• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untitled - Jurnal Kependudukan Indonesia

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Untitled - Jurnal Kependudukan Indonesia"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

This article presents the results of the study into the impact of the elections on the transition to work. Therefore, this study aims to determine the relationship between the number of types of social protection programs received and smoking behavior in poor households.

JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA

THE IMPACT OF GENDERED LABOR MIGRATION ON CHILDREN’S GROWTH: A CASE OF INDRAMAYU REGENCY,

WEST JAVA PROVINCE, INDONESIA

DAMPAK MIGRASI TENAGA KERJA BERBASIS GENDER TERHADAP PERTUMBUHAN ANAK: KASUS KABUPATEN INDRAMAYU,

PROVINSI JAWA BARAT, INDONESIA)

In the Philippines, parental migration has been found to have a positive impact on children's health (Parrenas, 2002; Asis, 2006; Graham & Jordan, 2013). The impact of gender-based labor migration on children's...| Titan Listiani left behind families (Lam, Ee, Anh, & Yeoh, 2013).

Table  2  presents  the  parental  migration  status  and  relevant  information.  Over  22  percent  of  the  children  were from migrant households
Table 2 presents the parental migration status and relevant information. Over 22 percent of the children were from migrant households

INDONESIAN RETURN MIGRANTS ENTREPRENEURSHIP AT HOME VILLAGE

KNOWLEDGE PRODUCTION AND LIVING STRATEGY

PRODUKSI PENGETAHUAN DAN STRATEGI KEWIRAUSAHAAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA PURNA DI DESA ASAL)

Self-development

All the values ​​they gained from working abroad influenced the entrepreneurial behavior of return migrants in their home villages. Because of their social and cultural experiences, the returning migrants learned how to solve the economic problems they faced in their home villages.

Making adaptation

Similar to findings of MICRA (2008) and Rodolfo (2006), successful implementation of social remittances at the home town explicitly shows the benefit of the return migrants' experiences in their home and host countries. Unfortunately, the return migrants are unable to access credit, such as bank loans, to support their entrepreneurial efforts. It can be summarized that the return migrant entrepreneurship in their hometowns is mostly managed using three patterns - return, remittance, and reintegration.

Upon returning to their hometowns, the return migrants face the career choice of becoming either an entrepreneur or a formal wage worker. Moreover, the labor market in Indonesia cannot accommodate the abundance of return migrants looking for wage work. In starting their economic future in hometowns, the return migrants have to face tremendous challenges.

The combined social and economic activities developed by return migrants have enabled them to be regarded as 'heroes' by their families and neighbours. The return migrants who develop entrepreneurship at home indicate that both individual and structural conditions play a role in their economic career development. This study emphasized that social (and cultural) conditions are certainly important for return migrant entrepreneurial activities.

PENGARUH PEMILIHAN KEPALA DAERAH TERHADAP EMPLOYMENT TRANSITION: ANALISIS SEKTOR FORMAL DAN INFORMAL PADA TINGKAT

INDIVIDU DI PULAU JAWA

THE EFFECT OF LOCAL ELECTION ON EMPLOYMENT TRANSITION: ANALYSIS OF FORMAL AND INFORMAL SECTORS AT INDIVIDUAL LEVEL IN JAVA ISLAND)

  • Pekerja yang berusaha sendiri pada perusahaan miliknya;
  • Pemberi kerja pada perusahaan informal;
  • Pekerja pada sektor informal;
  • Pekerja keluarga yang bekerja pada perusahaan informal;
  • Anggota jaringan produsen informal/koperasi informal
  • Pekerja pada sektor formal yang tidak terlindungi oleh perlindungan sosial, tidak
  • Pekerja rumah tangga bayaran yang tidak terlindungi dan tidak mendapat hak-hak
  • Anggota rumah tangga yang dipekerjakan di perusahaan formal

Pemilihan presiden daerah diharapkan berdampak pada perekonomian, sebagaimana dikemukakan oleh Nordhaus (1975) yang dikenal dengan Business Cycle Theory (PBC). Teori KBP menggambarkan bahwa pada umumnya pemilih melihat kinerja calon kepala daerah hanya dalam jangka pendek. Elektabilitas diasumsikan sebagai bentuk kepuasan pemilih terhadap kinerja calon kepala daerah (Shi & Svensson, 2006).

