkan sekali Antipasmodik

(34)

Sumber

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2022). Buku ajar ilmu kesehatan anak (Edisi ke-2). Jakarta: IDAI.

1. World Health Organization. (2013). Pocket book of hospital care for children: Guidelines for the management of common childhood illnesses (2nd ed.). Geneva: World Health Organization.

2.

Kliegman, R. M., & Geme, J. W. (2020). Nelson textbook of pediatrics (21st ed.). Philadelphia: Elsevier.

3.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Diare. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

4.

(35)

Tanda-tanda Perbaikan Klinis/Target Resusitasi

Arryan

(36)

Target Resusitasi

Frekuensi denyut jantung atau nadi menurun Kualitas nadi sentral dan perifer sama

Akral hangat CRT <2 detik Diuresis >1 ml/kg/jam

Kesadaran membaik

Tekanan sistolik >P5 sesuai usia

Hobson, M. J., & Chima, R. S. (2013). Pediatric Hypovolemic Shock. The Open

Pediatric Medicine Journal, 7(1), 10–15. https://doi.org/10.2174/1874309901307010010

(37)

Frekuensi denyut jantung anak

(38)

Penilaian

Kesadaran

(39)

Tekanan Darah Berdasarkan

Persentil Usia dan

Tinggi Badan Anak

(40)

Interpretasi Hasil

Pemeriksaan Pada Kasus

Ikabella

(41)

Pemeriksaan Fisik

(sebelum resusitasi awal)

(42)

Pemeriksaan Fisik

(sebelum resusitasi awal)

(43)

Pemeriksaan Fisik

(setelah resusitasi awal)

(44)

Pemeriksaan Penunjang

(setelah resusitasi awal)

(45)

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

(setelah resusitasi + pemberian dextrose 10%)

(46)

Penyebab Keracunan Pada Anak

Muhammad Abrar

(47)

Menurut WHO, Keracunan yaitu ketika sel rusak melalui rute terhirup, tertelan, injeksi atau diserap yang disebabkan oleh bahan yang

beracun.

Menurut Introductory Toxycology (INTOX). keracunan adalah kondisi klinis yang dihasilkan oleh paparan suatu agen dalam dosis yang

dianggap beracun.

Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(48)

Keracunan akut

pemaparan racun kontak tunggal yang berlangsung untuk beberapa detik, menit, jam atau beberapa pemaparan selama sehari atau lebih.

Keracunan kronik

kontak yang berlangsung beberapa hari, bulan atau tahun. Pemaparan ini bisa berlangsung terus-menerus atau terputus oleh masa ketika tidak ada kontak dengan paparan. Gejala kemungkinan baru muncul beberapa hari atau bulan setelah bahan kimia mencapai jumlah yang cukup di dalam tubuh untuk menyebabkan keracunan.

Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(49)

Keracunan obat

Overdosis obat terjadi ketika seseorang mengonsumsi jumlah obat yang melebihi dosis yang aman untuk tubuh

Gejala overdosis obat dapat bervariasi: mual, muntah, kebingungan, lemah, dan kesulitan bernapas.

Obat yang sering menjadi penyebab keracunan pada anak: obat demam atau antinyeri, obat batuk pilek, antihistamin, antibiotik, dan multivitamin.

Anak-anak lebih rentan mengalami bahaya keracunan karena berat badannya lebih ringan ->

dosis obat yang rendah bisa menimbulkan efek keracunan.

Metabolisme tubuh anak belum sebaik orang dewasa dalam mengolah obat dan racun -> lebih mudah mengalami efek samping dan keracunan obat.

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(50)

Keracunan Kosmetik

Kosmetik: bahan atau sediaan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,

rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan memperbaiki bau badan atau

melindungi dan memelihara tubuh pada kondisi baik

Bahan-bahan tersebut jika digunakan secara terus menerus -> keracunan kronik -> gejala keracunan muncul setelah beberapa tahun

Kosmetik dapat menyebabkan keracunan akut, dengan cara anak sengaja menelan atau menghirup bahan- bahan tersebut

Bahan tersebut: merkuri, pewangi, dan bahan kimia lainnya.

Keracunan kosmetik dapat berdampak serius pada kesehatan anak, termasuk kerusakan saraf, kanker, dan masalah kulit.

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(51)

Keracunan Makanan dan Minuman

Menurut data pusat pengendalian racun Amerika: kasus keracunan pada anak terjadi terutama pada anak yang berusia 1 tahun (15,9%) dan 2 tahun (16,8%).

Pada data penelitian di IRD dr Soetomo Surabaya: kasus terbanyak terjadi pada anak berusia 0-5 tahun.

Penyebab keracunan makanan: makanan yang terkontaminasi bakteri, bahan

makanan yang akan diolah atau dimasak sudah mengandung racun secara alamiah (misalnya pada ikan buntal, jamur beracun)

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(52)

Bakteri >> keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu:

Intoksikasi karena Bakteri (Foodborne Intoxication): Keracunan pangan yang

disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (metabolit toksik) -> Bacillus cereus, Clostridium botulinum, Staphilococcus aureus.

1.

Infeksi oleh Bakteri Patogen (Foodborne Infection): Bakteri patogen dapat

menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi -> Salmonella, Clostridium perfringens, Escherichia coli

2.

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(53)

Keracunan Kimia Rumah Tangga

Kasus keracunan yang tidak disengaja karena kecelakaan -> terjadi pada anak-anak karena kelalaian orangtua dalam menyimpan bahan-bahan kimia

Keracunan yang sering -> pembersih kloset/lantai yang mengandung bahan aktif asam kuat, minyak tanah, pemutih pakaian (natrium hipoklorit), detergen, tiner, bensin, pewangi/

pelembut pakaian, metanol, etanol, air aki, pencuci piring, pembersih kaca.

Pembersih kloset atau pembersih lantai -> mengandung bahan aktif asam hidroklorida ->

cairan kimia yang sangat korosif, berbau menyengat dan sangat iritatif dan beracun.

Bahaya terhadap kesehatan tergantung pada konsentrasi larutannya: >5% (bersifat iritan lemah), 5 - 10% (bersifat iritan kuat), >10% (bersifat korosit).

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(54)

Keracunan Pestisida

Peningkatan penggunaan pestisida -> keefektifan pestisida dalam mengontrol hama dan melindungi tanaman agar dapat berkembang dengan baik.

Secara umum pestisida yang sering digunakan adalah:

Insektisida, pestisida untuk serangga 1.

Rodentisida, pestisida untuk binatang pengerat 2.

Fungisida, pestisida untuk fungi atau jamur 3.

Herbisida, pestisida untuk gulma 4.

Fumigan (pestisida dalam bentuk gas).

5.

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(55)

Jenis pestisida yang menyebabkan toksisitas akut dan kronis pada anak-anak ->

insektisida, herbisida, dan rodentisida

Anak-anak sangat rentan terhadap penyerapan dan efek samping pestisida karena faktor perkembangan, pola makan, dan fisiologis.

Paparan: melalui konsumsi, inhalasi, atau kontak kulit.

Konsumsi yang tidak disengaja oleh anak-anak mungkin memiliki dosis yang jauh lebih tinggi daripada orang dewasa karena asupan makanan atau cairan.

Anak-anak sering menunjukkan aktivitas tangan ke mulut -> sumber penting peningkatan paparan dibandingkan dengan orang dewasa.

Penyebab Keracunan

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2023. Poisoning in Children. [online] Available at: https://www.cdc.gov/nceh/hsb/chemicals/childpoisoning.htm [Accessed 20 Apr. 2025].

(56)

Prognosis, Komplikasi, Dan Indikasi Rujuk

Pada Kasus

Chintya

(57)

Prognosis

Prognosis tergantung pada kecepatan diagnosis dan penanganan. Jika ditangani cepat dan tepat prognosis baik. Jika terlambat atau terjadi komplikasi prognosis memburuk.

Faktor - faktor yang mempengaruhi prognosis:

Secara umum, dengan penanganan resusitasi cairan dan monitoring yang baik, prognosis bisa sangat baik.

Namun, keterlambatan bisa berujung pada kematian.

Waktu penanganan: Penanganan awal yang cepat → prognosis lebih baik.

Usia pasien: Anak-anak terutama <1 tahun lebih rentan komplikasi.

Derajat keparahan kehilangan cairan/volume darah.

Kondisi medis penyerta: Malnutrisi, infeksi berat, atau kelainan jantung dapat memperburuk prognosis.

Respons terhadap terapi cairan: Jika tidak responsif → prognosis lebih buruk.

(58)

Komplikasi

Saat terjadi syok, aliran darah ke ginjal menurun drastis. Ginjal memerlukan aliran darah yang stabil untuk menyaring limbah dan menjaga keseimbangan cairan-elektrolit. Tanpa suplai darah yang cukup, ginjal bisa berhenti berfungsi→ menyebabkan penumpukan racun (urea, kreatinin) dalam darah.