Hal ini tentu berbeda dengan calon kepala daerah yang hanya mencari popularitas sesaat. Mengingat banyaknya pekerja informal yang terlihat di negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia, diduga teori PBC dan PT juga akan digunakan untuk meningkatkan popularitas calon kepala daerah. Dalam kondisi tertentu, pemilihan kepala daerah kabupaten/kota dan provinsi diselenggarakan secara bersamaan, tergantung pada berakhirnya masa jabatan masing-masing kepala daerah.

Pilkada langsung pertama di Indonesia dilakukan pasca reformasi, tepatnya sejak tahun 2005. Pilkada bertujuan untuk memilih bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota tingkat kabupaten/kota serta gubernur/gubernur tingkat provinsi/provinsi. wakil gubernur. Masa jabatan pengurus daerah di Indonesia adalah 5 (lima) tahun dengan kemungkinan mencalonkan diri untuk dipilih kembali pada periode berikutnya.

Pada masa transisi dari pilkada kabupaten/kota N ke N dampaknya negatif dan signifikan, dimana setiap pilkada di suatu kabupaten/kota akan menurunkan peluang individu tersebut untuk tetap menganggur sebesar 0,0126 poin. Pada peralihan N ke I, pemilihan kabupaten/kota berdampak positif dan signifikan, dimana setiap pemilihan kepala daerah di suatu kabupaten/kota akan meningkatkan peluang seseorang dari tidak bekerja menjadi bekerja di sektor informal sebesar 0,0108 poin. Pada peralihan N ke F, pilkada kabupaten/kota berdampak positif dan signifikan, dimana setiap pilkada di suatu kabupaten/kota meningkatkan peluang individu untuk berpindah dari tidak bekerja ke bekerja di sektor formal sebesar 0,0018 poin akan meningkat.

Pilkada berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap peralihan I ke kabupaten/kota N, dimana setiap pemilihan kepala daerah di kabupaten/kota akan mengurangi peluang individu untuk beralih dari sektor informal ke pengangguran sebesar 0,0017 poin e. Pada peralihan I ke kabupaten/kota, pilkada berdampak negatif dan tidak signifikan, dimana setiap pilkada di kabupaten/kota akan menurunkan peluang seseorang untuk beralih dari sektor informal ke sektor formal sebesar 0,0006 g poin. Pada peralihan dari F ke I, pilkada kabupaten/kota berdampak negatif dan signifikan, dimana setiap pilkada di kabupaten/kota akan mengurangi peluang seseorang untuk beralih dari sektor formal ke sektor informal sebesar 0,0053 poin.

Pada transisi F ke I, pemilihan kabupaten/kota berdampak positif dan signifikan, dengan setiap pemilihan di kabupaten/kota meningkatkan peluang seseorang untuk terus bekerja di sektor formal sebesar 0,0095 poin. variabel. Variabel bebas yang ditunjukkan oleh indikator makro adalah upah minimum kabupaten/kota (ln_UMK), produk domestik regional bruto (ln_PDRB) dan angkatan kerja (PUK). Analisis empiris menunjukkan bahwa pengaruh pilkada tingkat kabupaten/kota signifikan terhadap peralihan angkatan kerja dari tidak bekerja menjadi tidak bekerja (N to N), tidak bekerja menjadi informal (N to I), tidak bekerja menjadi formal. ( N to F), formal to formal F to F), formal to informal (F to I), dan formal to not working (F to N), sedangkan pengaruhnya tidak signifikan terhadap peralihan dari informal ke tidak bekerja (I ke N), informal ke informal (I ke I) dan informal ke formal (I ke F).

Tabel 3 Jumlah Observasi Tahun 2015  Kelompok data
Tabel 3 Jumlah Observasi Tahun 2015 Kelompok data

SURABAYA MENUJU KOTA RAMAH LANSIA

PELUANG DAN TANTANGAN

SURABAYA TOWARD AGE-FRIENDLY CITY

OPPORTUNITIES AND CHALLENGES)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peluang dan tantangan yang dihadapi Kota Surabaya untuk meraih predikat sebagai salah satu kota ramah lansia di Indonesia. Tingginya pertumbuhan penduduk lanjut usia di Kota Surabaya merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan secara umum. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Kota Surabaya berpotensi menjadi kota ramah lansia.

Berikut pembahasan mengenai kemungkinan yang dimiliki kota Surabaya dalam kaitannya dengan kota ramah lansia. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kesejahteraan Lansia (Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2014 Nomor 3 Tambahan Lembaran Daerah Kota Surabaya Tahun 2014 Nomor 1). Kegiatan lain yang dilakukan di Posyandu Lansia Kota Surabaya adalah pemberian makanan tambahan (PMT).

Contoh ruang terbuka hijau yang terkenal di kota Surabaya adalah Taman Lansia di Jalan Kalimantan. Kebijakan dan program khusus lansia di Kota Surabaya relatif banyak. Kota Surabaya merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan jumlah penduduk lanjut usia sebesar 8,23 persen dari total penduduk (BPS Jawa Timur 2017).

KETERKAITAN TRANSFER PEMERINTAH UNTUK PERLINDUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU MEROKOK PADA RUMAH TANGGA MISKIN

DI INDONESIA

THE INFLUENCE OF GOVERNMENT TRANSFERS FOR SOCIAL PROTECTION ON SMOKING BEHAVIOUR AMONG POOR HOUSEHOLDS IN INDONESIA)

Variabel Ekonomi

Variabel ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah jenis program bantuan perlindungan sosial yang dimiliki dan jumlah anggota rumah tangga yang tidak bekerja. Selain itu, penelitian ini menggunakan jumlah anggota keluarga yang tidak bekerja untuk menggambarkan beban rumah tangga miskin. Berdasarkan hasil regresi linier berganda, besaran program perlindungan sosial rumah tangga miskin memiliki pengaruh secara statistik terhadap rata-rata rokok yang dikonsumsi rumah tangga rumah tangga miskin dalam sebulan terakhir.

Hal ini menunjukkan adanya perbedaan rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsi per minggu dalam sebulan terakhir untuk rumah tangga miskin yang menerima maupun tidak menerima bantuan pemerintah (program perlindungan sosial). Rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsi rumah tangga miskin akan meningkat sesuai dengan besarnya perlindungan sosial yang dimilikinya (Tabel 2). Hasil penelitian ini konsisten dengan John et al. 2011) yang juga menunjukkan bahwa keluarga berpenghasilan menengah dan rendah seringkali mengalokasikan pengeluaran makanan untuk konsumsi rokok.

Menggabungkan transfer pemerintah untuk perlindungan sosial...| Rokok Cendekiawan Diyang Gita dikonsumsi oleh kepala rumah tangga miskin. Semakin besar jumlah anggota keluarga pada rumah tangga miskin yang tidak bekerja, maka rata-rata rokok yang dikonsumsi juga semakin besar. Hal ini menggambarkan bahwa semakin banyak tanggungan dalam rumah tangga, maka rata-rata rokok yang dikonsumsi semakin banyak.

Variabel Lingkungan Keluarga

Meskipun mereka memiliki banyak tanggungan di keluarga mereka, mereka tetap merokok. Misalnya, perempuan sering diminta untuk diam sementara sibuk mengurus rumah, merawat orang tua, melanjutkan pendidikan dan bekerja.

Variabel Karakteristik Individu

Berdasarkan regresi linier berganda, status pekerjaan berpengaruh signifikan secara statistik terhadap rata-rata rokok yang dikonsumsi kepala rumah tangga miskin. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan rata-rata rokok yang dikonsumsi oleh kepala rumah tangga miskin baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja. Rumah tangga yang bekerja memiliki rata-rata konsumsi rokok yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak bekerja (Tabel 2).