Dampak:

Retensi urea, kreatinin → uremia

Ketidakseimbangan elektrolit & asam-basa Bisa berkembang jadi ginjal non-fungsional

Syok menyebabkan jaringan tubuh kekurangan oksigen (hipoksia). Dalam keadaan hipoksia, tubuh menghasilkan asam laktat sebagai produk metabolisme anaerob. Penumpukan asam laktat ini membuat pH darah turun (asidosis), yang bisa memperburuk fungsi jantung dan organ lainnya.

Dampak:

Menurunkan kontraktilitas jantung → memperburuk syok Menurunkan respons terhadap katekolamin (dopamin, epinefrin) Dapat menyebabkan napas Kussmaul (cepat & dalam)

Jika syok berlangsung lama tanpa koreksi, organ-organ seperti jantung, ginjal, paru-paru, hati, dan otak mulai gagal satu per satu. Ini disebut MODS, dan merupakan komplikasi terminal dari syok yang tidak teratasi →mortalitas tinggi.

Dampak:

Paru: edema paru, gagal napas Ginjal: AKI

Hati: peningkatan enzim hati, gagal sintesis protein Jantung: gagal pompa, aritmia

Otak: hipoksia, ensefalopati

Gagal ginjal akut Asidosis

Metabolik

Disfungsi Multiorgan

(59)

Komplikasi

Saat terjadi syok, aliran darah ke ginjal menurun drastis. Ginjal memerlukan aliran darah yang stabil untuk menyaring limbah dan menjaga keseimbangan cairan-elektrolit. Tanpa suplai darah yang cukup, ginjal bisa berhenti berfungsi → menyebabkan penumpukan racun (urea, kreatinin) dalam darah.

Dampak:

Retensi urea, kreatinin → uremia

Ketidakseimbangan elektrolit & asam-basa Bisa berkembang jadi ginjal non-fungsional

Bila pemberian cairan terlalu cepat atau berlebihan pada pembuluh darah yang sudah lemah, cairan bisa keluar ke jaringan paru → mengganggu pertukaran gas → menyebabkan sesak napas berat dan hipoksemia.

Dampak:

Gangguan pertukaran gas → hipoksemia Meningkatkan risiko infeksi paru

Pada anak-anak (terutama bayi), cadangan glikogen tubuh sangat terbatas. Dalam kondisi stres seperti syok, kebutuhan energi meningkat → kadar gula darah bisa turun drastis menyebabkan kejang, penurunan kesadaran, bahkan kematian jika tidak segera dikoreksi.

Dampak:

Otak sangat bergantung pada glukosa → hipoglikemia dapat menyebabkan kejang dan kerusakan otak

Gangguan Elektrolit

Edema

Paru Hipoglikemi

(60)

Prognosis

1. Tidak Responsif terhadap Terapi Awal

Jika setelah 2 kali bolus cairan (20 mL/kg) pasien tidak menunjukkan perbaikan (misalnya: tetap hipotensi, takikardia, penurunan kesadaran), pasien harus segera dirujuk.

2. Perlu Perawatan di ICU atau PICU

Pasien dengan syok berat, gagal organ, atau butuh monitoring ketat (misalnya: invasive blood pressure monitoring, central line).

3. Syok Disertai Komplikasi Berat Misalnya:

- Gangguan kesadaran(GCS < 12)

- Gangguan napas berat (butuh intubasi atau oksigen tinggi) - Disfungsi multiorgan

- Gangguan elektrolit/parah yang tidak bisa ditangani.

4. Pasien Risiko Tinggi Termasuk:

- Bayi usia < 2 bulan

- Anak dengan malnutrisi berat

- Anak dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung bawaan, imunodefisiensi, atau gagal ginjal kronik

(61)

Thank

You

Referensi

Dokumen terkait

Kosmetik menurut Peraturan Menteri kesehatan RI No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku,

445/Menkes/Permenkes/1998, yang disebut sebagai kosmetik adalah sediaan atau campuran bahan yang dapat digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain

Kosmetik menurut Peraturan Menteri kesehatan RI No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku,

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain

445/Menkes/Permenkes/1998, yang disebut sebagai kosmetik adalah sediaan atau campuran bahan yang dapat digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan

445 / MenKes / Permenkes/ 1998 adalah sebagai berikut:“Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan epidermis, rambut, kuku, bibir, dan