Semakin banyak bantuan program perlindungan sosial yang dimiliki rumah tangga miskin, rata-rata rokok yang dikonsumsi kepala rumah tangga semakin banyak. Begitu juga dengan jumlah rumah tangga yang tidak bekerja, semakin banyak tanggungan pada rumah tangga miskin maka rata-rata rokok yang dikonsumsi juga semakin banyak. Semakin banyak anggota rumah tangga yang merokok, semakin banyak rata-rata rokok yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rata-rata rumah tangga yang bekerja mengkonsumsi lebih banyak rokok daripada kepala rumah tangga yang tidak bekerja. Artikel ini bertujuan untuk menggali pengetahuan masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Merapi mengenai peta daerah rawan bencana dan pemahaman mereka tentang daerah rawan bencana di Merapi terkait upaya mitigasi. Saat membuat peringatan skala spasial, data historis erupsi gunung berapi diubah menjadi peta kawasan rawan bencana (KRB) untuk menunjukkan daerah yang lebih mungkin mengalami kejadian bencana tertentu, seperti abu vulkanik, aliran lahar, wedus gembel (piroklastik). mengalir) dan lava (Calder, Wagner & Ogburn, 2015).

Tabel 1.  Ringkasan Kejadian Erupsi Gunung Merapi 1768-2010  Tahun  Jumlah
Tabel 1. Ringkasan Kejadian Erupsi Gunung Merapi 1768-2010 Tahun Jumlah

PENDAHULUAN

Risiko yang ditimbulkan dari erupsi Gunung Merapi tidak hanya dapat dilihat dari kondisi fisik gunung tersebut, tetapi juga dari jumlah penduduk yang tinggal di sekitar kawasan rawan bencana Merapi. Respon ini menunjukkan bahwa mereka kurang paham dengan peta dan istilah yang digunakan pada peta daerah rawan bencana. Hal ini menandakan bahwa informasi pada peta mengenai daerah rawan bencana tidak pernah terdistribusi kepada warga dusun tersebut.

Jika melihat sebaran tanggapan responden di setiap wilayah BKK, terlihat bahwa kurang dari 60 persen responden mempersepsikan bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana untuk setiap lokasi. Temuan penting dari pertanyaan ini adalah 45 persen responden yang tinggal di BKR III tidak mengetahui bahwa mereka tinggal di daerah rawan bencana, hal ini harus menjadi perhatian terkait mitigasi bencana. Dari 324 responden yang mengaku tahu tinggal di daerah rawan bencana, ternyata pernah melihat peta.

Selain itu, perubahan penamaan daerah rawan bencana 1 di KRB II, dan daerah rawan bencana di KRB I pada peta KRB tahun 2002. Informasi terkait upaya mitigasi bencana gunung api, antara lain informasi daerah rawan bencana dan MSFD peta, tidak diketahui semua orang karena terbatasnya jumlah peserta pelatihan. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang daerah rawan bencana dan peta SFD, diperlukan komunikasi risiko yang efektif untuk memberikan pemahaman kepada warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi.

Gambar 2. Peta Kawasan Rawan Bencana Tahun 2002 dan 2010  Erupsi 2010 telah mengubah dusun-dusun yang berada
Gambar 2. Peta Kawasan Rawan Bencana Tahun 2002 dan 2010 Erupsi 2010 telah mengubah dusun-dusun yang berada

Gambar

Table  2  presents  the  parental  migration  status  and  relevant  information.  Over  22  percent  of  the  children  were from migrant households
Table 2. Parental Migration Status
TABLE 3. The Summary Statistics of Sample Data
TABLE 4.   The  Estimated  Influence  of  Explanatory  Variables  on  Children’s  Weight-for-age  z-score  (WAZ)  and  Length/height-for-age Z-score (LAZ)
+7

Referensi

Dokumen terkait

ISSN 1907-2902 JURNAL KEPENDUDUKAN INDONESIA Volume VII Nomor 1 Tahun 2012 DAFTAR ISI Advocacy Groups for Indonesian Women Migrant Workers’ Protection 1-18 Aswatini Raharto dan